• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.2. Profil Informan Penelitian

1. Zaharni (Penasehat Cabang Aisyiyah)

Ibu Zaharni merupakan seorang yang sangat disegani di Aisyiyah cabang

Sukaramai, karena pemikiran, kerja keras dan pengabdian beliau selama ini di Aisyiyah. Ibu yang berusia 65 tahun ini menjadi anggota Aisyiyah sejak tahun 1970 itu berarti sudah hampir 40 tahun ia menjadi bagian dari Aisyiyah, berkat wawasan dan

liv

semangatnya dalam meningkatkan kualitas perempuan disekitarnya ia pun selalu terpilih menjadi pengurus cabang maupun ranting. Di usianya yang sudah tidak lagi muda, ia masih mengerjakan pekerjaan yang dilakukan ibu-ibu pada umumnya, seperti memasak dan membantu usaha konveksi suaminya. Proses wawancara di lakukan dirumah Ibu Zaharni, setelah peneliti 3 kali mendatangi rumah beliau, terkadang ia masih sibuk memasak di dapur sehingga peneliti segan mengganggunya, kemudian untuk kedua kalinya peneliti datang pada sore hari, tetapi beliau sedang tidur siang, lalu terakhir peneliti datang pada malam hari selesai magrib, dan beruntung ia mempunyai waktu senggang untuk diwawancarai. Dari beliau lah peneliti mendapat banyak informasi mengenai sejarah berdirinya Aisyiyah Cabang Sukaramai.

Ibu Zaharni atau yang biasa dipanggil Umi ini mempunyai semangat yang luar

biasa untuk memberdayakan perempuan dan anak-anak yang tidak mampu, ibu yang pernah menjadi bilal mayit ini sangat bersemangat ketika ditanya mengenai Aisyiyah, baginya Aisyiyah adalah organisasi perempuan yang sangat memperdulikan nasib kaum perempuan, sehingga Aisyiyah harus terus ada dan terus berkembang, menurutnya agar Aisyiyah cabang Sukaramai jauh lebih berkembang dibutuhkan kesadaran dan kesabaran dari anggota dan pengurus agar lebih aktif dan semangat lagi dalam membina dan menjalankan kegiatan-kegiatan Aisyiyah di cabang Sukaramai ini. Ditanya mengenai pelabelan masyarakat bahwa kaum perempuan itu sebagai ibu rumah tangga saja, ia menjawab bahwa memang benar seorang perempuan atau seorang ibu adalah berkewajiban mengurus suami dan anak-anaknya, tapi bukan berarti ia tidak boleh bekerja atau berorganisasi, jika masih ada yang berpikiran seperti itu maka itu sudah

lv

tidak cocok lagi dengan jaman modern ini, karena perempuan pun sudah ada yang jadi menteri dan presiden. Menurutnya perempuan bukan bawahan dari suami atau manusia kelas dua, tapi perempuan adalah mitra sejajar dari laki-laki yang berpotensi membantu menciptakan kesejahteraan bagi keluarga, masyarakat dan Negara.

2. Yuliarni (Wakil Ketua Cabang Aisyiyah)

Ibu Yuliarni berusia 59 tahun dan memiliki 8 orang anak, 5 orang laki-laki dan 3 orang perempuan yang hampir semuanya sudah berkeluarga hanya 1 dari 8 anaknya yang belum menikah . beliau sangat sibuk karena ia memiliki usaha home industri pembuatan mukenah dirumahnya dengan mempekerjakan beberapa pegawai. Ia termasuk seorang yang sibuk karena ia harus bertanggung jawab pada usaha mukenahnya tersebut, juga ia masih harus menjalani tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Pada saat memasuki rumah beliau terlihat kain-kain polos berwarna putih dan beberapa mesin jahit dan mesin bordir, Ia tengah sibuk menggambar di kain putih itu sehingga terbentuklah motif bunga-bunga yang cantik, yang selanjutnya diatas motif tersebut dibordir oleh pekerjanya, Ia turut mengerjakan proses pengerjaan mukenah tersebut dari pemilihan bahan, pemotongan, pembuatan motif mukenah dan proses selanjutnya ia serahkan kepada pekerjanya. Walau ia sangat sibuk namun ia tidak keberatan peneliti wawancarai, sambil sesekali menghentikan pekerjaannya karena harus berkonsentrasi menjawab beberapa pertanyaan peneliti.

Ibu Yuliarni merupakan Wakil Ketua di ‘Aisyiyah cabang Sukaramai, ia cukup terpandang di Aisyiyah cabang Sukaramai, karena pengalamannya yang telah lama

lvi

membina Aisyiyah di Cabang Sukaramai, hampir 30 tahun ia menjadi anggota Aisyiyah. Beliau merupakan sosok yang tegas dan disiplin dan itu ia mulai terapkan dari keluarga hingga kepada anggota-anggotanya, baginya tidak boleh ada diskriminasi terhadap perempuan baik itu di dalam keluarga maupun masyarakat. Ia merasakan manfaat menjadi anggota maupun pengurus Aisyiyah, melayani umat memang butuh kesabaran dan waktu, tapi ia tidak mengeluh, baginya itu merupakan suatu kebanggaan karena bisa melakukan sesuatu untuk orang banyak, walaupun tidak besar tapi itu ada dan nyata. Menurutnya keanggotaan di Aisyiyah cukup aktif dan rajin mengikuti pengajian, begitu juga dengan pengurus Aisyiyah yang sudah mengorbankan waktu dan pikiran bagi kepentingan orang banyak. Ia mengatakan bahwa Aisyiyah menjalin kerjasama dengan organisasi ini lain, dengan kelurahan dan puskesmas. Dana Aisyiyah didapat dari iuran wajib anggota, dari donatur dan dari hasil usaha Aisyiyah. Menurutnya yang menjadi sasaran dari program-program Aisyiyah cabang Sukaramai sekarang ini adalah anggota Aisyiyah saja, belum bisa seperti Aisyiyah Daerah yang mengelola panti asuhan dan memberikan beasiswa kepada yang tidak mampu, membuat posko pengaduan korban kekerasan dalam rumah tangga, karena keterbatasan dana dan sumberdaya manusia yang professional. Aisyiyah sangat peduli dengan keadaan perempuan juga dengan tingkat kesejahteraan perempuan, dengan adanya koperasi maka Anggota yang telah mempunyai kartu anggota bisa meminjam uang maksimal 1 juta rupiah untuk membantu menambah modal usaha, menyekolahkan anak, dll, tanpa dikenakan bunga, dan selama ini belum ada kendala dalam koperasi tersebut, karena selama ini anggota dengan rutin mengembalikan uang tersebut tanpa harus dipaksa-paksa.

lvii 3. Ermawati (Wakil Ketua Cabang Aisyiyah)

Ibu Ermawati berusia 51 tahun. Ia memiliki 7 orang anak , 3 laki-laki dan 4 perempuan, sehari-harinya ia bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah dan juga sebagai guru di madrasah, semua anak-anaknya sudah besar-besar, anak keduanya seorang perempuan telah menikah dan baru saja melahirkan seorang anak, ini merupakan cucu pertama beliau, anak pertamanya adalah laki-laki yang sekarang bekerja diluar kota dan hanya sekali-sekali pulang ke Medan, anak yang masih sekolah adalah anak ke 6 dan ke 7, yaitu duduk di kelas 3 SMA dan kelas 1 SMA, ia memang tidak repot lagi sebagai ibu, karena anak-anaknya sudah besar-besar dan mampu untuk mengurusi diri mereka sendiri, namun sebagai nenek ia kelihatan sangat repot, karena anak keduanya yang perempuan baru saja beberapa hari melahirkan, dan tinggal dirumah beliau, sehingga rumah tersebut menjadi ramai dan suasananya menjadi menyenangkan karena ada tangis dan kelucuan seorang bayi. Ketika peneliti menyampaikan maksud untuk melakukan wawancara perihal Aisyiyah, Ibu Ermawati langsung menyanggupi dan begitu senang karena judul penelitian peneliti yang mengangkat tema Aisyiyah, dan tampak Ia sangat semangat dalam menjawab setiap pertanyaan yang peneliti ajukan.

Ibu Ermawati masuk menjadi anggota Aisyiyah sejak tahun 1990 di kampung halamannya di Padang, beliau mengenal Aisyiyah sejak bergabung menjadi anggota Nasyiatul Aisyiyah, berlatar belakang orang tua yang merupakan warga Muhammadiyah, sehingga semangatnya untuk memajukan Aisyiyah sangat tinggi,

lviii

terbukti dengan keberadaan beliau sebagai Wakil ketua di Aisyiyah Cabang Sukaramai dan membidangi suatu majelis di Aisyiyah Daerah Medan. Semangat beliau dalam memberdayakan perempuan semakin terlihat dengan mempersiapkan generasi Aisyiyah berikutnya yaitu dengan memberikan perhatian dan motivasi kepada pengurus-pengurus dan anggota NA, beliau jugalah salah satu pendorong bangkitnya Aisyiyah Cabang Sukaramai kembali ketika sempat mengalami mati suri. Menurutnya kinerja pengurus selama ini sudah cukup baik, tapi dengan hanya mengandalkan kinerja pengurus saja tidaklah cukup karena dibutuhkan partisipasi anggota dalam setiap kegiatan agar pengurus tidak kerepotan dalam menjalankan tugas-tugasnya, karena menurutnya Aisyiyah ini bukan milik individu dan bukan milik pengurus, Aisyiyah adalah milik bersama, jadi dibutuhkan kerjasama dan dukungan dari semuanya baik itu dari anggota, pengurus, maupun dari masyarakat sekitar dan pemerintah. Karena sudah terlihat nyata peran Aisyiyah cabang Sukaramai ini dalam memberdayakan perempuan, berikut petikan wawancaranya:

“lihat aja ibu –ibu disini walau mereka gak semuanya berpendidikan tinggi tapi mereka punya wawasan yang luas dan punya banyak teman, itu artinya menambah banyak koneksi dan tentu saja menambah pemasukan bagi usaha mereka, karena kebanyakan ibu-ibu disini punya usaha sendiri, seperti toke telekung, toke sepatu, jualan jilbab, jualan pakaian muslim, buka warung, dll. Kalau modalnya kurang, bisa minjem dari koperasi Aisyiyah yang tanpa bunga, minjemnya pun bisa sampek 1 juta, jadi kan usaha mereka bia terus ada dan berkembang, jadi kan itu juga sudah memberdayakan perempuan”. (wawancara, November 2009)

lix

Menurutnya perempuan perlu diberdayakan karena perempuan mempunyai motivasi dan potensi yang besar untuk mensejahterakan keluarganya.

4. Ibu Hamidah (Sekretaris Cabang Aisyiyah)

Ibu yang berusia 50 tahun ini memiliki tubuh yang tinggi dan tegap, beliau masih terlihat muda dan enerjik di usianya yang sudah 50 tahun, ia merupakan seorang pengurus organisasi yang mempunyai wibawa, dan wawasan yang luas terutama terhadap masalah sosial dan pendidikan. Beliau terlihat sangat sibuk dengan pekerjaannya sebagai kepala sekolah, hal ini tampak pada saat peneliti melakukan wawancara dengan beliau di ruang kerjanya di kantor kepala sekolah, wawancara berkali-kali terhenti karena ada beberapa guru dan orang tua murid yang secara bergantian masuk untuk menemui Ibu kepala sekolah ini, pekerjaan beliau sebagai kepala sekolah di SD Muhammadiyah memang memerlukan tenaga dan pikiran ekstra, namun itu tidak menghalanginya untuk tetap aktif sebagai Sekretaris Aisyiyah cabang Sukaramai walau ia mengaku agak sedikit repot untuk membagi waktunya. Yang ia rasakan selama menjadi pengurus adalah rasa bangga dan senang karena bisa mengayomi masyarakat, membina pengajian dan banyak yang dilakukan untuk masyarakat khususnya perempuan, ia tidak mengeluh dengan pengabdiannya di ‘Aisyiyah, baginya bisa berbuat untuk masyarakat adalah hal yang sangat menyenangkan bagi beliau

Kondisi kepengurusan di Aisyiyah cabang Sukaramai ini diakuinya pada awal periode berjalan dengan baik, namun sekarang ini sudah agak kurang aktif, namun begitu

lx

kegiatan-kegiatan Aisyiyah dalam pemberdayaan perempuan tetap ada, hal ini tampak pada tetap rutinnya pengajian, seminar-seminar masih tetap diikuti, ada bedah buku yang akan menambah wawasan perempuan, dan dalam hal pemberdayaan ekonomi ada koperasi yaitu BUEKA.

Pendapatnya mengenai organisasi perempuan ia mengatakan bahwa keberadaan organisasi perempuan sangat diperlukan karena banyak sekali manfaat yang didapat jika masuk menjadi anggota organisasi perempuan, manfaat yang paling dasar adalah perempuan menjadi terbiasa untuk berbicara di depan umum, berani mengeluarkan pendapat, bisa saling bertukar informasi sesama perempuan, dan pastinya menambah wawasan mengenai masalah perempuan. Ketika ditanya mengenai UU PKDRT ia mengatakan bahwa dengan adanya UU tersebut maka masyarakat tidak semena-mena lagi terhadap perempuan, dalam mengatasi kekerasan dalam rumah tangga, Aisyiyah menampung pengaduan korban kekerasan untuk disampaikan di daerah dan Aisyiyah daerah akan memproses dan mendampingi korban tersebut.

B. Anggota Aisyiyah

1. Sumarni

Ibu Sumarni merupakan sosok ibu yang sangat ramah, berwawasan luas, dan sangat cepat membantu jika ada seseorang yang membutuhkan pertolongan, ini tampak ketika peneliti melakukan wawancara dengan beliau. Ibu yang berusia 53 tahun ini mempunyai

lxi

ciri fisik bertubuh kecil,berkulit sawo matang dan memakai kacamata, ia memiliki 2 orang anak laki-laki yang sudah dewasa dan ia memilki 1 orang cucu, beliau sehari-harinya bekerja sebagai guru Agama di SD N, sudah lebih dari 20 tahun beliau menjadi anggota Aisyiyah dan saat ini ia menjabat sebagai ketua Majelis Tabligh di Aisyiyah cabang Sukaramai, dalam waktu yang lama beliau tetap setia dan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan Aisyiyah karena menurutnya suasana yang terjalin di ‘Asiyiyah sudah cukup nyaman, dan ada kerjasama antara anggota dan pengurus, dengan menjadi anggota dan pengurus ‘Aisyiyah, ia mengaku banyak mendapat ilmu, baik itu ilmu agama, kepemimpinan, hukum,dll. Selain itu dengan masuk ke Aisyiyah, dapat menambah teman dan mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang tidak diajarkan di bangku pendidikan formal.

Menurut ibu Sumarni, perempuan juga harus sadar dengan kodratnya sebagai perempuan yang harus melayani suami dan mengurus anak-anak, baginya perempuan boleh menjadi pemimpin, namun laki-laki lah yang tetap menjadi pemimpin utamanya. Ditanya mengenai kondisi keanggotaan dan kepengurusan ia mengatakan bahwa selama ini anggota aktif mengikuti pengajian namun belum aktif untuk urusan pengembangan Aisyiyah itu sendiri, dan kinerja kepengurusan saat ini juga baik namun mungkin belum bekerja secara maksimal, karena kurangnya sumber daya manusia yang professional sehingga ada beberapa pengurus yang merangkap jabatan dan begitu pula yang ia alami, menurutnya ‘Aisyiyah cabang Sukaramai telah banyak melakukan usaha untuk memberdayakan perempuan yaitu mengadakan koperasi simpan pinjam, pengkaderan

lxii

dan mendahulukan anggota Aisyiyah atau anggota NA untuk menjadi tenaga pengajar di sekolah Muhammadiyah.

Pandangan masyarakat bahwa perempuan lebih lemah dari laki-laki ibu Sumarni menjawab bahwa memang dari fisik laki-laki lebih kuat, namun kemauan, cita-cita menurutnya lebih tinggi perempuan. Ketika ditanya pendapatnya mengenai posisi laki-laki dan perempuan menurutnya kedudukannya sama dan di Al’Qur’an pun ada penjelasan tentang hal itu, maka dari itu tidak boleh ada diskriminasi terhadap perempuan apalagi melakukan kekerasan terhadap perempuan, ia senang dengan lahirnya UU PKDRT yang memberi sanksi kepada pelaku kekerasan terhadap perempuan. UU tersebut menjadi kekuatan bagi perempuan untuk tetap dihormati dan tidak disakiti.

2. Arisyah

Merupakan ibu rumah tangga yang pekerja keras, sehari-harinya ia ikut membantu usaha home industri suaminya, ibu dari 5 orang anak ini terkesan sangat ramah, humoris dan masih berjiwa muda, ini peneliti rasakan ketika mendengar gaya berbicara dan sifat keterbukaan beliau terhadap setiap pertanyaan yang peneliti tanyakan, bahkan peneliti dan ibu Arisyah saling bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing, sehingga peneliti menjadi sangat rileks dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan. Peneliti berkali-kali menemui ibu Arisyah untuk menanyakan kapan waktu yang tepat agar peneliti bisa melakukan proses wawancara dengan beliau, karena ibu Arisyah memang sangat sibuk, dirumahnya dipenuhi dengan bahan-bahan untuk pembuatan

lxiii

sepatu dan sandal untuk laki-laki dewasa, dari pengguntingan, pengeleman, penjahitan, dan penghalusan, dikerjakan dirumah tersebut, dengan beberapa pekerjanya ibu Arisyah ikut membantu suaminya dalam proses produksi, dan distribusi sepatu tersebut. Proses wawancara sempat terhenti karena ia harus mengurus anaknya yang duduk di kelas 1 SMP yang baru pulang sekolah dan anak bungsu beliau yang masih duduk di kelas 5 SD, keduanya adalah anak-anak perempuannya, tampak ia sangat perhatian kepada semua anak-anaknya bahkan terhadap anak laki-laki pertamanya yang baru saja menikah, itu juga alasan mengapa ia lebih memilih membantu suaminya dirumah daripada bekerja diluar rumah, Ia tidak pernah mendiskriminasi anak perempuannya, namun ia tetap menganggap bahwa hak anak laki-laki lebih besar, seperti pernyataan beliau berikut:

“ibu gak pernah beda-bedain anak laki-laki dan perempuan, tentang pendidikan, kasih sayang, semuanya sama rata ibu buat, tapi memang kadang-kadang ibu lebihkan juga anak- laki-laki ini, karena kan kebutuhannya memang banyak, dia nanti kan harus bertanggung jawab sama keluarganya.(wawancara,November 2009)

Ibu Arisyah mengakui bahwa hubungan yang terjalin sesama anggota

dirasakannya cukup baik, dan menurutnya kinerja pengurus juga sudah baik, Ibu Arisyah mengaku mengalami kesulitan membagi waktu, akibatnya ia jarang bisa mengikuti kegiatan-kegiatan ‘Aisyiyah sepenuhnya, beliau menjadi anggota ‘Aisyiyah sejak 8 tahun yang lalu, membuat wawasannya mengenai ilmu agama semakin bertambah dan membuat ia semakin banyak mempunyai teman. Pendapat ibu Arisyah mengenai

lxiv

pelabelan masyarakat mengenai perempuan sebagai ibu rumah tangga adalah sesibuk-sibuknya perempuan, ia harus mendahulukan mengurus rumah tangganya dahulu, setelah semua selesai baru bisa mengikuti kegiatan yang lain, itu juga alasannya bahwa organisasi perempuan bisa berkembang dan maju, namun tetap tidak bisa mengalahkan organisasi yang dibina oleh laki-laki, dikarenakan alasan keterbatasan waktu perempuan yang memang kodratnya sebagai ibu rumah tangga.

3. Ibu Tursina

Ibu dari 3 orang anak ini mempunyai cirri fisik agak sedikit gemuk dan berkulit sawo matang, merupakan sosok yang humoris, polos dan sangat terbuka, seringkali peneliti tertawa karena senda gurau dari beliau, sehingga membuat suasana pada saat wawancara menjadi menyenangkan dan tentu saja menjadi sangat lama, karena juga diselingi cerita-cerita dari beliau. Pertama kali saat mendatangi rumah beliau pada pukul 2 siang, beliau sedang menyiapkan makan siang untuk suaminya, sehingga setelah peneliti menyampaikan maksud dan memperkenalkan diri, peneliti mohon pamit karena tidak mau mengganggu dan kemudian peneliti datang pada malam harinya untuk melakukan wawancara, karena sudah mengetahui maksud dan tujuan peneliti, maka wawancara langsung dimulai, dan proses wawancara sempat terhenti karena anak perempuan beliau yang tahun lalu telah lulus dari sebuah universitas swasta di Medan menghidangkan teh untuk kami dan ikut serta duduk diantara kami karena ada rasa keingintahuan atas kedatangan saya, karena sebelumnya belum ada yang melakukan wawancara dengan ibunya seperti yang peneliti lakukan.

lxv

Ibu Tursina adalah seorang ibu rumah tangga, Ia mengenal Aisyiyah sudah sejak lama, karena orang tua beliau yang juga adalah warga Muhammadiyah, baginya banyak manfaat yang ia rasakan setelah menjadi anggota Aisyiyah, walau ia adalah seorang ibu rumah tangga dan hanya tamatan sekolah setingkat SLTA yang banyak menghabiskan waktu dirumah namun wawasannya mengenai masalah sosial kemasyarakatan dan pengetahuan lain ia tidak kalah dengan orang yang berpendidikan tinggi, baginya perempuan juga harus berkualitas karena kualitas keluarga tercermin dari kualitas bagaimana seorang ibu mendidik anak-anaknya.

Ia mendapat dukungan dari keluarganya untuk masuk menjadi anggota organisasi, karena tujuannya masuk ke organisasi Aisyiyah ini adalah untuk menambah wawasan dan juga ilmu agama yang akan berguna untuknya dalam mendidik anak-anaknya, menurutnya tidak boleh ada diskriminasi terhadap perempuan, dikeluarga beliau anak laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama, baik itu dalam pendidikan, juga dalam pengambilan keputusan, siapapun boleh mengeluarkan pendapatnya, tidak terkecuali anak perempuan. Ditanya mengenai organisasi dan kepemimpinan perempuan ia menjawab:

“gak ada masalah dengan organisasi perempuan dan kepengurusan perempuan, seperti Aisyiyah ini, dari anggota sampek pengurus-pengurusnya ya perempuan semua, dari ibu-ibu rumah tangga sampai perempuan karir ada disini, tapi gak masalah semua bisa berjalan dengan baik.”

Menurutnya kinerja pengurus Aisyiyah cabang Sukaramai ini sudah baik, dan ia tidak menemukan kendala dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di Aisyiyah, dan ia

lxvi

merasakan manfaat dari semua kegiatan-kegiatan Aisyiyah yaitu pengetahuan dan wawasannya menjadi bertambah, dari Aisyiyah juga lah ia mengetahui adanya UU PKDRT yang melindungi hak-hak perempuan di dalam rumah tangga, dengan adanya UU PKDRT maka perempuan tidak boleh lagi diam ketika disakiti, perempuan harus mampu melawan atas ketidak adilan yang dirasakannya, dan perempuan harus terus diberdayakan dan dicerdaskan karena perempuan mempunyai potensi yang sama besar dengan laki-laki dalam masalah kecerdasan dan kemampuan untuk mengembangkan diri.

4. Ibu Rina Santi

Ibu yang berusia 39 tahun ini berciri fisik berbadan agak gemuk, tinggi, dan berkulit putih. Ibu Rina sangat sibuk, karena selain mengurus keenam anaknya yang masih kecil-kecil, sehari-harinya ia juga bekerja sebagai guru di SD Muhammdiyah, sehingga peneliti mendatangi ibu Rina untuk kedua kalinya pada hari libur, karena pada saat datang pertama kali, beliau sedang mengajar di sekolah. Pada saat peneliti masuk ke rumah ibu Rina tampak tumpukan pakaian-pakaian dilantai, tampak ibu Rina tengah menggosok pakaian seluruh anggota keluarganya, dan setelah menyampaikan maksud maka wawancara pun dimulai dengan ibu Rina yang terus melakukan pekerjaan menggosoknya, tampak ia sangat ulet mengurusi anak-anaknya, wawancara terus berjalan sambil ia menggosok dan mengurusi anak-anaknya.

Ia mengenal Aisyiyah sejak bergabung menjadi anggota NA (Nasyiatul ‘Aisyiyah) kemudian ia tertarik untuk menjadi anggota Aisyiyah, maka sejak tahun 1996 ia masuk

lxvii

menjadi anggota Aisyiyah. Ia mendapat dukungan dari keluarga untuk masuk menjadi anggota Aisyiyah ini, karena ia bisa membagi waktu antara pekerjaan, keluarga dan organisasi dan menjalani kodratnya sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anaknya. Menurutnya hubungan yang terjalin antara sesama anggota dan antara anggota dan pengurus sudah sangat baik, kinerja pengurus dinilai sudah baik namun belum fokus kepada Aisyiyah, karena mungkin kesibukan dari pengurus itu sendiri yang juga bekerja atau membuka usaha dirumahnya. Baginya dalam berorganisasi ini hambatannya adalah waktu, karena walau sesibuk-sibuknya seorang perempuan di luar rumah, tetap harus mengutamakan keluarga. Ia harus membagi waktu antara keluarga, pekerjaan juga dalam berorganisasi. Ia pun sangat merasakan manfaat dari kegiatan yang dilakukan

Dokumen terkait