• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Pasien

4.1.2.1 Profil Penggunaan Obat Injeksi

Berdasarkan profil penggunaan obat injeksi, pasien rawat inap yang menderita GGK dapat dilihat digambar dibawah ini.

Tabel 4.3 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil Penggunaan Obat Injeksi

No. Golongan Obat Terapi Frekuensi Persentase %

1. Saluran gastrointestinal 50 36,23

2. Antiinfeksi 24 17,39

3. Sistem kardiovaskular 21 15,22

4. Sistem endokrin 7 5,07

5. Saluran saraf 10 7,25

6. Vitamin & mineral 8 5,8

7. Nutrisi 2 1,45

8. Hormon 7 5,07

9. Larutan IV & steril lainnya 6 4,35

Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa pasien rawat inap yang menderita GGK. Penggunaan obat injeksi yang paling banyak digunakan berdasarkan golongan adalah obat saluran gastrointestinal yakni sebanyak 50 (36,23 %), penggunaan obat antiinfeksi yakni sebanyak 24 (17,39 %), penggunaan obat sistem kardiovaskular sebanyak 21 (15,22 %), penggunaan obat saluran saraf & hormon masing – masing sebanyak 10 (7,25 %), penggunaan golongan vitamin & mineral sebanyak 8 (5,8 %), penggunaan obat sistem endokrin 7 (5,07 %), penggunaan larutan IV & steril lain sebanyak 6 (4,35 %). Sementara penggunaan golongan nutrisi sebanyak 2 (1,45 %) dari 28 pasien

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.1.2.2Profil Penggunaan Obat Oral

Berdasarkan profil penggunaan obat oral, pasien rawat inap yang menderita GGK dapat dilihat digambar dibawah ini.

Tabel 4.4. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil Penggunaan Obat Oral (%)

No. Golongan Obat Terapi Frekuensi Persentase %

1. Saluran gastrointestinal 53 19,34

2. Antiinfeksi 25 9,12

3. Sistem kardiovaskular 105 38,32

4. Sistem endokrin 7 2,56

5. Saluran saraf 26 9,49

6. Vitamin & mineral 17 6,2

7. Nutrisi 23 8,39

8. Saluran Pernafasan 10 3,65

9. Antialergi 7 2,56

10. Kemoterapetik 1 0,37

Dari tabel 4.4. dapat dilihat bahwa pasien rawat inap yang menderita GGK. Penggunaan obat oral yang paling banyak digunakan berdasarkan golongan adalah obat sistem kardiovaskular yakni sebanyak 105 (38,32 %), penggunaan obat sistem gastrointestinal yakni sebanyak 53 (19,34 %), obat sistem saraf sebanyak 26 (9,49 %), obat antiinfeksi sebanyak 25 (9,12 %), golongan nutrisi sebanyak 23 (8,39 %), golongan vitamin & mineral sebanyak 17 (6,2 %), obat saluran pernafasan sebanyak 10 (3,65 %), dan obat antialergi & sistem endokrin masing- masing sebanyak 7 (2,56 %). Sementara penggunaan golongan obat neoplastik sebanyak 1 (0,37 %) dari 28 pasien.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.1.3 DRP’s Kategori Dosis Dibawah Dosis Terapi

Berdasarkan kejadian DRP kategori dosis dibawah dosis terapi pada pasien rawat inap yang menderita GGK dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.5. Presentase Prevalensi Dosis Dibawah Dosis Terapi Berdasarkan Jumlah Pasien yang Mengalaminya (%)

Pasien Jumlah Presentase (%)

Tepat Dosis 17 65,39

Tidak Tepat Dosis 9 34,62

Total 26 100

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa terdapat 9 (34,62 %) pasien dari 26 jumlah pasien yang mengalami DRPs kategori dosis dibawah dosis terapi obat pada pasien rawat inap GGK di Rumah Sakit Pelabuhan. Adapun, hasil obat terapi yang terdapat DRP sebagai berikut :

Tabel 4.6. Presentase Distribusi Jumlah Dosis Dibawah Dosis Terapi (%)

No Golongan Nama Obat Frekuensi Persentase %

1 Antiangina (Nitrat)

ISDN 3 30

2 Nutrisi & Terapi Penunjang Aminefront* 5 50 3 Antihipertensi (ACE Inhibitor) Captopril 1 10 4 Diuretik Furosemid 1 10 Total : 10 *referensi diambil dari MIMS Indonesia

Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa, terdapat 10 obat yang berpotensi tidak tepat dosis berada dibawah dosis terapi pada pasien rawat inap yang mengalami GGK.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.1.4 DRP’s Kategori Dosis Diatas Dosis Terapi

Berdasarkan kejadian DRP kategori dosis dibawah dosis terapi pada pasien rawat inap yang menderita GGK dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.7. Presentase Prevalensi Dosis Diatas Dosis Terapi Berdasarkan Jumlah Pasien yang Mengalaminya (%)

Pasien Jumlah Presentase (%)

Tepat Dosis 4 15,39

Tidak Tepat Dosis 22 84,62

Total 26 100

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa terdapat 22 (84,62 %) pasien dari jumlah 26 pasien yang mengalami DRPs kategori dosis diatas dosis terapi obat pada pasien rawat inap GGK di Rumah Sakit Pelabuhan. Adapun, hasil obat terapi yang terdapat DRPs sebagai berikut :

Tabel 4.8. Presentase Distribusi Jumlah Dosis Diatas Dosis Terapi (%)

No Golongan Nama Obat Frekuensi Presentase%

1 Anti Hiperlipidemia  Simvastatin  1  2,38

2 Lambung (Antiemetik)  Vometa (Domperidon)  Tomit (Metoklopramid)  9  1  21,43  2,38

3 Anti Alergi (AR H1)  Falergi  2  4,76

4 Anti Inflamasi (AINS) Antiplatelet/ Asetosal (AINS)  Profenid  Thrombo Aspillet  1  1  2,38  2,38 5 Antibiotik (Cefalosphorin)  Cefixime  Ceftazidim  2  1  4,76  2,38 6 Antibiotik (Carbapenem)  Meropenem  1  2,38

7 Anti Hipertensi (AR Angiotensin II)  Acetensa  Losartan  6  2  14,29  4,76 8 Lambung/ Antireflux (AR H2)  Ranitidine  3  7,14 9 Antibiotik  Faslev  1  2,38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Quinolon) (levofloxacin)

10 Anti TBC

(Nikotinamid)

 Pyrazinamid  2  4,76

11 Antitusif (Opioid)  Codipront  1  2,38

12 Antikoagulan (Asam Traneksamat)

 Kalnex  3  7,14

13 Diuretik  Spironolactone  1  2,38

14 Lambung (Antasida)  Antasida  2  4,76

15 Lambung (Sukralfat)  Inpepsa  1  2,38

16 Antihipertensi (ACE Inhibitor)

 Captopril  1  2,38

Total : 42

Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa, terdapat 42 obat yang berpotensi tidak tepat dosis berada diatas dosis terapi pada pasien rawat inap yang mengalami GGK.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.2 Pembahasan

4.2.1 Karakteristik Pasien

Terlihat pada tabel 4.1 ditemukan bahwa penderita GGK mulai rentan dan sering terjadi pada usia manula (> 65 tahun) yakni sebanyak 13 pasien (50 %), selebihnya lansia (46-65 thn) sebanyak 10 pasien (38,46 %), dan sisanya pasien dewasa (26-45 thn) sebanyak 3 pasien (11,54 %). Hal ini sejalan dengan Riskesdas tahun 2013, dimana prevalensi GGK meningkat berdasarkan usia, yang meningkat tajam pada usia 35-44 sebanyak (0,3 %), lalu diikuti pada usia 45-54 sebanyak (0,4 %), dan pada usia 55-74 sebanyak (0,5 %), tertinggi pada usia > 75 tahun sebanyak (0,6 %), pada pasien rata – rata seluruh Indonesia. Namun pada penelitian ini hanya terdapat 1 pasien yang berusia > 74 tahun. Pada usia ini, umur sangat erat kaitannya dengan terjadinya GGK dikarenakan berkurangnya fungsi ginjal normal pada usia ini, sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi GGK juga semakin meningkat. Hal ini juga dikarenakan pada saat penelitian jumlah pasien di instalasi Rawat Inap di RS Pelabuhan sebagian besar adalah pasien lansia dan manula (46-65 < tahun). Dan juga pada penelitian Alessandra Bartista Marquito, dkk tahun 2013 menunjukan prevalensi GGK tertinggi terdapat pada usia manula > 60 tahun, yaitu terdapat 387 (69,36 %) pasien dari total 558 pasien. Penuaan merupakan proses perubahan anatomis, biokimia dan fisiologi tubuh. Hal ini dapat menyebabkan penurunan fungsi pada organ tubuh, salah satunya pada organ ginjal.

Berdasarkan jenis kelamin, dapat ditemukan bahwa pasien yang menderita GGK yang paling banyak adalah berjenis kelamin laki - laki yakni sebanyak 16 pasien (61,54%), sedangkan sisanya perempuan sebanyak 10 pasien (38,46%). Hal ini sejalan dengan Riskesdas tahun 2013, dimana prevalensi laki – laki didapat (0,3 %), sedangkan pada perempuan (0,2 %). Kita bisa lihat bahwa prevalensi laki – laki lebih besaar dibandingkan pasien perempuan. Namun pada penelitian M Angeles Via-Sosa, dkk pada tahun 2013, pasien sampel perempuan lebih banyak dari laki – laki, yaitu sebanyak 173 (65,78 %) pasien perempuan, dan 90 (34,22 %) pasien pada laki – laki dari 263 jumlah total pasien.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berdasarkan penyakit penyerta dari tabel 4.2, hasil ditemukan bahwa penyakit penyerta terbanyak adalah hipertensi sebanyak 8 pasien (30,77%), (CHF) Congestive Heart Failure sebanyak 7 pasien (26,92%), (CAD) Coronary Artery Disease dan (GERD) Gastroesophagus Reflux Disease masing masing sebanyak 6 pasien (23,08%), lalu (DM) Diabetes Melitus sebanyak 4 pasien (15,39%). Sementara penyakit penyerta yang lainnya dibawah 15%. Hal ini sebanding dengan penelitian Alesssandra Batista Marquito, dkk tahun 2013 dimana komorbiditas penyakit paling banyak yaitu hipertensi sebanyak 178 pasien (68,5 %), diikuti dengan diabetes mellitus sebanyak 178 pasien (31,9 %) dari total 558 pasien. Dan juga pada penelitian M Angeles Via-Sosa, dkk tahun 2013 dengan komorbiditas penyakit paling banyak yaitu hipertensi sebanyak 121 pasien (69,5 %), diikuti dislipidemia sebanyak 65 pasien (37,4 %) dari total 174 pasien yang memerlukan intervensi.

Berdasarkan tingkat keparahannya, pasien yang menderita GGK dapat ditemukan pada (tabel 4.1). Tingkat keparahan dihitung berdasarkan perhitungan LFGnya, dengan rumus persamaan eMDRD 4 variabel. Hasil menunjukkan bahwa pasien stadium III sebanyak 5 pasien (19,2%), stadium IV sebanyak 6 pasien (23,1%), dan stadium V sebanyak 15 pasien (57,7%). Hal ini tidak sebanding dengan penelitian Stephanie Belaiche, dkk tahun 2010. Dimana pasien terbanyak didapat pada stadium IV sebanyak 17 pasien (40,5 %), lalu diikuti dengan stadium III sebanyak (38,1 %) dari total 42 pasien. Tetapi hal ini juga tidak sejalan dengan penelitian Alessandra Batista Marquito, dkk tahun 2013 dimana pasein terbanyak didapat pada stadium III sebanyak 265 pasien (47,49 %), diikuti pada stadium 4 sebanyak 153 pasien (27,42 %) dari total 558 pasien. LFG merupakan suatu komponen dari fungsi ekskresi, tetapi secara luas diterima paling baik sebagai keseluruhan indeks dari fungsi ginjal, karena secara umum tereduksi setelah rusak strukturnya secara meluas dan fungsi ginjal lainnya menurun bersamaan dengan LFG dalam GGK (KDIGO, 2012). Perhitungan LFG sendiri menggunakan rumus eMDRD. Setelah didapat nilai LFG, kategorikan nilai LFG dari yang nilainya besar dan kecil, nilai LFG berguna sebagai parameter stadium keparahan ginjal.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.2.2 Profl Penggunaan Obat

Profil obat merupakan seluruh kelompok obat yang digunakan oleh pasien GGK yang disertai penyakit penyertanya dari beberapa golongan obat, dan mempunyai masing – masing tujuan pengobatan yang sama diberikan kepada pasien. Penggolongan obat ini dilakukan berdasarkan literatur MIMS Indonesia tahun 2012. Dari tabel 4.3 dan 4.4 di atas dapat diketahui bahwa obat terapi yang digunakan oleh semua pasien. Obat yang paling banyak digunakan pertama yaitu obat sistem kardiovaskular, sedangkan obat saluran gastrointestinal diuturan kedua. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stephanie Belaiche tahun 2010, dimana frekuensi penggunaan obat terbanyak adalah obat sistem kardiovaskular, lalu diikuti obat saluran gastrointestinal. Dapat dikatakan obat terbanyak didapat pada sistem kardiovaskular, dikarenakan dominannya penyakit penyerta kardiovaskular pada pasien, hipertensi (terbanyak) sebanyak 8 pasien, diikuti CHF sebanyak 7, lalu CAD sebanyak 6 pasien.

Penggolangan obat pada pasien yang menderita gagal ginjal kronik ini terdiri dari 12 kelas terapi, yang meliputi :

a. Obat Sistem Kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular merupakan masalah yang sangat penting pada usia lanjut. Salah satunya, hipertensi merupakan faktor yang menginisiasi penyebab gagal ginjal kronik (DiPiro ed 6 & 7). Dan hal ini mempunyai pengaruh yang besar untuk penyakit lainnya juga, karena itu harus segera ditangani. Penggunaan obat kardiovaskular oleh pasien berada pada urutan pertama terbanyak yang digunakan oleh pasien. Golongan obat kardiovaskular terbanyak yaitu, clopidogrel sebagai antiplatelet digunakan sebanyak 15 pasien (65,21 %).

Clopidogrel secara langsung tetapi tidak sempurna diabsorbsi secara oral, absorbsi baru berlangsung setidaknya 50 %. Obat ini merupakan prodrug dan dimetabolisme lebih lama di liver, terutama pada turunan asam karboksilat yang tidak aktif. Metabolisme diperantari dengan sitokrom P450 isoenzim CYP3A4 dan CYP2B6, dan untuk lebih rendah jangkauannya dengan CYP1A2, CYP1A1 dan CYP2C19 (Martindale, ed 36). Obat ini juga menyebabkan hemostasis, dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pendarahan. Resiko tergantung variabel yang banyak, termasuk penggunaan obat secara bersamaan yang merubah hemostasi pada pemakaian ganda (Drug Information Handbook). Penggunaan obat golongan obat anti hipertensi cukup banyak, hal ini sesuai seperti yang digambarkan pada karakteristik subjek penelitian berdasarkan penyakit komplikasi yang paling banyak diderita yaitu hipertensi (Gunawan, dkk., 2009).

b. Obat Saluran Cerna

Obat saluran cerna merupakan golongan obat kedua terbanyak pemakaiannya pada pasien rawat inap yang menderita GGK di RS Pelabuhan. Obat saluran cerna pada penelitian ini merupakan golongan PPI, Antagonis

Reseptor Histamin 2, antiemetik, pencahar, antidiare, serta enzim untuk pencernaan. Masing – masing mempunyai banyak efek terapi tergantung pada pasien, contohnya : golongan PPI (Omeprazole) dapat digunakan pada pasien yang menderita GERD, Peptic Ulcer Disease, dan penyakit peptik lainnya. Sama halnya dengan golongan yang lain, tergantung besar pemberian dan frekuensi pemberian dosisnya saja. Dan juga berfungsi mengatasi efek samping yang timbul dari penggunaan obat kardiovaskular yang digunakan oleh pasien untuk mengatasi keluhan lainnya.

Salah satunya pada obat antagonis reseptor serotonin yaitu, ondansetron yang berguna sebagai anti mual & anti muntah, beberapa pasien untuk mengatasi obat kardiovaskular yang mempunyai efek samping mual seperti, clopidogrel yang diberikan pada 10 pasien. Obat ini bekerja secara selektif memblokir serotonin, keduanya secara peripelar pada penghapit saraf vagal dan secara sentral dalam pemacu daerah kemoreseptor (Drug Information Handbook).

c. Obat Antiinfeksi

Penggunaan antiinfeksi terdapat 2 macam pada pemakaian penelitian ini, yaitu antibiotik dan anti tubercolusis, karna ada beberapa pasien yang mengalami tubercolusis seperti pada beberapa pasien. Obat antibiotik yang paling banyak digunakan yaitu ceftriaxone, Ceftriaxone bekerja menghambat sintesis membran

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sel bakteri dengan ikatan satu ikatan atau lebih dari protein penicilin pengikatm yamg berubah menghambat bentuk tahap akhir transpeptidation dari sintesis membran peptidoglycan sel bakteri, dan juga menghambat biosintesis sel membran (Drug Information Handbook).

d. Obat Sistem Saraf

Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) merupakan obat yang hampir semua obat SSP bekerja pada reseptor khusus yang mengatur transmisi sinaps. Obat susunan saraf terdiri dari beberapa golongan yaitu analgesik –

antipiretik, AINS, ansiolitik, antipsikosis, antidepresan. Namun ada beberapa obat yang tidak terdapat pada penelitian in yaitu, golongan hipnotik sedatif, dan anti epilepsi

Obat analgesik antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) merupakan salah obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter. Salah satu fungsi dari golongan seperti golongan antiinflamasi nonsteroid-antipirai, . Tetapi harus diingat bahwa obat ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah jaringan pada kelainan muskoskeletal (Gunawan, dkk., 2009). Contoh obat yang paling digunakan adalah farmadol yang mempunya zat aktif parasetamol (acetaminophen). Acetaminophen menghambat sintesis prostaglandid pada sistem saraf pusat, dan secara periferal memblokade impuls nyeri umum, secara antipiresis dari inhibisi pusat pengatur panas pada hipotalamus (Drug Information Handbook).

e. Obat Anti Alergi

Obat alergi yang banyak digunakan oleh pasien GGK yaitu falergi (Cetirizine) yang cukup aman bagi segala usia. Cetirizin adalah metabolit aktif dari hidroksizin yang memiliki masa kerja yang lebih panjang, serta merupakan antihistamin yang selektif, Diaman hidrosizin merupakan antihistamin generasi kedua (Gunawan, dkk., 2009). Cetirizine digunakan oleh 4 pasien.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta f. Obat Saluran Pernafasan

Dalam penelitian ini terdapat 3 golongan obat yang digunakan yaitu antitusif, mukolitik dan antiasma. Obat paling banyak ditemukan adalah ambroksol sebagai mukolitik, yaitu diberikan kepada 4 pasien. Obat mukolitik ialah obat yang dapat mengencerkan sekret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang mukoprtein dan mukopolisakarida dari sputum (Gunawan, dkk., 2009).

g. Obat Hormon

Obat hormon dapat mempunyai banyak fungsi, salah satunya pada penelitian ini obat hormon terbanyak diberikan yaitu dexamethasone. Dexamethasone merupakan obat golongan kortikosteroid yang mempunyai banyak fungsi, bisa sebagai antiinflamasi, antialergi, dan penyakit lainnya yang responsif terhadap glukokortikoid (MIMS Indonesia). Mekanisme menguraangi inflamasinya dengan menekan perpindahan neutrofil, mengurangi produksi mediator inflamasi, dan mengembalikan peremeabilitas kapiler yang meningkat, menekan respons imun yang normal. (Drug Information Handbook).

h. Obat Sistem Endokrin

Obat sistem endokrin pada penelitian ini ditemukan sebagai agen antidiates. Karena terdapat 6 pasien yang mengalami diabetes mellitus. Obat yang paling banyak digunakan melalui rute injeksi, yaitu Novorapid (Insulin Asparatat). Novorapid digunakan untuk terapi DM tipe 1 & 2 , sedangkan juga terdapat Lantus (Insuline glargine) yang diberikan pada 1 pasien saja. Banyaknya penggunaan injeksi novorapid disebabkan karena memiliki kerja yang cepat (rapid acting) serta memiliki keunggulan dalam hal penyuntikannya. Insulin dapat disuntikkan 15 menit sebelum makan dan insulin regular dapat disuntikkan 30 menit sebelum makan. (Inten Novita, 2015)

Pada rute oral terdapat 3 jenis antidiabetes yaitu, metformin, glukuidon, dan glimerpiride. Sedangkan pemberian terbanyak pada metformin diberikan sebanyak 3 pasien. Metformin adalah obat golongan biguanid, yang mejadi lini

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pertama pada obat antidiabetes pada rute oral dan juga dapat diberikan secara monoterapi serta tergolong memiliki harga yang relatif murah (Inten Novita, 2013).

i. Nutrisi

Nutrisi yang diberikan pada pasie GGK pada penelitian ini terdapat nutrisi pada pasien hemodialisa, dan nutrisi untuk mengatasi gangguan ginjalnya itu sendiri. Salah satunya aminefron, diberikan sebanyak 5 pasien. Aminefron merupakan nutrisi penunjang pada pasien GGK, berfungsi sebagai nutrisi diet tinggi kalori & rendah protein, khususnya pada pasien hemodialisa. Selain itu terdapat Bicnat (Natrium Bikarbonat) diberikan sebanyak 14 pasien, merupakan agen pengalkali. Bicnat dapat dijadikan obat multifungsi terapi, dapat dijadikan terapi kardio, asidosis metabolik, antasid dan gagal ginjal kronik itu sendiri. Berdisosiasi untuk menjaga ion bikarbonat dengan menetralisir konsentrasi ion hidrogen dan meningkatkan pH darah dan urin (Drug Infromation Handook). j. Vitamin & Mineral

Vitamin dan beberapa mineral penting untuk metabolisme. Vitamin merupakan senyawa organik yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil untuk mempertahankan kesehatan dan sering kali bekerja sebagai kofaktor untuk enzim metabolisme. Sedangkan mineral merupakan senyawa anorganik yang merupakan bagian penting dari enzim, mengatur berbagai fungsi fisiologis, dan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan termasuk tulang (Gunawan, dkk., 2009).

Obat yang digunakan pada golongan ini yaitu vitamin B, Vit C, Vit K dan antianemia vitamin B kompleks sebagai vitamin neutropik yang sangat baik deiberikan pada pasien lanjut usia. Lalu golongan obat antianemia yang digunakan adalah asam folat. Keadaan anemia pada pasien salah satunya dapat disebabkan oleh defisiensi nutrisi tertentu dan karena penyakit penyerta yang dialami pasieng gagal ginjal kronik itu sendiri. Anemia merupakan keadaan defisiensi eritrosit oengangkut oksigen (Katzung, 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta k. Kemoterapetik

Pada penelitian ini hanya 1 obat yang ditemukan diberikan pada 1 pasien, yaitu hydrea (hidroksi urea). Hidroksi urea bekerja mengganggu dengan mensintesis DNA, selama fase S dari pembelahan sel, tanpa mengganggu sintesis RNA, dengan menghambat ribonukleosida difosfat reduktase, mencegah perubahan ribonukleotida menjadi deoksiribonukleotida, siklus sel tertentu untuk fae S dan menahan sel lain pada fase G1 pada siklus sel (Drug Information Handbook).

l. Larutan IV & Steril Lain

Pada penelitian ini terdapat Larutan IV yang berfungsi sebagai albumin (octalbin). Octalbin yang diberikan dalam bentuk larutan 20 % x 50 mL, obat ini biberikan pada 6 pasien. Albumin dapat memperbaiki dan memelihara sirkulasi volume darah (MIMS Indonesia). Albumin menjaga peningkatan tekanan onkotik intrasvaskular dan menyebabkan pergerakan cairan intertisial ke celah intravaskular (Drug Information Handbook).

Dokumen terkait