ANALISA TUNDAAN PADA SIMPANG BERSINYAL JL. SOEKARNO HATTA – IBRAHIM ADJIE BANDUNG
Hetty Fadriani1)dan Pebriana Ekawati2)
1) Jurusan Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Mandala, email :hetty_hf@yahoo.co.id
2) Jurusan Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Mandala, email : Pebriana@yahoo.com
ABSTRAK
Kota Bandung merupakan salah satu kota yang berkembang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah penduduk, pembangunan, peningkatan jumlah pendatang serta semakin banyak sistem kegiatan yang terjadi di Kota Bandung, sehingga kebutuhan transportasi akan meningkat. Dengan tingginya kebutuhan transportasi tersebut maka timbul permasalahan transportasi yang sering kita sebut dengan kemacetan. Simpang Samsat merupakan simpang yang terletak di Jalan Soekarno Hatta dan Ibrahim Adjie yang sering mengalami kemacetan dan tundaan, terutama pada saat jam sibuk. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui tundaan, kapasitas serta tingkat pelayanan pada simpang tersebut.
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengambilan data lalu lintas selama 3 hari yaitu Senin, Rabu, dan Jumat pada saat jam puncak pagi, siang maupun sore dan pengukuran langsung kondisi geometrik simpang. Data sekunder berupa data jumlah penduduk kota Bandung tahun 2013. Analisis data dalam penelitian ini mengacu pada MKJI 1997.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kaki Simpang Samsat pada pendekat Timur (Jl. Soekarno Hatta – Jl. Ibrahim Adjie) terjadi tundaan pada jam puncak pagi = 1.080.702 smp.det dan 1.007.636 smp.det ; kapasitas = 879 smp/jam dan 828 smp/jam. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pelayanan pada simpang tersebut adalah F sehingga perlu dilakukan perbaikan terhadap kinerja simpang.
Kata kunci:Simpang, MKJI 1997, Tundaan, Jam Puncak, Tingkat Pelayanan.
1. PENDAHULUAN
Kota Bandung merupakan salah satu kota yang berkembang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah penduduk, pembangunan, serta peningkatan jumlah pendatang dan wisatawan ke Kota Bandung. Berkembangnya Kota Bandung dapat dilihat juga dari semakin banyak sistem kegiatan yang terjadi seperti perpindahan barang atau orang. Hal ini menyebabkan semakin banyak pelaku kegiatan yang beraktifitas di kota tersebut.
Kebutuhan transportasi akan meningkat seiring dengan berkembangnya daerah perkotaan. Permasalahan transportasi di Kota Bandung cukup tinggi, salah satunya dapat dilihat dari tingginya tingkat kemacetan dan tundaan yang terjadi. Secara umum permasalahan tersebut sering terjadi di
beberapa persimpangan di Kota Bandung. Salah satu persimpangan di Kota Bandung yang mengalami kemacetan dan tundaan adalah Simpang Samsat.
ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.11 NO.1 JULI 2016 – ISSN 1979-4819 46 (satu) kilometer dan baru terurai sekitar pukul
11.00 WIB dikarenakan volume lalu lintas yang tak sebanding dengan kapasitas ruas jalan yang ada ditambah lamanya waktu sinyal lalu lintas pada Simpang Samsat. Penyebab lainnya diperkirakan karena banyak angkutan umum yang berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang tidak pada tempatnya.
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah menganalisis tundaan yang terjadi pada kaki Simpang Samsat yang berpedoman berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) .
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis tundaan yang terjadi pada kaki Simpang Samsat serta untuk mengetahui kapasitas dan tingkat pelayanan simpang bersinyal sehingga dari analisis ini diharapkan akan memperoleh perbaikan untuk meningkatkan kinerja pada persimpangan tersebut.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Persimpangan
Menurut Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Kota Direktorat Jenderal Bina Marga (1992), persimpangan adalah tempat bertemunya dua atau lebih dari lengan atau ruas jalan.
Menurut F.D Hobbs (1995), secara umum simpang terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu simpang sebidang, simpang tidak sebidang dan kombinasi kedua tipe.
a. Simpang Sebidang
Simpang sebidang (at-grade junctions)
merupakan perpotongan jalan pada suatu bidang datar. Demi kesederhanaan dalam perancangan jumlah simpang jalan tidak boleh lebih dari 4 (empat) buah terutama pada simpang yang memiliki gerakan membelok semua. (Hobbs, 1995)
b. Simpang Tak Sebidang
Simpang tak sebidang (grade separated juntions) merupakan simpang dengan atau tanpa fasilitas persilangan jalan berpotongan. Jalan tak sebidang (interchange) yaitu jalan berpotongan melalui atas atau bawah.Simpang ini membutuhkan daerah yang luas dan tata letaknya sangat dipengaruhi oleh topografi. (Hobbs, 1995)
c. Kombinasi Tipe Sebidang dan Tidak Sebidang
Menurut Edward K. Morlok (1978), dari segi pandang untuk kontrol kendaraan, jenis persimpangan terdiri dari simpang bersinyal dan simpang tidak bersinyal.
2.2 Tipe Simpang
Menurut Standar Spesifikasi Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan Direktorat Jenderal Bina Marga (1992), bentuk simpang sebidang yaitu terdiri atas simpang 3 (tiga) dan simpang 4 (empat).
2.3 Konflik Simpang
Simpang umumnya terdiri atas jalur tunggal dan jalan keluar. Jumlah konflik simpang dapat terjadi setiap jamnya pada masing-masing simpang tergantung dari volume arus lalu lintas untuk seluruh gerakan kendaraan. Untuk menghindari gerakan yang banyak dan berkombinasi maka dibutuhkan operasi yang paling sederhana yaitu hanya melibatkan 1 (satu) manuver penggabungan
(merging), pemisahan (diverging) atau penyilangan(crossing). (Hobbs, 1995).
a. Penggabungan(Merging)
Pengemudi yang akan melakukan gerakan penggabungan (merging) menuju arus utama diharuskan untuk memilih gap yang tepat dengan ketentuan bahwa interval waktu dan jarak antara kedatangan kendaraan disesuaikan dengan kecepatannya sendiri dan kendaraan yang datang berikutnya pada arus utama.
b. Pemisahan(Diverging)
Pemisahan (diverging) merupakan gerakan yang sangat sederhana dilakukan pengemudi memilih titik untuk meningkatkan arus yang secara tepat dengan tidak melibatkan pemilihan waktu gap yang tepat.
c. Penyilangan(Crossing)
2.4 Unsur Lalu Lintas
Menurut MKJI (1997), unsur lalu lintas adalah benda atau penjalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas yang terdiri dari :
a. Kendaraan bermotor
Kendaraan adalah unsur lalu lintas di atas roda yang terdiri dari :
1. Kendaraan ringan (LV)
Kendaraan ringan (Light Vehicle) yaitu kendaraan bermotor ber as 2 (dua) dengan 4 (empat) roda dengan jarak as 2,0 – 3,0 meter yang meliputi mobil penumpang, oplet, mikrobis, pick-up
dan truk kecil sesuai sistem klasifikasi Bina Marga.
2. Kendaraan berat (HV)
Kendaraan berat (Heavy Vehicle) yaitu kendaraan bermotor dengan lebih dari 4 (empat) roda yang meliputi bis, truk 2 as, truk 3 as dan truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina Marga.
3. Sepeda motor (MC)
Sepeda motor (Motor Cycle) yaitu kendaraan bermotor dengan 2 (dua) atau 3 (tiga) roda yang meliputi sepeda motor dan kendaraan roda 3 (tiga) sesuai sistem klasifikasi Bina Marga.
b. Kendaraan tak bermotor
Kendaraan tak bermotor (Unmotorized)
yaitu kendaraan yang dengan roda digerakkan oleh orang atau hewan yang meliputi becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai klasifikasi Bina Marga.
2.5 Analisa Simpang Bersinyal
Menurut MKJI (1997 langkah–langkah perhitungan simpang bersinyal adalah dengan menghitung beberapa data masukan, penggunaan sinyal, penentuan waktu sinyal, kapasitas dan perilaku lalu lintas
a. Data Masukan
Menurut MKJI (1997), kondisi dan karakteristik geometrik pada simpang bersinyal terdiri dari pendekat dan lebar pendekat (WA).
Pendekat adalah daerah dari suatu lengan persimpangan jalan untuk kendaraan mengantri sebelum keluar melewati garis henti. Bila gerakan lalu lintas ke kiri atau ke
kanan dipisahkan dengan pulau lalu lintas, sebuah lengan persimpangan jalan dapat mempunyai 2 (dua) pendekat.
Lebar pendekat merupakan lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang digunakan oleh lalu lintas buangan setelah melewati persimpangan jalan yang dinyatakan dalam satuan meter (m). Lebar pendekat (WA) pada persimpangan terdiri dari lebar masuk (WMASUK) dan lebar keluar (WKELUAR)
Jarak (L) adalah panjang dari segmen jalan yang dinyatakan dalam satuan meter.
Kelandaian jalan (grad) adalah kemiringan dari suatu segmen jalan dalam arah perjalanan yang dinyatakan dalam positif (+), negatif (-) atau persen (%).
Menurut MKJI (1997), guna lahan merupakan pengembangan di samping jalan. Untuk tujuan perhitungan, guna lahan dinyatakan dalam persentase dari segmen jalan dengan pengembangan tetap dalam bentuk bangunan terhadap panjang total. Kondisi lingkungan terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu Komersial (COM), Pemukiman (RES) dan Akses Terbatas (RA)
Menurut MKJI (1997), hambatan samping merupakan interaksi antara arus lalu lintas dan kegiatan di samping jalan yang menyebabkan pengurangan terhadap arus jenuh di dalam pendekat. Tingkat hambatan samping pada simpang bersinyal terbagi menjadi 2 (dua) yaitu tinggi dan rendah.
Menurut MKJI (1997), arus lalu lintas merupakan jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan per jam (kend/jam), satuan mobil per jam (smp/jam), atau LHRT (Lalu lintas Harian Rata-Rata Tahunan).
Perhitungan arus lalu lintas dilakukan persatuan jam untuk 1 (satu) atau lebih periode, misalkan didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore.
ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.11 NO.1 JULI 2016 – ISSN 1979-4819 48 Untuk perhitungan arus lalu lintas
digunakan satuan mobil penumpang per jam (smp/jam) yang dibagi dalam 2 (dua) tipe yaitu arus terlindung (protected traffic flow) dan arus terlawan (opposed traffic flow), yang mana tergantung pada fase sinyal dan gerakan belok kanan.
Menurut MKJI (1997), satuan mobil penumpang (smp) merupakan satuan arus lalu lintas dari berbagai tipe kendaraan yang diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan faktor ekivalen mobil penumpang (emp).
Ekivalen mobil penumpang (emp) masing-masing kendaraan dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut :
Tabel 2.1 Nilai emp
Tipe
Sumber : MKJI, 1997
b. Penggunaan Sinyal
Menurut MKJI (1997), parameter-parameter untuk menentukan penggunaan sinyal pada simpang bersinyal terdiri dari fase sinyal dan waktu antar hijau dan waktu hilang.
Fase adalah bagian dari siklus sinyal dengan lampu hijau disediakan bagi kombinasi tertentu dari gerakan lalu lintas.
Waktu antar hijau adalah periode kuning dan merah semua antara dua fase sinyal yang berurutan yang dinyatakan dengan satuan detik (det). Waktu antar hijau untuk simpang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Nilai Normal Waktu Antar Hijau Untuk Simpang Sumber : MKJI, 1997
Titik konflik kritis pada masing-masing fase (i) adalah titik yang menghasilkan waktumerah semua terbesar.Waktu merah semua
Sumber : MKJI, 1997
Gambar 2.1 Titik Konflik Kritis dan Jarak Keberangkatan dan Kedatangan
Tabel 2.3 Komposisi Lalu Lintas dan Kondisi Kecepatan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.1sedangkan untuk titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
MERAH SEMUAi= − ……(2.1)
Keterangan :
LEV = jarak dari garis henti ke titik konflik
masing-masing untuk kendaraan yang berangkat (m)
LAV = jarak dari garis henti ke titik konflik
masing-masing untuk kendaraan yang datang (m)
IEV = Panjang kendaraan yang berangkat
(m)
VEV = kecepatan masing-masing untuk
kendaraanyang berangkat (m/det) VAV = kecepatan masing-masing untuk
t Panjangkendaraa
n yg berangkat IEV 5 m LV atau MC
2 m MC atau UM Sumber : MKJI,1997
Apabila periode merah semua untuk masing-masing akhir fase telah ditentukan, waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu antar hijau dengan menggunakan Persamaan 2.2sebagai berikut :
LTI = MERAH SEMUA + KUNING
....(2.2)
= IGKeterangan :
LTI = waktu hilang (detik) IG = waktu antar hijau (detik)
Dengan ketentuan panjang waktu sinyal kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia biasanya adalah 3,0 detik
.
c. Kapasitas (C) dan Derajat Kejenuhan (DS)
Menurut MKJI (1997), kapasitas (C) merupakan arus lalu lintas maksimum yang dipertahankan yang dinyatakan dalam kendaraan per jam (kend/jam) atau satuan mobil penumpang per jam (smp/jam). Kapasitas masing-masingpendekat simpang bersinyal dihitung denganPersamaan 2.3sebagai berikut :
C=S×g⁄c ………(2.3) Keterangan :
C = kapasitas (kend/jam), (smp/jam) S = arus jenuh (smp/jam hijau) g = waktu hijau (detik)
c = waktu siklus (detik)
Derajat kejenuhan(DS) adalah rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat. Derajat kejenuhan (DS) yang dihitung menggunakanPersamaan 2.4.
DS = Q C = Q × c
⁄
⁄
S × g
...(2.4)Keterangan : DS = derajat kejenuhan
Q = arus lalu lintas (smp/jam) C = kapasitas (smp/jam) c = waktu siklus sinyal (detik)
S = arus jenuh (smp/jam hijau) g = waktu hijau (detik)
Derajat kejenuhan (DS) umumnya juga lebih tinggi dari 0,85. Ini berarti bahwa simpang tersebut mendekati lewat jenuh, yang akan menyebabkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak.
Rasio hijau (GR) merupakan rasio hijau dari masing-masing pendekat. Rasio hijau (GR) dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.5 sebagai berikut :
GR = g / c ...(2.5)
Keterangan : GR = rasio hijau
g = waktu hijau (detik) c = waktu siklus (detik)
d. Perilaku Lalu Lintas
Perilaku lalu lintas merupakan ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas lalu lintas seperti yang dinilai oleh pembina jalan. Parameter-parameter untuk menentukan perilaku lalu lintas diantaranya adalah sebagai Panjang antrian (QL), kendaraan terhenti dan tundaan.
QL = NQ × ……...(2.6)
Keterangan :
QL = panjang antrian (m)
NQ = jumlah kendaraan antri (smp)
W = lebar masuk (m)
NS = 0,9 ×
× × 3600... (2.7) Keterangan :
NS = kendaraan terhenti (smp/jam)
NQ = jumlah rata-rata antrian pada awal sinyal hijau (smp)
Q = arus lalu lintas (smp/jam) c = waktu siklus (detik)
Tundaan (D) merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui simpang yang dihitung menggunakan Persamaan 2.8 sebagai berikut :
ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.11 NO.1 JULI 2016 – ISSN 1979-4819 50 Keterangan :
D = tundaan untuk pendekat (det/smp) DT = tundaan lalu lintas untuk pendekat (det/smp)
DG = tundaan geometri untuk pendekat (det/smp)
2.6 Tingkat Pelayanan/ Level Of Service (LOS)
Tingkat pelayanan atau Level of Service (LOS) adalah ukuran kualitatif yang digunakan HCM (High Capacity Manual) 85 Amerika Serikat dan menerangkan kondisi operasional dalam arus lalu lintas.
Menurut Silvia Sukirman (1994), tingkat pelayanan jalan terbagi menjadi 6 (enam) keadaan yaitu :
1. Tingkat pelayanan A, ciri–cirinya arus lalu lintas bebas tanpa hambatan, volume dan kepadatan lalu lintas rendah, kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi. 2. Tingkat pelayanan B, ciri–cirinya arus lalu
lintas stabil, kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas, tetapi dapat dipilih sesuai kehendak pengemudi.
3. Tingkat pelayanan C, ciri–cirinya arus lalu lintas masih stabil, kecepatan perjalanan dan kebebasan bergerak sudah dipengaruhi oleh besarnya volume lalu lintas sehingga pengemudi tidak dapat lagi memilih kecepatan yang diinginkannya. 4. Tingkat pelayanan D, ciri–cirinya arus lalu
lintas sudah mulai tidak stabil, perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan perjalanan.
5. Tingkat pelayanan E, ciri–cirinya arus lalu lintas sudah tidak stabil, volume kira–kira sama dengan kapasitas, sering terjadi kemacetan.
6. Tingkat pelayanan F, ciri–cirinya arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah, sering kali terjadi kemacetan, arus lalu lintas rendah.
Kriteria tingkat pelayanan menurut C.J. Khisty (2003), dapat dilihat pada Tabel 2.4sebagai berikut :
Tabel 2.4 Kriteria Tingkat Pelayanan Persimpangan Berlalu Lintas Tingkat
pelayanan (LOS)
Tundaan Kendali per Kendaraan (detik/kend)
A ≤10
B 10-20
C 20-35
D 35-55
E 55-80
F 80
Sumber :Khisty,2003.
3. METODE PENELITIAN
Tahapan penelitian ini dilakukan dengan urutan yang terdapat dalam bagan alir penelitian seperti pada Gambar 3.1 dimulai dengan tahapan persiapan yang dilanjutkan dengan survey pendahuluan dan identifikasi masalah. Tahapan selanjutnya adalah survey dan pengumpulan data yang terdiri dari data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis menggunakan metoda MKJI 1997 untuk mendapatkan nilai tundaan dan tingkat pelayanan simpang.
Mulai
Persiapan
Survey Pendahuluan
Identifikasi Masalah
Survey dan Pengumpulan Data
Data Primer
Data Geometrik Simpang
Data Kondisi Arus Lalu Lintas
Data Waktu dan Fase Sinyal
Data Hambatan Samping
Data Sekunder
Data Jumlah Penduduk
Kota Bandung
Pengolahan Data
Analisis Simpang Bersinyal MKJI 1997 MKJI 1997
Analisis Tundaan
Kesimpulan dan Saran
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian 4. HASIL PENGUMPULAN DATA DAN
PEMBAHASAN
4.1 Data Geometrik Simpang
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa kaki simpang Jl. Soekarno Hatta pendekat arah Timur dan arah Barat mempunyai lebar pendekat (WA) yang sama, sedangkan untuk
pendekat Utara dan Selatan mempunyai lebar pendekat (WA) yang lebih kecil dari
pendekat Timur dan Utara dengan lebar pendekat (WA) yang berbeda pula.
Tabel 4.1 Data Geometrik Simpang
Kode
Sumber : Hasil pengamatan, 2014
Kode pendekat yang digunakan untuk masing-masing pendekat adalah:
1. U adalah Jl. Ibrahim Adjie-Jl. Terusan Ibrahim Adjie
2. U-RT adalahJl. Ibrahim Adjie-Jl.Soekarno Hatta (arah Buah Batu)
3. S adalah Jl. Terusan Ibrahim Adjie-Jl. Ibrahim Adjie
4. S-RT adalah Jl. Terusan Ibrahim Adjie-Jl. Soekarno Hatta (arah Cibiru)
5. T adalah Jl. Soekarno Hatta-Jl. Soekarno Hatta (arah Buah Batu)
6. T-RT adalah Jl. Soekarno Hatta-Jl.
Arah pergerakan lalu lintas pada persimpangan bersinyal Jl. Soekarno Hatta– Jl. Ibrahim Adjie meliputi :
Fase 1 : pendekat Timur yaitu Jl. Soekarno Hatta menuju arah Buah Batu dan Jl. Soekarno Hatta menuju arah Jl. Ibrahim Adjie.
Fase 2 : pendekat Barat yaitu Jl. Soekarno Hatta menuju arah Cibiru dan Jl. Soekarno Hatta menuju arah Jl. Terusan Ibrahim Adjie.
Fase 3 : pendekat Utara yaitu Jl. Ibrahim Adjie menuju Jl. Terusan Ibrahim Adjie dan Jl. Ibrahim Adjie menuju Jl. Soekarno Hatta arah Buah Batu.
Fase 4 :pendekat Selatan yaitu Jl. Terusan Ibrahim Adjie menuju Jl. Ibrahim Adjie dan Jl. Terusan Ibrahim Adjie menuju Jl. Soekarno Hatta arah arah Cibiru.
4.3 Volume Lalu Lintas
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada Simpang Jl. Soekarno Hatta - Jl. Ibrahim Adjie diperoleh data arus lalu lintas pada jam puncak pagi, siang maupun sore. Untuk arus lalu lintas tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
Berdasarkan Gambar 4.1 di atas menunjukkan pada jam puncak pagi arus lalu lintas paling besar terjadi pada pendekat Timur baik arah pergerakan lurus (T) maupun belok kanan (T-RT) yaitu sebesar 879 smp/jam dan 828 smp/ jam. Angka tersebut 29% dari total pergerakan arus lalu lintas jam puncak pagi pada simpang Jl. Soekarno Hatta – Jl. Ibrahim Adjie. Jumlah arus lalu
680 643 654 711
879
828 792 756
448 442
392 478 398 352 456 474 601 605
509 544 580 543 596
ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.11 NO.1 JULI 2016 – ISSN 1979-4819 52 lintas arah pergerakan belok kanan (T-RT)
pada pendekat Timur itu merupakan arus lalu lintas terbesar kedua setelah jumlah arus lalu lintas arah pergerakan lurus (T).
Pada jam puncak siang arus lalu lintas paling besar terjadi pada pendekat Barat arah pergerakan belok kanan (B-RT) yaitu 674 smp/jam. Angka tersebut 14,49% dari total pergerakan arus lalu lintas jam puncak siang pada simpang Jl. Soekarno Hatta – Jl. Ibrahim Adjie.
Pada jam puncak sore arus lalu lintas paling besar terjadi pada pendekat Selatan arah pergerakan belok kanan (S-RT) yaitu 478 smp/jam. Angka tersebut 13,89% dari total pergerakan arus lalu lintas jam puncak sore pada simpang Jl.Soekarno Hatta–Jl. Ibrahim Adjie.
Dari ketiga jam puncak yang diteliti yang paling signifikan berpengaruh terhadap tundaan pada simpang Jl. Soekarno Hatta-Jl. Ibrahim Adjie adalah jam puncak pagi pada pendekat Timur.
4.4 Kondisi Lingkungan Simpang
Kondisi lingkungan yang ada di simpang bersinyal Jl. Soekarno Hatta-Jl. Ibrahim Adjie disampaikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data Kondisi Lingkungan Simpang
Kode
Sumber : Hasil pengamatan, 2014.
Berdasarkan data yang didapat jumlah penduduk kota Bandung tahun 2013 adalah 2.332.453 jiwa. Perkiraan penduduk yang melakukan pergerakan pada pendekat Timur adalah sebesar 395.261 jiwa meliputi Kecamatan Rancasari, Cibiru, Ujungberung,
Gedebage, Panyileukan, Cinambo. Pergerakan arus lalu lintas yang besar menyebabkan tundaan dapat terjadi pada Simpang Jl. Soekarno Hatta – Jl. Ibrahim Adjie.
4.5 Sinyal Lalu Lintas
Data sinyal lalu lintas Simpang Jl. Soekarno Hatta–Jl. Ibrahim Adjie dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rekapitulasi Sinyal Lalu Lintas Pendekat Utara Timur Selatan Barat
Merah (detik)
298 333 239 240
Kuning
Jumlah 394 432 333 423
Sumber : Hasil pengamatan, 2014.
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, pendekat Timur memiliki waktu merah 333 detik yang lebih lama dibandingkan pendekat lainnya.Hal ini menyebabkan tundaan pada pendekat Timur yaitu Jl. Soekarno Hatta arah Buah Batu maupun arah Jl. Ibrahim Adjie.
4.6 Kondisi Arus Lalu Lintas
Kondisi lalu lintas pada jam sibuk pagi disampaikan pada Tabel 4.4.
RT 650 650 42 55 620 123
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Arus Lalu Lintas Total (QMV) Jam Puncak Pagi
Kode Arah
Smp/jam Smp/jam Smp/jam Smp/jam
U ST 500 48 132 680
RT 453 60 130 643
Jumlah 953 108 262 1.323
S ST 483 55 116 654
RT 542 43 126 711
Jumlah 1.025 98 242 1.365
T ST 698 48 133 879
RT 650 55 123 828
Jumlah 1.348 103 256 1.707
B ST 603 55 135 792
RT 586 47 123 756
Jumlah 1.189 102 258 1.548
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa pada jam puncak pagi arus lalu lintas total (QMV) terbesar terjadi pada pendekat Timur
yaitu 2.711 kend/jam atau 1.707 smp/jam. Arus lalu lintas yang tinggi menyebabkan tundaan dapat terjadi pada pendekat tersebut.
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Rasio Kendaraan Belok Kiri (PLT) Jam Puncak Pagi
Kode
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas menunjukkan pada jam puncak pagi rasio lalu
lintas belok kiri (PLT) pada pendekat Timur yaitu sebesar 0,49. Angka tersebut terbesar ketiga dari rasio arus lalu lintas belok kiri (PLT) pada masing-masing pendekat Simpang Jl. Soekarno Hatta – Jl. Ibrahim Adjie. Akan tetapi pada simpang Jl. Soekarno Hatta – Jl. Ibrahim Adjie masing-masing pendekatnya memiliki belok kiri langsung (LTOR) maka rasio arus lalu lintas belok kiri (PLT) tidak berpengaruh terhadap tundaan yang terjadi pada pendekat Timur.
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Rasio Kendaraan Belok Kiri (PRT) Jam Puncak Pagi
Kode
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
Berdasarkan Tabel 4.7 di atas menunjukkan Simpang Jl. Soekarno Hatta–Jl. Ibrahim Adjie pada jam puncak pagi rasio lalu lintas belok kanan (PRT) masing-masing pendekatnya yaitu sebesar 1,00.
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Rasio Kendaraan Tak Bermotor (PUM) Jam Puncak
Pagi
Kode Pendekat QUM
(kend/jam)
U-RT 33 1.148 0,029
S 68 2.155 0,032
S-RT 31 1.206 0,026
T 68 3.078 0,022
T-RT 32 1.312 0,024
B 56 3.069 0,018
B-RT 26 1.238 0,021
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.11 NO.1 JULI 2016 – ISSN 1979-4819 54 Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Waktu Antar
Hijau dan Waktu Hilang (LTI)
Kode Pendekat U S T B
Merah Semua (detik) 2,0 2,0 2,0 2,0 Waktu kuning total(3
det/fase) 12,0
Waktu hilang total (LTI) 20,0
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
Berdasarkan Tabel 4.9 di atas menunjukkan waktu hilang total (LTI) pada Simpang Jl. Soekarno Hatta – Jl. Ibrahim Adjie adalah 20 detik.
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Arus Jenuh Dasar (So) Jam Puncak Pagi
Kode
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
Berdasarkan Tabel 4.10 di atas menunjukkan pada jam puncak pagi arus jenuh dasar (So) pada pendekat Timur baik
arah pergerakan lurus (T) maupun belok kanan (T-RT) yaitu sebesar 3.600 smp/jam dan 1.800 smp/jam. Besarnya nilai arus jenuh dasar (SO) pada pendekat Timur dipengaruhi
oleh lebar efektif kaki simpang menyebabkan tundaan dapat terjadi pada pendekat tersebut.
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Arus Jenuh (S) Jam Puncak Pagi
Sumber : Hasil perhitungan, 2014
Berdasarkan Tabel 4.11 di atas menunjukkan bahwa pada jam puncak pagi arus jenuh (S) pada Simpang Jl. Soekarno Hatta-Jl. Ibrahim Adjie untuk pendekat Timur dengan arah pergerakan lurus (T) dan belok kanan (T-RT) yaitu sebesar 3.312 smp/jam hijau sedangkan untuk arah pergerakan belok kanan (T-RT) yaitu sebesar 1.656 smp/jam hijau. Besarnya arus jenuh (S) menyebabkan tundaan dapat terjadi pada pendekat tersebut.
Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Kapasitas (C) Jam Puncak Pagi
U-RT 1.656 34 130 430
S 3.312 16 130 411
S-RT 1.656 34 130 430
T 3.312 21 130 531
T-RT 1.656 39 130 500
B 3.312 21 130 531
B-RT 1.656 39 130 500
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
Berdasarkan Tabel 4.12 di atas menunjukkan pada jam puncak pagi kapasitas (C) pada pendekat Timur untuk arah pergerakan lurus (T) yaitu sebesar 531 smp/jam sedangkan untuk arah pergerakan belok kanan (T-RT) yaitu sebesar 500 smp/jam. Lebar jalan yang tidak sama pada setiap pendekatnya menyebabkan pada kaki simpang tersebut mempunyai pelayanan yang tidak sama dalam menampung kapasitas kendaraan.
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Derajat Kejenuhan (DS) Jam Puncak Pagi Kode
U-RT 643 430 1,495
S 654 411 1,591
S-RT 711 430 1,655
T-RT 828 500 1,655
B 792 531 1,492
B-RT 756 500 1,511
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
Berdasarkan Tabel 4.13 di atas menunjukkan pada jam puncak pagi derajat kejenuhan (DS) pada pendekat Timur baik arah pergerakan lurus (T) maupun arah pergerakan belok kanan (T-RT) yaitu sebesar 1,655. Nilai derajat kejenuhan (DS) lebih tinggi dari 0,85 berati bahwa pada pendekat Timur baik arah pergerakan lurus (T) dan arah pergerakan belok kanan (T-RT) sudah lewat jenuh menyebabkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak.
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Rasio Hijau (GR) Jam Puncak Pagi
Kode Pendekat
g (detik)
c (detik)
Rasio Hijau (GR =
g/c)
(1) (2) (3) (4)
U 16 130 0,124
U-RT 34 130 0,260
S 16 130 0,124
S-RT 34 130 0,260
T 21 130 0,160
T-RT 39 130 0,302
B 21 130 0,160
B-RT 39 130 0,302
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
Berdasarkan Tabel 4.14 di atas menunjukkan pada jam puncak pagi rasio hijau (GR) pada pendekat Timur untuk arah pergerakan lurus (T) yaitu sebesar 0,160 sedangkan untuk arah pergerakan belok kanan (T-RT) yaitu sebesar 0,302.
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Jumlah Antrian Maksimum (NQMAX) Jam Puncak Pagi.
Kode NQ1 NQ2 NQ POL NQMAX
(smp) (smp) (smp) (smp)
U 136,3 14,8 151,1 5% 170,1
U-RT 108,4 15,5 123,9 5% 142,9
S 123,2 14,8 138 5% 157
S-RT 142,4 15,5 157,9 5% 176,9
T 175,6 19,2 194,8 5% 213,8
T-RT 165,5 18,1 183,6 5% 202,6
B 132,6 19,2 151,8 5% 170,8
B-RT 129,8 18,1 147,9 5% 166,9
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
Berdasarkan Tabel 4.15 di atas menunjukkan pada jam puncak pagi jumlah antrian maksimum (NQMAX) paling besar terjadi pada pendekat Timur untuk arah pergerakan lurus (T) yaitu sebesar 213,8 smp sedangkan untuk arah pergerakan belok kanan (T-RT) yaitu sebesar 202,6 smp. Banyaknya jumlah antrian maksimum (NQMAX) yang terjadi pada pedekat Timur lebih besar dibandingkan pendekat lainnya pada Simpang Jl. Soekarno Hatta - Jl. Ibrahim Adjie yang menyebabkan tundaan dapat terjadi pada pendekat tersebut.
Tabel 4.33 Hasil Perhitungan Tundaan Total (DTotal) Jam Puncak Pagi
Kode DT DG D = DT+DG Q DTotal=
(D x Q) (det/smp) (det/smp) (smp/jam) (smp.det)
U 1.227,80 6 1.233,80 680 839.125
U-RT 940 -0,9 939,1 643 603.468
S 1.114,70 6,9 1.121,60 654 733.328
S-RT 1.221,90 -0,9 1.221,00 711 868.221
T 1.223,00 6,6 1.229,60 879 1.080.702 T-RT 1.218,20 -0,9 1.217,20 828 1.007.636
B 935,1 6,1 941,2 792 745.834
B-RT 963,9 -0,9 963 756 728.027
∑(DxQ) 6.624.740
Sumber : Hasil perhitungan, 2014.
Berdasarkan Tabel 4.16 di atas menunjukkan nilai tundaan total (D Total) terbesar jam puncak pagi terjadi pada pendekat Timur baik arah pergerakan lurus (T) maupun arah pergerakan belok kanan (T-RT) yaitusebesar 1.080.702 smp.det dan 1.007.636 smp.det.
Tabel 4.17 Tingkat Pelayanan Masing-Masing Pendekat Simpang Jam Puncak Pagi
Kodet QTotal
(smp/jam)
DTotal
(smp.det)
Tundaan rata-rata pendekat
LOS
U 9.009 839.125 93,14 F
U-RT 9.009 603.468 66,98 E
S 9.009 733.328 81,40 F
S-RT 9.009 868.221 96,37 F
T 9.009 1.080.702 120,0 F
T-RT 9.009 1.007.636 111,85 F
B 9.009 745.834 82,79 F
B-RT 9.009 728.027 80,81 F
ISU TEKNOLOGI STT MANDALA VOL.11 NO.1 JULI 2016 – ISSN 1979-4819 56 Berdasarkan Tabel 4.17 di atas
menunjukkan pada jam puncak pagi tingkat pelayanan untuk masing-masing pendekat simpang Jl. Soekarno Hatta-Jl. Ibrahim Adjie termasuk dalam kategori tingkat pelayanan F karena tundaan rata-rata lebih besar dari 80 det/kend dan berdasarkan kenyataan dilapangan pada pendekat tersebut sering terjadi kemacetan, antrian panjang dan tundaan.
5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada simpang bersinyal Jl. Soekarno Hatta– Jl. Ibrahim Adjie, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil perhitungan tundaan simpang bersinyal Jl. Soekarno Hatta-Jl. Ibrahim Adjie pada jam puncak pagi untuk masing-masing pendekat dengan arah pergerakan lurus (T) dan belok kanan (T-RT) adalah sebagai berikut ; pendekat Utara (839.125 smp.det dan 603.468 smp.det), pendekat Selatan (733.328 smp.det dan 868.221 smp.det), pendekat Timur (1.080.702 smp.det dan 1.007.636 smp.det), pendekat Barat (745.834 smp.det dan 728.027 smp.det). Tundaan terbesar terjadi pada pendekat Timur baik arah pergerakan lurus (T) maupun arah pergerakan belok kanan (T-RT) yaitu sebesar 16,31 % dan 15,21 % dari total tundaan yang terjadi pada simpang tersebut.
2. Hasil perhitungan kapasitas simpang bersinyal Jl. Soekarno Hatta–Jl. Ibrahim Adjie pada jam puncak pagi untuk masing-masing pendekat dengan arah pergerakan lurus (T) dan belok kanan (T-RT) adalah sebagai berikut ; pendekat Utara (411 smp/jam dan 430 smp/jam), pendekat Selatan (411 smp/jam dan 430 smp/jam), pendekat Timur (531 smp/jam dan 500 smp/jam), pendekat Barat (531 smp/jam dan 500 smp/jam). Kapasitas pada pendekat Barat dan Timur memiliki nilai yang sama. Akan tetapi dalam penelitian ini lokasi yang dijadikan penelitian adalah pendekat Timur tepatnya di depan kantor SAMSAT Bandung Timur, sehingga kapasitas pada pendekat Timur baik arah
pergerakan lurus (T) maupun arah pergerakan belok kanan (T-RT) yaitu sebesar 14,18% dan 13,35% dari total kapasitas simpang tersebut.
3. Berdasarkan tundaan rata-rata yang terjadi pada masing-masing pendekat yaitu sebesar 91,67 smp.det maka tingkat pelayanan simpang Jl. Soekarno Hatta -Jl. Ibrahim Adjie termasuk dalam kategori tingkat pelayanan F karena tundaan rata-rata lebih besar dari 80 det/kend, kondisi lalu lintas pada simpang Jl. Soekarno Hatta–Jl. Ibrahim Adjie ini tidak stabil (sering terjadi kemacetan, antrian panjang dan tundaan).
5.2 Saran
Untuk pengembangan dan penyempurnaan dari penelitian ini ada beberapa hal yang perlu dilanjutkan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Untuk penelitian selanjutnya dapat diketahui juga pengaruh simpang bersinyal yang difasilitasi Ruang Henti Khusus (RHK) sepeda motor terhadap kapasitas simpang bersinyal tersebut. 2. Penelitian ini diharapkan dapat
dikembangkan dengan menggunakan metode selain Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alamsyah, Alik Ansyori, 2008,Rekayasa Lalu Lintas, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
2. Departemen Pekerjaan Umum, 1977,
Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. 3. Hobbs, FD, 1995, Perencanaan Dan
Teknik Lalu Lintas, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
4. Jotin Khisty, C, dan Kent Lall, B., 2005,
Dasar – Dasar Rekayasa Transportasi
(Jilid I), Edisi Ketiga (terjemahan), Erlangga, Jakarta.
5. Morlok, Edward K, 1991, Pengantar Teknik Dan Perencanaan Transportasi, Erlangga, Jakarta.