• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Profil Siswa Sekolah Contoh

4.2.1 Jenis pekerjaan orang tua siswa

Pekerjaan orang orang tua dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta dan lain-lain. Untuk melihat jenis pekerjaan orang siswa disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Jenis pekerjaan orang tua iswa.

Dari 192 siswa yang disurvei pada sekolah contoh 17.20% pekerjaan orang tuanya adalah pegawai negeri, 19.30% pegawai swasta, 21.40 % wiraswasta, dan 42.20% lain- lain (ibu rumah tangga, buruh, sopir, tukang ojek, kuli ). Dari hasil survai diketahui jumlah jenis pekerjaan orang tua siswa yang paling banyak adalah dari lain- lain, hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan tingkat ekonomi orang tua siswa di sekolah contoh adalah menengah ke bawah. Hasil survei mengenai uang jajan yang diberikan oleh orangtua kepada siswa SDN sangat bervariasi, hasil survei lapangan tentang besarnya uang jajan yang diterima oleh siswa disajikan pada Gambar 5.

4.2.2. Uang jajan siswa sekolah contoh

Gambar 5 Uang jajan siswa SDN contoh di wilayah Kecamatan Johar Baru 8.85 24.47 42.19 24.47 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 < 1000 1000-2500 2500-5000 >5000 uang jajan persentase

Dari 192 siswa terlihat persentase uang jajan siswa yang < Rp. 1000 adalah 8.85 %, persentase uang jajan Rp. 1000 – Rp.2500 adalah 24.47 %, persentase uang jajan Rp. 2500 - Rp.5000 adalah 42.19% sedangkan persentase uang jajan > Rp. 5000 adalah 24.47 %. Persentase tertinggi 42.19% dengan jumlah uang jajan Rp. 2500 - Rp.5000. Persentase terbesar uang jajan siswa berkisar antara Rp. 2500 - Rp. 5000. Umumnya uang jajan siswa SDN contoh berkisar antara Rp. 2500 – Rp. 5000. Hasil monitoring dan verifikasi Badan POM terhadap profil keamanan PJAS Tahun 2008 di beberapa Propinsi dan Kabupaten kota, menunjukkan besaran uang saku siswa berkisar antara Rp. 2600 – Rp. 4000. Dapat dilihat betapa kecilnya uang saku siswa yang diberikan oleh orang tua mereka, bagaimana kualitas jajanan yang mereka beli dan konsumsi dengan uang saku yang sedemikian kecil. Kondisi uang jajan sangat mempengaruhi jenis dan kualitas jajanan yang dikonsumsi oleh siswa (BPOM, 2009). Jumlah uang jajan pada sekolah kriteria A dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah uang jajan di sekolah kriteria A Sekolah Kriteria sekolah Jumlah Responden Uang jajan (Rp) <1000 1000- 2500 2500- 5000 >5000 1 SDN 01 Johar Baru A 35 0 2 15 18 2 SDN 09 Mardani A 35 1 10 19 5 3 SDN 29 Johar Baru A 28 1 8 14 5

Untuk sekolah dengan kriteria A mayoritas siswa memiliki uang jajan berkisar antara Rp. 2500 – Rp. 5000, kecuali untuk SDN 01 Johar Baru mayoritas uang jajan mereka diatas Rp. 5000,- . Dari pengamatan penulis terhadap SDN 01 Johar Baru, sekolah tersebut adalah sekolah teladan dan siswanya berasal dari keluarga yang mampu, sekolah memiliki bangunan yang bagus, sebuah alun alun dipojok sekolah untuk aktifitas kesenian serta dilengkapi dengan kantin yang cukup permanen. sudah sewajarnya kalau uang jajannya juga tinggi. Uang jajan untuk sekolah kriteria B dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah uang jajan di sekolah kriteria B Sekolah Kriteria sekolah Jumlah Responden Uang jajan (Rp) <1000 1000- 2500 2500- 5000 >5000 1 SDN 01 Tanah Tinggi B 35 3 8 13 11 2 SDN 21 Johar Baru B 26 11 10 5 0 3 SDN 17 Tanah Tinggi B 33 1 9 15 8

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa mayoritas uang jajan di sekolah kriteria B berkisar antara Rp. 2.500 – Rp. 5.000, kecuali untuk SD 21 Johar baru kebanyakan siswa memiliki uang jajan < Rp. 1000. Beda dengan sekolah kriteria A uang jajan siswa ada yang mayoritas > Rp. 5000 . Hal ini menunjukkan bahwa uang jajan yang diberikan kepada siswa tergantung dari kondisi ekonomi dari masing-masing siswa yang ada di 6 SDN. Uang jajan yang diberikan dimaksudkan agar siswa dapat menggunakannya sesuai kebutuhan, hal ini menunjukkan tidak meratanya siswa SDN mendapat uang jajan dari orang tuanya. Hasil survei di lapangan mengenai hubungan antara uang jajan dengan frekuensi jajan menunjukkan bahwa tinggi rendahnya frekuensi jajan dipengaruhi oleh jumlah uang jajan yang diterima oleh siswa. Korelasi antara uang jajan dengan frekuensi jajan dapat dilihat pada Gambar 6 .

2 2.2 2.6 2.7 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 <1000 1000-2500 2500-5000 >5000 Uang jajan (Rp)

Gambar 6 Hubungan antara uang jajan dengan frekuensi jajan

Dari Gambar 6 dapat dilihat uang jajan terendah siswa adalah < Rp. 1000,- rata-rata frekuensi jajannya 2 kali, sedangkan uang jajan tertinggi adalah > Rp. 5000,- rata-rata frekuensi jajannya 2,7 kali. Semakin banyak jumlah uang jajan semakin tinggi frekuensi jajan. Karena harga makanan jajanan sangat bervariasi antara yang satu dengan lainnya, frekuensi jajanpun akan berbeda pula. Pendapat siswa tentang perlunya disebarkan media promosi di sekolah, disajikan pada Gambar 7.

4.2.3 Pendapat siswa tentang media promosi

Gambar 7. Pendapat siswa tentang perlunya disebarkan Media Promosi

Dari Gambar 7 diatas dapat dilihat pendapat dari 192 siswa mengenai perlu atau tidaknya media promosi disebarkan di sekolah, baik di sekolah dengan kriteria A maupun di sekolah dengan kriteria B. Untuk sekolah kriteria A 94.89% mengatakan perlu dan 5.11% menyatakan tidak perlu. Untuk sekolah dengan kriteria B 95.74% menyatakan perlu dan 4.26% menyatakan tidak perlu, sedangkan untuk gabungan kedua sekolah 95.31% menyatakan perlu dan 4.09% menyatakan tidak perlu. Hal ini menunjukkan sikap positif dari siswa mengenai perlunya media promosi disebarkan di sekolah.

Menurut Bakhtiar, 2002 efektivitas media promosi sangat tergantung kepada sikap responden terhadap materi yang disampaikan. Hal ini berpengaruh terhadap kesan yang dimunculkan oleh responden apakah mendukung pesan yang

disampaikan atau tidak. Selain itu efektivitas komunikasi ialah unsur kepercayaan khalayak terhadap sumber pesan. Pesan yang sama, kemudian disampaikan dengan metode dan media yang sama tetapi dilakukan oleh sumber yang berbeda belum tentu menghasilkan efek yang sama.

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, pada dasarnya media promosi sangat diperlukan oleh masyarakat, mengingat kasus-kasus keracunan yang sering terjadi dan adanya bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak memenuhi standar kesehatan sehingga mengakibatkan kesehatan terganggu. Bagi sebagian besar siswa SDN merasa sangat perlu adanya media promosi tentang keamanan pangan, karena sebagian besar siswa tidak tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat keracunan makanan jajanan. Ada teknis menjelaskan kepada siswa SDN tentang Keamanan Pangan, yaitu melalui media promosi yang benar- benar dimengerti oleh mereka yang relatif usianya masih kanak-kanak. Juga perlu dilakukan pembinaan agar siswa SDN mengerti akan bahaya keracunan yang disebabkan oleh pangan.

Berkaitan dengan pendapat siswa tentang manfaat media promosi dalam meningkatkan pengetahuan disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Pendapat siswa tentang manfaat media promosi dalam meningkatkan pengetahuan

Dari 192 siswa yang diminta pendapat mereka mengenai manfaat media promosi dalam meningkatkan pengetahuan memberikan pendapat yang hampir sama. Untuk sekolah dengan kriteria A 100% siswa menjawab media promosi bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan, sedangkan untuk sekolah dengan

kriteria B 77.77% mengatakan bermanfaat dan 23.33% mengatakan tidak bermanfaat. Untuk gabungan antara sekolah kriteria A dan kriteria B 99.90% mengatakan bermanfaat. Berarti media promosi sangat tepat digunakan untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat terutama anak sekolah, karena dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang keamanan pangan.

Karena usia siswa SD yang relatif masih kanak-kanak maka seringkali dalam menjawab suatu pertanyaan yang diajukan oleh peneliti berbeda dengan keadaan yang sebenarnya, oleh karena itu perlu dilakukan penyampaian pesan berulang-ulang, agar informasi yang diterima dapat dipahami dan dipraktekkan.

Menurut Fardiaz (2006) anak-anak SD, baik di perkotaan maupun di pedesaan pada umumnya sangat suka jajan, baik untuk memenuhi kebutuhan fisiknya atau sekedar iseng saja. Pengetahuan mereka tentang pangan yang aman masih terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Mereka adalah kelompok konsumen yang menjadi sasaran yang harus dilindungi dari makanan yang tidak aman. Untuk melindungi siswa SD yang masih kurang pengetahuannya tentang keamanan pangan perlu disampaikan pesan-pesan melalui media yang mudah diterima dan dipahami oleh anak- anak tingkat sekolah dasar. Media yang dipakai dalam menyampaikan pesan dapat menggunakan foto atau gambar yang menarik dan menyentuh, misalkan gambar anak-anak yang mengkonsumsi jajanan sekolah kemudian berikan pesan. Pada foto atau gambar tersebut diberikan pesan inti : “Makanan yang tidak aman dapat membahayakan tubuh kita”. Media cetak seperti poster, leaflet, dan lain-lain menampilkan gambar yang menarik sebagai pelengkap dari pesan tertulis. Pembaca akan senang jika tampilan media tersebut tidak hanya kata-kata yang membosankan tetapi ada sesuatu yang bisa dipelajari dari gambarnya serta komposisi disain yang menarik pula.

Hasil observasi dilapangan dapat dilihat bahwa pada prinsipnya media promosi diperlukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang keamanan pangan, karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahaya yang mungkin terdapat pada pangan.

Pendapat siswa tentang isi pesan pada media promosi sangat positif, baik di lingkungan sekolah kriteria A maupun di lingkungan sekolah kriteria B. Hampir 99 persen siswa berpendapat kalau isi pesan pada media promosi mudah

dipahami. Dengan indikator seperti ini berarti tulisan, isi pesan maupun bentuk media promosi cukup bagus dan dapat digunakan untuk mensosialisasikan keamanan pangan kepada siswa- siswa sekolah dasar.

Menumbuhkan pengetahuan akan pentingnya pengetahuan tentang keamanan pangan memerlukan waktu dan sarana. Media promosi adalah sarana yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan, sehingga pesan yang disampaikan mudah diterima dan dipahami. Siswa sekolah dasar memerlukan waktu yang cukup untuk dapat memahami pesan-pesan yang disampaikan melalui media promosi (leaflet, poster dan komik) yang tentunya isinya lebih mengarah pada pengetahuan yang mampu diserap dan dimengerti oleh anak-anak seusia sekolah dasar. Oleh karena itu isi pesannya disesuaikan dengan anak-anak yang akan membacanya, sehingga sasaran yang akan dicapai menjadi maksimal. Apabila isi pesan pada media promosi tidak disesuaikan dengan kata-kata yang mudah dipahami anak usia sekolah dasar, maka sasaran dan harapan agar anak- anak mengerti tentang keamanan pangan tidak akan terwujud, begitu juga dengan sosialisasi yang disampaikan kepada anak- anak, tentunya bahasa yang diberikan disesuaikan dengan bahasa anak-anak. Skor siswa sebelum dan sesudah diberi media promosi dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

4.2.4 Hubungan Media Promosi dengan Skor Siswa

Tabel 4 Skor siswa sebelum dan sesudah diberi media promosi

Skor seluruh siswa sebelum dan sesudah diberi media promosi menunjukkan adanya perubahan meskipun tidak terlalu signifikan, dilihat dari hasil jawaban kuesioner (pretest) hampir 80 persen menjawab dengan jawaban yang benar dan sesudah diberi media promosi (postest) terlihat adanya kenaikan

No. Sekolah sebelum sesudah selisih Media

1 SDN 01 TT 171 186 15 Komik 2 SDN 09 JB 200 209 9 Komik 3 SDN 01 JB 175 192 17 Leaflet 4 SDN 29 JB 139 153 14 Poster 5 SDN 17 TT 124 142 18 Poster 6 SDN 21 TT 130 134 4 Leaflet

skor yang jawabannya hampir 100 persen benar. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan siswa dengan dibagikan media promosi kepada mereka.

Untuk melihat korelasi antara uang jajan dengan selisih skor siswa dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Korelasi antara uang jajan dengan selisih skor siswa

Uang jajan siswa sangat berpengaruh terhadap selisih skor. Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah uang jajan siswa semakin tinggi selisih skor. Untuk kesimpulan sementara status sosial berpengaruh terhadap tingkat pemahaman siswa terhadap keamanan pangan. Pada waktu jam istirahat di saat rasa lapar mulai terasa, anak SD mencari alternatif untuk mengatasi rasa lapar dengan cara jajan. Bagi siswa yang uang sakunya banyak mungkin akan membeli jajanan yang lebih mahal yang dapat menghilangkan rasa lapar, namun bagaimana dengan siswa yang uang sakunya kecil ?. Hal ini dapat menjadi masukan mengapa anak yang tingkat sosial lebih tinggi dapat menerima pesan dan pelajaran yang disampaikan sekolah kepadanya sementara pada anak SD yang status sosialnya lebih rendah akan sulit menerima pelajaran dengan kondisi tubuh yang lemah, karena kurang asupan gizi.

Menurut Februhartanty 2004, makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%(3). Karena itu dapat dipahami peran penting makanan jajanan kaki lima pada pertumbuhan dan prestasi belajar anak sekolah. Namun demikian, keamanan jajanan tersebut masih dipertanyakan baik dari segi mikrobiologis maupun

kimiawi. Persentase selisih skor pengetahuan siswa tentang aspek keamanan pangan sebagai hasil advokasi promosi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Persentase selisih skor pengetahuan siswa tentang aspek Keamanan Pangan sebagai hasil advokasi promosi yang

berbeda.

Untuk media promosi poster selisih skor tertinggi adalah 12.38 untuk sekolah kriteria A dan 19.04 untuk sekolah kriteria B. Untuk media promosi komik selisih skor tertinggi adalah 5.43 untuk sekolah kriteria A dan 12.14 untuk sekolah kriteria B. Untuk media promosi leaflet selisih skor tertinggi adalah 11.48 untuk sekolah dengan kriteria A, dan 3.65 untuk sekolah kriteria B. Poster mendapat nilai persentase tertinggi dalam meningkatkan pengetahuan siswa dibanding leaflet dan komik. Dari data yang terdapat pada Gambar 10 dapat disimpulkan perlunya differensiasi penggunaan media promosi dengan mempertimbangkan kualitas fisik sekolah. Media promosi berupa poster lebih mudah dipahami dibandingkan media promosi leaflet atau komik. Hasil penelitian Saptarini, 2005 menyatakan tingkat pemahaman responden terhadap poster cukup tinggi, dari 160 responden 70% menyatakan bisa memahami pesan yang terdapat pada poster.

Media poster yang berukuran besar, lebih banyak memberi peluang kepada siswa untuk lebih memperhatikan dan membaca dibandingkan dengan media

leaflet atau komik. Menurut Soehout, 2002 jenis, bentuk dan ukuran tulisan bisa dijadikan faktor daya tarik dalam suatu media poster untuk menarik perhatian orang yang mengamatinya. Tulisan yang banyak dengan font yang kecil pada leaflet membutuhkan waktu yang khusus untuk membaca dan menelaah isi sehingga peluang untuk dibaca siswa lebih sedikit. Hal yang sama juga berlaku untuk media promosi berupa komik. Perbandingan selisih skor siswa sekolah kriteria A dengan siswa dari sekolah kriteria B, disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Perbandingan selisih skor siswa antara sekolah Kriteria A dengan sekolah kriteria B.

Media promosi

Sekolah A Sekolah B Total Selisih Skor Rata-rata Selisih skor Poster SDN 29 Johar baru 12.38 SDN 17 Tanah tinggi 19.04 31.42 15.71 Komik SDN 09 Mardani 5.43 SDN 01 Tanah tinggi 12.14 17.57 8.79 Leaflet SDN 01 Johar baru 11.48 SDN 21 Johar baru 3.65 15.13 7.57

Media promosi yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan siswa tentang keamanan pangan terdiri dari poster, komik dan leaflet. Dari dua kriteria sekolah yang disurvei, media promosi yang lebih berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan siswa adalah poster dibandingkan dengan komik atau leaflet. Hal ini dapat dilihat dari tingginya nilai rata-rata selisih skor siswa dengan media promosi poster yaitu 15.71, komik 8.79 dan leaflet 7.57. Berdasarkan hasil perhitungan selisih skor, media promosi poster memiliki nilai lebih dibandingkan komik dan leaflet dalam meningkatkan pengetahuan siswa. Menurut Jefkins 1997 yang dirujuk dari skripsi Saptarini, bahwa keunggulan poster adalah berukuran besar berisi pesan singkat yang ditulis dengan huruf yang besar dengan corak warna tertentu sehingga mudah diingat.

Menurut Fardiaz (2006), Poster termasuk media cetak below the line biaya produksinya tidak terlalu mahal. Semakin banyak jumlah yang dicetak maka biaya

satuannya menjadi lebih murah. Beberapa hal yang harus diingat dalam mencetak

poster adalah, ukuran huruf tidak terlalu kecil, tidak terlalu padat kata-kata,

gunakan gambar yang menarik dan tidak terlalu banyak warna-warni

Keberadaan Poster yang ditempel di tempat yang sering terlihat oleh siswa akan menyebabkan siswa terekspos berkali-kali untuk melihat dan membaca dengan tidak sengaja. Penempatan poster yang strategis akan mempengaruhi frekuensi siswa untuk melihat dan membaca pesan lebih sering dibandingkan dengan membaca leaflet atau komik. Hal ini merupakan faktor pendukung yang bagus dalam menyampaikan pesan keamanan pangan kepada masyarakat di sekolah (siswa, guru dan pedagang jajanan yang ada di sekolah). Menurut Kennedy (2009), Kelebihan dari media outdoor advertising adalah frekuensi konsumen akan terekspos berapa kali selama kurun waktu pemasangan dan memasukkannya dalam level frekuensi yang tertinggi. Poster media promosi keamanan pangan dapat dimasukkan ke dalam golongan media outdoor advertising.

Pendalaman lebih lanjut melalui wawancara dengan responden menunjukkan belum adanya tool yang tepat dalam meningkatkan pengetahuan siswa, guru dan pedagang tentang keamanan pangan.

Dokumen terkait