• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Asal-Usul Kota Medan

BAB IV INTERPRETASI DATA

4.1. Setting Lokasi

4.1.1. Sejarah Asal-Usul Kota Medan

Kota Medan dahulu merupakan kampung kecil yang berada di salah satu tanah datar atau Medan yang pada waktu itu kita kenal sebagai “Kampung Medan Putri”, letaknya tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Selama kurang lebih 80 Tahun, Medan telah berkembang menjadi kota Medan seperti saat ini. Menurut Tengku Lukman Sinar, SH dalam bukunya yang berjudul “ Riwayat Hamparan Perak” tahun 1971, Medan didirikan oleh guru Patimpus sekitar tahun 1590-an. Guru Patimpus adalah seorang putra Karo bermarga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang Encik Pulo Brayan. Guru Patimpus juga merupakan nenek moyang Datuk Hamparan Perak (Dua Belas Duta) dan Datuk Suka Piring,

yaitu dua dari tempat Kepala suku Kesultanan Deli. Dalam bahas karo, kata “Guru” berarti “Dukun” ataupun “orang pintar” kemudian kata “Pa” merupakan sebutan untuk seorang bapak berdasarkan sifat atau keadaan seseorang. Sedangkan kata “Timpus” berarti “Bundelan, bungkus atau balut”. Dengan demikian Guru Patimpus dapat diartikan sebagai seorang dukun yang memiliki kebiasan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan dibadan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat diperhatikan pada Monumen Guru Patimpus yang didirikan disekitar Balai Kota Medan.

Kampung Medan juga sering dikenal sebagai Medan-Deli. Lokasi asli Kampung Medan adalah sebuah tempat dimana Sungai Deli bertemu dengan sungai Babura. Terdapat berbagai kerancuan dari berbagai sumber literature mengenai asal-usul kata “Medan” itu sendiri. Dari catatan penulis-penulis portugis yang berasal dari nama “Medina”, sedangkan dari sumber lainnya menyatakan bahwa Medan berasal dari bahasa India “Meiden”, yang lebih kacau lagi bahwa ada sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa disebutkannya kata “Medan” karena kota ini merupakan tempat atau area bertemunya berbagai suku sehingga disebut sebagai Medan pertemuan.

Medan pertama kali ditempati oleh orang-orang suku Karo, hanya setelah penguasa Aceh, Sultan Iskandar Muda mengirimkan panglimanya, Gocah Pahlawan bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi wakil Kerajaan Aceh di Tanah Deli, barulah kerajaan Deli mulai berkembang. Perkembangan ini ikut mendorong pertumbuhan dari segi penduduk maupun kebudayaan Medan. Dimasa pemerintahan Sultan Deli kedua tuanku Panglima Parunggit (memerintah dari 1669-1698), terjadi sebuah perang Kavaleri di Medan. Sejak saat itu Medan membayar upeti kepada Sultan Deli.

Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa disamping

jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu (Sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkualitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.

Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni : Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober s/d Desember sedang Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.

Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan disana sini terutama di muara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara. ( Kota Medan Dalam Angka 2012, BPS kota Meda, hal xxxvi)

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru dan ulama.

Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat.

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara. Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian Barat dan sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit Lawang dan Danau Toba. Di samping itu, Kota Medan juga sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka. Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kota_Medan, 29 November 2012).

Kehadiran Kota Medan sebagai suatu bentuk kota memiliki proses perjalanan sejarah yang panjang dan kompleks. Hal ini dibuktikan dengan perkembangan daerah yang disebut dengan “Kota Medan” yang menuju pada bentuk kota metropolitan. Sebagai hari lahir Kota Medan adalah 1 Juli 1909 , sampai saat sekarang ini usia Kota Medan telah tercapai 419 tahun.

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Kota Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan suku bangsaTionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan suku bangsa Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan suku bangsa Jawa sebagai kuli perkebunan. Suku bangsa Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan suku bangsa Minangkabau, Mandailing, dan Aceh. Mereka datang ke Kota Medan bukan

untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru, dan ulama (http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kota_Medan, 29 November 2012).

Keanekaragaman suku bangsa di Kota Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja, kuil dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh daerah. Penduduk Kota Medan sekarang ialah suku bangsa Jawa, dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo). Di Kota Medan banyak pula suku bangsa keturunan India dan Tionghoa. Kota Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi suku bangsa Tionghoa cukup banyak. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Kota Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.

Berdasarkan keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU, terhitung mulai tanggal 21 September 1951, daerah kota Medan diperluas tiga kali lipat. Keputusan tersebut disusul oleh Maklumat Walikota Nomor 21 tanggal 29 September 1951 yang merupakan luas kota Medan menjadi 5.130 Ha dan meliputi 4 kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Medan 2. Kecamatan Medan Timur 3. Kecamatan Medan Barat

4. Kecamatan Medan Baru dengan keseluruhan 59 kepenghuluan

Melalui UU Darurat No.7 dan 8 tahun 1056 dibentuk propinsi Sumatera Utara Daerah Tingkat II antara lain, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan khususnya memerlukan perluasan daerah untuk mampu menampung laju perkembangan penduduk. Oleh karena itu, dikeluarkan Perintah No.22 tahun 1973, dengan masuknya beberapa Kabupaten Deli Serdang ke dalan kota Medan, sehingga belakangan ini wilayah kota Medan menjadi 116 Kelurahan. Kemudian dengan surat ini persetujuan Mendagri No.140/22/1/PVOP tanggal 30 Mei 1986,

jumlah kelurahan di Kota Medan menjadi 144 Kelurahan yang kemudian pada tahun 1997 menjadi 151 Kelurahan.

Kemudian melalui peraturan Pemerintah RI No.35 tahun 1992 tentang pembentukan beberapa kecamatan termasuk kecamatan di Sumatera Utara termasuk dua kecamatan pemekaran di Kota Daerah Tingkat II Medan, sehingga sebelumnya terdiri dari 19 kecamatan dimekarkan menjadi 21 kecamatan. ( Kota Medan dalam Angka 2009, BPS Kota Medan,hal 26).

Kota Medan merupakan salah satu dari 17 daerah tingkat II di daerah Sumatera Utara, yang terletak di bagian Timur Propinsi Sumatera Utara dan berada di antara 3° 27-98°-3° 47

LU

dan 98° 35-98° 44BT. Permukaan tanahnya cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas kota Medan saat ini adalah 265.10 km2. Sebelumnya hingga 1972 Medan hanya mempunyai luas sebesar 52,32 km2, namun kemudian diedarkan Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1973 yang memperluas wilayah Kota Medan dengan mengintegrasikan sebagian wilayah Kabupaten Deli Serdang. Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

Kota Medan merupakan pusat pemerintahan tingkat I Propinsi Sumatera Utara dengan jumlah penduduk sekitar 2.083.156 jiwa. Secara geografis Kota Medan berbatasan dengan: - Sebelah Utara berbatasan dengan Selat malaka

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

- Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan percut Sei Tuan dan tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

Administrasi pemerintahan kota Medan yang dipimpin oleh seorang Walikota pada saat ini terdiri atas 21 kecamatan dengan 151 kelurahan yang terbagi dalam 2001 lingkungan. Penduduk

Pembangunan kependudukan di Medan dilaksanakan denga mengindahkan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran penduduk tercapai optimal. Mobilitas dan persebaran penduduk yang optimal, berdasarkan pada adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tamping lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan dan pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks, dimana penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya. Pada tahun 2011, penduduk Kota Medan mencapai 2.227.224 jiwa. Dibanding hasil Sensus Penduduk 2010, terjadi pertambahan penduduk sebesar 19.614 jiwa (0,94 %). Dengan luas wilayah 265,10 km2, kepadatan penduduk mencapai 7.987 jiwa/km2.

Laju pertumbuhan penduduk adalah perubahan penduduk yang terjadi jika dibandingkan dengan sebelumnya dan dinyatakan dengan presentase.Komposisi penduduk Kota Medan berpengaruh terhadap kebijakan pembangunan kota, baik sebagai subjek maupun objek pembangunan. Keterkaitan komposisi penduduk dengan upaya-upaya pembangunan kota dilaksanakan, didasarkan pada kebutuhan pelayanan yang harus disediakan kepada masing-masing kelompok usia penduduk. Proporsisi penduduk berdasarkan usia, dapat dilihat bahwa penduduk paling banyak adalah yang berada pada usia 20-24 dengan perincian penduduk laki-laki 116.164 jiwa, 11,23% sedangkan perempuan 121.385 jiwa, 11,58%. Dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk pada tahun 2012 yang paling banyak adalah perempuan dengan total keseluruhan 1.071.596 jiwa sedangkan laki-laki hanya 1.034.696 jiwa. ( Sumber: Medan Dalam Angka 2012)

Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, sebanyak 120 pencari kerja pada tahun 2011 menyampaikan permohonan izin untuk menjadi tenaga kerja asing. Lapangan usaha jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan merupakan yang paling diminati karena 50 persen dari pencari kerja tenaga kerja asing.

Jumlah pencai kerja secara keseluruhan sebesar 4742 orang dengan status sudah dipenuhi sebesar 1986 orang. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh para pencari kerja di Kota Medan paling banyak hanya tamatan SLTA.

Human Development Report (Laporan Pembangunan Manusia) yang pertama, pada tahun 1990, mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk membuat manusia mampu memiliki lebih banyak pilihan.

Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak anti terhadap pertumbuhan. Dalam perspektif pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi bukanlah tujua akhir. Pertumbuhan ekonomi adalah alat untuk mencapai tujuan akhir, yaitu memperluas pilihan-pilihan bagi manusia. Kalaupun demikian, tidak ada hubungan yang otomatis antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan pembangunan manusia.

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Medan menunjukkan gambaran yang menggembirakan. Pada tahun 2011, IPM Kota Medan mencapai 77,68 dibandingkan dengan 30 Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan menempati urutan 2 setelah Kota Pematang Siantar. Meningkatnya nilai IPM Kota Medan tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan. Dengan motto “Bekerja sama dan sama-sama bekerja demi kemajuan dan kemakmuran Medan Kota Metropolitan, Pemerintah Kota Medan menggandeng berbagai pihak untuk member sumbangsih nyata bagi pembangunan kota.

Hal ini, antara lain terlihat dari besarnya peranan pihak swasta di dalam penyediaan fasilitas pendidikan dasar (SD sebesar 434 unit dari 816 unit), pendididkan menengah

pertama (303 unit dari 348 unit) dan pendidikan menengah atas ( 310 unit dari 344 unit). (Sumber: Medan Dalam Angka 2012).

Dokumen terkait