• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas media promosi dalam meningkatkan pengetahuan siswa, guru dan pedagang tentang keamanan pangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas media promosi dalam meningkatkan pengetahuan siswa, guru dan pedagang tentang keamanan pangan"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS MEDIA PROMOSI

DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN SISWA,

GURU DAN PEDAGANG TENTANG KEAMANAN PANGAN

EFRIZA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Efektivitas Media Promosi Dalam Meningkatkan Pengetahuan Siswa, Guru dan Pedagang Tentang Keamanan Pangan adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini..

Jakarta, Agustus 2009

(3)

ABSTRACT

EFRIZA, Effectiveness of Media Promotion in Enhancing Knowledge of Students, Teachers and Food Vendors about Food Safety. Under the Direction of YADI HARYADI and DAHRUL SYAH.

Food safety problems has been global issue which should be a concern for many institutions. Integrated food safety control along food chain is needed to involve stakeholder to produce safe and good food to be consumed. Streed food safety is a complex problems. Many foodborne disease occured at elementary schools. To reduce food borne disease cases at elementary schools, it is an obligatory to promote food safety education and extension for students, teachers and food vendors retailers.

This research was aimed to find out the effectiveness of media promotion in enhancing knowledge of students, teachers and food vendors about food safety. The research was conducted using descriptive method and survey. The object of this research were elementary school in Johar Baru, Central Jakarta.

The results of this research showed that posters more effective media promotion in enhancing knowledge about food safety than leaflets or comics. Percentage of scores poster 12.38 at A criteria school and 19.04 at B criteria school. For comics 5.43 at A criteria school and 12.14 at B criteria school. As for leaflets 11.48 at A criteria school and 3.65 at B criteria school.

(4)

EFRIZA, Efektivitas Media Promosi Dalam Meningkatkan Pengetahuan Siswa, Guru dan Pedagang Tentang Keamanan Pangan, pembimbing Dr. Ir. Yadi Haryadi MS & Dr. Ir. Dahrul Syah, MS

Masalah keamanan pangan sudah menjadi isu global yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Sistem pengawasan pangan yang menyeluruh di sepanjang rantai pangan melibatkan seluruh stakeholder agar dapat menghasilkan suatu produk pangan yang layak dan aman untuk dikonsumsi. Masalah Keamanan pangan jajanan sangat beragam. Banyak penyakit yang disebabkan oleh pangan terjadi di lingkungan sekitar sekolah. Untuk mengurangi kasus keracunan yang disebabkan pangan harus dilakukan edukasi dan promosi kepada siswa, guru dan pedagang jajanan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui effektivitas media promosi dalam meningkatkan pengetahuan s iswa, guru dan pedagang tentang Keamanan Pangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriftif dan survei. Penelitian dilakukan di beberapa SDN di Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa media promosi poster lebih efektif meningkatkan pengetahuan siswa daripada media promosi leaflet atau komik. Persentase selisih skor siswa yang menggunakan poster 12.38 pada sekolah kriteria A dan 19.04 untuk sekolah kriteria B, untuk media promosi komik 5.43 untuk sekolah kriteria A dan 12.14 untuk sekolah kriteria B. Sedangkan untuk media promosi leaflet, 11.48 untuk sekolah kriteria A dan 3.65 untuk sekoah kriteria B.

(5)

EFRIZA, Effectiveness of Media Promotion in Enhancing Knowledge of Students, Teachers and Food Vendors about Food Safety. Under the Direction of YADI HARYADI and DAHRUL SYAH.

Food safety problems has been global issue which should be a concern for many institutions. Integrated food safety control along food chain is needed to involve stakeholder to produce safe and good food to be consumed. Streed food safety is a complex problems. Many foodborne disease occured at elementary schools. To reduce food borne disease cases at elementary schools, it is an obligatory to promote food safety education and extension for students, teachers and food vendors retailers. This research was aimed to find out the effectiveness of media promotion in enhancing knowledge of students, teachers and food vendors about food safety. The research was conducted using descriptive method and survey. The object of this research were elementary school in Johar Baru, Central Jakarta.

The results of this research showed that posters more effective media promotion in enhancing knowledge about food safety than leaflets or comics. Percentage of scores poster 12.38 at A criteria school and 19.04 at B criteria school. For comics 5.43 at A criteria school and 12.14 at B criteria school. As for leaflets 11.48 at A criteria school and 3.65 at B criteria school.

(6)

EFEKTIVITAS MEDIA PROMOSI DALAM

MENINGKATKAN PENGETAHUAN SISWA, GURU DAN

PEDAGANG TENTANG KEAMANAN PANGAN

EFRIZA

Tugas Akhir

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Magister Profesi

pada

Program Studi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tugas akhir : Efektivitas Media Promosi Dalam Meningkatkan Pengetahuan Siswa, Guru dan Pedagang Tentang Keamanan Pangan

Nama : Efriza NRP : F252050185

Progam Studi : Profesi Teknologi Pangan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yadi Haryadi. MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khair il Anwar Notodiputro, MS

(8)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir berjudul ”Efektivitas media promosi dalam meningkatan pengetahuan siswa, guru dan pedagang tentang keamanan pangan”, disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesi pada sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Pangan.

Proses penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc dan Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya selama proses penyusunan hingga tugas akhir ini selesai.

2. Prof. Dr. Winiati P. Rahayu, selaku dosen penguji yang telah memberi banyak masukan untuk perbaikan tugas akhir ini.

3. Badan Pengawas Obat dan Makanan yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana dan kepada Mrs. Carole Theobald yang pernah bekerjasama dengan Badan POM sebagai konsultan bagi Australian Agency for International Development (AusAID).

4. Ir. Tien Gartini, M.Si, selaku Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM saat ini, Dra. Aziza Nuraini, Apt MM., Dra. Dewi Prawitasari, Apt. M.Kes. serta Prof. Dr. Winiati P. Rahayu yang pernah menjabat sebagai Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana dan selama saya menjalani studi Pasca Sarjana telah memberi dukungan untuk mengikuti sekolah pascasarjana.

(9)

6. Ibu Tika, selaku asisten Koordinator Program Studi Pasca Sarjana Magister Profesi Teknologi Pangan yang selalu membantu pelaksanaan Sidang komisi serta memberikan bantuan administratif lainnya.

7. Suamiku Rinaldo Hasibuan yang selalu setia menemani selama pengambilan data dan memberi dukungan serta semangat dalam menyelesaikan tugas akhir.

8. Keluargaku tercinta yang selalu memberi dukungan baik moril maupun materiil serta dorongan semangat untuk menyelesaikan studi.

9. Kepala sekolah beserta guru-guru yang telah banyak membantu penulis dalam penyebaran materi promosi keamanan pangan di sekolah contoh 10.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas

akhir ini.

Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

(10)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 26 September 1965 sebagai anak pertama dari Bapak Syahril dan Ibu Hafni. Penulis mengawali jenjang pendidikan di SD Tahun 1972, dilanjutkan SMPN 2 Bukittinggi pada Tahun 1979-1982 dan melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Bukittinggi, Tahun 1982-1985.

Pada Tahun 1985 penulis lulus seleksi UMPTN di Universitas Andalas Padang Sumatera Barat, jurusan Biologi. Selama di bangku perkuliahan penulis aktif di Laboratorium membantu dosen dan mahasiswa adik kelas sebagai asisten Laboratorium. Pada Tahun 1990 penulis menyelesaikan Studi S1 di Universitas Andalas Padang.

Dari tahun 1990-2000 penulis menggeluti berbagai pekerjaan, mulai dari guru honor di sekolah swasta, guru bimbingan belajar, marketing asuransi, marketing kartu kredit dan sebagai tenaga administrasi di salah satu apotik di Jakarta Selatan.

Pada akhir Tahun 1999 penulis mengikuti tes penerimaan CPNS di Departemen kesehatan dan Alhamdulillah di Tahun 2000 penulis diterima bekerja di Dirjen Pengawas Obat dan Makanan ( sekarang Badan POM) sampai saat ini. DI Badan POM penulis ditempatkan pada bidang pangan. Selama bekerja di Badan POM penulis pernah menjadi Tim penyusun dalam pembuatan komik tentang keamanan pangan, serta menjadi penanggung jawab dalam beberapa kegiatan proyek.

(11)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Keamanan Pangan Terpadu ... 2.2 Kondisi Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah ... 2.3. Kampanye, Promosi, Komunikasi dan Edukasi Keamanan ... Pangan... 2.4 Strategi Promosi Keamanan Pangan di Sekolah ... 2.5 Metode Komunikasi ... ... 2.6 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan ... 2.7. Nilai Pangan, Kebutuhan Gizi dan Penilaian Gizi ... 2.8 Berbagai Jenis Bahaya pada Pangan ... 2.8.1. Bahaya Fisik ….………. 2.8.2 Bahaya Kimia ... 2.8.3 Bahaya Biologi ... 2.9. Makanan Jajanan ... III. METODE PENELITIAN

(12)

3.5 Responden ... ... 3.6 Intervensi Media …… ... 3.7 Persiapan Penelitian …... ... 3.8 Sumber Data Penelitian ... 3.9 Cara Pengumpulan Data ... 3.10 Tahapan Penelitian . ... 3.11 Pengolahan Data ... 3.12 Cara Menentukan Skor Responden ... 3.13 Mengukur Efektivitas Media Promosi ... 3.14 Analisis Data ... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Sekolah Yang Diteliti ... 4.2 Profil Siswa Sekolah Contoh ... ... V. KESIMPULAN DAN SARAN

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Profil sekolah contoh yang dipakai untuk penelitian ... 36

2. Jumlah uang jajan di sekolah kriteria A ... 38

3. Jumlah uang jajan di sekolah kriteria B ... 39

4. Skor siswa sebelum dan sesudah diberi media promosi ... 43 5. Perbandingan selisih skor siswa antara sekolah Kriteria A

dengan sekolah kriteria B ... 46

6. Selisih skor pengetahuan guru tentang aspek keamanan pangan

sebagai hasil advokasi promosi yang berbeda pada sekolah kriteria A ... 49

7. Selisih skor pengetahuan guru tentang aspek keamanan pangan sebagai hasil advokasi promosi yang berbeda pada sekolah

kriteria B ...

50

8. Selisih skor pengetahuan pedagang tentang aspek Keamanan Pangan sebagai hasil advokasi promosi yang berbeda

pada sekolah kriteria A ... 53

9. Selisih skor pengetahuan pedagang tentang aspek Keamanan Pangan Sebagai hasil advokasi promosi yang berbeda

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Rangkuman KLB Keracunan Pangan Bulan Januari – 31 Desember 2008 berdasarkan lokasi kejadian ...

13 2. Rangkuman KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Jenis Pangan 13

3. Diagram Alir Penelitian... 35

4. Jenis pekerjaan orang tua siswa ... 37

5. Uang jajan siswa SDN contoh di wilayah Kecamatan Johar Baru ... 37

6. Hubungan antara uang jajan dengan frekwensi jajan ... 39

7. Pendapat siswa tentang perlunya disebarkan Media Promosi ... 40

8. Pendapat siswa tentang manfaat media promosi dalam meningkatkan pengetahuan ... 41 9. Korelasi antara uang jajan dengan selisih skor siswa 44 10. Persentase selisih skor pengetahuan siswa tentang aspek Keamanan Pangan sebagai hasil advokasi promosi yang berbeda ... 45 11. Keberadaan media promosi di sekolah ... 47

12. Pendapat pedagang tentang media promosi ... 51

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Respon siswa terhadap pentingnya keamanan pangan ………... 64

2. Lembar Kuesioner siswa ………... 70

3. Lembar Kuesioner guru ………. 72

4. Lembar kuesioner pedagang ……….. 74

5. Jenis makanan jajanan di sekolah contoh ………... 76

6. Jawaban pre test siswa SDN 29 Johar Baru . ... 78

7. Jawaban post test siswa SDN 29 Johar Baru . ... 78

8. Jawaban pre test siswa SDN 17 Tanah Tinggi ... 79

9. Jawaban post test siswa SDN 17 Tanah Tinggi ... 80

10. Jawaban pre test siswa SDN 01 Johar Baru ... ... 81

11. Jawaban post test siswa SDN 01 Johar Baru ... 82

12. Jawaban pre test siswa SDN 01 Tanah Tinggi ... 83

13. Jawaban post test siswa SDN 01 Tanah Tinggi ... 84

14. Jawaban pre test siswa SDN 21 Johar Baru .... ... 85

15. Jawaban post test siswa SDN 21 Johar Baru ... ... 85

16. Jawaban pre test guru SDN 01 Johar Baru ... 86

17. Jawaban post test guru SDN 01 Johar Baru ... 86

18. Jawaban pre test guru SDN 29 Johar Baru ... 86

19. Jawaban post test guru SDN 29 Johar Baru ... 86

20. Jawaban pre test guru SDN 17 Tanah Tinggi ... 86

21. Jawaban post test guru SDN 17 Tanah Tinggi ... 86

22. Jawaban pre test guru SDN 01 Tanah Tinggi ... 87

23. Jawaban post test guru SDN 01 Tanah Tinggi ... 87

24. Jawaban pre test guru SDN 09 Mardani ... ... 87

25. Jawaban post test guru SDN 09 Mardani ... ... 87

26. Jawaban pre test guru SDN 21 Johar Baru .... ... 87

27. Jawaban pro test guru SDN 21 Johar Baru .... ... 87

28. Jawaban pre test guru SDN 01 Johar Baru .... ... 88

(16)

DAFTAR ISTILAH

Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan adalah sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah

maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

Pangan jajanan adalah makanan atau minuman yang biasanya diperoleh dari pedagang keliling atau penjual di tempat yang tidak permanen. Makanan atau minuman tersebut dapat dibuat sendiri atau diperoleh dari pihak ketiga

Kategori pangan jajanan adalah pangan yang terdiri dari Pangan utama, penganan atau kue-kue, minuman, buah-buahan.

Pangan olahan adalahmakanan dan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.

Pangan jasa boga adalah makanan atau minuman yang dihasilkan oleh jasa boga. Jasa boga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan

Pangan rumah tangga adalah makanan atau minuman yang diolah oleh rumah tangga atau keluarga atau kerabat untuk konsumsi rumah tangga atau acara keluarga dan kerabat.

Pangan siap saji adalah makanan dan atau minuman yang merupakan hasill proses dengan cara atau metode tertentu, untuk langsung disajikan.

PMLFSC adalah Participant Multi Level Food Safety Campaign

(17)

Filthy adalah produk tersebut mengandung ”sesuatu yang tidak selayaknya ada dalam bahan pangan tersebut seperti ditemukannya potongan tubuh serangga, rambut atau benda yang bukan bagian dari pangan. Penyebabnya adalah karena masih kurang atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip penanganan dan pengolahan yang baik.

Street food adalah makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima.

CPPB adalah Suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi.

Risiko adalah kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan dan tingkat gangguan kesehatan sebagai akibat adanya bahaya (hazard) dalam pangan.

Analisis risiko adalah suatu proses yang terdiri dari tiga komponen; manajemen risiko, kajian resiko dan komunikasi risiko.

Bahaya (hazard) adalah suatu bahan biologi, kimia atau fisik yang terdapat dalam pangan yang mempunyai pengaruh buruk terhadap kesehatan.

Komunikasi risiko adalah pertukaran informasi dan opini secara interaktif dalam pelaksanaan proses analisis risiko mengenai risiko, faktor yang berkaitan dengan risiko, dan persepsi risiko, antara pengkaji risiko, manajer risiko dan pihak terkait lainnya seperti pihak pemerintah, konsumen, industri dan akademisi.

Kajian risiko adalah suatu proses penentuan tingkat risiko yang berlandaskan data-data ilmiah yang terdiri dari empat tahapan; i) identifikasi bahaya; ii) karakteristik bahaya; iii) kajian pemaparan; dan iii) karakterisasi risiko. Manajemen risiko adalah suatu proses yang terpisah dari kajian risiko yang

meliputi pembuatan dan penerapan kebijakan dengan mempertimbangkan masukan dari pihak-pihak terkait mengenai kajian risiko dan faktor lain yang relevan untuk melindungi kesehatan konsumen dan mempromosikan perdagangan yang fair dan jika diperlukan memilih opsi pencegahan dan pengendalian yang sesuai untuk menanggulangi risiko

(18)

JPP merupakan sistem komunikasi yang menggalang kerjasama antar lembaga berwenang dalam manajemen risiko, guna meningkatkan efektivitas kerja sistem administrasi keamanan pangan dan inspektorat keamanan pangan misalnya dalam kajian legislasi keamanan pangan dan koordinasi upaya pengembangan profesi untuk pengawasan pangan

JPKP merupakan sistem komunikasi antar lembaga yang berkaitan dengan komunikasi resiko, antara lain program promosi keamanan pangan nasional yang meliputi pengembangan bahan-bahan promosi dan sumberdaya pendidikan keamanan pangan nasional, pelatihan untuk industri pangan, pelatihan untuk food inspectors, leaflet untuk konsumen dan produsen.

Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil dan kertas.

Methanil Yellow adalah pewarna sintetis yang digunakan untuk pewarna tekstil dan cat, bewarna kuning kecoklatan dan berbentuk padat atau serbuk. Boraks adalah Senyawa berbentuk kristal, warna putih. Merupakan bahan untuk

pembuat deterjen, dilarang digunakan untuk pangan.

(19)

DAFTAR SINGKATAN

Badan POM Badan Pengawas Obat dan Makanan BTP Bahan Tambahan Pangan

CPPB Cara Produksi Pangan yang Baik IRT Industri Rumah Tangga

JIP Jejaring Intelijen Pangan

JPKP Jejaring Promosi Keamanan Pangan JPP Jejaring Pengawasan Pangan KLB Kejadian Luar Biasa

PKL Pedagang Kaki Lima

PMLFSC Participant Multi Level Food Safety Campaign

SKPT Sistim Keamanan Pangan Terpadu SDN Sekolah Dasar Negeri

(20)

1.1 LATAR BELAKANG

Keamanan pangan memegang peranan yang sangat strategis. Terjaminnya kondisi keamanan pangan di Indonesia berarti telah memenuhi hak-hak masyarakat Indonesia untuk memperoleh pangan yang bermutu tinggi dan aman bagi kesehatan. Perhatian pemerintah dalam masalah keamanan pangan cukup tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan diberlakukannya undang-undang tentang pangan yaitu Undang- Undang No.7 Tahun 1996. Undang- Undang tersebut mencakup aspek utama dalam bidang keamanan pangan yaitu aspek sanitasi pangan, bahan tambahan pangan, rekayasa genetika dan iradiasi pangan, kemasan pangan, jaminan mutu pangan dan pemeriksaan laboratorium, serta pangan tercemar.

Kondisi keamanan pangan di Indonesia selama ini dianggap masih memprihatinkan. Berita di media massa seringkali memuat terjadinya kasus keracunan makanan serta penggunaan bahan tambahan pangan yang membahayakan kesehatan. Tetapi masyarakat Indonesia sepertinya kurang menyadari magnitude permasalahan keamanan pangan yang dihadapinya. Terjadinya kasus keracunan dianggap hal yang lumrah bila tidak memakan korban jiwa. Demikian juga penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak dilarang dan penggunaan bahan kimia non BTP yang tidak memberi efek racun yang mematikan masih banyak dipertahankan karena dianggap memberi kompensasi ekonomis yang lebih tinggi.

Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering mengakibatkan dampak seperti gangguan kesehatan pada konsumennya, mulai dari keracunan pangan akibat tidak higienisnya proses penyiapan dan penyajian sampai risiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan kimia yang berbahaya.

(21)

bagi rendahnya status kesehatan masyarakat. Di samping itu, kondisi keamanan pangan yang kurang baik akan berakibat pada kerugian negara karena ditolaknya produk pangan di arena perdagangan internasional.Menurut Hariyadi (2008), di sela confrensi "Investing in Food Quality, Safety and Nutrition" di Jakarta, sekitar 33-80 persen atau rata-rata 62 persen produk pangan Indonesia yang ditolak masuk di pasar internasional (AS) karena alasan keamanan pangan, dengan kata lain atas alasan filthy atau kotor. Filthy terjadi karena masih kurang atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip penanganan dan pengolahan yang baik dalam proses produksi pangan. Dengan kata lain, kepada produsen produk pangan dan hasil pertanian Indonesia masih perlu diperkenalkan, disosialisasikan, dan diawasi untuk menerapkan good practices.

Kurangnya pengetahuan dan kesadaran untuk melaksanakan good practices ini juga dapat diamati dari data keracunan pangan yang terdapat di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Data KLB keracunan pangan Tahun 2008, dari 197 sampel data yang ada menunjukkan bahwa penyebab utama kasus keracunan makanan adalah karena cemaran mikrobiologi (27.41%) dan cemaran bahan kimia (18.78%). Tidak dapat ditentukan 43.15% dan tidak ada sampel 10.66%. Selanjutnya data BPOM juga menunjukkan bahwa sebanyak 15.74% dari kasus keracunan makanan yang terjadi ternyata disebabkan oleh makanan olahan, 15.74% disebabkan oleh pangan jajanan, 25.89% pangan jasa boga dan 41.82% masakan rumah tangga. Hal ini mengindikasikan bahwa pengolahan makanan di industri pangan masih belum memenuhi standar kemanan pangan (BPOM, 2009).

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (UU No. 7, 1996 tentang Pangan). Pangan yang tersedia bagi masyarakat harus layak untuk dikonsumsi (fit for consumption) dan harus aman untuk dikonsumsi (safe for consumption).

(22)

meningkatkan keamanan pangan jajanan menjadi suatu keharusan mengingat anak sekolah adalah generasi penerus bangsa yang sudah semestinya mendapat asupan gizi yang memadai dan bermanfaat dari pangan yang mereka konsumsi, termasuk pangan jajanan (Rahayu dan Nababan, 2005).

Pangan jajanan sangat banyak dijumpai oleh sebagian besar anak usia sekolah, dan umumnya rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anak usia sekolah. Terdapat kecenderungan dua kategori penjaja pangan di sekitar sekolah, yaitu yang ditunjuk oleh sekolah (umumnya menyatu dengan kantin dan dikelola oleh koperasi sekolah) dan penjual pangan jajanan yang mangkal di sekitar sekolah. Penjaja beberapa jenis pangan jajanan seperti pisang goreng, es campur dan nasi goreng, masih melakukan tahapan akhir pengolahan di tempat penjualan ( Rahayu dan Nababan, 2005).

Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna.

(23)

Selama ini pengetahuan penduduk Indonesia terhadap keamanan pangan masih rendah karena kurangnya pengetahuan serta rendahnya kemampuan daya beli untuk produk pangan yang bermutu. Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan kerusakan akibat cemaran biologis, kimia dan fisika (Winarno, 1997). Untuk membantu terjaminnya keamanan pangan di seluruh mata rantai pangan, pemerintah menetapkan pedoman Cara Pengolahan Pangan Yang Baik (CPPB). CPPB adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, CPPB dapat dipandang sebagai salah satu perangkat dalam membangun sistem jaminan mutu pangan yang baik. Pangan olahan untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran (berdasarkan hasil penilaian keamanan, mutu dan gizi pangan olahan), kecuali pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga (pangan olahan IRT wajib memiliki sertifikat produksi pangan IRT). Untuk mendapatkan pangan yang aman perlu adanya kerjasama semua lembaga yang terkait dengan keamanan pangan, juga dengan industri pangan dan konsumen.

Bagaimana meningkatkan pengetahuan konsumen akan keamanan pangan sehingga mereka dapat menggunakan haknya dalam memperoleh pangan yang lebih baik mutunya dan lebih aman untuk dikonsumsi serta bagaimana menyebarkan pesan keamanan pangan yang tepat seluas mungkin adalah melalui barbagai cara promosi ke seluruh negeri (Fardiaz, 2004). Komunikasi yang efektif sangat penting peranannya dalam proses belajar mengajar, termasuk dalam kegiatan penyuluhan, promosi, dsb. Komunikasi Edukasi dan Promosi perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan produsen dan konsumen akan keamanan pangan sehingga mereka dapat menggunakan haknya dalam memperoleh pangan yang lebih baik mutunya dan lebih aman untuk dikonsumsi.

(24)

media penyuluhan seperti siaran televisi, radio, penyebaran poster dan leaflet, seminar, workshop, namun belum dapat dilihat media promosi yang efektif, tepat dan mengenai sasaran dalam mempromosikan keamanan pangan.

Untuk melihat efektif atau tidaknya suatu kegiatan promosi, diperlukan evaluasi. Untuk mengetahui efektivitas media promosi yang digunakan, diperlukan pengujian terhadap materi keamanan pangan (poster-poster, leaflet, komik serta buletin keamanan pangan) yang sudah disebarkan ke sekolah-sekolah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah bahasa, gambar, tulisan pada media promosi sudah menarik menurut responden dan apakah pesan yang disampaikan mudah dipahami. Kegiatan survei efektivitas ini dibatasi pada sejumlah sekolah dasar di kecamatan Johar Baru Jakarta pusat. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas media promosi sebagai alat bantu untuk mempromosikan keamanan pangan. Diharapkan dengan media promosi yang sudah disebarkan dapat membantu konsumen terutama anak sekolah mulai menyadari dan merubah sikapnya dalam memilih pangan jajanan yang aman dan layak untuk dikonsumsi serta pengetahuan mengenai keamanan pangan menjadi luas.

1.2. Tujuan :

1.2.1 Tujuan umum :

Mengevaluasi sejauhmana efektivitas media promosi keamanan pangan dalam meningkatkan pengetahuan anak sekolah tentang keamanan pangan 1.2.2. Tujuan khusus :

a. Mengetahui efektivitas berbagai media promosi sebagai alat bantu dalam kegiatan promosi keamanan pangan, untuk meningkatkan pengetahuan anak sekolah dalam hal keamanan pangan jajanan di Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat.

b. Mengetahui tingkat pengetahuan anak sekolah, pedagang, guru dan orang tua sebelum dan sesudah adanya media promosi.

(25)

1.3. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah :

1. Meningkatkan pengetahuan siswa, guru dan pedagang akan pentingnya keamanan pangan jajanan

2. Mengetahui media promosi yang paling efektif untuk siswa sekolah Dasar

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA.

2.1. Sistem Keamanan Pangan Terpadu

Masalah keamanan pangan sudah menjadi isu global yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Sistem pengawasan pangan yang menyeluruh di sepanjang rantai pangan (from farm to table) melibatkan seluruh stakeholder agar dapat menghasilkan suatu produk pangan yang layak dan aman untuk dikonsumsi. Pemerintah telah melakukan pencanangan Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) pada tanggal 13 Mei 2004. Dalam SKPT diperlukan suatu forum kerjasama antar instansi terkait untuk mengharmonisasikan program keamanan pangan nasional dan laboratorium yang berstandar Internasional. Model ini dib entuk berdasarkan pedoman WHO (2000) dalam “Guidelines for Strengthening a National Food Safety Programme”. Pemetaan stakeholder yang terkait dalam SKPT dan bertanggung jawab terhadap keamanan pangan dilakukan dengan menggunakan model WHO (2000) yang meliputi fungsi edukasi, promosi, sistem jaminan mutu secara sukarela, pengawasan pangan, tim panel regulasi keamanan pangan, penelitian dan pengembangan, serta komite keamanan pangan nasional yang melibatkan pemerintah, produsen, konsumen termasuk lembaga- lembaga swadaya masyarakat terkait. Keenam fungsi tersebut dimodifikasi menjadi 3 (tiga) fungsi dalam kerangka analisis risiko, yaitu manajemen risiko, kajian risiko dan komunikasi risiko, sehingga diperlukan tiga jejaring.

Tiga jejaring yang diperlukan dalam SKPT dikelompokkan menurut pendekatan analisis risiko adalah :

1. Jejaring Intelijen Pangan 2. Jejaring Pengawasan Pangan

3. Jejaring Promosi Keamanan Pangan

(27)

Promosi dan pendidikan keamanan pangan diidentifikasikan oleh WHO sebagai dua fungsi yang terpisah. Tetapi mengingat situasi di Indonesia akan lebih baik jika promosi dan pendidikan keamanan pangan tersebut dijadikan satu fungsi. Jejaring Promosi Keamanan Pangan (JPKP) merupakan kemitraan antar anggota dari berbagai instansi dan asosiasi yang berhubungan dengan promosi keamanan pangan. Jejaring ini terbentuk berdasarkan sistem komunikasi risiko dengan cara menyebarkan informasi hasil dari kajian risiko dan keputusan yang berhubungan dengan manajemen risiko.

Kegiatan Jejaring Promosi Keamanan Pangan meliputi pengembangan bahan promosi (poster, brosur, dan sebagainya) dan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan keamanan pangan, konsumen. Keanggotaan jejaring berasal dari lembaga- lembaga yang berkompeten dan atau berhubungan dengan program keamanan pangan di setiap jejaring, seperti Badan POM RI, Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Pendidikan Nasional, Pemda, Universitas, LSM, konsumen, media massa, PKK, asosiasi dagang/industri, foods inspectors, komite codex dan sebagainya.

JPKP juga melakukan program pemberdayaan sekolah dalam pengawasan pangan, diantaranya penyuluhan keamanan pangan di sekolah-sekolah, pengembangan program Piagam Bintang keamanan Pangan bagi kantin sekolah dan review materi keamanan pangan di buku pelajaran SD, serta pembuatan dan penyebaran berbagai poster dan leaflet keamanan pangan (Fardiaz, 2006 ).

2.2. Kondisi Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah

(28)

Badan POM memprioritaskan pengawasan keamanan pangan jajanan dengan melakukan kajian yang komprehensif untuk memperoleh data dan informasi profil keamanan PJAS nasional yang dapat dijadikan dasar penetapan kebijakan lebih lanjut dalam rangka perbaikan keamanan dan mutu PJAS. Selanjutnya SEAMEO (1999), menambahkan, makanan jajanan anak sekolah yang diproduksi secara tradisional dalam bentuk industri rumah tangga memang diragukan keamanannya. Meski begitu, jajanan yang diproduksi industri makanan berteknologi tinggi pun belum tentu aman. Maka, keamanan pangan jajanan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang perlu disikapi bersama. Pangan jajanan umumnya dijual dalam bentuk siap untuk langsung dikonsumsi dan oleh karena itu pangan jajanan termasuk dalam kategori pangan siap saji. Menurut PP No. 28/2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Pangan siap saji adalah makanan dan atau minuman yang merupakan hasil proses dengan cara atau metode tertentu, untuk langsung disajikan. Pangan siap saji dihasilkan oleh perusahaan jasaboga yaitu hotel, restoran, rumah makan, katering, kaki lima, dan tempat pengolahan pangan lainnya (Fardiaz, 2004).

Pangan jajanan di sekolah umumnya dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu:

1. Makanan utama; misalnya nasi goreng, nasi soto, mie baso, mie ayam, gado-gado, siomay, dan sejenisnya

2. Penganan atau kue-kue; seperti tahu goreng, cilok, martabak telur, apem, keripik, jeli, dan sejenisnya

3. Minuman; seperti es campur, es sirup, es teh, es mambo, dan sejenisnya 4. Buah-buahan; seperti pepaya potong, melon potong, dan sejenisnya

Dengan harga yang terjangkau oleh anak-anak, maka peranan pangan jajanan sangat strategis untuk memberi tambahan asupan gizi bagi anak-anak. Namun sayangnya, sampai saat ini masih banyak masalah keamanan pangan pada pangan jajanan yang ditemui di lingkungan sekolah, diantaranya:

• Produk pangan olahan di lingkungan sekolah yang tercemar bahan berbahaya (bahaya mikrobiologis dan kimia).

(29)

Penyebab terjadinya masalah di atas adalah tata cara penanganan pangan yang mengabaikan keamanan pangan. Kesalahan tersebut bisa dijumpai pada berbagai aspek mulai dari bahan baku, penanganan (proses produksi penyimpangan dan penyajian) serta tata cara distribusinya. Selain itu, faktor ketidaktahuan konsumen, dalam hal ini anak-anak sekolah, guru, akan tingkat keamanan pangan jajanan juga menyebabkan masalah keamanan pangan. Penjual pangan yang aman menjadi suatu keharusan bagi penjual pangan karena selain membantu menjaga kesehatan konsumen, juga akan meningkatkan kepercayaan konsumen yang pada akhirnya akan menguntungkan penjaja pangan tersebut.

Penjual pangan atau pengelola kantin perlu memahami konsep keamanan dan sanitasi pangan selama mengolah, menyajikan dan menyimpan pangan agar keamanan pangan selama diolah, disajikan dan disimpan dapat terjaga dengan baik. Selain itu, konsumen dalam hal ini anak-anak sekolah dan guru, juga harus diberi pengetahuan yang memadai mengenai keamanan pangan agar mereka dapat memilih pangan yang aman untuk dikonsumsi. Suatu kegiatan penyuluhan keamanan pangan yang komprehensif perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Kalau diperhatikan, makanan dan minuman yang dijual di depan sekolah dasar di berbagai tempat kualitasnya sangat memprihatinkan. Ditinjau dari aspek kesehatan dan kehalalan makanan juga layak dipertanyakan. Ada cimol, cireng, cendol, gulali, baso, aneka makanan ringan dan minuman warna-warni. Kondisi tempat jualan, sanitasi, kesehatan dan asal-usul bahan yang digunakan masih menyisakan pertanyaan.

(30)

Pada umumnya perilaku makan yang sering menjadi masalah adalah kebiasaan makan di kantin atau warung di sekitar sekolah dan kebiasaan makan fast food. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau street food menurut FAO didefinis ikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat menjawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. Sebuah penelitian di Jakarta mengungkapkan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari, bahkan ada yang mencapai Rp 7000. Hanya sekitar 5% anak membawa bekal dari rumah. Sebagian besar dari mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut (SEAMEO, 1999)

Dari wawancara dengan Pedagang kaki Lima (PKL) terungkap bahwa mereka tidak tahu adanya BTP ilegal pada bahan baku jajanan yang mereka jual. Bahan kimia berbahaya menjadi primadona bahan tambahan di jajanan kaki lima karena harganya murah, dapat memberikan penampilan makanan yang menarik (misalnya warnanya sangat cerah sehingga menarik perhatian anak-anak) dan mudah didapat. Makanan yang dijajakan oleh PKL umumnya tidak dipersiapkan dengan secara baik dan bersih. Kebanyakan PKL mempunyai pengetahuan yang rendah tentang penanganan pangan yang aman, mereka juga kurang mempunyai akses terhadap air bersih serta fasilitas cuci dan buang sampah. Terjadinya penyakit bawaan makanan pada jajanan kaki lima dapat berupa kontaminasi baik dari bahan baku, penjamah makanan yang tidak sehat, atau peralatan yang kurang bersih, juga waktu dan temperatur penyimpanan yang tidak tepat.

(31)

diamati dari data keracunan pangan yang terdapat di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Hasil pengawasan Badan POM RI terhadap profil jajanan anak sekolah dari Tahun 2006 sampai dengan 2008 menunjukkan kenaikan dalam hal jumlah pangan jajanan yang tidak memenuhi syarat. Profil Jajanan Anak Sekolah Tahun 2006 dari 2803 sampel, 51% tidak memenuhi syarat. Tahun 2007 dari 2957 sampel, 55% tidak memenuhi syarat dan pada Tahun 2008 dari 2029 sampel, 60% tidak memenuhi syarat (Prawitasari, 2009).

Banyak hal dan faktor yang harus dikaji untuk menentukan apakah makanan yang dikonsumsi sehari-hari aman. Makan dengan menu seimbang setiap hari agar terpenuhi kebutuhan dan zat gizi dapat menjadikan tubuh seseorang menjadi sehat baik jasmani maupun rohani. Demikian anjuran makan pada saat kini. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, berdampak pada penurunan kesehatan konsumen. Bahkan hal tersebut akan menambah tingginya angka kematian akibat dari keracunan makanan karena tidak higienisnya proses penyiapan, pengolahan, penyajian dan pemilihan bahan serta tidak tepatnya penggunaan yang menimbulkan risiko penyakit kanker akibat adanya bahan tambahan yang berbahaya (DEPKES, 2006).

Monitoring dan Verifikasi profil PJAS nasional Tahun 2008 di 4500 SD di 79 Kab/Kota di 18 propinsi di seluruh Indonesia menunjukkan masih banyak PJAS yang masih menggunakan bahan berbahaya pada pangan seperti Formalin, Boraks, Rhodamin B, Methanyl yellow dan Amarant. Penggunaan BTP pemanis siklamat dan pengawet benzoat juga masih ditemukan pada makanan ringan dan minuman.(Gartini, 2009).

(32)

Rangkuman KLB Keracunan Pangan Bulan Januari - 31 Desmber 2008

Gambar 1 Rangkuman KLB Keracunan Pangan Bulan Januari – 31 Desember 2008 berdasarkan lokasi kejadian.

Rangkuman KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Jenis Pangan

Gambar 2. Rangkuman KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Jenis Pangan

2.3 Kampanye, Promosi, Komunikasi dan Edukasi Keamanan Pangan.

(33)

lainnya untuk bersama-sama mendiseminasikan pesan Keamanan Pangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk setiap orang baik produsen maupun konsumen pangan. Kampanye Keamanan Pangan ini diselenggarakan dalam rangka meningkatkan pengetahuan akan pentingnya keamanan pangan bagi semua orang. Masalah keamanan pangan adalah masalah umum. Oleh karena itu menjadi tanggungjawab pemerintah dan masyarakat untuk menanganinya.

(34)

keamanan pangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan akan berjalan lancar, cepat dan menjangkau sasaran yang sangat luas.

Komunikasi, informasi dan Edukasi adalah suatu strategi untuk menyampaikan pesan tertentu kepada sasaran yang tepat sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai. Komunikasi dapat dikatakan sebagai proses penyampaian pesan di antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi dengan memberdayakan sumber komunikasi, pesan, saluran komunikasi dan penerima. Sedangkan edukasi adalah proses pembelajaran dalam komunikasi untuk memantapkan pencapaian tujuan komunikasi, untuk mendidik dan merubah perilaku penerima ke arah yang diinginkan dalam proses komunikasi.

Penyusunan pedoman komunikasi keamanan pangan dilatarbelakangi selain karena pangan yang berkualitas adalah salah satu penentu kualitas SDI sebagai aset penting pembangunan Indonesia secara keseluruhan, juga mutu keamanan sebagian pangan masih rendah. Sebagai akibat ketidaktahuan, keterbatasan modal dan teknologi dari para penghasil/pengolah pangan yang bermutu rendah masih mendominasi di Indonesia. Sebagai akibat masih rendahnya pengetahuan para penanggungjawab pemasaran pangan, rendahnya pengetahuan konsumen, pengusaha, para tokoh masyarakat formal dan non formal tentang keamanan pangan yang kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat serta belum adanya koordinasi yang sinergis dari berbagai pihak yang berperan penting dalam pengadaan dan pemasaran yang aman.

Pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya perubahan perilaku. Beberapa persepsi individual dapat menghambat seseorang melakukan perilaku yang diharapkan yaitu: (1). kognitif (kepercayaan, keyakinan, pendapat pribadi, risiko yang disarankan dan norma-norma ;(2). emosional (kemampuan dan respon emosional); (3). Interaksi sosial (pengaruh sosial dan anjuran kepada teman). Pada prinsipnya menyusun strategi komunikasi sesuai dengan kondisi khalayak penerima (Rahayu, 2002).

2.4. Strategi Promosi Keamanan Pangan di Sekolah

(35)

memerlukan proses komunikasi yang berkesinambungan dan terintegrasi dalam suatu strategi. Kesadaran akan “Keamanan Pangan” harus ditanamkan di benak audiens baik di kalangan menengah ke bawah maupun kalangan menengah atas melalui upaya promosi dan komunikasi secara komprehensif, berkesinambungan dan terintegrasi.

Seorang pelaku promosi harus mempunyai gambaran yang jelas tentang siapa sasarannya. Menurut Kotler (1995) ada enam kondisi seseorang setelah mendapatkan informasi tentang suatu pesan; 1. sadar tentang keberadaan pesan; 2. tahu atau paham tentang objek; 3 suka atau tidak suka dengan pesan; 4. menyukai pesan tapi tidak memilih; 5 sudah memilih tapi belum yakin; 6. telah yakin dengan pilihannya tapi belum melakukan tindakan.

Kegiatan yang telah dilakukan Badan POM adalah pembuatan dan penyebaran materi keamanan pangan berupa leaflet, poster, buletin, komik, buku, modul keamanan pangan, gimmick, panel, baliho dan spanduk. Model promosi keamanan pangan yang lain adalah melalui pameran, lomba-lomba keamanan pangan, siaran televisi dan radio.

Strategi pesan yang digunakan adalah positif, memfokuskan kepada manfaat yang diperoleh dibandingkan bahayanya serta tidak terkesan mengajari. Kegiatan yang dilaksanakan di Badan POM diantaranya adalah disain strategi komunikasi keamanan pangan, pembuatan dan pencetakan materi promosi keamanan pangan, distribusi “Compact Disc” (CD) poster keamanan pangan, pembuatan komik dan buku saku bergambar mengenai keamanan pangan, pembuatan kalender keamanan pangan, pameran keamanan pangan, promosi keamanan pangan melalui radio, majalah dinding, penyuluhan keamanan pangan bagi guru sekolah serta pengadaan seminar-seminar.

(36)

2.5 Metode Komunikasi

Menurut Rahayu (2002), metode komunikasi menurut bentuk isinya dapat dibedakan menjadi metode informatif, persuasif, edukatif, dan kursif. Informatif adalah kegiatan mempengaruhi khalayak sasaran melalui kegiatan penerangan. Penerangan adalah menyampaikan sesuatu apa adanya berdasarkan fakta dan data-data yang benar. Jadi wawasan pengetahuan sasaran yang diubah. Penerangan dilakukan untuk mengisi pengetahuan khalayak sasaran tentang sesuatu yang belum diketahui tanpa upaya mempengaruhi persepsinya, misalnya siaran berita RRI/TVRI.

Persuasif adalah metode komunikasi yang dilakukan pada pengubahan kesadaran atau sikap mental seseorang. Jika pada metode komunikasi informatif pengetahuan khalayak yang ingin diubah maka pada metode komunikasi persuasif yang lebih difokuskan adalah para peserta yang telah tersugesti terlebih dahulu tentang sesuatu inovasi yang akan dikomunikasikan. Sebagai contoh, penyuluhan keamanan pangan dilakukan di kantor Dinas Kesehatan yang telah banyak ditempeli poster-poster besar tentang manfaat pangan yang aman. Pada kondisi demikian, khalayak tersugesti untuk mengikuti program keamanan pangan karena dua hal yaitu, (1) Keberadaannya di lokasi penyuluhan, yaitu di kantor Dinas Kesehatan yang memang berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan, dan (2) poster-poster tentang keamanan pangan di kantor Dinas Kesehatan secara psikologis telah “membujuk” khalayak untuk mengikuti program komunikasi keamanan pangan. Pada metode persuasif pesan yang disampaikan selain berupa fakta, data dan pendapat-pendapat orang lain juga dapat berupa non fakta.

(37)

Pesan komunikasi, mencakup antara lain pesan. Pesan adalah “produk fisik yang nyata dari komunikator” (Berlo, 1960) ada tiga faktor yang harus diperhatikan dalam penyajian pesan yaitu (1) lambang atau bahasa yang digunakan, (2) isi pesan dan (3) cara penyajian pesan tersebut. Selain itu, pesan juga harus disesuaikan dengan latar belakang publik penerima pesan, baik sumber rujukan mereka (frame of references) maupun pengalaman mereka (field of experiences). Pesan yang disampaikan harus memiliki intensitas, yaitu (1) durasi atau lamanya kegiatan itu berlangsung, (2) frekuensi atau kekerapan berlangsungnya kegiatan tersebut dan (3) kontinuitas atau kesinambungan dari kegiatan itu sendiri (Perangin-angin, 2007).

Media secara garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu media cetak dan media elektronik. Media cetak adalah suatu media yang statis dan menggunakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar dan foto, dalam tata warna dan halaman putih. Dalam pengertian ini media cetak terdiri dari surat kabar, majalah, brosur, poster dan buklet. Media elektronik meniadakan jarak dan waktu, karena memiliki jangkauan wilayah yang sangat luas. Sasaran yang dicapai untuk menjangkau massa cukup besar dan nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan sangat cepat. Dalam pengertian ini media elektronik terdiri dari radio, televisi dan internet.

2.6 Undang –Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan

Pembangunan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat. (Pasal 2).

Tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah :

a. Tersedianya pangan yang memenuhi persyaraan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia,

b. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab,

(38)

Menurut UU Pangan No.7 Tahun 1996, Pangan adalah sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

Menurut pasal 1 ayat 2 UU Pangan No. 7 / 1996 tersebut yang dimaksud dengan pangan olahan adalah makanan dan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. Pangan olahan ini mencakup baik pangan olahan yang siap untuk dikonsumsi manusia maupun pangan olahan setengah jadi, yang digunakan selanjutnya sebagai bahan baku pangan.

Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Ketentuan mengenai keamanan pangan meliputi :

1. Sanitasi Pangan

a. Sanitasi Pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan dan minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan kesehatan manusia.

b. Kewajiban bagi sarana dan atau prasarana yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpangan, pengangkutan dan atau peredaran untuk memenuhi persyaratan sanitasi. c. Kewenangan pemerintah untuk menetapkan persyaratan sanitasi dalam

kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan.

(39)

langsung atau tidak langsung digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan.

e. Kewajiban setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan untuk memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia.

2. Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai gizi, antara lain : bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Ketentuan yang mengatur Bahan Tambahan Pangan adalah :

a. Larangan bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan, menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau menggunakan bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.

b. Pemerintah berwenang untuk menetapkan bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal penggunaanya. c. Memeriksa terlebih dahulu keamanan dan penggunaan bahan yang akan

digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, dalam kegiatan atau proses produksi pangan.

2.7. Nilai Pangan, Kebutuhan Gizi dan Penilaian Gizi

(40)

Sejumlah penduduk tidak cukup makan sementara penduduk lainnya mempunyai cukup pangan yang beragam untuk menyediakan zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Bila kondisi seperti itu berlangsung lama, maka gizi kurang akan timbul. Jumlah penderita gizi kurang makin bertambah di banyak negara sedang berkembang. Oleh karena itu, ahli pertanian perlu mempelajari lebih banyak tentang gizi, tanda-tanda gizi kurang, dan menanam tanaman pangan yang akan dapat dikonsumsi penduduk untuk meningkatkan status gizinya. Melalui mereka, petani dapat belajar bagaimana memproduksikan tanaman pangan yang lebih cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk.

Pangan menyediakan unsur-unsur kimia tubuh yang dikenal sebagai zat gizi. Pada gilirannya, zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses dalam tubuh dan membuat lancarnya pertumbuhan serta memperbaiki jaringan tubuh. Beberapa di antara zat gizi yang disediakan oleh pangan tersebut disebut zat gizi esensial, mengingat kenyataan bahwa unsur-unsur tersebut tidak dapat dibentuk dalam tubuh, setidak-tidaknya dalam jumlah yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan yang normal. Ada beberapa zat gizi lainnya yang digunakan tubuh dikenal sebagai zat gizi tidak esensial. Bahan tersebut juga berasal dari unsur-unsur kimia yang disediakan pangan atau hasil pemecahan yang disintesa menjadi zat gizi di dalam tubuh. Jadi zat gizi esensial yang disediakan untuk tubuh yang dihasilkan dalam pangan, umumnya adalah zat gizi yang tidak dibentuk dalam tubuh dari unsur-unsur kimia yang disediakan pangan.

Kalau pangan dipilih secara bijaksana dan seseorang memakannya dengan cukup, maka pangan tersebut, menyediakan semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam perbandingan yang diinginkan agar bertugas dengan baik. Jika pangan yang mengandung zat gizi esensial tidak dikonsumsi sebagaimana yang diperlukan, akan timbul kekurangan zat-zat gizi tersebut.

(41)

rencana bagi masyarakat mengenai tanaman pangan, ternak dan lain sumber pangan dan membantu mereka menyediakan sejumlah pangan yang beragam yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh keluarga petani. Zat gizi dibagi dalam enam kelas utama, yaitu 1). Karbohidrat, 2).lemak, 3) protein, 4). Vitamin, 5) mineral dan 6). air. Kecuali air, setiap golongan zat gizi terbentuk dari berbagai unsur yang berlainan, beberapa diantaranya dinyatakan sebagai zat gizi esensial, air sudah barang tentu juga penting (DEPKES, 2006).

Makanan yang mencukupi zat gizi adalah yang berisi semua zat gizi yang penting dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Walaupun tubuh manusia memerlukan ke semua enam golongan zat gizi yang penting dalam seluruh hidupnya, namun tubuh tersebut memerlukan beberapa diantaranya dalam jumlah yang berbeda-beda pada berbagai tahap perkembangannya. Pertumbuhan fisik meliputi perubahan dalam keseimbangan tubuh dan di samping itu mempengaruhi kemampuan otot dan kesanggupan mental. Pertumbuhan dan perkembangan terdiri dari serangkaian perubahan yang pelik, dimulai dengan pembuahan indung telur dan melanjut selama seluruh hidupnya.

Penilaian status gizi adalah makanan melalui proses pencernaan dalam tubuh dipecah menjadi zat gizi. Zat gizi kemudian diserap ke dalam aliran darah yang mengangkutnya ke berbagai bagian tubuh. Beberapa diantaranya dengan segera digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat gizi yang tidak diperlukan setelah diserap segera disimpan dalam tubuh untuk penggunaan dikemudian hari. Jika tubuh kelebihan zat gizi yang diperlukan, baik dari pangan yang dimakan sebelumnya pada hari itu, atau dari kelebihan zat gizi yang telah disimpan dalam tubuh, zat gizi tersebut digunakan untuk memelihara susunan tubuh dan fungsi yang normal. Keadaan tubuh demikian berhubungan dengan status gizi dan kesehatan yang memuaskan. Akan tetapi, karena satu dan lain alasan, sebagian penduduk dunia untuk waktu tertentu tidak mempunyai cukup persediaan zat gizi dalam tubuhnya untuk memelihara fungsi tubuh dengan cara memadai. Jika keadaan yang demikian berlanjut sangat lama, akan terjadi kurang gizi.

(42)

dalam membantu mengatasi kurang gizi, menyediakan jumlah dan jenis pangan yang diperlukan dan umumnya mendukung kesehatan penduduk. Beberapa masyarakat dari negara memonitor status gizi sub-kelompok tertentu secara berkala guna menentukan apakah upaya untuk memperbaiki status gizi efektif. Program pengamatan yang demikian dinamakan kewaspadaan gizi. Penilaian tersebut biasanya memberikan kejelasan tentang keadaan gizi seluruh penduduk dan beberapa sub-kelompok penduduk didalamnya, untuk menentukan atau menaksir status gizi seseorang.

2.8. Berbagai Jenis Bahaya pada Pangan

Pangan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia. Tetapi pangan juga menjadi wahana bagi unsur pengganggu kesehatan manusia, baik unsur yang secara alamiah telah menjadi bagian dari pangan maupun unsur yang masuk ke dalam pangan dengan cara tertentu (pencearan). Secara umum bahaya yang timbul dari konsumsi pangan yang tidak aman disebut sebagai keracunan.

Bahaya yang timbul dapat disebabkan oleh unsur fisik, kimia, dan biologis. Pada pangan jajanan, bahaya tersebut dapat terjadi melalui berbagai cara antara lain : dari pekerja, peralatan, proses pembersihan, dan dari konsumen.

Menurut Rahayu dan Nababan (2003), Penyakit yang ditimbulkan oleh ketiga unsur di atas diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Penyakit akibat pangan yang disebabkan oleh mikroba yang mencemari pangan dan masuk ke dalam tubuh, kemudian hidup dan berkembang biak, dan mengakibatkan infeksi pada saluran pencernaan (food infection).

2. Penyakit akibat pangan yang disebabkan oleh racun/toksin yang dihasilkan oleh mikroba pada pangan (food poisoning). Kejadian intoksik asi tidak selalu disertai masuknya mikroba ke dalam tubuh.

3. Penyakit akibat pangan yang disebabkan bukan mikroba, tetapi bahan fisik, bahan kimia dan unsur alami.

(43)

2.8.1 Bahaya fisik

Bahaya fisik berupa benda asing seperti rambut, kuku, perhiasan, serangga mati, batu atau kerikil, potongan ranting atau kayu, pecahan gelas atau kaca, potongan plastik dan potongan kaleng terkadang dijumpai di dalam pangan. Benda asing seperti pecahan kaca dan logam dapat mencederai secara fisik misalnya menyebabkan gigi patah, tercekik, melukai kerongkongan, dan saluran pencernaan. Pangan yang terlalu padat, seperti jeli dapat menyebabkan kerongkongan tertutup. Benda asing lainnya menjadi pembawa mikroba berbahaya ke dalam pangan dan menyebabkan keracunan pangan.

2.8.2 Bahaya Kimia

Bahaya kimia pada pangan dapat berupa bahan alami di dalam pangan tersebut atau cemaran bahan kimia dari lingkungan. Pemakaian bahan kimia yang tidak benar, akan menyebabkan pangan menjadi tidak aman. Bahan-bahan kimia tertentu menjadi berbahaya apabila tercampur ke dalam pangan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Beberapa bahan pangan secara alami mengandung toksin atau bahan beracun (Rahayu, 2002). Contohnya, jamur racun (racun muskarin di dalam jamur Amanita muscaria dan racun phallin di jamur Amanita phalloides), HCN di dalam singkong racun, asam jengkolat di dalam jengkol, racun tetradotoksin di dalam ikan buntel, dan sebagainya. Kentang, kacang, jamur dan pangan asal laut pada kondisi tertentu juga dapat mengandung toksin. Kentang yang kontak dengan udara dan berubah warna menjadi hijau, mengandung toksin. Ikan dan beberapa produk laut lainnya dapat mengandung toksin jika mereka mengkonsumsi alga atau ikan yang mengandung toksin.

Sebagian besar toksin penyebab penyakit tidak berasa dan tidak dapat dihancurkan dengan proses pemasakan. Bahaya kimia juga dapat berasal dari cemaran bahan kimia yang masuk ke dalam pangan. Cemaran bahan kimia dari peralatan atau kemasan pangan yang lepas dan masuk ke dalam pangan, dan lain-lain.

(44)

waktu penanaman, pemeliharaan, penyimpanan pasca panen, pengolahan atau penjualan . Kontaminasi timbul dari kadmium dalam pangan dapat terjadi melalui alat masak atau pengemas yang mengandung logam berbahaya dan mengalami pengikisan permukaan, pewarna tekstil yang digunakan sebagai pewarna pangan serta udara dan air yang tercemar oleh gas dan debu knalpot kendaraan bermotor. Pangan yang tinggi kadar timbalnya antara lain pangan kaleng, kerang-kerangan, dan sayur-mayur yang ditanam di dekat jalan raya.

Penggunaan bahan aditif pangan dalam jumlah yang berlebihan ataupun penggunaan bahan aditif non pangan secara sengaja merupakan pemakaian bahan kimia yang tidak benar. Bahan pewarna, pengawet dan pemanis buatan merupakan bahan tambahan pangan yang sering disalahgunakan pemakaiannya. Contoh penggunaan bahan aditif non pangan adalah penggunaan pewarna tekstil untuk pangan.

2.8.2 Bahaya Biologi

a. Mikroba

Mikroba lebih sering menyebabkan keracunan pangan dibandingkan bahan kimia (termasuk racun alami) dan bahan asing (cemaran fisik). Sebagian besar mikroba tersebut tidak berbahaya dan bahkan beberapa di antaranya dapat digunakan untuk membuat produk pangan seperti yoghurt dan tempe. Tetapi, banyak juga mikroba yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan. Pangan menjadi beracun karena tercemar oleh mikroba tertentu dan mikroba tersebut menghasilkan racun yang dapat membahayakan konsumen.

b. Virus

(45)

c. Parasit

Parasit mengambil makanannya dari organisme inangnya. Beberapa parasit dapat terlihat dengan jelas, sementara yang lain tidak. Jika pangan yang terkontaminasi dengan parasit sampai terkonsumsi, maka yang mengkonsumsi dapat menjadi sakit. Contoh parasit adalah cacing yang terdapat di dalam daging segar. Proses pemasakan yang sempurna dapat membunuh parasit.

d. Kapang

Kapang adalah sejenis jamur. Biasanya, kapang lebih mudah dilihat dengan mata telanjang. Kapang ini ada yang baik dan ada yang jahat. Beberapa kapang baik digunakan untuk produksi pangan seperti tempe dan keju lunak. Walaupun begitu, kapang yang lain dapat menyebabkan kerusakan pada pangan. Beberapa jenis kapang bahkan dapat memproduksi toksin.

e. Bakteri

(46)

lainnya mungkin perlu jumlah besar untuk dapat menyebabkan keracunan pangan. Orang tua, anak- anak, ibu hamil, dan orang yang baru sembuh dari sakit adalah kelompok yang berisiko tinggi terkena keracunan pangan.

2.8. Makanan Jajanan

Makanan jajanan diartikan sebagai makanan dan minuman siap santap yang telah disiapkan dan atau dijual oleh penjaja makanan terutama di jalanan dan tempat yang sejenis (FAO, 1997). Perdagangan makanan jajanan telah tumbuh dan berkembang di berbagai populasi di negara-negara di seluruh wilayah di dunia untuk memenuhi kebutuhan akan makanan yang mudah dibeli. Jenis dan bentuk dari makanan yang dijual tergantung dari besarnya kebiasaan makan di daerah tersebut dan sosial ekonomi lingkungannya. DEPKES (2006), makanan jajanan adalah makanan yang sudah disiapkan, diperjualbelikan dan dihidangkan di jalanan kota. Makanan jajanan merupakan bagian yang penting dalam diet orang di negara-negara berkembang. Diperkirakan bahwa 2,5 milyar orang di seluruh dunia memakan makanan jajanan. Makanan ini memang dirancang untuk keperluan masyarakat yang sibuk di perkotaan besar.

Makanan jajanan juga dapat diartikan sebagai makanan yang siap dimakan dan diminum yang biasanya didapat dengan membeli. Makanan ini merupakan makanan yang sangat populer yang sejenisnya bermacam-macam yang dijual oleh (1) penjaja diam yaitu mereka yang berjualan sepanjang hari pada tempat-tempat yang lokasinya tetap di suatu tempat, (2) penjaja keliling yaitu mereka yang berjualan berkeliling dan tidak mempunyai tempat mangkal tertentu serta (3) penjaja setengah diam yaitu mereka yang berjualan dengan menetap di suatu tempat pada waktu tertentu. Harganya relatif murah dengan mutu gizi yang tidak tinggi. Pada umumnya tingkat kebersihannya rendah tetapi sangat digemari (DEPKES, 2004).

(47)

mutu organoleptik dari makanan itu sendiri (bau, tekstur, warna, penampakan). Nilai atau kandungan zat gizi makanan jajanan tergantung dari bahan-bahan dasar yang digunakan dan bagaimana cara makanan itu dipersiapkan, disimpan dan dijual. Dengan diketahui tujuan konsumen dalam memilih makanan jajanan diharapkan dapat menjadi tolak ukur untuk mengembangkan teknologi tepat guna untuk menjaga kandungan gizi dari makanan jajanan. Menurut informasi yang tersedia kombinasi pola makanan jajanan dapat memenuhi kebutuhan kecukupan zat gizi konsumen setiap harinya dengan nilai yang tepat (FAO, 1997).

Selanjutnya menurut FAO (1997) penjual makanan jajanan dapat ditemukan berkumpul di sekitar tempat kerja, sekolah-sekolah, rumah sakit, stasiun kereta api, terminal bus dan lain-lain. Makanan jajanan ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan makanan yang dijual di tempat-tempat resmi, bahkan jika dibandingkan dengan masakan rumah. Makanan ini dapat memenuhi kebutuhan akan pangan di tempat orang bekerja atau berkumpul. Perhatian yang utama adalah saat mereka memainkan peranan sosial ekonomi yang penting, keberadaan pedagang jajanan yang tidak terbatas dan tidak teratur menyebabkan masalah pada sumber daya kota, menambah kepadatan dan mengotori kehidupan.

(48)

Pedagang makanan di negara-negara berkembang umumnya kurang memiliki tempat penyimpanan yang memadai, terutama peralatan masak dan pendinginan yang diperlukan untuk mengurangi tumbuh dan berkembangnya bakteri yang berbahaya. Dalam beberapa kondisi, satu bakteri dapat tumbuh menjadi 17 juta organisme pembawa penyakit dalam delapan jam. Kurangnya penyaluran air bersih serta sistem pembuangan kotoran juga dapat menyebabkan meningkatnya risiko infeksi (Grow, 2001). Penjual makanan jajanan sering melibatkan seluruh anggota keluarga dalam mendapatkan bahan mentah, penyiapannya dan pemasakan makanan serta penjualannya. Peranan wanita dan potensinya sebagai tenaga kerja dalam sektor makanan jajanan sangatlah signifikan. Arti ekonomis menyeluruh dari makanan jajanan sangat besar sekali. Telah disadari bahwa di beberapa kota di dunia, jutaan dolar telah berpindah tangan setiap harinya sebagai hasil perdagangan makanan jajanan (FAO, 1997).

(49)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2008, berlokasi di beberapa SDN wilayah kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat.

3.2 Penentuan Sekolah Contoh

Sekolah contoh yang dipakai untuk penelitian terdiri dari 2 kriteria, yaitu kriteria A dan kriteria B.

Sekolah yang tergolong kriteria A dengan ciri-ciri sbb:

Ø Lingkungan di sekitar sekolah bersih dan jauh dari sumber cemaran Ø Bangunan sekolah tidak berada di lingkungan padat penduduk Ø Mempunyai kantin yang cukup memadai

Ø Sekolah memiliki tempat khusus untuk mengadakan kegiatan ektra diluar kegiatan rutin, seperti mempunyai sanggar tari.

Sekolah yang tergolong kriteria B dengan ciri-ciri sbb:

Ø Lokasi bangunan sekolah berada di lingkungan padat penduduk Ø Di sekitar sekolah banyak terdapat sumber pencemaran

Ø Kantin sekolah tidak memadai

Ø Dalam satu bangunan terdapat beberapa sekolah ( lebih dari 2 sekolah) Ø Banyak pedagang asongan yang jualan diluar pagar sekolah.

3.3 Metode Penelitian

(50)

3.4 Disain Penelitian

Ø Survei efektivitas media Promosi keamanan pangan Ø Teknik pengumpulan data (primer dan sekunder) Ø Kuesioner (pertanyaan tertutup)

Ø Penetapan dan sampling (sekolah) ditentukan dengan purposif sampling

Ø Sekolah dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh kasie pendidikan dasar setempat, yaitu sekolah dengan kriteria A dan sekolah dengan kriteria B.

3.5 Responden

Ø Siswa kelas 5 ( 192 orang ) untuk 6 sekolah

Ø Guru sekolah (30 orang) 5 orang guru per sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, guru agama, guru olah raga, guru kesenian dan guru

kelas.

Ø Pedagang (18 orang) 3 pedagang per sekolah yang berjualan di kantin sekolah dan sekitar sekolah.

3.6 Intervensi Media

1. Poster untuk sekolah SDN 29 Johar Baru dan SDN 17 Tanah Tinggi. 2. Komik untuk sekolah SDN 09 Mardani dan SDN 01 Tanah Tinggi 3. Leaflet untuk sekolah SDN 01 Johar Baru dan SDN 21 Johar Baru

3.7 Persiapan Penelitian

(51)

Untuk media promosi komik dibagikan kepada guru, pedagang dan siswa kelas 5. Guru diberi 1 set, pedagang 1 set sedangkan siswa sebanyak 4 set masing masing set ada 10 judul. Diharapkan tiap siswa dapat membaca semua judul secara bergantian. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan pengisian kuesioner kepada siswa, guru dan pedagang di sekolah yang sudah ditentukan, sebanyak dua kali. Dari hasil riset didapatkan data untuk diolah dan hasilnya untuk melihat efektivitas dari media promosi yang digunakan.

3.8 Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari responden yang mengisi kuesioner, sedangkan data sekunder didapat dari sekolah yang disurvei. Sekolah yang dipilih ada 6 sekolah yang terdapat di Kecamatan Johar Baru yang terdiri atas kriteria A dan kriteria B. Kriteria Sekolah yang diambil sebagai lokasi penelitian diperoleh dari kasie Pendidikan pendidikan Kecamatan Johar Baru.

3.9 Cara Pengumpulan Data

Data yang dihimpun meliputi identitas responden, pekerjaan orang tua, uang saku, frekuensi jajan, jenis jajanan yang dikonsumsi serta persepsi responden (siswa, guru dan pedagang) terhadap media promosi di sekolah. Data ini diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner kepada konsumen kantin sekolah (siswa dan guru) serta wawancara kepada pedagang kantin dengan menggunakan kuesioner. Data pendukung berupa keadaan umum sekolah yang diteliti diperoleh dari pengamatan langsung serta wawancara dengan pihak sekolah bersangkutan.

3.10 Tahapan Penelitian

1. Survei lokasi untuk menentukan sekolah contoh yang akan dipakai untuk penelitian dengan mendatangi sekolah tersebut untuk minta kesediaan sekolah untuk dipakai penelitian.

(52)

3. Membuat surat resmi kepada kepala sekolah yang ditanda tangani oleh kasie pendidikan wilayah kecamatan Johar baru sebagai tanda persetujuan sekolah tersebut dipakai untuk penelitian.

4. Membagikan kuesioner yang pertama yang akan diisi oleh siswa, guru dan pedagang di sekolah yang bersangkutan, sebelum media promosi

dibagikan. Kuisioner berisikan seputar pengetahuan responden tentang keamanan pangan dan persepsi responden terhadap media promosi keamanan pangan.

5. Setelah pengisian kuesioner pertama selesai, media promosi dibagikan kepada responden dengan tujuan untuk dibaca dan dapat dipraktekkan sehari-hari

6. Setelah berselang satu bulan penulis kembali mendatangi sekolah dan membagikan kuesioner kedua dengan pertanyaan yang sama, diharapkan responde memberikan jawaban yang lebih baik dari kuesioner yang pertama.

7. Selanjutnya penulis menganalisa jawaban responden sebelum dan sesudah mendapat media promosi untuk melihat apakah ada peningkatan pengetahuan responden setelah membaca media promosi yang penulis bagikan.

3.11 Pengolahan Data

Kuesioner yang didapat dari responden pertama-tama dipilih dengan melihat jawaban yang ada. Kuesioner konsumen kantin sekolah dinyatakan valid apabila menjawab semua pertanyaan secara benar, dengan ketentuan sebagai berikut 1) identitas konsumen dijawab semua; 2) untuk jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang persepsi konsumen dijawab sesuai perintah 3) setiap pertanyaan jawabannya hanya satu (kecuali pertanyaan yang jawabannya boleh lebih dari satu), apabila dijawab lebih dari satu maka dianggap menjawab lainnya.

(53)

dan pedagang adalah persepsi mereka tentang media promosi serta pengetahuan tentang keamanan pangan.

3.12 Cara menentukan skor responden

Untuk siswa skor tertinggi 6 dengan jumlah pertanyaan 6 Untuk guru skor tertinggi 7 dengan jumlah pertanyaan 7

Untuk pedagang skor tertinggi 10 dengan jumlah pertanyaan 10. 3.13 Mengukur efektivitas media promosi

Untuk mengukur efektivitas media promosi pada siswa yaitu dengan menghitung rata-rata persentase skor semua siswa (sebelum dan sesudah mendapat media promosi (skor yang negatif dibuang) serta pendapat siswa tentang media promosi siswa. Untuk mengukur efektivitas media promosi pada guru dan pedagang dengan melihat selisih skor sebelum dan sesudah mendapat media promosi (skor negatif dibuang) serta persepsi mereka terhadap media promosi.

3.14 Analisis Data

Gambar

Gambar 1   Rangkuman KLB Keracunan Pangan Bulan Januari – 31                   Desember 2008 berdasarkan lokasi kejadian
Gambar 3  Diagram Alir Penelitian
Tabel 1  Profil sekolah contoh yang dipakai untuk penelitian
Gambar 4  Jenis pekerjaan orang tua iswa.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Arah Arus Sejajar Pantai Dengan Dibangun Rangkaian Groin T Maka dapat diambil keputusan bahwa dengan adanya rangkaian groin di lokasi Pantai Ujung Jabung dapat menanggulangi

terkandung dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kehidupan berbangsa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi kinerja keuangan perusahaan sektor perikanan baik ditinjau dengan menggunakan metode ROI maupun RI cenderung

Sistem contreng ini masih dilakukan secara konvensional yaitu dengan mencontreng data pilihan caleg pada kertas pemilihan umum yang telah disediakan dan proses perhitungan

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis properti psikometri alat tes Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Adolescent Short Form

Program tersebut memiliki 4 (empat) tujuan yang terkait dalam rangka pencapaian Visi BPS yaitu antara lain meningkatkan kualitas data, membangun arsitektur TIK

Tujuan dari prosedur pemetaan piksel adalah untuk menemukan warna yang sesuai yang paling dekat dari palet untuk merepresentasikan piksel dari suatu citra dengan menimbulkan

Model penemuan terbimbing dan model cooperative learning dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model konvensional, sedangkan hasil