iii
ABSTRAK
Peran Aisyiyah Cabang Sukaramai Dalam Pemberdayaan Perempuan diawali dari pemikiran bahwa Aisyiyah merupakan salah satu organisasi Perempuan tertua dan terbesar di Indonesia, peran nyatanya dalam memberdayakan perempuan sudah bisa dilihat dan dibuktikan, kerjasama yang begitu luas baik dengan organisasi di dalam negeri maupun dengan organisasi luar negeri, bahkan namanya sudah terdengar sampai ke berbagai Negara. Lalu muncul pertanyaan dari peneliti apakah Aisyiyah pada tingkat paling bawah yaitu cabang dan ranting mampu melakukan perannya yaitu sebagai organisasi perempuan yang memberdayakan perempuan, lalu seberapa besarkah peran Aisyiyah cabang Sukaramai dalam memberdayakan perempuan dan bagaimana pemahaman Anggota dan Pengurus Aisyiyah cabang Sukaramai terhadap Isu-isu gender
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di Aisyiyah cabang Sukaramai. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah 11 orang, 4 orang merupakan pengurus Aisyiyah cabang Sukaramai dan 7 orang merupakan anggota Aisyiyah cabang Sukaramai, informan adalah orang yang lebih dari 2 tahun telah menjadi anggota Aisyiyah cabang Sukaramai. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.
Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa Aisyiyah pada tingkat cabang mampu melakukan pemberdayaan dalam hal meningkatkan kualitas hidup perempuan, yang tampak dari peningkatan ilmu dan wawasan perempuan mengenai masalah sosial, pendidikan keluarga, kepemimpinan dan Aisyiyah memotivasi perempuan untuk menjadi mandiri dengan memberi akses berupa peminjaman uang maksimal 1 juta rupiah dari koperasi simpan pinjam untuk menambah modal usaha agar anggota mempunyai penghasilan sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain secara ekonomi. Aisyiyah juga melakukan penyadaran kepada Anggota bahwa ketidakadilan gender membawa dampak yang buruk bagi laki-laki dan perempuan sehingga Anggota dan pengurus Aisyiyah saat ini sudah menyadari hal tersebut dan akan berusaha menghapuskan ketidakadilan gender di dalam keluarganya dan lingkungannya. Namun beban ganda masih dianggap menjadi kodrat perempuan yang bisa diterima dan memang harus dijalankan, beban ganda yang dianggap sebagai kodrat merupakan salah satu faktor yang menghambat keaktifan anggota dan pengurus dalam menjalankan seluruh kegiatan Aisyiyah sehingga sulit untuk mengembangkan Aisyiyah menjadi sebesar organisasi induknya.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan Anugerah-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan proses perkuliahan dan juga pada penyusunan skripsi yang berjudul “Peran Organisasi Aisyiyah dalam Pemberdayaan Perempuan”(Studi deskriptif Pada Organisasi Aisyiyah Cabang Sukaramai Medan). Secara Khusus Rasa Hormat dan Cintaku kepada kedua Orang Tua ku, Ayahku Syahminan Lubis (Alm), Ayah yang menerapkan kepada semua anak-anaknya akan betapa pentingnya pendidikan dan Ia bekerja keras untuk itu, dan ibu ku seorang wanita tegar yang sejak 3 tahun lalu berjuang sebagai ibu sekaligus sebagai bapak untuk kelima anak-anaknya, yang setiap hari berdoa untuk ku agar berhasil dalam melakukan apapun. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
v
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof.Dr.M.Arif Nasution, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof.Dr.Badaruddin, Msi. selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dan juga merupakan dosen wali dan Ketua penguji penulis.
3. Rasa hormat setinggi-tingginya dan terimakasih kepada Ibu Dra.Harmona Daulay, M.si. sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini dan telah merubah cara berfikir penulis yang semula “mentah” menjadi sedikit berwawasan dalam melihat dan menganalisis suatu persoalan yang ada di masyarakat.
4. Bapak Drs.Sismudjito, M.si. selaku Dosen dan Penguji yang telah memberi materi perkuliahan yang berguna dalam menambah wawasan penulis.
5. Kepada seluruh dosen Sosiologi dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan berbagai materi selama penulis menjalani perkuliahan di FISIP USU
6. Kepada Kakak,Abang dan Adik-adikku K’lily, Agam, Amin, Iqbal yang selalu mendukung dan terus memacu semangat ku untuk segera menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini
vi
8. Kepada bg Irvan, makasih ya udah jadi seksi sibuk dalam panitia pembuatan skripsi ini.
9. Kepada Teman-Teman ku sosiologi ‘O5, khususnya KURCACI2 KU, (Yanti (Ma’e),Tiara (juru foto),Irdha(pildacil).Penggi ,Nana ,Rani,Nia (si aktivis)), tengkiu ya.. kalian ada disaat aku sedih dan senang, terutama kalian ada ketika aku dalam kesedihan yang dalam, ku beruntung pernah memiliki kalian. Teman-teman seperjuangan ku , chen2 imoed,katub,Nova, Sari, Rizka, Ade, Andrian, Hernita, Tongam, Imun, A.Witasman(Wiwit), Jey, franklin, Ramauli, Yosi (jojo) aku senang bisa melalui hari-hari dikampus bersama kalian. Untuk Ira, Kiki, Ika, K’devi , bg Fakhruddin, bg Ardiansyah(’04), makasih untuk masukan-masukan dan informasi nya ya…., kepada seluruh junior ku Tantri,Darma, Vivi, Angga, Okto, Dilla, Rian,dll (’06), yang selalu bertanya kapan sidangnya kak?? Yang menjadi motivasi kepada ku untuk segera menyelesaikan perkuliahan ini,
10.Kepada teman-teman ku yang lain, Dina kita dulu pernah masuk bersama di Universitas itu, tapi kini harus keluar dari Universitas yang berbeda, namun ku harap kita tak pernah berhenti menjadi sahabat. Desma, Devi, makasih ya udah macu semangat ku untuk mengerjakan skripsi ini, Eta teman ku yang baik, yang selalu ada waktu untuk nemeni aku dalam proses observasi dan wawancara, keluar masuk dari 1 rumah ke rumah yang lain.
vii
penulis berkali-kali datang untuk meminta informasii dan masukan-masukan mengenai Aisyiyah dan melibatkan penulis dalam kegiatan NA.
Penulis telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga pikiran serta waktu dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun demikian penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari para pembaca. Besar harapan penulis kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, 20 Januari 2010
Penulis
viii
Daftar TabeL………... viii
Daftar Matriks ………...……… ix
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah...1
1.2. Rumusan Masalah...…..………..……… 10 1.3. Tujuan Penelitian ……..………. 10
1.4. Manfaat Penelitian ………...………. .10 1.5. Defenisi Konsep ………...11
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tipe-tipe Organisasi Perempuan di Dunia ketiga …..………..…… 13
2.2. Pendekatan Yang Pernah Muncul Dalam “Dasawarsa PBB Untuk Perempuan ………..……….16
ix
3.1. Jenis Penelitian ……….……… 25
3.2. Lokasi Penelitian ………..……….. 25
3.3. Unit Analisis Dan Informan Penelitian ………...25
3.4. Teknik Pengumpulan Data ………..……… .26.
3.5. Interpretasi Data ………26
3.6. Jadwal Penelitian ………..………27
BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Profil Organisasi Aisyiyah ……….. 28
4.2. Profil Informan Penelitian ………... 38
4.3. Aisyiyah Dalam Pendekatan Pemberdayaan Perempuan ...……… 57
4.4. Peran Aisyiyah Cabang Sukaramai dalam Pemberdayaan Perempuan… .61 4.4.1.Peran Aisyiyah Dalam kesehatan Perempuan, Pembinaan Keluarga dan Anak……….………. 62
4.4.2. Peran Aisyiyah Cabang Sukaramai Dalam Ekonomi Perempuan ……… 66
4.4.3. Pendapat Pengurus dan Anggota aisyiyah terhadap Isu Gender ……...… 68
4.5. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Aisyiyah ………...…. 74
4.6. Analisa Data ………....……… .76.
BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ………..………..80
x DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR MATRIKS
iii
ABSTRAK
Peran Aisyiyah Cabang Sukaramai Dalam Pemberdayaan Perempuan diawali dari pemikiran bahwa Aisyiyah merupakan salah satu organisasi Perempuan tertua dan terbesar di Indonesia, peran nyatanya dalam memberdayakan perempuan sudah bisa dilihat dan dibuktikan, kerjasama yang begitu luas baik dengan organisasi di dalam negeri maupun dengan organisasi luar negeri, bahkan namanya sudah terdengar sampai ke berbagai Negara. Lalu muncul pertanyaan dari peneliti apakah Aisyiyah pada tingkat paling bawah yaitu cabang dan ranting mampu melakukan perannya yaitu sebagai organisasi perempuan yang memberdayakan perempuan, lalu seberapa besarkah peran Aisyiyah cabang Sukaramai dalam memberdayakan perempuan dan bagaimana pemahaman Anggota dan Pengurus Aisyiyah cabang Sukaramai terhadap Isu-isu gender
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di Aisyiyah cabang Sukaramai. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah 11 orang, 4 orang merupakan pengurus Aisyiyah cabang Sukaramai dan 7 orang merupakan anggota Aisyiyah cabang Sukaramai, informan adalah orang yang lebih dari 2 tahun telah menjadi anggota Aisyiyah cabang Sukaramai. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.
Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa Aisyiyah pada tingkat cabang mampu melakukan pemberdayaan dalam hal meningkatkan kualitas hidup perempuan, yang tampak dari peningkatan ilmu dan wawasan perempuan mengenai masalah sosial, pendidikan keluarga, kepemimpinan dan Aisyiyah memotivasi perempuan untuk menjadi mandiri dengan memberi akses berupa peminjaman uang maksimal 1 juta rupiah dari koperasi simpan pinjam untuk menambah modal usaha agar anggota mempunyai penghasilan sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain secara ekonomi. Aisyiyah juga melakukan penyadaran kepada Anggota bahwa ketidakadilan gender membawa dampak yang buruk bagi laki-laki dan perempuan sehingga Anggota dan pengurus Aisyiyah saat ini sudah menyadari hal tersebut dan akan berusaha menghapuskan ketidakadilan gender di dalam keluarganya dan lingkungannya. Namun beban ganda masih dianggap menjadi kodrat perempuan yang bisa diterima dan memang harus dijalankan, beban ganda yang dianggap sebagai kodrat merupakan salah satu faktor yang menghambat keaktifan anggota dan pengurus dalam menjalankan seluruh kegiatan Aisyiyah sehingga sulit untuk mengembangkan Aisyiyah menjadi sebesar organisasi induknya.
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemberdayaan kaum perempuan, termasuk di dalamnya organisasi perempuan sangat penting dan selalu relevan untuk diperjuangkan secara serius melalui upaya-upaya yang comprehensif, sistematis, dan berkesinambungan. Banyak upaya-upaya yang dapat dilakukan secara bersama-sama dalam rangka membantu pemberdayaan kaum perempuan.
Organisasi dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan wacana gender termasuk partisipasi politik perempuan, melalui kegiatan organisasi , kaum perempuan diharapkan dapat menghimpun kesadaran kolektif akan pentingnya perjuangan hak-hak yang selama ini terabaikan.
xiii
pembangunan belum dipahami secara tepat dan mengakibatkan belum diterima sepenuhnya oleh para pengambil keputusan , perumus kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan.
Aisyiyah sebagai salah satu organisasi perempuan paling tua di Indonesia, memiliki potensi yang sangat besar dan sejarah yang panjang dalam proses pemberdayaan kaum perempuan. Jauh sebelum didirikan secara resmi tahun 1917, Aisyiyah (waktu itu masih bernama Sopo Tresno yang berarti “siapa suka”) telah melakukan tiga program pemberdayaan .
Pertama, membongkar mitos kaum perempuan sebagai pelengkap dalam rumah tangga. Pada zaman dahulu, muncul anggapan yang kuat dalam masyarakat bahwa kaum perempuan adalah ”konco wingking” (teman di belakang) bagi suami yang “swarga nunut neraka katut” (kesurga ikut, ke neraka terbawa). Kata “nunut” dan katut dalam bahasa Jawa berkonotasi pasif dan tidak memiliki inisiatif, sehingga nasibnya sangat tergantung kepada suami.
Kedua, memberi beragam bekal keterampilan bagi kaum perempuan, antara lain ketrampilan menjahit, merawat bayi, mengurus rumah tangga, serta berwirausaha dengan membuat kain batik dan berbagai jenis makanan.
xiv
Dengan tiga program pemberdayaan ini, ditambah program santunan bagi anak yatim, Aisyiyah berkembang dengan pesat.(Salman,2005:xiii)
Pada Tahun 1919 ‘Aisyiyah mendirikan Taman Kanak-Kanak dengan nama FROBEL. Pada tahun 1923, Aisyiyah mengadakan pemberantasan buta huruf, baik arab maupun latin. Peserta yang ikut dari para gadis sampai dengan orang-orang tua.Tahun 1925, untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi, Aisyiyah menerbitkan majalah wanita yang bernama Suara Aisyiyah .
Gerakan Aisyiyah dari waktu ke waktu terus meningkatkan peran dan memperluas kerja dalam rangka peningkatan dan pemajuan harkat wanita Indonesia sampai hari ini. Hasil yang sangat nyata adalah wujud amal usaha yang tersebar diseluruh Indonesia yang terdiri atas:
1. Pengembangan dan pemberdayaan lembaga- lembaga sosial yang dikelola oleh Aisyiyah seperti : 132 panti asuhan, 21 tim pengurus jenazah, 177 dana santunan sosial, 42 anak asuh non panti.
2. Mengelola dan mengembangkan 10 RSKIA (Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak), 50 Klinik Bersalin, 232 BKIA/Yandu, dan 36 Balai Pengobatan, 15 RSU dan 8 apotik yang tersebar di seluruh Indonesia
xv
badan usaha jasa koperasi, 131 BUEKA, 9 baitul maal, pertanian, industri rumah tangga, pedagang kecil/ took dan pembinaan ekonomi keluarga.
4. Sedang melakukan pengelolaan dan pembinaan sebanyak 412 Kelompok Bermain / Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 5.865 Taman Kanak-kanak, 88 Madrasah Diniyah, 668 TPA/TPQ, 15 Sekolah Luar Biasa, 24 Sekolah Dasar, 5 SLTP, 10 Madrasah Tsanawiyah, 8 SMU, 3 SMKK, 2 Madrasah Aliyah, 6 Pesantren Putri, serta 55 pendidikan luar sekolah (http://www.aisyiyah.or.id)
Kesetaraan partisipasi perempuan dalam pembuatan keputusan bukan sekedar tuntutan keadilan, atau demokrasi, melainkan juga dapat dipandang sebagai kondisi yang diperlukan agar kepentingan perempuan dapat diperhitungkan, tanpa partisipasi aktif perempuan dan pernyataan perspektif perempuan di semua tingkatan pembuatan keputusan, tujuan kesetaraan, dan pembangunan tidak akan tercapai (Suparno,2005:19).
xvi
Pemerintah telah menyatakan keberpihakannya untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender dengan mengeluarkan kebijakan pengarusutamaan gender pada semua program kerjanya (Inpres No. 9 Tahun 2000). Inpres ini dapat dikatakan sebagai produk yang monumental dari perjuangan perempuan karena dalam Inpres ini ditekankan tentang keharusan bagi setiap instansi pemerintah, di pusat, dan di daerah untuk melakukan pengarusutamaan gender.
Pengarusutamaan gender bertujuan terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.( Pusat Kajian Wanita dan Gender, UI, 2004:201)
Tujuan Pembangunan Milenium atau MDGS adalah serangkaian tujuan yang telah disepakati oleh para pemimpin dunia dalam KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Milenium pada September 2000. Tujuan Pembangunan Milenium adalah komitmen dari komunitas internasional terhadap pengembangan visi mengenai pembangunan; yang secara kuat mempromosikan pembangunan manusia sebagai kunci untuk mencapai pengembangan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan dengan menciptakan dan mengembangkan kerjasama dan kemitraan global.
xvii
pembangunan suatu negara akan terjadi apabila didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, profesional, mandiri dan handal. Semua itu pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari peranan ormas perempuan sebagai wadah untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan kaum perempuan sebagai aset bangsa dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, sosial, dan budaya.
Dari delapan sasaran pelaksanaan tujuan pembangunan millennium (MDGs), dua area di antaranya berkaitan langsung dengan kaum perempuan yaitu pada point 3) kesetaraan dan keadilan gender serta pemberdayaan perempuan, dan pada point 5): memperbaiki kesehatan ibu hamil, sementara lima lainnya hanya dapat dicapai bila perempuan berada dalam posisi setara dengan mitranya, laki-laki. Dengan kata lain, MDGs hanya akan tercapai apabila ada peran dari kaum perempuan baik secara individual maupun kelompok. Untuk itu, transformasi dalam memperkuat posisi dan peran perempuan di berbagai bidang jelas menjadi sebuah kebutuhan. Kebutuhan bukan hanya bagi orang-orang yang peduli terhadap perkembangan demokrasi, melainkan lebih dari itu, sebagai modal utama dalam mensejahterakan kehidupan berbangsa dan bernegara.
xviii
dan kekuasaan. Bahkan kemiskinan dapat memaksa perempuan untuk memasuki sektor-sektor pekerjaan yang membahayakan bagi dirinya yaitu sebagai pekerja migran dan prostitusi.(Tanfiz Aisyiyah,2005.16-17)
Penelitian dari Tim Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Tim P2E-LIPI) warga miskin tahun 2008 bertambah menjadi 41,7 juta orang atau setara 21,92 persen dibandingkan kondisi penduduk miskin 2007 mencapai 37,2 juta atau sebanding dengan 16,58 persen 2009).
Saat ini Indonesia merupakan pengirim tenaga kerja keluar negeri (buruh migran) terbesar di Asia. Sebagian besar mereka bekerja sebagai pekerja rumah tangga, buruh-buruh pabrik dan buruh perkebunan dengan ketrampilan yang sangat minim. Rata-rata mereka berasal dari pedesaan dengan tingkat pendidikan yang rendah. data BNP2TKI menunjukkan ada 900.129 TKI yang secara resmi bekerja di luar negeri pada tahun 2008. Rinciannya, sebanyak 266.315 TKI mengais rezeki di Asia Pasifik dan Amerika Serikat. Di Timur Tengah dan Afrika tercatat 183.717 orang. Sementara di Eropa dengan jumlah 450.097 TKI. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah pekerja migran yang tidak berdokumen.
xix
menyepelekan (tidak penting) kepada kaum perempuan, bahkan kekerasan (violence) termasuk dalam hal bekerja atau justru beban kerja yang lebih panjang atau lebih banyak (double burden). Bentuk ketidakadilan gender ini tidak dapat dipisah-pisahkan karena saling terkait dan berhubungan, serta saling mempengaruhi.
Maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang umumnya diderita anak-anak dan perempuan mengundang keprihatinan tersendiri. Tidak hanya kasusnya yang bertambah banyak, tapi bentuk kekerasannya pun semakin beragam dan mengerikan. Dibeberapa tempat, ada anak usia sekolah dasar yang ‘disetrika’ ayahnya. Yang terbaru adalah kasus anak bawah lima tahun yang kakinya buntung terlindas kereta api karena didorong sang ayah kandung. Belum lagi kasus isteri yang disiksa suami, ditelantarkan secara ekonomi hingga dibakar hidup-hidup.
xx
Perempuan merupakan sosok penting dalam menentukan kualitas hidup keluarga dan sebagai bagian dari komunitas masyarakat, Ia memiliki peran dan fungsi yang strategis. Namun, peranan itu masih sulit diwujudkan karena kemiskinan. Kemiskinan ini berkaitan erat dengan kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Sejak Kartini sampai sekarang, pendidikan merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan peran dan status perempuan. Kenyataannya, data statistik menunjukkan angka buta huruf anak perempuan masih lebih tinggi daripada laki-laki. Dari data susenas tahun 2007, tingkat buta huruf di Indonesia adalah sebesar 7,26% , laki-laki 4,34% dan perempuan 10,12 % 2009) . Di dalam keluarga miskin yang biasanya harus mengalah untuk tidak melanjutkan pendidikan formal adalah perempuan. Inilah akar dari pemiskinan perempuan, yaitu budaya patriarki yang mensubordinasi perempuan.
Kesadaran akan hak-hak perempuan telah lama dimiliki oleh pemerintah, namun tentu tidak cukup sampai disitu karena kesadaran tersebut seharusnya menyebar dan merata sehingga menjadi kesadaran kolektif di masyarakat. Untuk itu diperlukan berbagai bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi ke masyarakat tentang hak-hak asasi manusia , dimana di dalamnya termasuk perempuan. Dengan semakin terbentuknya kesadaran akan hak asasi manusia dan seluruh umat manusia, secara otomatis tidak akan ada lagi permasalahan mengenai hak-hak perempuan.
xxi
membangkitkan semangat perempuan untuk melakukan perubahan terutama dalam hal kesetaraan gender. Juga untuk mengetahui bagaimana pandangan pengurus dan anggota organisasi terhadap ketidakadilan gender. Penelitian ini dilakukan di Aisyiyah cabang Sukaramai Medan, untuk mengetahui apakah peran Aisyiyah dalam pemberdayaan perempuan sampai pada tingkat cabang dan rantingnya. Apakah Aisyiyah mampu melakukan pemberdayaan peran sampai pada tingkat masyarakat di kelurahan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Peran Aisyiyah dalam Pemberdayaan Perempuan di Sukaramai
Medan
2. Bagaimana Pandangan Pengurus dan Anggota terhadap Isu-isu Gender
xxii
dengan perumusan masalah yang dirumuskan diatas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah:
Untuk mengetahui bagaimana peran Aisyiyah dalam memberdayakan perempuan di Sukaramai
Untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi perempuan untuk masuk dalam Organisasi dan apa hambatan yang mereka alami selama berorganisasi.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberi manfaat bagi peneliti agar lebih memahami tentang gerakan yang dilakukan oleh perempuan sebagai salah satu agen perubahan
2. Sebagai sumbangan bagi pihak ataupun masyarakat yang ingin mengetahui dan memperluas wacana seputar gerakan organisasi perempuan dalam menjalankan program kemanusiaan dan agar menyadarkan masyarakat bahwa perempuan juga dapat menyumbang banyak untuk kesejahteraan masyarakat.
1.5. Defenisi konsep
Konsep-konsep penting dalam penelitian ini adalah
xxiii
2. Pemberdayaan perempuan dalam penelitian ini adalah Tindakan/Program yang dilaksanakan oleh ‘Aisyiyah berupa memotivasi, mengembangkan potensi dan memberi akses kepada perempuan dalam upaya peningkatan kualitas perempuan yang dipandang dari kesejahteraan, akses, partisipasi, kontrol dan penyadaran diri dengan tujuan agar para perempuan menjadi lebih mandiri dan lebih berkualitas dalam segala aspek seperti dibidang ekonomi, pendidikan, sosial dll.
3. Organisasi Adalah kumpulan sekelompok orang yang memiliki visi dan misi yang sama yang berkumpul dalam suatu wadah yang mempunyai program-program yang bermanfaat untuk anggotanya dan orang lain, dan berada dalam suatu struktur kepemimpinan yang jelas
4. Aisyiyah adalah organisasi wanita muslim yang dibentuk oleh Muhammadiyah
dengan status otonom yang berarti dapat mengatur anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sendiri, yang secara struktural
mempunyai fungsi koordinatif dengan Muhammadiyah.
5. Nasyiatul Aisyiyah adalah organisasi angkatan muda Muhammadiyah yang
bergerak dikalangan Remaja putri Muhammadiyah dengan status organisasi otonom Muhammadiyah
xxiv
xxiv
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Tipe-tipe Organisasi Perempuan di Dunia Ketiga
Sen dan Grown (dalam Suparno,Indriyati.2005 hal 22-23) mengidentifikasi tipe-tipe organisasi perempuan di dunia ketiga.
1. Organisasi Tradisional yang berorientasi Pada Pelayanan
Organisasi ini memusatkan diri pada pelayanan pendidikan dan kesehatan yang menitikberatkan pada kesejahteraan sosial. Organisasi ini biasanya dimotori oleh kelompok kelas sosial menengah dan tidak memiliki perspektif tentang subordinasi perempuan. contoh: Organisasi istri.
2. Sayap Perempuan dari Partai Politik
Tipe Organisasi ini terikat dengan program politik partai dan mempunyai kader berbeda dengan isu-isu gender yang dibawa ke permukaan. Beberapa diantaranya hanya merupakan alat saja agar partai bisa memperoleh suara lebih banyak atau memperoleh lebih banyak kursi di parlemen.
3. Organisasi Buruh
xxv
tidak bekerja, atau bisa juga kaena laki-laki tidak mendukung kebutuhan perempuan akan tempat penitipan anak dan tunjangan kelahiran.
4. Proyek Perempuan dan Pembangunan
Proyek ini berwujud dalam organisasi – organisasi kecil yang menghasilkan kerajinan tangan atau menyediakan kredit. Biasanya tidak mempunyai pespektif gender. Proyek – proyek ini juga bisa proyek pemerintah atau non pemerintah.
5. Organisasi Akar Rumput
Organisasi ini mempunyai berbagai tujuan (kesehatan,pembebasan buta huruf, lingkungan, melawan kekerasan). Kebanyakan mempunyai komponen penyadaran dan protes yang besar. Organisasi ini sering hanya mengkhususkan diri pada satu isu intelektual dan konkret dengan dampak politik mereka yang cukup besar , namun segera setelah tujuan mereka terpenuhi, mereka sering terpecah. Tidak jarang organisasi akar rumput dikelola oleh perempuan kelas menengah, namun berusaha membela kepentingan perempuan miskin.
6. Organisasi Penelitian perempuan
xxvi 7. Organisasi Profesi Perempuan
Organisasi – Organisasi seperti ini Bertujuan untuk membela kepentingan profesi mereka dan membagi pengalaman bersama. Contoh: Organisasi dokter perempuan, Organisasi wiraswasta Perempuan.
Dari ketujuh jenis organisasi yang dikemukakan Sen dan Grown, maka Aisyiyah termasuk ke dalam Sayap Perempuan Dari Partai Politik, yaitu sebagai Sayap Perempuan dari Muhammadiyah.
Melalui Organisasi – organisasi perempuan, kaum perempuan dapat berpartisipasi dalam sistem politik yang lebih luas. Dengan berorganisasi berarti perempuan mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam proses-proses pembuatan kebijakan. Perempuan berkeinginan mempengaruhi keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupan dan keluarga mereka, perekonomian, masyarakat dan Negara (Suparno,Indriyati,2005:27)
Dengan alasan-alasan tersebut maka masyarakat internasional sepakat untuk: pertama, menyatakan bahwa akses dan partisipasi perempuan dalam semua tingkat
xxvii
2.2. Pendekatan yang pernah muncul dalam “Dasawarsa PBB untuk Perempuan”.
Moser (dalam Saptari,1997:160-161) menjelaskan berbagai pendekatan yang
pernah muncul dalam “Dasawarsa PBB untuk Perempuan”.
Pendekatan Kesejahteraan
Pendekatan ini didasarkan atas tiga asumsi, yaitu:
1) perempuan sebagai penerima pasif pembangunan.
2) Peran keibuan yang merupakan peranan yang paling penting bagi
perempuan di dalam masyarakat,
3) Mengasuh anak yang merupakan peranan perempuan yang paling efektif
dalam semua aspek pembangunan ekonomi
Pendekatan ini dititikberatkan pada peran reproduktif perempuan dan menempatkan
perempuan di arena pribadi, sementara lelaki dipandang sebagai kelompok masyarakat
yang aktif dalam arena publik. Pendekatan kesejahteraan ini banyak mendapat kritikan
karena lebih banyak menempatkan perempuan sebagi ibu dan ibu rumah tangga
(Housewife) yang cenderung menciptakan ketergantungan.
Pendekatan Kesamaan
Pendekatan ini mengakui bahwa perempuan merupakan partisipasipan aktif
dalam proses pembangunan yang mempunyai sumbangan terhadap pertumbuhan
xxviii
seringkali tidak diakui. Dengan mengakui sumbangan ekonomi pereempuan,
pendekatan ini melawan ketaksejajaran perempuan terhadap lelaki.
Pendekatan Anti Kemiskinan
Pendekatan ini lebih menekankan pada upaya menurunkan ketimpangan
pendapatan antara perempuan dan lelaki. Pendekatan antikemiskinan untuk
perempuan menitikberatkan pada peranan produktif mereka , atas dasar bahwa
penghapusan kemiskinan dan peningkatan keseimbangan pertumbuhan ekonomi
membutuhkan peningkatan produktivitas perempuan pada rumah tangga yang
berpendapatan rendah.
Pendekatan Efisiensi
Disini tekanan telah bergeser dari perempuan ke pembangunan dengan asumsi
bahwa peningkatan partisipasi ekonomi perempuan di Negara Dunia Ketiga secara
otomatis berkaitan dengan peningkatan kesamaan. Perubahan ini khusunya terjadi di
Amerika Latin dan Afrika, dimana masalah-masalah resesi ekonomi diakibatkan jatuhnya
harga barang eksport dan beban utang. Hingga tenaga kerja yang “tidak efisien”
dihapuskan. Perubahan tersebut mengakibatkan meningkatnya tenaga kerja perempuan
yang tidak diupah dan perempuan menciptakan sendiri pekerjaan di sektor informal .
Pendekatan Pemberdayaan (Empowerment approach)
Pendekatan ini berasumsi bahwa untuk memperbaiki posisi perempuan,
xxix
perempuan dalam melakukan negoisasi, tawar menawar dan untuk mengubah sendiri
situasinya, tidak akan berhasil. Pendekatan ini berpusat pada upaya penghapusan
subordinasi perempuan. Pendekatan pemberdayaan bukan berarti pendekatan untuk
mengambil kekuasaan secara politis namun lebih ditekankan pada suatu usaha untuk
mengubah corak “kekuasaan” itu sendiri kea rah yang lebih adil.
Pendekatan ini berpusat pada upaya penghapusan subordinasi perempuan. Ini
berarti kesamaan hak ekonomi (peluang untuk menguasai sumberdaya produktif,
persamaan upah untuk kerja yang sama), hak-hak resmi yang tidak diskriminatif
(mengenai perkawinan, perceraian, warisan, hak atas anak serta hak milik).
Pendekatan yang dipakai oleh Aisyiyah dalam tujuan organisasinya adalah
Pendekatan Pemberdayaan, karena Aisyiyah bukan organisasi yang ingin mengambil
kekuasaan atau pengakuan bahwa perempuan lebih baik dari laki-laki, namun Aisyiyah
berusaha untuk memperbaiki posisi perempuan dan meningkatkan kemandirian
perempuan.
Upaya nyata menjamin hak–hak mendasar perempuan, PBB telah menetapkan
konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Convention on
the Elimination of all forms of Discrimination Againts Women atau CEDAW) tahun 1979
dan Indonesia meratifikasinya melalui UU RI No.7 Tahun 1984. Pasal – pasal dan
rumusan CEDAW dengan tegas menjamin persamaan hak antara perempuan dengan
laki-laki yakni : pasal 7 hak berpolitik , pasal 9 hak kewarganegaraan, pasal 10 hak
xxx
tunjangan keluarga dan mendapat pinjaman bank dan kredit permodalan, persamaan
hak di depan hukum dan pasal 16 persamaan hak semua urusan perkawinan dan
kekeluargaan. (Sihite,Romany, 2007:178-179). Dengan diratifikasinya Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan , berarti setiap Negara
yang meratifikasinya telah mengikatkan diri dan mempunyai kewajiban menyusun
berbagai peraturan untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan.
Cita-cita besar tidak cukup hanya berorganisasi saja tetapi juga diikuti dengan
berjejaring agar lebih besar seperti pandangan Mao Tze Tung dalam sebuah tulisannya
Tzen Po Ta “Desa mengepung Kota : dari revolusi Demokrasi ke Revolusi Sosialisme. Satu
dari dua kesalahan dalam sejarah 10 tahun perjuangan Partai Kaum Buruh dan Petani
Tiongkok yang digolongkan sebagai kesalahan oportunis kiri yaitu “berjuang saja dan
tidak berserikat. Oleh karena itu Mao menjelaskan bahwasanya dua spectrum berjuang
dan berserikat adalah dua hal yang sangat mutlak dilakukan.(Pristiwati,2004:17)
Sejak berdiri, Aisyiyah telah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik
dalam maupun luar negri. Pada tahun 1928, Aisyiyah menjadi salah satu pelopor
berdirinya badan federasi organisasi wanita Indonesia yang sekarang dikenal dengan
nama Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Beberapa lembaga baik semi pemerintah
maupun non pemerintah yang pernah menjadi mitra kerja 'Aisyiyah dalam rangka
kepentingan sosial bersama antara lain : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK),
Peningkatan Peranan Wanita untuk Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), Dewan
xxxi
Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) dan Majelis Ulama Indonesia
(MUI).
Aisyiyah juga melakukan kerjasama dengan lembaga luar negeri dalam rangka
kesejahteraan sosial, program kemanusiaan, sosialisasi, kampanye, seminar, workshop,
melengkapi prasarana amal usaha, dan lain-lain. Di antara lembaga luar negri yang
pernah kerjasama dengan Aisyiyah adalah : Oversea Education Fund (OEF), Mobil Oil,
The Pathfinder Fund, UNICEF, UNESCO, WHO, John Hopkins University, USAID, AUSAID,
NOVIB, The New Century Foundation, The Asia Foundation, Regional Islamic Of South
East Asia Pasific, World Conference of Religion and Peace, UNFPA, UNDP, World Bank,
Partnership for Governance Reform in Indonesia, beberapa Kedutaan Besar Negara
sahabat, dan lain-lain.
2.3. Ketidakadilan Gender
Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak
melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi persoalan,
ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum
laki-laki dan terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan
sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari
sistem tersebut. Untuk memahami bagaimana perbedaan gender menyebabkan
ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui berbagai manifestasi ketidakadilan
Mansour Fakih (dalam Harmona Daulay,2007:79) mengklarifikasi ketidakadilan
xxxii
1. Marginalisasi dan proses pemiskinan ekonomi
2. Subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik
3. Stereotipe atau pelabelan negative
4. Kekerasan
5. Beban kerja
a). Gender dan Marginalisasi Perempuan
Marginalisasi adalah peminggiran peran kaum perempuan karena adanya
anggapan perempuan adalah warga kelas dua. Di kebanyakan negara berkembang
proses peminggiran ini erat kaitannya dengan proses kemiskinan, sebagai contoh
banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program
pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani lakilaki.
Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih
memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki.
Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan
secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang dikendalikan oleh laki-laki,
perempuan tidak diberi kesempatan terhadap akses teknik-teknik pertanian modern,
karena adanya semacam kepercayaan bahwa perempuan tidak dapat menangani
mesin-mesin modern. Hal ini ternyata berimplikasi jauh, yaitu segala hal yang ditangani
perempuan menjadi kurang canggih, kurang prestisius dan juga menjadi kurang penting
xxxiii
Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Dalam rumah tangga masih sering terdengar jika keuangan keluarga sangat terbatas, dan harus mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak-anaknya maka anak laki-laki akan mendapatkan prioritas utama. Praktek seperti ini sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.
c). Gender dan Stereotipe
Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Akan tetapi, stereotipe selalu menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotipe itu adalah yang bersumber dari pandangan gender. Misalnya penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe ini
d). Gender dan Kekerasan
Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Pada dasarnya kekerasan gender disebabkan oleh ketidak setaraan yang ada dalam masyarakat. Banyak macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender diantaranya:
xxxiv
2) Tindakan pemukulan dan serangan fisik dalam rumah tangga
3) Penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (Genital mutilation).
4) Jenis kekerasan terselubung (mulestation), yakni memegang atau menyentuh
bagian tubuh permpuan.
5) kejahatan terhadap perempuan yang paling umum di kenal dengn nama
pelecehan seksual (sexual and emotioal harassment).
e). Gender dan Beban kerja
Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum permpuan. Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras untuk menjaga kebersihan maupun kerapian rumah tangganya, memasak dan memelihara anak. Apalagi, dikalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebih-lebih jika seorang perempuan bekerja maka, ia memikul beban kerja yang ganda.
xxxv
laki-laki dan perempuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manivestasi ketidakadilan gender ini telah mengakar mulai dalam keyakinan dimasing-masing orang hingga pada tingkat negara yang bersifat global
Kaum wanita tak sekedar dinilai dari segi-segi keindahan tubuhnya, kemolekan
parasnya, kesupelan pergaulan, dll. Lebih dari itu, wanita dimata Tuhan dilihat sebagai
manusia pada umumnya (kaum pria). Wanita mempunyai tugas kemanusiaan, tanggung
jawab pribadi dan sosial, punya akal untuk berfikir, nurani untuk mengambil keputusan,
tangan untuk bekerja dan berkarya. Semua potensi yang diberikan Tuhan kepada kaum
pria juga diberikan kepada kaum wanita. Tinggal kini bagaimana memaksimalkan
aktualisasi diri (berupa bakat dan minat) yang diberikan sebagai rahmat Tuhan bagi
wanita dengan memperluas kesempatan pendidikan dan horison komunikasi, sehingga
wanita kian sadar bahwa ruang gerak dan badan, paling tidak fikiran semangatnya, tak
hanya sebatas dinding-dinding ruang dalam rumahnya tapi bisa melebar ke penjuru
dunia.
Pada era persaingan global yang penuh tantangan, pembangunan suatu negara
akan terjadi apabila didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, profesional,
mandiri dan handal. Semua itu pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari peranan
organisasi perempuan sebagai wadah untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan
kaum perempuan sebagai aset bangsa dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan,
xxxvi
Organisasi perempuan apapun bidangnya, dibutuhkan dalam turut serta
xxxvii
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan
dan memahami secara terperinci suatu fenomena sosial secara menyeluruh dan
menganalisis apa yang terjadi di lapangan.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Aisyiyah Cabang Sukaramai Medan. Alasan pemilihan
Lokasi karena berdasarkan hasil pantauan, peneliti melihat bahwa Aisyiyah Cabang
Sukaramai Medan cukup aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatannya
3.3 Unit Analisa Informan
Adapun yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah
Informan Kunci:
1. Ketua ‘Aisyiyah Cabang Sukaramai Medan
2. Pengurus-pengurus Aisyiyah
xxxviii Anggota Aisyiyah
Dengan Kriteria :
- Telah menjadi Anggota Aisyiyah Cabang Sukaramai minimal 2 tahun
- Bertempat tinggal di Medan
3.4. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1 . Data Primer:
Observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung dengan
kumpulan objek penelitian. Pengamatan dilakukan agar memungkinkan peneliti
melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian
sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya
Wawancara mendalam yaitu peneliti mengadakan Tanya jawab dengan
pedoman pertanyaan yang telah disusun dan ditujukan sedemikian rupa untuk
menggali informasi dan mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab
permaslahan penelitian.
2. Data Sekunder :
Yaitu data yang dapat mendukung data primer yang diperoleh melalui studi
kepustakaan , berupa buku, internet, dll.
xxxix
Interpretasi data merupakan tahap penyederhanaan data, setelah data informasi
yang dibutuhkan dan diharapkan telah terkumpul. Data-data yang telah diperoleh
dalam penelitian ini akan diinterpretasikan berdasarkan dukungan teori dalam
tinjauan pustaka yang telah ditetapkan sampai akhirnya akan disusun sebagai
laporan akhir penelitian.
3.6 Jadwal Kegiatan Penelitian
No Jenis Kegiatan
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Acc Judul X
2 Penyusunan Proposal X X
3 Seminar Proposal X
4 Revisi Proposal X
xl
6 Penelitian X X
7 Interpretasi data X
8 Bimbingan Penelitian X X
9 Penulisan Laporan Akhir X X
xli
BAB IV
TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA
4.1. Profil Organisasi Aisyiyah
4.1.1. Sejarah Aisyiyah
Organisasi Aisyiyah merupakan salah satu pergerakan wanita Islam yang dibentuk
oleh Muhammadiyah. Sejak berdirinya Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan sangat
memperhatikan pembinaan terhadap kaum wanita. Dua tahun setelah berdiri,
organisasi Muhammadiyah dibawah bimbingan KH.Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah
(istri KH. Ahmad Dahlan), membentuk perkumpulan khusus bagi kaum wanita, pada
tanggal 19 Mei 1917 yang diberi nama “ sopotresno”, perkumpulan ini mempunyai
tugas khusus yakni menyelenggarakan pengajian khusus bagi kaum wanita yang simpati
kepada Muhammadiyah. Perkumpulan tersebut akhirnya diubah menjadi Aisyiyah yang
dikenal sekarang sebagai organisasi otonom yang berhak mengatur rumah tangga
organisasinya sendiri dengan tetap bertanggung jawab kepada Muhammadiyah yang
secara khusus membina anggota putri Muhammadiyah.
diakses tanggal 15 Mei 2009)
xlii
memandang wanita atau perempuan sebagai warga masyarakat yang keberadaannya di dalam masyarakat sama dengan masyarakat yang lain yakni pria. Sehingga kedudukan wanita itu sama dengan laki-laki seperti disebutkan dalam Al-Qur’an surat At-taubah ayat 71, Yang Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Demikian juga dalam menuntut ilmu seperti yang disebutkan dalam sebuah hadist, “ Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi pria dan wanita”.( HR. Buchori Muslim)
xliii
K.H. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kaum wanita pun tidak boleh diabaikan tetapi harus mendapat perhatian khusus. Wanita juga dapat berprestasi apabila pandai-pandai memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya, dengan sebaik-baiknya. Atas dasar pandangan yang demikian kemudian muncul suatu pemikiran membangun dunia atau umat dengan cara bersama-sama antara laki-laki dan wanita. Melihat fenomena-fenomena seperti yang telah disebutkan diatas diperlukan adanya kontribusi wanita Islam dalam menghadapinya. Seperti halnya organisasi wanita Islam, khususnya Aisyiyah di Sukaramai, persyarikatan ini benar-benar konsisten mengamalkan usahanya untuk kepentingan umat, terutama peranannya dalam usaha mengangkat derajat wanita. Saat ini Aisyiyah telah memiliki 33 Pimpinan Wilayah Aisyiyah (setingkat Propinsi), 370 Pimpinan Daerah Aisyiyah (setingkat kabupaten), 2332 Pimpinan Cabang Aisyiyah (setingkat Kecamatan) dan 6924 Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah (setingkat Kelurahan).
4.1.2. Profil Aisyiyah Cabang Sukaramai
Mulai berdirinya Aisyiyah cabang Sukaramai pada tahun 15 Juni 1957 dengan 12
orang pelopor dari kaum ibu Muhammadiyah, dan 16 orang pelopor dari kaum
Muhammadiyah , kegiatan tetap dilakukan meski belum mendapat SK dari Pimpinan
Pusat Aisyiyah. Pada tahun 1968 Sesuai dengan SK yang dikeluarkan oleh Aisyiyah
Pimpinan Pusat pada 23 Februari 1968 yaitu SK no=A=/=III/268=TG.7-9-68. memutuskan
bahwa menetapkan berdirinya cabang Aisyiyah yang lingkungannya meliputi: Cabang
Sukaramai Medan. Pada waktu itu diketuai oleh Ibu Djamilah. Dengan amal usaha
xliv
sebagai tempat belajar mengajar pada tahun 1966. Berdirinya organisasi Aisyiyah di
Cabang Sukaramai secara khusus dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1) Perlunya organisasi sebagai alat dakwah yang menyatukan umat
2) Kondisi kehidupan keagamaan di Sukaramai yang mayoritas beragama Islam,
menuntut masyarakatnya untuk menciptakan kehidupan yang bahagia dan sejahtera,
penuh limpahan rahmat dan nikmat Tuhan di dunia dan di akhirat.
3) Gerak dan syiar Amar Ma’ ruf Nahi Mungkar dalam persyarikatan Muhammadiyah
harus diikuti oleh peran serta wanita yang tergabung dalam organisasi Aisyiyah.
4). Agama belum terlibat dan belum serta ikut mewarnai kehidupan sosial ekonomi.
5). Agama belum menjadi alat berjuang atau alat dakwah. (Wawancara dengan Ibu
Zaharni November 2009)
4.1.3. Lokasi dan Kedudukan Aisyiyah Cabang Sukaramai
Aisyiyah Cabang Sukaramai berkedudukan di Jl.Denai Gang II No.16. Aisyiyah
Cabang Sukaramai berada di Tegal Sari I Kecamatan Medan Area, Kecamatan yang
mempunyai Luas wilayah 422 Ha terdiri dari 12 Kelurahan dan 174 lingkungan yang
dihuni oleh masyarakat majemuk dan Hitrogen dengan mata pencarian sebagian besar
adalah pedagang selebihnya Pegawai Negri /ABRI dan Karyawan Swasta, dan sebagian
xlv
orang yang terdiri dari 72.126 Laki-laki dan 70.152 orang perempuan.(Data Kecamatan
Medan Area, 2007).
Aisyiyah Cabang Sukaramai memiliki 4 ranting yaitu :
1. Ranting GG Langgar berada di kelurahan Tegal sari III
2. Ranting GG Damai berada di kelurahan Tegal sari III
3. Ranting GG Sehat berada di kelurahan Tegal sari I
4. Ranting GG II berada di kelurahan Tegal sari I
4.1.4. Karakteristik Anggota Aisyiyah
Anggota Aisyiyah terdiri dari Ibu-Ibu yang berbeda status ekonomi dan latar
belakang pendidikan, namun mempunyai satu misi yang sama yaitu ingin memperbaiki
posisi perempuan dan mengangkat harkat martabat kaum perempuan .
Jumlah Anggota Aisyiyah Cabang Sukaramai yang aktif adalah 80 orang.
Jumlah simpatisan Aisyiyah Cabang Sukaramai adalah 20 orang.
Simpatisan adalah orang yang simpati dengan Aisyiyah namun belum menjadi anggota.
Syarat untuk menjadi Anggota adalah :
1. WNI yang beragama Islam
2. Menjadi simpatisan selama 1 tahun
xlvi
4. Mendaftarkan diri melalui ranting yang terdekat dari tempat tinggal
5. Membayar Iuran wajib
6. Mendukung perjuangan Aisyiyah (AD-ART Aisyiyah)
Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam boleh menjadi anggota Aisyiyah,
xlvii
PROGRAM PIMPINAN AISYIYAH SUKARAMAI MEDAN
PERIODE 2005-2010
A. PROGRAM UMUM
Program konsolidasi organisasi
a. meningkatkan pembinaan dengan menggerakkan ranting sebagai basis dan ujung
tombak gerakan ditingkat akar rumput dibawah koordinasi cabang.
b. Meningkatkan profesionalisme pengelolaan administrasi organisasi.
c. Meningkatkan kinerja organisasi dengan optimalisasi fungsi-fungsi kepemimpinan
disetiap unit kerja organisasi.
B. PROGRAM BIDANG
1. Majelis Tabligh dan Kehidupan Islami
a. Meningkatkan dan mengefektifkan pembinaan akhlak, ibadah dikalangan warga
Aisyiyah melalui pengajian, media cetak. Media elektronik dan berbagai kegiatan
lainnya.
b. Memberdayakan kajian tarjih dan pedoman hidup Islami diseluruh tingkat organisasi
c. Meningkatkan kualitas mubaligh dengan metodologi dakwah serta meningkatkan
koordinasi antar mubaligh secabang
xlviii
e. Meningkatkan fungsi mesjid, mushalla dan sarana dakwah sebagai pusat kegiatan tabligh dan penyiaran Islam.
2. Majelis Pembinaan kader dan PSDI
a. Mengadakan pelatihan fungsional / jabatan kepemimpinan diawal periode
agar pimpinan dapat melaksanakan tugas sesuai dengan jabatannya
b. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelatihan kader dan anggota
c. Meningkatkan upaya persemaian kader Aisyiyah yaitu melalui keluarga
d. Memasukkan materi keAisyiyahan dan KMD serta organisasi dalam
pengkaderan muballighat
f. Mengikuti pertemuan kader yang akan diadakan oleh daerah dan dilaksanakan 1
bulan 1 kali setiap kamis pertama
3. Majelis Dikdasmen
a. Mengadakan penataran manajement dan ADM amal usaha bekerjasama dengan
bagian-bagian, minimal 2x dalam 1 periode I bulan Januari 2007 dan periode II
bulan Juli
b. Mengadakan penataran Pendidikan dan Keasyiyahan kepada Guru-guru
sekecabangan Sukaramai minimal 2x dalam 1 periode. Periode I bulan Juli 2007
xlix
c. Memberikan kesempatan guru-guru kuliah meningkatkan pendidikan
d. Mewajibkan guru-guru yang bekerja di amal usaha Aisyiyah mengikuti pengajian
Aisyiyah minimal 2x dalam 1 bln, dan apabila tidak mengikuri 3
bulan berturut-berturut dalam pengajian maka akan dijatuhkan sanksi
e. meningkatkan pengajian orang tua murid
f. Mengikut sertakan setiap penataran yang diadakan oleh Dikdasmen tingkat daerah
g. Masa jabatan Ka.Sekolah tidak lebih dari 2 periode
4. Majelis Ekonomi
a.Menumbuh kembangkan kesadaran warga persyarikatan untuk memilih, memakai
produk dari kalangan sendiri.
b. Meningkatkan usaha Bina Usaha Ekonomi Aisyiyah
c. Melayani pesanan anggota berupa barang-barang pakaian, seragam dan lain-lain, dengan cara angsuran.
5. Majelis Pembinaan Kesehatan dan Lingkungan Hidup
a. Mengikuti penyegaran untuk Pimpinan Cabang Majelis Binkes Kota Medan,
dilaksanakan tahun 2007
l
c. Mengikuti peretemuan berkala PCA Binkes sekota Medan sekaligus melaporkan kegiatannya
d. Mengaktifkan kembali senam jantung sehat
e.Mengadakan penghijauan dilingkungan amal usaha di TK ABA
6. Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial
a.Mendata anak-anak yatim/ dhuafa dan dermawan di cabang Sukaramai
b. Mencatat kembali barang pecah belah (inventaris) Aisyiyah dan mengatur penyimpanan dan peminjamannya.
c. Meningkatklan kepedulian dan pelayanan penyantunan dhuafa / anak yatim d. Meningkatkan bantuan kepada korban bencana alam.
e.Menginstruksikan kepada ranting-ranting supaya mempunyai anak asuh minimal 4 orang dan dilaporkan kepada Cabang.
7. Lembaga Hubungan Organisasi dan Hukum Advokasi
a. Meningkatkan kesadaran hukum dan Ham di lapisan masyarakat bawah melalui
dakwah atau pengajian .
b. Mendukung dan mensosialisasikan upaya penegakan hukum di Kecamatan
Medan Area
c. Medukung advokasi Hukum dan Ham bagi anggota persyarikatan dan masyarakat
li
DANA ORGANISASI
1. SWC ranting ke Cabang = Rp. 7.000/bulan
2. SWO Badan Pembantu Pimpinan
- Majelis Tabligh = Rp. 7.500/bulan
- Majelis Dikdasmen = Rp. 10.000/bulan
- Majelis Ekonomi = Rp. 10.000/bulan
- Majelis MKS = Rp. 5000/bulan
- Majelis Kader / SDI = Rp. 7500/bulan
- Majelis Binkes = Rp. 5000/bulan
Sumber: Tanfiz Keputusan MUSYCAB Aisyiyah Ke-10 Sukaramai Medan : 2006, Hal,
8-11.
SUSUNAN PIMPINAN CABANG AISYIYAH SUKARAMAI
PERIODE 2005 – 2009
Ketua : Hj. Nurfadli
W. Ketua I : Yuliarni
lii W.Ketua III : Ermawati
Sekretaris I : Nurhamidah Siregar S.Pd
Sekretaris II : Rosmilawati Siregar
Bendahara : Hj. Jusmiati
Menetapkan : Hj.Zaharni sebagai Penasehat
Majelis Tabligh
Majelis-Majelis:
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
Majelis Lembaga &Advokasi
Majelis Ekonomi
Majelis Bidang Pembinaan Kesehatan
Majelis Kesejahteraan Sosial
Majelis Kader/Pengembangan Sumberdaya Insani
Pimpinan Ranting
Ranting ‘Aisyiyah Gang II Ranting Gang Langgar
liii Tugas - tugas :
Ketua : Koordinator Hubungan Organisasi, Hukum dan Advokasi serta
Binkes
W.Ketua I : Koordinator Majelis Kesejahteraan Sosial dan Binkes
W.Ketua II : Koordinator Majelis Ekonomi dan Dikdasmen
W.Ketua III : Koordinator Majelis Tabligh dan kader
4.2. PROFIL INFORMAN
A. Pengurus Aisyiyah
1. Zaharni (Penasehat Cabang Aisyiyah)
Ibu Zaharni merupakan seorang yang sangat disegani di Aisyiyah cabang
Sukaramai, karena pemikiran, kerja keras dan pengabdian beliau selama ini di Aisyiyah.
Ibu yang berusia 65 tahun ini menjadi anggota Aisyiyah sejak tahun 1970 itu berarti
liv
semangatnya dalam meningkatkan kualitas perempuan disekitarnya ia pun selalu
terpilih menjadi pengurus cabang maupun ranting. Di usianya yang sudah tidak lagi
muda, ia masih mengerjakan pekerjaan yang dilakukan ibu-ibu pada umumnya, seperti
memasak dan membantu usaha konveksi suaminya. Proses wawancara di lakukan
dirumah Ibu Zaharni, setelah peneliti 3 kali mendatangi rumah beliau, terkadang ia
masih sibuk memasak di dapur sehingga peneliti segan mengganggunya, kemudian
untuk kedua kalinya peneliti datang pada sore hari, tetapi beliau sedang tidur siang, lalu
terakhir peneliti datang pada malam hari selesai magrib, dan beruntung ia mempunyai
waktu senggang untuk diwawancarai. Dari beliau lah peneliti mendapat banyak
informasi mengenai sejarah berdirinya Aisyiyah Cabang Sukaramai.
Ibu Zaharni atau yang biasa dipanggil Umi ini mempunyai semangat yang luar
biasa untuk memberdayakan perempuan dan anak-anak yang tidak mampu, ibu yang
pernah menjadi bilal mayit ini sangat bersemangat ketika ditanya mengenai Aisyiyah,
baginya Aisyiyah adalah organisasi perempuan yang sangat memperdulikan nasib kaum
perempuan, sehingga Aisyiyah harus terus ada dan terus berkembang, menurutnya agar
Aisyiyah cabang Sukaramai jauh lebih berkembang dibutuhkan kesadaran dan
kesabaran dari anggota dan pengurus agar lebih aktif dan semangat lagi dalam
membina dan menjalankan kegiatan-kegiatan Aisyiyah di cabang Sukaramai ini. Ditanya
mengenai pelabelan masyarakat bahwa kaum perempuan itu sebagai ibu rumah tangga
saja, ia menjawab bahwa memang benar seorang perempuan atau seorang ibu adalah
berkewajiban mengurus suami dan anak-anaknya, tapi bukan berarti ia tidak boleh
lv
tidak cocok lagi dengan jaman modern ini, karena perempuan pun sudah ada yang jadi
menteri dan presiden. Menurutnya perempuan bukan bawahan dari suami atau
manusia kelas dua, tapi perempuan adalah mitra sejajar dari laki-laki yang berpotensi
membantu menciptakan kesejahteraan bagi keluarga, masyarakat dan Negara.
2. Yuliarni (Wakil Ketua Cabang Aisyiyah)
Ibu Yuliarni berusia 59 tahun dan memiliki 8 orang anak, 5 orang laki-laki dan 3
orang perempuan yang hampir semuanya sudah berkeluarga hanya 1 dari 8 anaknya
yang belum menikah . beliau sangat sibuk karena ia memiliki usaha home industri
pembuatan mukenah dirumahnya dengan mempekerjakan beberapa pegawai. Ia
termasuk seorang yang sibuk karena ia harus bertanggung jawab pada usaha
mukenahnya tersebut, juga ia masih harus menjalani tugasnya sebagai ibu rumah
tangga. Pada saat memasuki rumah beliau terlihat kain-kain polos berwarna putih dan
beberapa mesin jahit dan mesin bordir, Ia tengah sibuk menggambar di kain putih itu
sehingga terbentuklah motif bunga-bunga yang cantik, yang selanjutnya diatas motif
tersebut dibordir oleh pekerjanya, Ia turut mengerjakan proses pengerjaan mukenah
tersebut dari pemilihan bahan, pemotongan, pembuatan motif mukenah dan proses
selanjutnya ia serahkan kepada pekerjanya. Walau ia sangat sibuk namun ia tidak
keberatan peneliti wawancarai, sambil sesekali menghentikan pekerjaannya karena
harus berkonsentrasi menjawab beberapa pertanyaan peneliti.
Ibu Yuliarni merupakan Wakil Ketua di ‘Aisyiyah cabang Sukaramai, ia cukup
lvi
membina Aisyiyah di Cabang Sukaramai, hampir 30 tahun ia menjadi anggota Aisyiyah.
Beliau merupakan sosok yang tegas dan disiplin dan itu ia mulai terapkan dari keluarga
hingga kepada anggota-anggotanya, baginya tidak boleh ada diskriminasi terhadap
perempuan baik itu di dalam keluarga maupun masyarakat. Ia merasakan manfaat
menjadi anggota maupun pengurus Aisyiyah, melayani umat memang butuh kesabaran
dan waktu, tapi ia tidak mengeluh, baginya itu merupakan suatu kebanggaan karena
bisa melakukan sesuatu untuk orang banyak, walaupun tidak besar tapi itu ada dan
nyata. Menurutnya keanggotaan di Aisyiyah cukup aktif dan rajin mengikuti pengajian,
begitu juga dengan pengurus Aisyiyah yang sudah mengorbankan waktu dan pikiran
bagi kepentingan orang banyak. Ia mengatakan bahwa Aisyiyah menjalin kerjasama
dengan organisasi ini lain, dengan kelurahan dan puskesmas. Dana Aisyiyah didapat dari
iuran wajib anggota, dari donatur dan dari hasil usaha Aisyiyah. Menurutnya yang
menjadi sasaran dari program-program Aisyiyah cabang Sukaramai sekarang ini adalah
anggota Aisyiyah saja, belum bisa seperti Aisyiyah Daerah yang mengelola panti asuhan
dan memberikan beasiswa kepada yang tidak mampu, membuat posko pengaduan
korban kekerasan dalam rumah tangga, karena keterbatasan dana dan sumberdaya
manusia yang professional. Aisyiyah sangat peduli dengan keadaan perempuan juga
dengan tingkat kesejahteraan perempuan, dengan adanya koperasi maka Anggota yang
telah mempunyai kartu anggota bisa meminjam uang maksimal 1 juta rupiah untuk
membantu menambah modal usaha, menyekolahkan anak, dll, tanpa dikenakan bunga,
dan selama ini belum ada kendala dalam koperasi tersebut, karena selama ini anggota
lvii 3. Ermawati (Wakil Ketua Cabang Aisyiyah)
Ibu Ermawati berusia 51 tahun. Ia memiliki 7 orang anak , 3 laki-laki dan 4
perempuan, sehari-harinya ia bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah dan juga
sebagai guru di madrasah, semua anak-anaknya sudah besar-besar, anak keduanya
seorang perempuan telah menikah dan baru saja melahirkan seorang anak, ini
merupakan cucu pertama beliau, anak pertamanya adalah laki-laki yang sekarang
bekerja diluar kota dan hanya sekali-sekali pulang ke Medan, anak yang masih sekolah
adalah anak ke 6 dan ke 7, yaitu duduk di kelas 3 SMA dan kelas 1 SMA, ia memang tidak
repot lagi sebagai ibu, karena anak-anaknya sudah besar-besar dan mampu untuk
mengurusi diri mereka sendiri, namun sebagai nenek ia kelihatan sangat repot, karena
anak keduanya yang perempuan baru saja beberapa hari melahirkan, dan tinggal
dirumah beliau, sehingga rumah tersebut menjadi ramai dan suasananya menjadi
menyenangkan karena ada tangis dan kelucuan seorang bayi. Ketika peneliti
menyampaikan maksud untuk melakukan wawancara perihal Aisyiyah, Ibu Ermawati
langsung menyanggupi dan begitu senang karena judul penelitian peneliti yang
mengangkat tema Aisyiyah, dan tampak Ia sangat semangat dalam menjawab setiap
pertanyaan yang peneliti ajukan.
Ibu Ermawati masuk menjadi anggota Aisyiyah sejak tahun 1990 di kampung
halamannya di Padang, beliau mengenal Aisyiyah sejak bergabung menjadi anggota
Nasyiatul Aisyiyah, berlatar belakang orang tua yang merupakan warga
lviii
terbukti dengan keberadaan beliau sebagai Wakil ketua di Aisyiyah Cabang Sukaramai
dan membidangi suatu majelis di Aisyiyah Daerah Medan. Semangat beliau dalam
memberdayakan perempuan semakin terlihat dengan mempersiapkan generasi Aisyiyah
berikutnya yaitu dengan memberikan perhatian dan motivasi kepada
pengurus-pengurus dan anggota NA, beliau jugalah salah satu pendorong bangkitnya Aisyiyah
Cabang Sukaramai kembali ketika sempat mengalami mati suri. Menurutnya kinerja
pengurus selama ini sudah cukup baik, tapi dengan hanya mengandalkan kinerja
pengurus saja tidaklah cukup karena dibutuhkan partisipasi anggota dalam setiap
kegiatan agar pengurus tidak kerepotan dalam menjalankan tugas-tugasnya, karena
menurutnya Aisyiyah ini bukan milik individu dan bukan milik pengurus, Aisyiyah adalah
milik bersama, jadi dibutuhkan kerjasama dan dukungan dari semuanya baik itu dari
anggota, pengurus, maupun dari masyarakat sekitar dan pemerintah. Karena sudah
terlihat nyata peran Aisyiyah cabang Sukaramai ini dalam memberdayakan perempuan,
berikut petikan wawancaranya:
“lihat aja ibu –ibu disini walau mereka gak semuanya berpendidikan tinggi tapi
mereka punya wawasan yang luas dan punya banyak teman, itu artinya
menambah banyak koneksi dan tentu saja menambah pemasukan bagi usaha
mereka, karena kebanyakan ibu-ibu disini punya usaha sendiri, seperti toke
telekung, toke sepatu, jualan jilbab, jualan pakaian muslim, buka warung, dll.
Kalau modalnya kurang, bisa minjem dari koperasi Aisyiyah yang tanpa bunga,
minjemnya pun bisa sampek 1 juta, jadi kan usaha mereka bia terus ada dan
berkembang, jadi kan itu juga sudah memberdayakan perempuan”. (wawancara,
lix
Menurutnya perempuan perlu diberdayakan karena perempuan mempunyai motivasi
dan potensi yang besar untuk mensejahterakan keluarganya.
4. Ibu Hamidah (Sekretaris Cabang Aisyiyah)
Ibu yang berusia 50 tahun ini memiliki tubuh yang tinggi dan tegap, beliau masih
terlihat muda dan enerjik di usianya yang sudah 50 tahun, ia merupakan seorang
pengurus organisasi yang mempunyai wibawa, dan wawasan yang luas terutama
terhadap masalah sosial dan pendidikan. Beliau terlihat sangat sibuk dengan
pekerjaannya sebagai kepala sekolah, hal ini tampak pada saat peneliti melakukan
wawancara dengan beliau di ruang kerjanya di kantor kepala sekolah, wawancara
berkali-kali terhenti karena ada beberapa guru dan orang tua murid yang secara
bergantian masuk untuk menemui Ibu kepala sekolah ini, pekerjaan beliau sebagai
kepala sekolah di SD Muhammadiyah memang memerlukan tenaga dan pikiran ekstra,
namun itu tidak menghalanginya untuk tetap aktif sebagai Sekretaris Aisyiyah cabang
Sukaramai walau ia mengaku agak sedikit repot untuk membagi waktunya. Yang ia
rasakan selama menjadi pengurus adalah rasa bangga dan senang karena bisa
mengayomi masyarakat, membina pengajian dan banyak yang dilakukan untuk
masyarakat khususnya perempuan, ia tidak mengeluh dengan pengabdiannya di
‘Aisyiyah, baginya bisa berbuat untuk masyarakat adalah hal yang sangat
menyenangkan bagi beliau
Kondisi kepengurusan di Aisyiyah cabang Sukaramai ini diakuinya pada awal periode
lx
kegiatan-kegiatan Aisyiyah dalam pemberdayaan perempuan tetap ada, hal ini tampak
pada tetap rutinnya pengajian, seminar-seminar masih tetap diikuti, ada bedah buku
yang akan menambah wawasan perempuan, dan dalam hal pemberdayaan ekonomi ada
koperasi yaitu BUEKA.
Pendapatnya mengenai organisasi perempuan ia mengatakan bahwa keberadaan
organisasi perempuan sangat diperlukan karena banyak sekali manfaat yang didapat jika
masuk menjadi anggota organisasi perempuan, manfaat yang paling dasar adalah
perempuan menjadi terbiasa untuk berbicara di depan umum, berani mengeluarkan
pendapat, bisa saling bertukar informasi sesama perempuan, dan pastinya menambah
wawasan mengenai masalah perempuan. Ketika ditanya mengenai UU PKDRT ia
mengatakan bahwa dengan adanya UU tersebut maka masyarakat tidak semena-mena
lagi terhadap perempuan, dalam mengatasi kekerasan dalam rumah tangga, Aisyiyah
menampung pengaduan korban kekerasan untuk disampaikan di daerah dan Aisyiyah
daerah akan memproses dan mendampingi korban tersebut.
B. Anggota Aisyiyah
1. Sumarni
Ibu Sumarni merupakan sosok ibu yang sangat ramah, berwawasan luas, dan sangat
cepat membantu jika ada seseorang yang membutuhkan pertolongan, ini tampak ketika
lxi
ciri fisik bertubuh kecil,berkulit sawo matang dan memakai kacamata, ia memiliki 2
orang anak laki-laki yang sudah dewasa dan ia memilki 1 orang cucu, beliau
sehari-harinya bekerja sebagai guru Agama di SD N, sudah lebih dari 20 tahun beliau menjadi
anggota Aisyiyah dan saat ini ia menjabat sebagai ketua Majelis Tabligh di Aisyiyah
cabang Sukaramai, dalam waktu yang lama beliau tetap setia dan aktif mengikuti
kegiatan-kegiatan Aisyiyah karena menurutnya suasana yang terjalin di ‘Asiyiyah sudah
cukup nyaman, dan ada kerjasama antara anggota dan pengurus, dengan menjadi
anggota dan pengurus ‘Aisyiyah, ia mengaku banyak mendapat ilmu, baik itu ilmu
agama, kepemimpinan, hukum,dll. Selain itu dengan masuk ke Aisyiyah, dapat
menambah teman dan mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang tidak
diajarkan di bangku pendidikan formal.
Menurut ibu Sumarni, perempuan juga harus sadar dengan kodratnya sebagai
perempuan yang harus melayani suami dan mengurus anak-anak, baginya perempuan
boleh menjadi pemimpin, namun laki-laki lah yang tetap menjadi pemimpin utamanya.
Ditanya mengenai kondisi keanggotaan dan kepengurusan ia mengatakan bahwa selama
ini anggota aktif mengikuti pengajian namun belum aktif untuk urusan pengembangan
Aisyiyah itu sendiri, dan kinerja kepengurusan saat ini juga baik namun mungkin belum
bekerja secara maksimal, karena kurangnya sumber daya manusia yang professional
sehingga ada beberapa pengurus yang merangkap jabatan dan begitu pula yang ia
alami, menurutnya ‘Aisyiyah cabang Sukaramai telah banyak melakukan usaha untuk
lxii
dan mendahulukan anggota Aisyiyah atau anggota NA untuk menjadi tenaga pengajar di
sekolah Muhammadiyah.
Pandangan masyarakat bahwa perempuan lebih lemah dari laki-laki ibu Sumarni
menjawab bahwa memang dari fisik laki-laki lebih kuat, namun kemauan, cita-cita
menurutnya lebih tinggi perempuan. Ketika ditanya pendapatnya mengenai posisi
laki-laki dan perempuan menurutnya kedudukannya sama dan di Al’Qur’an pun ada
penjelasan tentang hal itu, maka dari itu tidak boleh ada diskriminasi terhadap
perempuan apalagi melakukan kekerasan terhadap perempuan, ia senang dengan
lahirnya UU PKDRT yang memberi sanksi kepada pelaku kekerasan terhadap
perempuan. UU tersebut menjadi kekuatan bagi perempuan untuk tetap dihormati dan
tidak disakiti.
2. Arisyah
Merupakan ibu rumah tangga yang pekerja keras, sehari-harinya ia ikut membantu
usaha home industri suaminya, ibu dari 5 orang anak ini terkesan sangat ramah,
humoris dan masih berjiwa muda, ini peneliti rasakan ketika mendengar gaya berbicara
dan sifat keterbukaan beliau terhadap setiap pertanyaan yang peneliti tanyakan, bahkan
peneliti dan ibu Arisyah saling bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing,
sehingga peneliti menjadi sangat rileks dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan.
Peneliti berkali-kali menemui ibu Arisyah untuk menanyakan kapan waktu yang tepat
agar peneliti bisa melakukan proses wawancara dengan beliau, karena ibu Arisyah