BAB II :MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS SEBAGAI PROGRAM
2.2 Profil PBB dan UNDP
United Nations (UN) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah organisasi internasional yang didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerjasama internasional. Badan ini merupakan pengganti Liga Bangsa-Bangsa dan didirikan setelah Perang Dunia II untuk mencegah terjadinya konflik serupa.
UNDP adalah salah satu lembaga pembangunan dan pendanaan dibawah PBB. Tujuan utama UNDP adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM) berkelanjutan (Sustainable Human Development/SHD). Melalui SHD, UNDP mendukung kesempatan masyarakat dalam memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Penekanan konsep ini adalah kesetaraan dan persamaan distribusi pembangunan, integritas sosial, dan perlindungan lingkungan hidup bagi generasi
yang akan datang. Deklarasi Milenium adalah landasan yang menjadi fokus UNDP dan pengembangan rencana strategisnya.
UNDP berperan penting dalam membantu memberantas kemiskinan dunia dan mengurangi kesenjangan dan pengucilan sosial, juga membantu banyak negara terbelakang dan negara berkembang dalam membangun kebijakan-kebijakan, keterampilan kepemimpinan, bermitra, dan lembaga di negara-negara tersebut.
UNDP adalah salah satu inisiator dan pengemban (caretaker) dari MDGs.
MDGs merupakan basis dan landasan kerjasama antara UNDP dengan pemerintah di seluruh dunia. Berdasarkan dokumen ini, UNDP mengembangkan rencana strategis dan rencana kerja untuk masing-masing negara.
UNDP fokus membantu negara-negara membangun dan juga berbagi solusi dalam tiga bidang :
• Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)
• Democratic governance and peacebuilding (Pemerintahan yang demokratis dan Pembangunan Perdamaian)
• Climate and disaster resilience (Ketahanan iklim dan bencana)
Negara pendonor terbesar ialah Amerika Serikat, menyumbang $ 243 juta, diikuti oleh Britania Raya, yang menyumbang $ 233 juta kepada UNDIP. Jepang, Belanda, Norwegia dan Swedia menyumbang lebih dari $ 100 juta. Sementara,
Uni Eropa menyumbang lebih dari $921 juta ($ 226 juta berasal dari Komisi Eropa dan sisanya berasal dari negara-negara anggota Uni Eropa).
Total dana Operasional UNDP hingga tahun 2004 ialah sekitar $ 4 milliar (setara dengan sekitar Rp. 36.900.000.000.000.21
1. Memberikan bantuan hanya dengan persetujuan dari pemerintah negara tersebut dan hanya bila pemerintah negara tersebut mengajukan permintaan pada PBB
Pada mulanya, UNDP hadir untuk memenuhi tujuan dari PBB sendiri, yaitu “to achieve international co-operation in solving international problem of an economic, social, cultural, or humanitarian character” dan untuk mewujudkan
“higher standard of living, full employment and conditions of economic and social progress and development”. Kedua tujuan PBB itu dicapai UNDP melalui pemberian bantuan teknis pada negara-negara berkembang,demi terciptanya kesejahteraan dunia.
Awal pembentukan UNDP sebenarnya bermula dari pembentukan
“Expanded Programme of Technical Assistance for Economic Development of Under-Developed Countries” (EPTA) pada 1950. Dalam pembentukkannya, dikatakan bahwa EPTA akan :
21 http://www.undp.org diakses pada tanggal 15 juli 2017 pukul 12.12 WIB
2. Tidak menjadi alat untuk intervensi ekonomi luar negeri dan alat politik, dan tidak memberikan perlakuan berbeda dikarenakan perbedaan struktur negara, ras, atau kepercayaan
3. Mengusahakan terciptanya kebutuhan spesifik seperti yang dikehendaki pemerintahan domestik
Selepas pembentukan EPTA, permintaan negara-negara berkembang akan adanya bantuan teknis dan finansial untuk membangun negaranya semakin berkembang, sehinggaakhirnya PBB memutuskan untuk mendirikan satu badan lagi yang berfungsi sebagai badan pelengkap EPTA, yaitu Special Fund for Economic Development (SUNFED). Berbeda dengan EPTA, SUNFED lebih difokuskan pada usaha pencarian dan pengumpulan dana untuk terlaksananya proyek-proyek yang dikerjakan EPTA. Pada Januari 1966, ECOSOCPBB memutuskan untuk menggabungkan EPTA dan SUNFED ke dalam satu wadah, yaitu United Nations Development Programme (UNDP).22
22 Soe Saing, United Nations Technical Aid in Burma, (Singapore : Institute of Southeast Asian Studies, 1990 Hlm. 12)
Program andalan UNDP mempromosikan perubahan transformasional di negara berkembang dengan bekerja baik di tingkat akar rumput dengan masyarakat, sementara pada saat yang sama membangun kapasitas kelembagaan dan memberikan saran kebijakan kepada pemerintah.
UNDP mendukung pemerintahan demokratis nasional transisi demokratis dengan menyediakan nasihat kebijakan dan dukungan teknis, peningkatan kapasitas kelembagaan dan individu dalam negara, dan mendidik masyarakat tentang advokasi untuk reformasi demokrasi, mempromosikan dialog dan negosiasi, dan berbagi pengalaman sukses dari negara lain dan lokasi.. UNDP juga mendukung lembaga-lembaga demokratis yang ada dengan meningkatkan dialog, meningkatkan debat nasional, dan memfasilitasi konsensus nasional pada program-program pemerintahan.
Demokrasi adalah konsep besar yang memiliki sejumlah aspek yang kompleks. Bagi Indonesia yang notabenenya adalah negara demokratis, dan terus berkembang. Indonesia sebagai negara yang berkembang juga terus mengembangkan dirinya sebagai negara yang ideal demokrasinya.23
23 http://www.undp.or.id diakses pada tanggal 16 Juli 2017, pukul 11.51 WIB
UNDP berkomitmen untuk mendukung prioritas nasional Indonesia dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah di Indonesia 2010-2015, dan juga visi, strategi dan rencana pembangunan nasional dan local. UNDP bekerja untuk mendukung perjuangan Indonesia melawan kemiskinan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, mengurangi kesenjangan antara kelompok dan daerah, dan membantu mencapai delapan Millennium Development Goals pada tahun 2015 di seluruh negeri.
2. 3. Tujuan dan Target Program Millenium Develpment Goals
Program MDGs berisi 8 tujuan dan 18 target pembangunan yang dilaksanakan dan melihat pelaksanaan pembangunan dalam jangka waktu selama 15 tahun (2000 – 2015). Tujuan, target dan indikator tersebut adalah:
Tabel 2. 1 : Tujuan MDGs
Tujuan Target
Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan
1. Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah $1 per hari menjadi setengahnya antara 1990–2015
2. Menyediakan seutuhnya Pekerjaan yang produktif dan layak, terutama untuk perempuan dan kaum muda.
3. Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990–2015.
Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
4. Menjamin bahwa sampai dengan tahun 2015, semua anak dimana pun, laki-laki dan perempuan, dapat menyelesaikan sekolah dasar (primary schooling)
Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
5. Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015.
Menurunkan Angka Kematian Anak
6. Menurunkan Angka Kematian Balita sebesar dua pertiganya, antara tahun 1990 dan 2015.
Meningkatkan Kesehatan Ibu
7. Menurunkan angka kematian ibu antara tahun 1990 dan 2015 sebesar tiga-perempatnya.
8. Mencapai dan menyediakan akses kesehatan reproduksi untuk semua pada 2015
Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Lainnya
9. Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya
jumlah kasus baru pada tahun 2015.
10. Tersedianya akses universal untuk perawatan terhadap HIV/AIDS bagi yang memerlukan, pada 2010.
11. Mengendalikan Penyakit Malaria dan mulai menurunnya kasus Malaria dan
Penyakit lainnya tahun 2015.
Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup
12. Memadukan prinsip - prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang.
13. Mengurangi laju hilangnya keragaman hayati, dan mencapai pengurangan yang signikan pada 2010.
14. Penurunan sebesar separuh, proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015.
15. Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020
Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan
16. Mengembangkan sistem perdanganan dan keuangan yang terbuka, berdasar pada peraturan, dapat diperkirakan dan non-diskriminatif - termasuk
komitmen terhadap sistem pemerintahan yang baik, dan penanggulangan kemiskinan - ditingkat nasional dan internasional.
17. Penanggulangan Masalah pinjaman luar negeri melalui upaya nasional maupun internasional dalam rangka pengelolaan utang luar negeri yang berkelanjutan dan berjangka panjang.
18. Bekerjasama dengan sektor swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Sumber: Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2007
hSetiap pelaksanaan tujuan MDGs akan dilihat melalui indikator-indikator yang ditetapkan untuk melihat perkembangan pencapaian tujuan tersebut secara objektif24
24 Laporan Pencapaian Milleniun Development Goals 2007
. Program MDGs bukan merupakan tujuan pembangunan PBB melainkan tujuan pembangunan dari setiap negara yang ikut serta menandatangani program MGDs, sementara PBB merupakan lembaga yang aktif untuk
mempromosikan Program MDGs. Dengan demikian pelaksanaan program MDGs merupakan tanggung jawab penuh dari negara yang ikut serta di dalamnya.
2. 4. Indonesia Sebagai Pelaksana Program Millennium Developments Goals
Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu. Deklarasi berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 (delapan) tujuan pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
Sejak Indonesia tergabung dalam keanggotaan PBB, secara otomatis Indonesia banyak telibat dalam menyukseskan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh PBB. Keikutsertaan Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bulan September 2000 dan menandatangani Millenium Development Goals (MDGs) menjadikan Indonesia harus berusaha untuk turut menyukseskan MDG sebagai komitmen global.
Indonesia sendiri menyadari arti penting dari MDG. Indonesia telah menjadikan pencapaian MDG sebagai salah acuan penting terhadap penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional25
25 Ringkasan Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia,
. Oleh karena itu, komitmen
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
Indonesia untuk mencapai target-target yang terdapat dalam MDG, sudah sesuai dengan komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya serta memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia.
Pemerintah Indonesia melaksanakan program MDGs di bawah koordinasi BAPPENAS dibantu dengan Kelompok Kerja PBB dan telah menyelesaikan laporan MDGs yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Tujuan Tujuan Pembangunan Milenium ini menjabarkan upaya awal pemerintah untuk menginventarisasi situasi pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian tujuan MDGs, mengukur, dan menganalisis kemajuan seiring dengan upaya menjadikan pencapaian-pencapaian ini menjadi kenyataan, sekaligus mengidenifikasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan-tujuan ini. Dengan tujuan-tujuan utama mengurangi jumlah orang dengan pendapatan di bawah upah minimum regional antara tahun 1990 dan 2015, Laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam jalur untuk mencapai tujuan tersebut.
2010, hlm 3.
2. 4. 1. Demografi Masyarakat Indonesia
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237.641.326 jiwa.26
Sumber: Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2001
Untuk melihat rasio perbandingan jumlah penduduk menurut struktur umur dan jenis kelamin adalah sebagai berikut:
Gambar 2. 2. Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2001
Sementara itu tingkat pertumbuhan populasi penduduk Indonesia dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 2. 1 : Tingkat Pertumbuhan Populasi Penduduk Indonesia
Sumber: Profil Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia Tahun 2013
26 Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000 dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995.
Lihat https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1267 diakses tanggal 17 Juli 2017 pukul 12.50 WIB
Penduduk menurut kelompok umur menunjukkan bahwa 30,50%
penduduk Indonesia berusia muda (0-14 tahun), 64,83% berusia produktif (umur 15-64 tahun), dan hanya 4,68% yang berumur 65 tahun lebih, sehingga diperoleh angka rasio ketergantungan penduduk Indonesia sebesar 54,25 artinya setiap 100 penduduk usia produktif menganggung sekitar 54 orang penduduk usia tidak produktif.
Tingkat kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dalam grafik berikut:
Gambar 2. 3. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan
Sumber: RPJMN 2010 - 2014
Jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami perubahan setiap tahunnya. Jika kita melihat pada grafik di atas, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 36,10 juta jiwa dengan persentase sebanyak 16,66 %. Program-program pemerintah untuk menganggulangi kemiskinan seperti
PNPM, Raskin, BLT dikeluarkan dengan harapan berkurangnya jumlah kemiskinan tersebut. Namun kenaikan Bahan Bakar Minyak menjadi salah satu penyebab meningkatnya jumlah angka kemiskinan pada masa permerintahan presiden Susilo Bambang Yoedhoyono.
2. 4. 2. Profil Pendidikan dan Pekerjaan Masyarakat Indonesia 2. 4. 2. 1. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu bidang yang menjadi tujuan MDGs dan juga menjadi prioritas pembangunan di Indonesia. Terlihat bahwa anggaran pendidikan pada tahun 2005 ada sebesar Rp 78,5 triliun menjadi Rp 154,2 triliun pada tahun 2008. Dalam memenuhi konstitusi anggaran dalam bidang pendidikan dialokasikan sebesar 20 % dari APBN maka pada tahun 2009 anggaran pendidikan berada pada angka Rp 207,4 triliun.
Garis besar kebijakan pendidikan adalah perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan kesejahteraan pendidik, dan memberdayakan lembaga pendidikan. Selain itu, tujuan pembangunan pendidikan juga melakukan pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan, termasuk pembaruan kurikulum dan pelaksanaan desentralisasi pendidikan.
Gambar 2. 4. Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Pertisipasi Kasar (APK)
Sumber : RPJMN 2010 - 2014
Peningkatan angka tingkat partisipasi kasar tingkat SMP/MTS/SMPLB/Paket B dan SMA/SMK/MA/SMALB/Paket C yang meningkat dari 85,22 persen dan 52,20 persen (2005) menjadi 99,18 persen dan 64,28 persen (2008). Peningkatan angka tingkat partisipasi kasar ini adalah disebabkan karena berjalannya Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak tahun 2005.27
Data SUSENAS 200428
27 RPJMN 2010-2014 hal. I-15
28 Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia; Februari 2004; IndonesiaMDG_BI.pdf
menunjukkan bahwa angka partisipasi murni (APM) jenjang SD/MI telah mengalami peningkatan dari 88,7% pada tahun 1992 menjadi sekitar 93% pada tahun 2004. Sedangkan angka partisipasi kasar (APK) untuk jenjang SD/MI 117,13% pada tahun 2004. Untuk jenjang SD/MI tidak tampak perbedaan partisipasi pendidikan secara signifikan antara wilayah
pedesaan dan perkotaan, antara laki-laki dan perempuan, serta antar kelompok masyarakat. Menurut data SUSENAS 2004 pula terlihat bahwa angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7-12 tahun: 96,77%; 13-15 tahun: 83,49%; 16-18 tahun: 53,48%; 19-24 tahun: 12,07%.
Persentase penduduk berusia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah bersekolah adalah 10,25%. Namun demikian angka partisipasi pendidikan masih bervariasi antarpropinsi. Angka persentase terendah adalah di provinsi Sulawesi Utara, yaitu hanya 1,35% penduduknya yang tidak/belum pernah bersekolah, sedangkan yang tertinggi di Papua, yaitu sebesar 28,17%. Sementara itu secara nasional penduduk usia 10 tahun ke atas yang masih bersekolah sebesar 19,57%
terdiri dari 8,63% bersekolah di SD/MI, 5,91% di SLTP/MTs, 3,67% di SMU/SMK/MA, dan 1,36 % di akademi/universitas. Secara nasional penduduk berumur 10 tahun keatas yang tidak/belum pernah sekolah sebagian besar tinggal di pedesaan (13,69%) dibanding di perkotaan (5,84%). Dibandingkan menurut jenis kelamin, terlihat penduduk perempuan yang tidak/belum pernah sekolah besarnya dua kali lipat penduduk laki-laki (13,93% berbanding 6,51%). Hal ini terutama disebabkan tingginya angka persentase penduduk perempuan yang tidak/belum pernah sekolah pada kelompok umur dewasa/tua.
Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan pemerintah telah mendorong meningkatkan kesetaraan gender di semua jenjang dan jenis pendidikan. Rasio Angka Partisipasi Murni ( APM ) perempuan terhadap laki laki
di Sekolah Dasar dan sekolah menengah pertama berturut turut sebesar 99,73 dan 101,99 pada tahun 2009, dan rasio melek huruf perempuan terhadap laki laki pada kelompok usia 15 sampai 24 tahun mencapai 98,85 persen.
2. 4. 2. 2. Pekerjaan
Gambar 2. 5 : Grafik Tingkat Angkatan Kerja dan Tidak Bekerja
Sumber: RPJMN 2009-2014
Pada periode tahun 2001-2004, pertambahan angkatan kerja sebesar 1,72 juta per tahun, sementara kesempatan kerja yang mampu tercipta hanya 970 ribu per tahun. Pada periode 2005-2009, angkatan kerja bertambah 1,99 juta per tahun sementara kesempatan kerja yang tercipta sebesar 2,73 juta per tahun.
Dengan demikian, jumlah penganggur dapat diturunkan dari 10,25 juta tahun 2004 menjadi 8,96 juta tahun 2009, dan tingkat pengangguran terbuka menurun dari 9,86% menjadi 7,87%. Kesempatan kerja tetap tercipta, meskipun
terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dimulai sejak akhir tahun 2008, ketika jumlah perusahaan yang mengajukan permohonan PHK cukup banyak bersamaan dengan berakhirnya kontrak produksi khususnya untuk barang tujuan ekspor. Pekerja formal bertambah 3,26 juta dan informal 7,65 juta. Profil Kesehatan Masyarakat Indonesia.
2. 4. 3. Profil Kesehatan Masyarakat Indonesia Gambar 2. 6 : Grafik Status Gizi dan Kesehatan Masyarakat
Sumber: RPJMN 2009-2014
Tingkat prevalensi HIV/AIDS cenderung meningkat di indonesia terutama pada kelompok resiko tinggi pengguna narkoba suntik dan pekerja seks. Jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di indonesia meningkat dua kali lipat antara tahun 2004 dan 2005. Angka kejadian malaria per 1000 penduduk menurun dari 4,68 tahun 1990 jadi 1,85 tahun 2009.
Jika pada tahun 2005 anggaran kesehatan hanya mencapai Rp 7,7 triliun maka pada tahun 2008 anggaran kesehatan menjadi sekitar Rp 17,9 triliun.
Sebagian besar tambahan anggaran kesehatan itu digunakan untuk menggulirkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Posyandu yang dibiayai antara lain melalui Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat kurang mampu (Jamkesmas).
2. 4. 4. Profil Gizi Masyarakat Indonesia
Tujuan pertama dari MDG adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dengan salah satu targetnya adalah menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990–2015. Kondisi ini bisa terlihat dari keadaan gizi masyarakat Indonesia. Keadaan gizi masyarakat Indonesia bisa dilihat dari indikator-indikator berikut29
1. Persentase Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) :
Secara khusus kita belum pernah melakukan penelitian untuk mengetahui secara pasti angka BBLR yang terjadi di masyarakat, namun dari berbagai penelitian kesehatan lain (SDKI, SKRT, Susenas) dan beberapa pengamatan intensif telah didapatkan perkiraan angka BBLR yang ada di masyarakat. Pada periode 1990 - 2000, proporsi BBLR diestimasikan sebesar 7%-14%, sedangkan dari hasil pengumpulan data indikator kesehatan provinsi yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan proporsi BBLR pada tahun 2000 berkisar antara 0,91% (Gorontalo) dan 18,89% (Jawa Tengah), sedangkan pada tahun 2001 berkisar antara 0.54% (Nanggroe Aceh Darussalam) dan 6,90% (Sumatera Utara).
Angka tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya yang ada di masyarakat,
29 Profil Kesehatan Indonesia 2001; Departemen Kesehatan
karena belum semua berat badan bayi yang dilahirkan dapat dipantau oleh petugas kesehatan, khususnya yang ditolong oleh dukun atau tenaga non kesehatan lainnya.
2. Gizi Balita
Pengukuran gizi pada Balita difokuskan pada tingkat kecukupan gizinya yang diukur melalui berat badan terhadap umur (BB/U) atau berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Dari hasil Susenas 2001, persentase Balita yang bergizi baik adalah sebesar 64,14%, yang bergizi sedang 21,51%, dan sisanya 9,35%
adalah Balita bergizi kurang/buruk atau yang dikenal dengan istilah Kurang Kalori Protein (KKP). Balita bergizi baik di perkotaan (72,6%) relatif lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (66,8%). Sedangkan Balita yang bergizi kurang/buruk di pedesaan (10,3%) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (8,0%). Bila dibandingkan menurut jenis kelamin, persentase Balita perempuan yang bergizi baik relatif lebih tinggi daripada Balita laki-laki. Demikian pula gizi kurang/buruk lebih tinggi pada Balita laki-laki dibandingkan Balita perempuan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. 2 : Persentase Balita (0-59 Bulan) Menurut Status Gizi Dan Jenis Kelamin Tahun 2001
Sumber : Susenas 2001
Dari berbagai penelitian/survei yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, diperoleh gambaran perkembangan status gizi balita seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2. 7: Persentase Balita
Gizi Buruk, Gizi Kurang, dan Gizi Lebih Tahun 1989 – 2001
Sumber : BPS SUSENAS 1999-2001
Sementara itu, dari beberapa studi/survei yang lainnya dilakukan pengukuran gizi dengan menggunakan indikator BB/TB. Pada umumnya, pengukuran BB/TB menunjukkan keadaan gizi kurang yang lebih jelas dan sensitif/peka dibandingkan prevalensi berdasarkan pengukuran berat badan menurut umur, sebagaimana disajikan pada tabel berikut:
Tabel 2.3 : Prevalensi Wasting (BB/TB < - 2SD) Tahun 1990-1999
Sumber : BPS SUSENAS 1999-2001
Akibat dari tingginya BBLR dan gizi kurang pada balita, berkelanjutan pada anak usia baru masuk sekolah. Indonesia telah melaksanakan pengukuran tinggi badan pada kelompok anak ini secara nasional pada tahun 1994 dan 1999.
Tidak terlihat perubahan perbaikan gizi yang bermakna dari hasil pengukuran tersebut. Pada tahun 1994, prevalensi gizi kurang menurut tinggi badan anak usia 5-9 tahun (anak pendek) adalah 39,8%. Pengukuran yang sama dilakukan pada tahun 1999, prevalensi ini hanya berkurang 3,7%, yaitu menjadi 36,1%. Jika proporsi anak usia 5-9 tahun adalah 10% dari total penduduk, maka terdapat 7.616.518 anak usia 5-9 tahun dengan status pendek.
3. Kurang Energi Kronis (KEK)
Indikator KEK dimaksudkan untuk mengetahui status gizi Wanita Usia Subur (WUS) 15-49 tahun dengan menggunakan standard lingkar lengan atas (LILA) <23,5cm. Hasil Susenas 2001 menunjukkan sebesar 21,53% WUS menderita KEK. Di perkotaan persentase WUS yang menderita KEK lebih rendah dibandingkan di pedesaan, yaitu masing-masing 19,39% dan 23,36%. Persentase terbesar WUS menderita KEK di Provinsi Nusa Tenggara Timur (44,03%), Nusa Tenggara Barat (29,69%), dan Papua (27,86%). Sedangkan yang terendah di Provinsi Sulawesi Utara (12,64%), Riau (14,45%), dan Sumatera Utara (14,94%).
Sebaran WUS yang menderita KEK menurut provinsi dapat diuraikan dalam gambar berikut:
Gambar 2. 8. Persentase Wanita Usia Subur (WUS) Yang Mempunyai Risiko KEK Menurut Provinsi Tahun 2001
Sumber : RPJMN 2009 - 2014
Pada gambar di atas bisa dilihat bahwa ada sembilan (9) provinsi dengan angka melebihi rata-rata angka nasional (19,1%), dan di antaranya satu provinsi mempunyai risiko KEK berat (> 30%), yaitu Nusa.
Tenggara Timur (40,8%). Sedangkan lima provinsi mempunyai risiko KEK sedang (20-30%), yaitu Nusa Tenggara Barat (26,7%), Papua (25,7%), Bangka Belitung (22,4%), Jawa Tengah (22,2%), dan Jawa Timur (21,9%). Dari hasil survei tahun 1999-2000 diperoleh gambaran KEK menurut kelompok umur, seperti terlihat dalam gambar berikut:
GAMBAR 2.9 : PERSENTASE WANITA USIA SUBUR DENGAN LILA <23,5 CM SUSENAS 1999-2000
Sumber : Hasil SUSENAS, BPS
Dari penelitian Susenas selama 3 tahun terakhir diperoleh gambaran KEK secara nasional terlihat pada gambar berikut:
GAMBAR 2.10 : PERSENTASE KEK PADA WANITA USIA SUBUR (15-49 TAHUN) TAHUN 1999-2001
Sumber : Hasil SUSENAS, BPS
4. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
Untuk mengetahui masalah kurang yodium, telah dilakukan survei nasional tahun 1980 dan 1998. Pada tahun 1980, prevalensi Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) pada anak usia sekolah adalah 30%, prevalensi ini menurun menjadi 9,8% pada tahun 1998. Walaupun terjadi penurunan yang cukup berarti, GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensi masih di atas 5%. Hasil Susenas menunjukkan persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium cukup antara tahun 1999 sampai 2001 mengalami peningkatan, yaitu dari 63,56% (1999) menjadi 64,48% (2000), dan 65,43% (2001). Sedangkan persentase keluarga yang mengkonsumsi garam tanpa yodium pada kurun waktu yang sama adalah 18,49%
(1999), menurun menjadi 17,03% (2000), dan meningkat menjadi 17,91% (2001).
5. Prevalensi Anemia Gizi
Kajian SKRT 1995 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil adalah 50,9%, pada wanita usia subur 39,5%, pada remaja putri 57,1%, dan pada Balita 40,5%.
2. 4. 5. Kondisi dan Pengadaan Fasilitas Air Bersih di Indonesia
Sumber air minum dibedakan menjadi dua (2) jenis sumber, yakni sumber air minum terlindung dan tidak terlindung. Sumber air minum terlindung (jenis sarana yang dianggap memenuhi persyaratan kesehatan) adalah air kemasan, ledeng, pompa, sumur terlindung, dan mata air terlindung. Susenas 2001 memberi
gambaran bahwa 75% rumah tangga telah menggunakan sumber air terlindung,
gambaran bahwa 75% rumah tangga telah menggunakan sumber air terlindung,