• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pendukung Keputusan Pendugaan Kebutuhan Rice Milling Unit (Rmu) Studi Kasus Di Kotamadya Pematangsiantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sistem Pendukung Keputusan Pendugaan Kebutuhan Rice Milling Unit (Rmu) Studi Kasus Di Kotamadya Pematangsiantar"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENDUGAAN KEBUTUHAN

RICE MILLING UNIT

(RMU) STUDI KASUS

DI KOTAMADYA PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI

OLEH:

ALBERT TRIMITRA SIAHAAN 110308026

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENDUGAAN KEBUTUHAN

RICE MILLING UNIT

(RMU) STUDI KASUS

DI KOTAMADYA PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI

OLEH:

ALBERT TRIMITRA SIAHAAN 110308026

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Diperiksa Oleh, Komisi Pembimbing

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

(Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si) Ketua

(3)

ABSTRAK

ALBERT TRIMITRA SIAHAAN: Sistem Pendukung Keputusan Pendugaan Kebutuhan Rice Milling Unit (RMU) Studi Kasus di Kotamadya Pematangsiantar. Dibimbing oleh LUKMAN ADLIN HARAHAP

dan SULASTRI PANGGABEAN.

Sejak zaman dahulu peranan komoditi pangan di Indonesia khususnya beras sangatlah besar, sebab beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian penduduk Indonesia. Kebutuhan bahan pangan akan beras tidak akan berkurang, melainkan akan terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Pentingnya penelitian ini dilakukan untuk menduga produksi padi dengan menggunakan metode Monte Carlo sehingga dapat dilakukan pendugaan kebutuhan rice milling unit untuk waktu yang akan datang. Dari hasil yang diperoleh, ketersediaan mesin penggiling padi tidak dapat memenuhi penggilingan padi di Kotamadya Pematangsiantar, sehingga perlu diadakan pengadaan sejumlah mesin penggiling.

Kata Kunci: Padi, Monte Carlo, Rice Milling Unit

ABSTRACT

ALBERT TRIMITRA SIAHAAN: Decision Support System of Rice Milling Unit (RMU) estimation needs case study in Pematangsiantar City. Supervised by LUKMAN ADLIN HARAHAP and SULASTRI PANGGABEAN.

The role of food commodity particularly rice in Indonesia was enormous since years ago, as rice is a basic foodstuff for the majority of Indonesian. Food needs of rice is never reduced, but increased from year to year, in accordance to population growth. The importance of this report was to estimate rice production by using Monte Carlo method, so rice milling unit needs can be predicted in the future. The result showed that the availability of rice milling unit was unable to meet the rice milling rate in Pematangsiantar City, therefore a number of rice milling unit should be added.

Keywords: Rice, Monte Carlo, Rice Milling Unit

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotamadya Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 27 November 1993 dari Ayah G. Siahaan dan Ibu Linceria Hutagaol. Penulis merupakan anak ke tiga dari 3 bersaudara.

Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Swasta Kristen Kalam Kudus Pematangsiantar dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi kampus, diantaranya anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA), anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen (UKM-KMK), Badan Pengurus Harian Perayaan Natal Gabungan Program Studi TEP dan ITP 2014, Wakil Sekretaris Acara Seminr Nasional dan Kongres IX Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI) 2015. Penulis juga aktif sebagai asisten Laboratorium Penerapan Komputer, Laboratorium Mekanisasi Pertanian, serta Laboratorium Statistika Industri. Selain itu, penulis juga pernah memperoleh beasiswa PPA pada tahun 2013.

Penulis melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL) di PTPN IV Kebun Air Batu Asahan, Sumatera Utara pada tanggal 10 Juli – 10 Agustus 2014.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sistem Pendukung Keputusan Pendugaan Kebutuhan Rice Milling Unit

(RMU) Studi Kasus di Kotamadya Pematangsiantar” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan

kepada Ibu Sulastri Panggabean, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran dan kritikan yang sangat berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Untuk penyempurnaan skripsi ini, maka kiranya penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersikap membangun agar kedepannya dapat memperoleh hasil yang lebih baik.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan. Terima Kasih.

Medan, Mei 2015

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Profil Kotamadya Pematangsiantar ... 5

Tanaman Padi ... 6

Penggilingan Padi ... 7

Upaya Peningkatan Produktivitas Padi ... 8

Sistem Pendukung Keputusan ... 10

Komponen Sistem Pendukung Keputusan ... 11

Data... 13

SPSS ... 15

Skewness dan Kurtosis ... 15

Pembangkit Angka Acak ... 17

Uji Normalitas ... 19

Uji T... 21

Uji F ... 22

Simulasi Monte Carlo... 22

Validasi dan Verifikasi ... 24

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

Bahan dan Alat ... 26

Metode Penelitian ... 26

Prosedur Penelitian ... 27

Data-Data yang Dibutuhkan ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Normalitas Data Produktivitas ... 30

Pembangkitan Angka Acak ... 33

Pemodelan Simulasi ... 34

Analisis Validasi dan Verifikasi ... 35

Analisis Hasil Simulasi... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA

(7)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1. Komponen sistem pendukung keputusan ... 11

Gambar 2. Bentuk kurva distribusi ... 16

Gambar 3. Bentuk grafik kurtosis ... 17

Gambar 4. Relasi verifikasi, validasi dan pembentukan model kredibel ... 25

(8)

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 1. Luas daerah menurut kecamatan tahun 2013 ... 5 Tabel 2. Hasil uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) data per kecamatan ... 31 Tabel 3. Hasil simulasi sistem untuk produksi padi tahun 2015-2020 ... 39 Tabel 4. Data mesin penggiling padi dan kapasitas gilingnya di Kotamadya

Pematangsiantar ... 41 Tabel 5. Jumlah dan kapasitas RMU setelah dilakukan penambahan ... 45

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal. Lampiran 1. Banyaknya kelompok tani dan pola tanam yang digunakan di

Kotamadya Pematangsiantar ... 51 Lampiran 2. Luas tanah menurut penggunaannya di Kotamadya

Pematangsiantar ... 52 Lampiran 3. Produksi tanaman padi tahun 2009 – 2014 di Kotamadya

Pematangsiantar ... 53 Lampiran 4. Data penggunaan mesin penggiling padi di Kotamadya

Pematangsiantar. ... 54 Lampiran 5. Output distribusi frekuensi dan histogram pada SPSS di Kecamatan

Siantar Marihat ... 55 Lampiran 6. Output distribusi frekuensi dan histogram pada SPSS di Kecamatan

Siantar Martoba ... 56 Lampiran 7. Output distribusi frekuensi dan histogram pada SPSS di Kecamatan

Siantar Simarimbun ... 57 Lampiran 8. Output distribusi frekuensi dan histogram pada SPSS di Kecamatan

Siantar Sitalasari ... 58 Lampiran 9. Output distribusi frekuensi dan histogram pada SPSS di Kecamatan

Siantar Selatan ... 59 Lampiran 10. Output uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) per kecamatan di

Kotamadya Pematangsiantar ... 60 Lampiran 11. Output uji Independent Samples T Test pada SPSS untuk

Kecamatan Siantar Marihat ... 61 Lampiran 12. Output uji Independent Samples T Test pada SPSS untuk

Kecamatan Siantar Simarimbun. ... 62 Lampiran 13. Output uji Independent Samples T Test pada SPSS untuk

Kecamatan Siantar Martoba ... 63 Lampiran 14. Output uji Independent Samples T Test pada SPSS untuk

Kecamatan Siantar Sitalasari ... 64 Lampiran 15. Output uji Independent Samples T Test pada SPSS untuk

Kecamatan Siantar Selatan... 65 Lampiran 16. Coding VBA dalam Microsoft Office Excel 2007 ... 66 Lampiran 17. Perhitungan jumlah kebutuhan RMU untuk Kecamatan Siantar

Marihat ... 67 Lampiran 18. Perhitungan jumlah kebutuhan RMU untuk Kecamatan Siantar

Simarimbun ... 68 Lampiran 19. Perhitungan jumlah kebutuhan RMU untuk Kecamatan Siantar

Martoba ... 69 Lampiran 20. Perhitungan jumlah kebutuhan RMU untuk Kecamatan Siantar

Sitalasari ... 70 Lampiran 21. Perhitungan jumlah kebutuhan RMU untuk Kecamatan Siantar

Selatan ... 71

(10)

ABSTRAK

ALBERT TRIMITRA SIAHAAN: Sistem Pendukung Keputusan Pendugaan Kebutuhan Rice Milling Unit (RMU) Studi Kasus di Kotamadya Pematangsiantar. Dibimbing oleh LUKMAN ADLIN HARAHAP

dan SULASTRI PANGGABEAN.

Sejak zaman dahulu peranan komoditi pangan di Indonesia khususnya beras sangatlah besar, sebab beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian penduduk Indonesia. Kebutuhan bahan pangan akan beras tidak akan berkurang, melainkan akan terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Pentingnya penelitian ini dilakukan untuk menduga produksi padi dengan menggunakan metode Monte Carlo sehingga dapat dilakukan pendugaan kebutuhan rice milling unit untuk waktu yang akan datang. Dari hasil yang diperoleh, ketersediaan mesin penggiling padi tidak dapat memenuhi penggilingan padi di Kotamadya Pematangsiantar, sehingga perlu diadakan pengadaan sejumlah mesin penggiling.

Kata Kunci: Padi, Monte Carlo, Rice Milling Unit

ABSTRACT

ALBERT TRIMITRA SIAHAAN: Decision Support System of Rice Milling Unit (RMU) estimation needs case study in Pematangsiantar City. Supervised by LUKMAN ADLIN HARAHAP and SULASTRI PANGGABEAN.

The role of food commodity particularly rice in Indonesia was enormous since years ago, as rice is a basic foodstuff for the majority of Indonesian. Food needs of rice is never reduced, but increased from year to year, in accordance to population growth. The importance of this report was to estimate rice production by using Monte Carlo method, so rice milling unit needs can be predicted in the future. The result showed that the availability of rice milling unit was unable to meet the rice milling rate in Pematangsiantar City, therefore a number of rice milling unit should be added.

Keywords: Rice, Monte Carlo, Rice Milling Unit

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi (beras) sebagai makanan pokok. Oleh karena itu, tanaman padi sebagai penghasil beras harus mendapatkan perhatian lebih, baik mengenai lahan, benih, cara budi daya, maupun pascapanennya.

Pemanenan padi dilakukan berdasarkan umur tanam sesuai dengan deskripsi varietas, sekitar 105-125 hari setelah tanam (HST). Cara ini adalah cara paling mudah diingat petani. Memang waktu yang tepat untuk melakukan pemanenan bila padi secara fisiologis sudah matang optimal. Pada prinsipnya, panen padi adalah memungut hasil padi dalam bentuk gabah. Penanganan pascapanen meliputi semua kegiatan perlakuan dan pengolahan langsung terhadap

hasil pertanian yang karena sifatnya harus segera ditangani (Suparno dan Setyono, 1997).

Padi yang sudah dipanen kemudian dikeringkan untuk memperpanjang daya simpannya dan lebih memudahkan untuk mengupas kulit sekamnya pada saat akan ditumbuk. Apabila gabahnya sangat kering, beras akan mudah patah saat ditumbuk sehingga mutunya akan mempengaruhi beras yang dihasilkan.

(12)

tidak tersosoh sempurna sehingga beras tidak tahan disimpan dan mudah apek, sebaliknya dengan mesin penggiling, tenaga dan waktu yang diperlukan lebih sedikit dan hasilnya pun lebih baik (Suparno dan Setyono, 1997).

Dalam penanganan pascapanen padi, salah satu permasalahan yang sering dihadapi adalah masih kurangnya kesadaran dan pemahaman petani terhadap penanganan pascapanen yang baik sehingga mengakibatkan masih tingginya kehilangan hasil dan rendahnya mutu gabah/beras. Tingginya tingkat kehilangan hasil padi ini juga disebabkan oleh masih rendahnya penerapan teknologi, baik pada pemanenan, perontokan, pengangkutan, pengeringan maupun pada penggilingan (Hasbi, 2004).

Terkadang banyak masalah yang bermunculan dalam proses produksi padi. Masalah yang umumnya terjadi ialah kurangnya produksi padi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras. Besarnya jumlah penduduk di Indonesia harus diselaraskan dengan pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan yang satu ini. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam produksi padi menjadi beras ialah ketersediaan mesin penggiling padi (rice milling unit) untuk mengimbangi jumlah produksi padi. Apabila jumlah produksi padi sangat tinggi namun jumlah mesin penggiling padi kurang, maka proses produksi akan terhambat dikarenakan keterbatasan mesin penggiling. Oleh karena itu perlu penyesuaian dan prediksi jumlah mesin penggiling padi yang dibutuhkan dengan jumlah produksi padi.

(13)

terjadi secara terus menerus sehingga kebutuhan konsumsi beras sebagai bahan pangan utama pun akan turut meningkat. Penelitian ini akan membuat sebuah pemodelan untuk menduga produksi padi dengan cara mengumpulkan data produksi padi serta jumlah penggunaan mesin penggiling padi selama 5 tahun terakhir, selanjutnya diuji data tersebut dengan menggunakan metode statistika inferensia, kemudian dibangun serta digunakan simulasi Monte Carlo untuk melakukan pendugaan produksi padi dari data tersebut untuk 5 tahun selanjutnya, kemudian hasilnya divalidasi serta diverifikasikan agar dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan peralatan penggilingan padi di Kotamadya Pematangsiantar.

Penelitian ini akan menggunakan metode simulasi Monte Carlo untuk memprediksikan jumlah produksi padi serta kebutuhan penggunaan mesin penggiling padi. Metode Monte Carlo kini telah banyak digunakan dalam proses

(14)

Penelitian dengan metode ini juga sebelumnya telah pernah dilakukan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Univeristas Sumatera Utara oleh Mustafa Parlindungan Ritonga pada tahun 2014 untuk memprediksi

kebutuhan peralatan produksi padi di daerah Padangsidimpuan. Menurut Ritonga (2014), penggunaan Monte Carlo dapat digunakan untuk menentukan sebaran peluang untuk variabel dari sistem yang akan dianalisis atau disimulasi yang diperoleh dari data historisis atau dari suatu pilihan yang bersifat apriori (perkiraan).

Tujuan Penelitian

1. Membuat sebuah pemodelan untuk menduga produksi padi dengan menggunakan simulasi Monte Carlo.

2. Membangun sistem pendukung keputusan untuk menentukan kebutuhan peralatan penggilingan padi di Kotamadya Pematangsiantar

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(15)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Profil Kotamadya Pematangsiantar

Sebagai kota perdagangan, Kotamadya Pematangsiantar berada di tengah-tengah Kabupaten Simalungun yang memiliki kekayaan perkebunan karet, sawit, teh, dan pertanian. Secara geografis wilayah Kotamadya Pematangsiantar berada antara 3° 01’ 09” - 2° 54’ 40” LU dan 99° 6’ 23” – 99° 1’ 10” BT dengan luas wilayah 79,97 km2. Kotamadya Pematangsiantar terdiri dari 8 (delapan)

kecamatan yaitu Kecamatan Siantar Marihat, Siantar Marimbun, Siantar Selatan, Siantar Barat, Siantar Utara, Siantar Timur, dan Siantar

Martoba, Siantar Sitalasari dengan jumlah kelurahan sebanyak 43 kelurahan (Ditjen Cipta Karya, 2010).

Berikut ini adalah tabel perbandingan antara luas areal kecamatan di Kotamadya Pematangsiantar:

Tabel 1. Luas daerah menurut kecamatan tahun 2013

Kecamatan Luas (km2) Rasio Terhadap Total (%)

Siantar Marihat 7,82 9,78

Siantar Marimbun 18,06 22,52

Siantar Selatan 2,02 2,53

Siantar Barat 3,20 4,01

Siantar Utara 3,65 4,56

Siantar Timur 4,52 5,65

Siantar Martoba 18,02 22,54

Siantar Sitalasari 22,72 28,41

(16)

Tanaman Padi

Menurut Prihatman (2000), padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Keluarga : Gramineae (Poaceae) Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa L.

Syarat tumbuh padi pada lahan basah (sawah irigasi), curah hujan bukan merupakan faktor pembatas tanaman padi, tetapi pada lahan kering tanaman padi membutuhkan curah hujan yang optimum >1.600 mm/tahun. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 24 – 29oC. Tanaman padi dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (pH) optimum berkisar

antara 5,5-7,5. Permeabilitas pada sub horizon kurang dari 0,5 cm/jam (Pujiharti, dkk., 2008).

(17)

kedalaman air ditingkatkan menjadi 10 sampai dengan 20 cm. Pada waktu padi mulai berbulir, penggenangan sudah mencapai 20-25 cm, pada waktu padi menguning ketinggian air dikurangi sedikit-demi sedikit. Padi siap panen: 95 % butir sudah menguning (33-36 hari setelah berbunga), bagian bawah malai masih terdapat sedikit gabah hijau, kadar air gabah 21-26 %, butir hijau rendah (Prihatman, 2000).

Adapun klasifikasi dan standar mutu padi yakni: a) persyaratan kualitatif: bebas hama dan penyakit, bebas bau (busuk, asam atau bau-bau lainnya), bebas dari bahan-bahan kimia seperti sisa-sisa pupuk (insektisida fungisida dan bahan kimia lainnya) serta gabah tidak boleh panas. b) Persyaratan kuantitatif: Kadar air maksimum (%) (mutu I=14,0; mutu II=14,0; mutu III=14,0), gabah hampa maksimum (%) (mutu I=1,0; mutu II=2,0; mutu III=3,0), butir rusak dan butir kuning maksimum (%) (mutu I=2,0; mutu II=5,0; mutu III=7,0), butir rusak dan gabah muda maksimum (%) (mutu I=1,0; mutu II=5,0; mutu III=10,0), butir merah maksimum (%) (mutu I=1,0; mutu II=2,0; mutu III=4,0) benda asing maksimum (%) (mutu I tidak ada; mutu II=0,5; mutu III=1,0), gabah varientas lain maksimum (%) (mutu I=2,0; mutu II=5,0; mutu III=10,0) (Prihatman, 2000).

Penggilingan Padi

(18)

Unit penggilingan padi umumnya belum menerapkan sistem jaminan mutu, bahkan sebagian besar belum mengetahui standar mutu beras, sehingga beras yang dihasilkan bermutu rendah. Hasil penelitian di lima provinsi sentra produksi padi menunjukkan sekitar 90% unit penggilingan padi menghasilkan beras bermutu rendah karena kadar beras pecah lebih dari 25%. Hal ini disebabkan oleh kesalahan penjemuran dengan ketebalan gabah sekitar 3 cm atau terlalu tipis (Setyono, dkk.. 2008).

Untuk proses penggilingan, suatu kajian tentang rendemen penggilingan padi dilakukan oleh Hasbi (2004), disebutkan bahwa secara nasional terjadi penurunan kuantitatif rendemen beras giling dari tahun ke tahun, 65% pada tahun 80-an, 63,3% pada akhir tahun 90-an dan pada tahun 2000 menjadi 62%. Jika berpatokan pada angka konversi 62% ini, berarti produksi beras nasional 2011 setara dengan 42,198 juta ton. Penurunan rendemen beras ini dapat terjadi karena pengaruh umur teknis alat penggilingan padi.

Untuk menghasilkan beras bermutu baik dengan tingkat kehilangan hasil rendah, unit penggilingan padi harus menerapkan sistem jaminan mutu. Kehilangan hasil dipengaruhi oleh umur, tipe, dan tata letak mesin penggilingan.

Kehilangan hasil padi selama proses penggilingan berkisar antara 1,2-2,6%. (Setyono, dkk., 2006).

Upaya Peningkatan Produktivitas Padi

(19)

akibat peningkatan pendapatan. Namun di sisi lain, upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti konversi lahan sawah subur yang masih terus berjalan, penyimpangan iklim (climate anomaly), gejala kelelahan teknologi (technology fatigue), penurunan kualitas sumberdaya lahan (soil sickness) yang berdampak terhadap penurunan dan atau pelandaian produktivitas. Oleh karena itu guna memenuhi kebutuhan beras yang terus meningkat perlu diupayakan untuk mencari terobosan teknologi budidaya yang

mampu memberikan nilai tambah dan meningkatkan efisiensi usaha (Pramono, dkk., 2005).

Produktivitas suatu penanaman padi merupakan hasil akhir dari pengaruh interaksi antara faktor genetik varietas tanaman dengan lingkungan dan pengelolaan melalui suatu proses fisiologis dalam bentuk pertumbuhan tanaman. Penampilan tanaman pada suatu wilayah merupakan respons dari sifat tanaman terhadap lingkungannya dan juga pengelolaannya. Permasalahan dalam peningkatan hasil padi sebagian besar akibat tidak tepatnya penerapan komponen teknologi terhadap varietas padi yang ditanam pada kondisi lingkungan tertentu. Untuk pencapaian hasil maksimal diperlukan ketepatan pemilihan komponen teknologi (Makarim dan Suhartatik, 2010).

(20)

teknologi pengeringan dan penggilingan. Jika total kehilangan hasil dapat ditekan dari 20,5% menjadi 10-15%, maka kontribusinya dalam produksi padi nasional akan cukup besar, bahkan dapat membebaskan Indonesia dari impor beras.

Sistem Pendukung Keputusan

Menurut Kadir (2003), pengertian sistem adalah suatu kesatuan prosedur atau komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya bekerja sama sesuai dengan aturan yang diterapkan sehingga membentuk suatu tujuan yang sama. dimana dalam sebuah sistem bila terjadi satu bagian saja yang tidak bekerja atau rusak maka suatu tujuan bisa terjadi kesalahan hasilnya atau output-nya.

Sistem pendukung keputusan (decision support system atau DSS) adalah sistem informasi berbasis komputer yang menyediakan dukungan informasi interaktif bagi manajer dan praktisi bisnis selama proses pengambilan keputusan. Sistem pendukung keputusan menggunakan model analitis, database khusus, penilaian dan pandangan pembuat keputusan, serta proses pemodelan berbasis komputer yang interaktif untuk mendukung pembuatan keputusan bisnis yang semi terstruktur dan tak terstruktur (Herlambang dan Tanuwijaya, 2005).

(21)

Sistem pendukung keputusan tidak ditekankan untuk membuat keputusan. Dengan sekumpulan kemampuan untuk mengolah informasi/data yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan, sistem hanya berfungsi sebagai alat bantu manajemen. Jadi sistem ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan fungsi pengambil keputusan dalam membuat keputusan. Tapi sistem ini dirancang hanya untuk membantu pengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya (Eniyati dan Santi, 2010).

Komponen Sistem Pendukung Keputusan

Menurut Riadi (2013), secara umum sistem pendukung keputusan (SPK) dibangun oleh tiga komponen besar yaitu database management, model base dan

software system atau user interface. Komponen SPK tersebut dapat digambarkan seperti Gambar 1.

Gambar 1. Komponen sistem pendukung keputusan (Riadi, 2013). Pengelolaan Data

(Database Management)

Pengelolaan Model (Modelbase)

Pengelolaan Dialog (User Interface)

(22)

Database management merupakan subsistem data yang terorganisasi dalam suatu basis data. Data yang merupakan suatu sistem pendukung keputusan dapat berasal dari luar maupun dalam lingkungan. Untuk keperluan SPK, diperlukan data yang relevan dengan permasalahan yang hendak dipecahkan melalui simulasi. Model base merupakan suatu model yang merepresentasikan permasalahan ke dalam format kuantitatif (model matematika sebagai contohnya) sebagai dasar simulasi atau pengambilan keputusan, termasuk di dalamnya tujuan dari permasalahan (objektif), komponen-komponen terkait, batasan-batasan yang ada (constraints), dan hal-hal terkait lainnya. User interface merupakan penggabungan antara dua komponen sebelumnya yaitu databasemanagement dan

model base yang disatukan dalam komponen ketiga (user interface), setelah sebelumnya dipresentasikan dalam bentuk model yang dimengerti computer. User interface menampilkan keluaran sistem bagi pemakai dan menerima masukan dari pemakai ke dalam sistem pendukung keputusan (Riadi, 2013).

Ada tiga pola penggunaan DSS pada user-nya yakni: subscription mode

(pengambil keputusan menerima report yang dihasilkan secara teratur, walaupun berbagai sistem analisis data atau model accounting mirip cara ini, tetapi tidak dimasukkan ke dalam DSS), terminal mode (pengambilan keputusan oleh user

langsung dari sistem melalui akses online, inilah yang merupakan model paling dominan), dan intermediary mode (pengambilan keputusan menggunakan sistem melalui perantara yang melakukan analisis, menerjemahkan dan melaporkan hasilnya, pengambil keputusan tidak perlu tahu bagaimana perantara ini bekerja

(23)

Menurut Adriyanti (2006), secara konseptual siklus hidup pengembangan sistem informasi (system development life cycles atau SDLC) adalah:

a) analisis sistem (menganalisis dan mendefinisikan masalah dan kemungkinan solusinya untuk sistem informasi dan proses organisasi)

b) perancangan sistem (merancang output, input, struktur file, program, prosedur perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung sistem informasi)

c) pembangunan dan testing sistem (membangun perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung sistem dan melakukan testing secara akurat, melakukan instalasi dan testing terhadap perangkat keras dan mengoperasikan perangkat lunak)

d) implementasi sistem (beralih dari sistem lama ke sistem baru, melakukan pelatihan dan panduan seperlunya)

e) operasi dan perawatan (mendukung operasi sistem informasi dan melakukan perubahan atau tambahan fasilitas)

f) evaluasi sistem (mengevaluasi sejauh mana sistem telah dibangun dan seberapa bagus sistem telah dioperasikan).

Data

(24)

kumpulan data tentang suatu benda atau kejadian yang saling berhubungan satu sama lain (Waljiyanto, 2003).

Sedangkan menurut Ladjamuddin (2005), data merupakan komponen dasar dari informasi yang akan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan informasi. Himpunan data akan memiliki sifat yang unik, antara lain sebagai berikut:

a. Saling berkaitan (Interrelated), data-data tersebut akan saling berkaitan atau terintegrasi dan tersimpan secara terorganisir di dalam suatu media penyimpanan.

b. Kebersamaan (Shared), data yang terintegrasi tersebut dapat diakses oleh berbagai macam pengguna atau orang, tetapi hanya satu yang dapat mengubahnya yaitu Database Administrator (DBA).

c. Terkendali (Controlled), data yang terintegrasi tersebut hanya dapat diubah oleh seorang DBA.

Data tidak dapat langsung dipakai untuk pengambilan keputusan. Data dapat dimanfaatkan setelah komputer mengolahnya menjadi informasi. Jadi data merupakan bahan mentah yang dapat dijadikan data input bila memenuhi beberapa kriteria pengolahan data (Waluya, 1997).

(25)

proses akumulasi beberapa data, melakukan klasifikasi data berdasarkan karakteristik data tertentu) dan informasi keluaran (menampilkan hasil informasi keluaran yang dibutuhkan pemakai melalui berbagai media) (Ladjamudin, 2005).

SPSS

SPSS adalah singkatan dari Statistical Product and Service Solution

merupakan paket program aplikasi komputer untuk menganalisis data statistik. Dengan SPSS kita dapat memakai hampir dari seluruh tipe file data dan menggunakannya untuk membuat laporan berbentuk tabulasi, chart (grafik), plot

(diagram) dari berbagai distribusi, statistik deskriptif dan analisis statistik yang kompleks (FPP, 2011).

Statistika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang banyak digunakan berbagai bidang ilmu seperti pertanian, teknik, psikologi, dan lainnya. SPSS merupakan suatu software yang menyediakan berbagai macam alat-alat atau tools statistic seperti analisis regeresi linier, analisis regresi dummy, statistika non-parametrik, analisis variansi, dan sebagainya. Dengan menggunakan SPSS, tentunya dapat menghemat waktu dalam melakukan perhitungan-perhitungan untuk statistika jika dibandingkan dengan yang manual (Gio, 2013).

(26)

juga memiliki kehandalan dalam menampilkan chart atau plot hasil analisis sekaligus kemudahan penyuntingan bilamana diperlukan (FPP, 2011).

Skewness dan Kurtosis

Ukuran kemiringan atau skewness merupakan suatu nilai yang mengukur mengenai ketidaksimetrisan distribusi suatu data. Suatu data dikatakan mempunyai distribusi simetris sempurna bila nilai rata-rata, median, dan modus dalam data adalah sama. Pada kurva yang cenderung berat ke kanan disebut dengan kurva positif. Pada kurva yang kemiringan sisi kanan dan sisi kiri sama disebut dengan kurva simetrik. Pada kurva yang cenderung berat ke kiri disebut kurva negatif (Gio, 2013).

Gambar 2. Bentuk kurva distribusi (Nep, 2013).

Menurut Nep (2013), ada beberapa tingkat kemiringan (skewness) yakni α3 = 0 maka bentuk kurva simetris, α3 > 0 maka bentuk kurva positif

(miring/landai ke kanan), α3 < 0 maka bentuk kurva negatif (miring/landai ke

kiri). Dikatakan model positif jika kemiringan positif, negatif jika kemiringan negatif dan simetrik jika kemiringan sama dengan nol.

(27)

keruncingan atau ketinggian puncak dari distribusi normalnya. Berdasarkan keruncingannya, suatu kurva dikelompokkan atas tiga kategori yakni platikurtis,

mesokurtis, dan leptokurtis (Gio, 2013).

Gambar 3. Bentuk grafik kurtosis (Nep, 2013).

Menurut Nep (2013), salah satu ukuran kurtosis ialah koefisien kurtosis, diberi simbol α4. Ada beberapa kriteria untuk menafsirkan koefisien kurtosis yaitu

α4 = 3 distribusi normal (mesokurtik) , α4 > 3 distribusi leptokurtik (runcing),

α4 < 3 distribusi platikurtik (datar/landai).

Meskipun nilai dari skew dan kurtosis dapat dilihat jelas dari tabel output pada SPSS, kita dapat mengkonversikan nilai tersebut kedalam nilai Z. Mengkonversikan nilai tersebut sangat berguna karena kita dapat membandingkan anatara nilai skew dan kurtosis pada sampel yang berbeda dengan ukuran yang berbeda. Cara mengkonversikan skewness dan kurtosis menjadi nilai Z dapat dilakukan dengan rumus :

Zskewness = S - 0

SEskewness Zkurtosis =

K - 0 SEkurtosis

(28)

Pembangkit Angka Acak

Bilangan acak adalah bilangan yang kemunculannya terjadi secara acak. Bilangan acak dibangkitkan oleh komputer adalah bilangan acak semu (pseudo random number). Bilangan acak ini penting untuk keperluan simulasi (Basuki, dkk., 2006).

Dalam menghasilkan sebuah bilangan acak, sebuah komputer dapat memakai dua pendekatan, yaitu dengan cara menggunakan pembangkit bilangan acak semu ataupun dengan menggunakan pembangkit bilangan acak sejati. Pembangkit bilangan acak semu adalah pembangkit bilangan acak yang memanfaatkan rumus-rumus matematis dalam membangkitkan sebuah bilangan acak. Pembangkit bilangan acak semu biasanya bersifat efisien dan deterministik, namun sayangnya juga bersifat periodik. Berbeda dengan pembangkit bilangan acak semu, pembangkit bilangan acak sejati merupakan pembangkit bilangan acak yang memanfaatkan fenomena-fenomena fisik yang kemudian ditangkap oleh komputer (Handoyo, 2011).

Menurut Rusjdi (2011), sifat-sifat yang harus dimiliki oleh suatu pembangkit bilangan acak (random) yakni:

a) angka yang dihasilkan harus sesuai dengan distribusi seragam b) pembangkit bilangan acak harus cepat

(29)

d) pembangkit tersebut harus dapat menghasilkan kelompok-kelompok bilangan acak berbeda dan dapat menghasilkan kembali urutan-urutan angka kapan saja diperlukan

e) serta metode yang digunakan harus dijamin tidak akan menghasilkan kembali angka-angka yang sama dalam waktu yang relatif dekat.

Menurut Hartono (2010), berikut ini adalah beberapa metode pembangkitan bilangan acak semu yakni: additive (arithmatic) random number generator (ARNG), multiplicative random number generator (MRNG), mixed congruentialrandomnumbergenerator (MCRNG).

Untuk mendapatkan bilangan acak, salah satunya dengan menggunakan metode kongruen campuran yang diformulasikan dengan rumus:

Xi+1 = (aXi + c) mod m

Dengan keterangan bahwa a merupakan konstanta pengali (a<m), c merupakan konstanta pergeseran (c<m), m merupakan konstanta modulus (>0), Xi merupakan

bilangan acak (bilangan bulat > 0, X < m) (Handoyo, 2011).

(30)

Uji Normalitas

Uji distribusi normalitas atau biasa dikenal dengan istilah uji normalitas dapat digunakan untuk mengukur apakah data yang telah didapatkan berdistribusi normal atau tidak sehingga dapat digunakan dalam statistik parametris (statistik inferensial). Yakni, distribusi data dengan bentuk seperti bell. Dimana data yang baik dan benar adalah data yang memiliki pola berdistribusi normal, yaitu tidak terlalu menghadap kanan maupun kiri (Haniah, 2013).

Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kita berasal dari populasi normal atau tidak. Data berdistribusi normal yaitu data yang tersebar memusat pada nilai rata-rata dan median. Cara mengetahui suatu data berdistribusi normal atau tidak dapat dilihat dari kolom signifikasi pada output uji normalitas pada SPSS. Adapun kriteria untuk menetapkan distribusi normal yaitu: besarnya signifikasi adalah 0,05; kemudian dibandingkan dengan taraf signifikasi (p) yang diperoleh. Jika signifikasi yang diperoleh lebih besar dari 0,05 maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Apabila nilai signifikasi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05; maka sampel bukan berasal dari populai yang berdistribusi normal (Sugiyono, 2010)

(31)

nilai X yang bernilai maksimum. Nilai tersebut dilambangkan dengan Dmax

(Gio, 2013).

Untuk mengetahui distribusi suatu data bersifat normal atau tidak, dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S Test). Dalam aplikasi SPSS, uji Kolmogorov-Smirnov ini dapat dilakukan dengan cara mencentang tanda

normality plots with test pada pengujian explorer, dengan memasukkan variabel yang akan diuji ke dalam box dependent list (Rusdi, 2009).

Menurut Rusdi (2009), pedoman pengambilan keputusan untuk suatu data dikatakan normal ialah dengan memperhatikan nilai sig (p) pada output test of normality pada SPSS. Dimana apabila nilai sig (p) < α maka distribusi data dikatakan tidak normal, sedangkan apabila nilai sig (p) > α maka distribusi data

dikatakan normal.

Uji T

Menurut Gio (2013), Uji T atau uji rata-rata populasi dapat digunakan untuk menguji rata-rata dari sebuah populasi berdasarkan sampel yang ditarik dari populasi tersebut. Pada taraf signifikasi 5%, peneliti menguji apakah pernyataan dapat diterima atau tidak. Berikut ini adalah tahapan pengujian:

a. Perumusan hipotesis, disusun hipotesis untuk H0 dan H1

b. Menghitung nilai derajat bebas dengan rumus : n-1 c. Menghitung nilai kritis t berdasarkan tabel distribusi t

(32)

t = �� − �

� / √�

keterangan:

t : nilai uji rata-rata populasi

�� : nilai rata-rata (mean) dari data µ : nilai sample data

s : standar deviasi dari data n : banyaknya data

e. Kemudian dilakukan pengambilan keputusan.

Uji F

Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel

independent secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependent. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 0,05. Apabila nilai F hasil perhitungan lebih besar daripada nilai F menurut tabel, maka hipotesis alternatif yang menyatakan semua variabel independent, secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependent (Sukoco, 2012).

Simulasi Monte Carlo

(33)

memenangkan beberapa permainan kartu solitaire melalui perhitungan sifat keacakan ini dan di dalam biografinya Ulam menyatakan bahwa metode tersebut dinamakan Monte Carlo (yang merupakan nama sebuah kasino di Monako) untuk menghormati pamannya yang seorang pejudi, atas saran temannya Nicholas Metropolis (Kalos dan Whitlock, 2008).

Menurut Sartono (2005), salah satu jenis simulasi adalah teknik simulasi Monte Carlo, yang secara acak membangkitkan bilangan atau nilai-nilai dari suatu variabel dengan sebaran tertentu berulang-ulang. Simulasi Monte Carlo merupakan suatu metode untuk menyelesaiakan masalah menggunakan pembangkitan bilangan acak yang sesuai dan selanjutnya mengamati sifat-sifat tertentu yang dihasilkan, dan metode ini berguna untuk mendapatkan solusi numerik pada masalah yang terlalu rumit diselesaikan secara analitis.

Simulasi Monte Carlo dikenal juga dengan istilah Sampling Simulation

(34)

Dasar dari simulasi Monte Carlo adalah percobaan elemen kemungkinan dengan menggunakan sampel random (acak). Metode ini terbagi dalam 5 tahapan: a) Membuat distribusi kemungkinan untuk variabel penting

b) Membangun distribusi kemungkinan kumulatif untuk tiaptiap variabel di tahap pertama

c) Menentukan interval angka random untuk tiap variabel d) Membuat angka random

e) Membuat simulasi dari rangkaian percobaan

Persoalan kemudian muncul, ketika teknik simulasi Monte Carlo memerlukan pengetahuan mengenai bentuk sebaran data. Beberapa masalah yang muncul adalah pada data tertentu dapat diidentifikasi sesuai dengan lebih dari satu bentuk sebaran serta pada data yang lain, ada kemungkinan tidak dapat diperoleh sebarannya (jika dilakukan pengujian sebaran-sebaran umum) (Sartono, 2005).

Validasi dan Verifikasi

Menurut Harrell, dkk., (2003) validasi model adalah proses menentukan apakah model konseptual merefleksikan sistem nyata dengan tepat, sedangkan verifikasi model adalah proses menentukan apakah model simulasi merefleksikan model konseptual dengan tepat.

(35)

Gambar 4. Relasi verifikasi, validasi dan pembentukan model kredibel (Hasad, 2011).

Pengembangan model simulasi merupakan proses iteratif dengan beberapa perubahan kecil pada setiap tahap. Dasar iterasi antara model yang berbeda adalah kesuksesan atau kegagalan ketika verifikasi dan validasi setiap model. Ketika validasi model dilakukan, kita mengembangkan representasi kredibel sistem nyata, ketika verifikasi dilakukan, kita memeriksa apakah logika model diimplementasikan dengan benar atau tidak (Hasad, 2011).

Suatu model dapat dikatakan valid ketika tidak memiliki perbedaan dengan sistem yang nyata yang diamati baik dari karakteristiknya maupun perilakunya. Validasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat uji statistik yang meliputi uji keseragaman data output, uji kesamaan dua rata-rata, uji kesamaan dua variansi dan uji kecocokan distribusi (Ritonga, 2014).

Sistem

Nyata Model Konseptual Program Simulasi

Hasil Benar Tersedia Implementasi Hasil Kirim Hasil Ke Manajemen

Validasi Verifikasi

(36)

26

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 hingga selesai di Kotamadya Pematangsiantar Provinsi Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kotamadya Pematangsiantar yakni data banyaknya kelompok tani dan pola tanam yang digunakan, luas tanah menurut penggunaannya, produktivitas tanaman padi pada tahun 2009-2014 serta dari Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan yakni data penggunaan mesin penggiling padi di Kotamadya Pematangsiantar.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer sebagai alat untuk mengolah data dengan menggunakan metode Monte Carlo, alat tulis,

software SPSS 13.0 for Windows dan Microsoft Office Excel 2007 untuk melakukan simulasi dengan pemodelan.

Metode Penelitian

(37)

Prosedur Penelitian

1. Dianalisis kebutuhan data untuk mengetahui data apa saja yang akan diperlukan pada penelitian ini.

2. Dilakukan pengumpulan data sekunder yakni data produktivitas padi pada tahun 2009-2014, banyaknya kelompok tani dan pola tanam yang digunakan, luas tanah menurut penggunannya dan penggunaan mesin penggiling padi di Kotamadya Pematangsiantar.

3. Dianalisis sebaran data yang digunakan dengan menggunakan distribusi frekuensi, yakni data disusun dengan urutan frekuensi dari terendah hingga tertinggi.

4. Diklasifikasikan serta disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik histogram.

5. Diuji normalitas data dengan Software SPSS 13.0 for Windows untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak, apabila data terdistribusi normal maka dilakukan metode parametrik, dan apabila tidak terdistribusi normal maka dilakukan metode statistika non parametrik.

6. Dilakukan pembangunan sistem dengan pemodelan metode Monte Carlo dengan menggunakan Software SPSS 13.0 for Windows dan dengan

Microsoft Office Excel 2007.

7. Dilakukan simulasi dengan model dengan bilangan acak untuk menduga produktivitas tanaman padi untuk 5 tahun kedepan.

(38)

9. Dihitung kebutuhan mesin penggiling padi 5 tahun kedepan berdasarkan data dugaan dari pemodelan yang telah divalidasi.

10.Disajikan data hasil pemodelan di dalam tabel.

Data-Data yang Dibutuhkan

Adapun data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data produktivitas tanaman padi pada tahun 2009-2014.

b. Data luas penggunaan tanah untuk padi sawah di tiap kecamatan pada tahun 2013.

(39)

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kotamadya Pematangsiantar merupakan sebuah kotamadya yang memiliki 8 kecamatan dengan luas wilayah yang beragam. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2013, dari kedelapan kecamatan yang ada, Kecamatan Siantar Simarimbun merupakan kecamatan terbesar dengan luas wilayah sebesar 18,06 km2 atau 22,58% dari luas wilayah total Kotamadya Pematangsiantar. Sedangkan kecamatan terkecil ialah Kecamatan Siantar Selatan, dengan luas wilayah sebesar 2,02 km2 atau hanya 2,53% dari luas wilayah total Kotamadya Pematangsiantar.

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil data sekunder dari Kantor Dinas Pertanian dan Peternakan Kotamadya Pematangsiantar, Badan Pusat Statistik Kotamadya Pematangsiantar, serta Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kotamadya Pematangsiantar. Data yang diperoleh antara lain produksi padi selama 6 tahun terakhir (2009 - 2014), pola tanam, jumlah kelompok tani dan jumlah mesin penggiling yang terdapat di Kotamadya Pematangsiantar.

(40)

Kecamatan yang menjadi penghasil padi tertinggi berturut-turut selama enam tahun terakhir di Kotamadya Pematangsiantar adalah Kecamatan Simarimbun dengan produksi rata-rata per tahunnya mencapai 12.525,17 ton. Sedangkan untuk penghasil padi terendah terdapat pada Kecamatan Siantar Selatan yang hanya memproduksi padi sebesar 56,16 ton per tahunnya. Ada tiga kecamatan di Kotamadya Pematangsiantar yang memang sama sekali tidak menghasilkan padi yakni Kecamatan Siantar Utara, Kecamatan Siantar Timur serta Kecamatan Siantar Barat. Hal ini terjadi memang dikarenakan pada ketiga kecamatan ini tidak dibudidayakan padi karena tidak adanya lahan persawahan, dan karena daerah ini merupakan daerah yang padat pemukiman penduduk, perkantoran dan pusat perbelanjaan.

Fluktuasi produksi beras di Kotamadya Pematangsiantar terjadi dikarenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah iklim yang tidak menentu yang mengakibatkan petani terkadang mengalami keterlambatan dalam penanaman dan pemanenan, hal ini tentu saja berpengaruh terhadap produksi padi di Kotamadya Pematangsiantar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pramono, dkk., (2005), yang menyatakan bahwa upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti penyimpangan iklim (climate anomaly) dan penurunan kualitas sumber daya lahan.

Analisis Normalitas Data Produkivitas

(41)

digunakan harus berdistribusi normal. Dalam penelitian ini, data yang diuji distribusi normalitasnya hanyalah data produktivitas padi per kecamatan di Kotamadya Pematangsiantar.

Dalam pengujian normalitas data ini besarnya nilai signifikasi yang digunakan ialah 0,05. Penggunaan nilai signifikasi sebesar 0,05 umumnya digunakan sebagai taraf standar untuk pengujian normalitas yang kemudian akan dibandingkan dengan nilai output yang diperoleh untuk menentukan apakah sebaran data tersebut berasal dari populasi yang normal atau tidak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sugiyono (2010) yang menyatakan bahwa, adapun kriteria untuk menetapkan distribusi normal yaitu besarnya signifikasi adalah 0.05, kemudian dibandingkan dengan taraf signifikasi (p) yang diperoleh.

Tabel 2. Hasil uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) data per kecamatan.

Kecamatan Nilai signifikasi (p)

Siantar Marihat 0,123

Siantar Martoba 0,200

Siantar Simarimbun 0,200

Siantar Sitalasari 0,200

Siantar Selatan 0,200

Data produktivitas tanaman padi tahun 2009-2014 untuk tiap-tiap kecamatan tersebut tergolong data yang terdistribusi normal, hal ini dapat dilihat dari output uji normalitas yang dilakukan dengan aplikasi SPSS 13.0 for Windows

(42)

mengetahui distribusi suatu data bersifat normal atau tidak, dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S Test).

Besarnya hasil nilai signifikasi yang diperoleh (p) dari pengujian pada SPSS dengan metode Kolmogorov-Smirnov yang terdapat dalam Tabel 2 untuk Kecamatan Siantar Marihat adalah sebesar 0,123; sedangkan untuk nilai signifikasi masing-masing Kecamatan Siantar Martoba, Siantar Simarimbun, Siantar Sitalasari, Siantar Selatan ialah sebesar 0,200. Untuk syarat uji normalitas, data tersebut sudah dinyatakan berdistribusi normal dikarenakan nilai signifikasi yang diperoleh dari pengujian (p) lebih besar dari 0,05. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sugiyono (2010), yang menyatakan bahwa jika signifikasi yang diperoleh lebih besar dari 0,05 maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Apabila nilai signifikasi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 maka sampel bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Selain melalui K-S Test, sebaran normalitas data dapat dilihat juga melalui grafik histogram yang dibuat dengan cara mengurutkan data dari frekuensi nilai terkecil hingga terbesar dan kemudian memasukkannya ke dalam histogram yang kemudian akan ditentukan nilai rerata dan standar deviasi berdasarkan data tersebut. Untuk pembuatan histogram ini dapat dengan mudah dilakukan dengan bantuan program SPSS, pada output histogram akan ditampilkan kurva normalitas data yang di analisis.

(43)

tidak terlalu condong ke kiri ataupun condong ke kanan. Hal ini sesuai menurut pernyataan Haniah (2013) yang menyatakan bahwa, distribusi data yang diperlihatkan grafik normal ialah berbentuk seperti bell, dimana data yang baik dan benar ialah data yang memiliki pola distribusi normal, yaitu tidak terlalu menghadap kanan maupun kiri.

Pembangkitan Angka Acak

Dalam simulasi Monte Carlo, pembangkitan angka acak merupakan langkah yang sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan jenis simulasi Monte Carlo ialah suatu simulasi yang menggunakan angka acak untuk mengamati sifat-sifat tertentu pada data dan mendapatkan hasil simulasi berupa solusi numerik. Hal ini didukung oleh pernyataan Sartono (2005), yang menyatakan bahwa simulasi Monte Carlo ialah simulasi yang menggunakan sebaran nilai acak untuk solusi analitisnya.

(44)

Rumus yang digunakan dalam simulasi Monte Carlo ini ialah persamaan

mixed congruential dengan rumus:

Xi+1 = (aXi + c) mod m

dimana nilai a sebagai konstanta pengali digunakan nilai konstanta 1,8; nilai c sebagai konstanta pergeseran yang digunakan ialah 23; serta nilai m sebagai konstanta modulus digunakan nilai 10.000; untuk nilai X awalnya ialah 0. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handoyo (2011), yang menyatakan bahwa nilai a dan c harus lebih kecil dari m, dan nilai X lebih besar sama dengan 0 dan lebih kecil dari m.

Pemodelan Simulasi

Pembangunan model simulasi Monte Carlo dalam penelitian ini menggunakan bahasa pemrograman VBA (Visual Basic for Application) yang akan menjadi macro (sederetan fungsi dan perintah yang disimpan) dalam program Microsoft Office Excel. Dengan memasukkan nilai tetapan a sebesar 1,8; nilai tetapan c sebesar 23 dan nilai tetapan m sebesar 10.000, maka diperoleh angka acak sebagai berikut: 1.568; 9.694; 809; 6.556; 2.342; 9392; 9.111; 4.272; 8.958; 185; 7.884 dan 7.806.

(45)

terlampir pada Lampiran 16, maka diperoleh nilai pendugaan produksi padi untuk enam tahun ke depan.

Analisis Validasi dan Verifikasi

Untuk mengetahui apakah angka acak yang dihasilkan tersebut dapat mewakili sampel dan selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan data untuk pendugaan produksi padi maka perlu dilakukan validasi dan verifikasi. Dalam penelitian ini data yang telah disimulasikan divalidasi untuk menentukan apakah model konseptual yang dibangun telah merefleksikan sistem nyata dan diverifikasi untuk mengetahui apakah model simulasi telah merefleksikan model konseptual dengan tepat.

Validasi dan verifikasi ini sangat penting dilakukan untuk sebuah simulasi agar dapat dipastikan apakah hasil simulasi tersebut dapat dipercaya atau tidak, layak dipergunakan ataupun tidak. Tahapan ini akan menghasilkan suatu simulasi yang kredibel, yang dapat dipercaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Afiyanti (2008), yang menyatakan bahwa penilaian validitas dan reliabilitas data suatu penelitian merupakan suatu syarat yang harus dilakukan untuk menilai kualitas suatu hasil penelitian.

(46)

data output, uji kesamaan dua rata-rata, uji kesamaan dua variansi dan uji kecocokan distribusi.

Adapun dalam penelitian ini pengujian dilakukan dengan dua tahap yakni: 1. Uji F (Levene’s Test)

Uji ini dilakukan untuk menentukan apakah kedua varian kelompok data adalah sama (kelompok data produksi padi dan kelompok data hasil simulasi). Langkah langkahnya ialah sebagai berikut:

a. Menentuka hipotesis penelitian:

H0: kedua varian populasi identik (Equal variance assumed).

Ha: kedua varian populasi tidak identik (Equal variance not assumed). b. Kriteria pengujian berdasarkan nilai signifikasi pada kolom Levene’s Test

for Equality of Variances:

H0 diterima jika nilai signifikasi dari output SPSS (P value) > 0,05 dan

H0 ditolak jika nilai signifikasi dari output SPSS (P value) < 0,05.

c. Membandingkan nilai signifikasi:

(47)

d. Kesimpulan:

Dalam pengujian ini karena nilai signifikasi untuk keseluruhan kecamatan lebih besar dari 0,05 dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 diterima dan

kedua varian populasi adalah identik (equal variances assumed). 2. Uji T (Independent Samples T Test)

Setelah dilakukan uji kesamaan variasi atau Uji F dan diperoleh hasil bahwa kedua varian adalah identik (equal variances assumed), maka tahapan selanjutnya ialah Uji T (Independent Samples T Test) yang akan dilakukan uji perbedaan data hasil produktivitas dengan data hasil simulasi. Langkah pengujiannya ialah sebagai berikut:

a. Menentukan Hipotesis:

H0: Kedua rata-rata populasi tidak berbeda (rata-rata data hasil produksi

dan data hasil pendugaan simulasi tidak memiliki perbedaan).

Ha: Kedua rata-rata populasi adalah berbeda (rata-rata data hasil produksi dan data hasil pendugaan simulasi memiliki perbedaan).

b. Menentukan taraf signifikasi

Pengujian ini menggunakan tingkat signifikasi sebesar 0,05. Tingkat signifikasi dalam hal ini merupakan resiko salah dalam pengambilan keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak 5% (standar umum yang sering digunakan).

c. Menentukan nilai Thitung dari output SPSS pada tabel t-test for equality of

means pada bagian equal variances assumed:

(48)

Kecamatan Siantar Simarimbun sebesar -0,848; Kecamatan Siantar Martoba sebesar -0,848; Kecamatan Siantar Sitalasari sebesar -1,089 serta Kecamatan Siantar Selatan sebesar 0,223.

d. Menentukan nilai Ttabel:

Nilai Ttabel dapat dicari pada taraf 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan degree

of freedom (df) = n-2 = 12-2 = 10. Dengan melihat tabel distribusi T, diperoleh nilai Ttabel sebesar 2,6337.

e. Kriteria pengujian:

H0 diterima apabila –Ttabel < Thitung < Ttabel dan nilai signifikasi > 0,05

H0 ditolak apabila –Thitung < –Ttabel atau Thitung > Ttabel dan nilai signifikasi

< 0,05.

f. Membandingkan Thitung dengan Ttabel dan nilai signifikasi yang diperoleh:

Dalam pengujian ini nilai –Ttabel < Thitung < Ttabel. Hal ini bisa kita lihat dari

output SPSS yang terdapat dalam Lampiran 11 hingga Lampiran 15 pada bagian equal variances assumed, diperoleh nilai t untuk Kecamatan Siantar Marihat sebesar -0,848; Kecamatan Siantar Simarimbun sebesar -0,848; Kecamatan Siantar Martoba sebesar -0,848; Kecamatan Siantar Sitalasari sebesar -1,089; dan Kecamatan Siantar Selatan sebesar 0,223. Hasil ini lebih kecil dibandingkan nilai Ttabel (2,6337) dan lebih besar dari

nilai –Ttabel (-2,6337).

(49)

Martoba sebesar 0,417; Kecamatan Siantar Sitalasari sebesar 0,302; dan Kecamatan Siantar Selatan sebesar 0,828.

g. Pengambilan keputusan:

Dari data diperoleh bahwa keseluruhan nilai –Ttabel < Thitung dari tiap-tiap

kecamatan < Ttabel, dan nilai signifikasi dari setiap kecamatan >0,05 maka

diperoleh kesimpulan bahwa H0 diterima dan kedua rata-rata populasi

tidak berbeda (rata-rata data hasil produksi dan data hasil pendugaan simulasi tidak memiliki perbedaan).

Setelah semua pengujian dilakukan, dapat diasumsikan bahwa nilai hasil simulasi dengan bilangan acak dapat dijadikan sebagai acuan produktivitas padi selama 6 tahun kedepan. Dalam hal ini, bilangan acak yang disimulasikan ialah pendugaan produktivitas padi selama 6 tahun kedepan sehingga pendugaan kebutuhan rice milling unit dapat ditentukan. Berikut ini ialah hasil pendugaan produksi padi selama 6 tahun kedepan:

Tabel 3. Hasil simulasi sistem untuk produksi padi tahun 2015 – 2020.

Tahun Produksi per kecamatan (Ton) Total

Marihat Martoba Simarimbun Sitalasari Selatan Utara Timur Barat

2015 6814 3063 13521 2243 57 0 0 0 25698

2016 7026 3355 14596 2602 58 0 0 0 27638

2017 6177 2186 10294 1165 54 0 0 0 19877

2018 6808 3055 13491 2233 57 0 0 0 25643

2019 6716 2928 13025 2077 57 0 0 0 24803

2020 6433 2539 11592 1599 55 0 0 0 22218

Analisis Hasil Simulasi

(50)

menghasilkan beras kualitas baik, perlu adanya jaminan mutu dan standar kualitas beras. Hal ini didukung oleh pernyataan Setyono, dkk., (2008) yang menyatakan bahwa hasil penelitian di lima provinsi sentra produksi padi menunjukkan sekitar 90% unit penggilingan padi menghasilkan beras bermutu rendah karena kadar beras pecah lebih dari 25%.

Pentingnya memperhitungkan jumlah mesin penggiling padi yakni agar dapat mendukung mata rantai dalam proses suplai beras dan sangat berkontribusi penting dalam penyediaan beras, baik dari segi kuantitas maupun kualitas yang dihasilkannya untuk meningkatkan ketahanan pangan. Hal ini didukung oleh pernyataan Pramono, dkk., (2005) yang menyatakan bahwa kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan pendapatan.

Di Kotamadaya Pematangsiantar, masih ditemukan penggilingan padi dengan sistem pengerjaannya yang satu kali proses penyosohan sehingga terkadang berdampak kurang baik terhadap rendemen dan mutu beras yang dihasilkan, serta penambahan umur alat juga menjadi penyebab rendahnya mutu beras dan rendemen penggilingan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasbi (2004), yang menyatakan bahwa penurunan rendemen beras ini dapat terjadi karena pengaruh umur teknis alat penggilingan padi.

(51)

enam. Hal ini membuat keberadaan penggilingan beras atau rice milling unit

cukup penting mengingat hasil produksinya apabila dirata-ratakan per bulannya mencapai 1.984 ton.

Apabila dilihat dari hasil simulasi untuk enam tahun kedepan dalam Tabel 3, produksi padi diduga akan memiliki rerata sekitar 24.313 ton, dimana menurut hasil pendugaan jumlah produksi padi tertinggi terjadi pada tahun 2016, yakni sekitar 27.638 ton, dan apabila dirata-ratakan per bulannya akan mencapai kira-kira 2.303 ton.

Untuk meningkatkan hasil penggilingan padi perlu dilakukan revitalisasi mesin-mesin penggiling padi dengan tujuan untuk menekan tingkat kehilangan hasil, meningkatkan mutu beras yang dihasilkan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing usaha penggilingan padi yang masih tergolong tertinggal apabila dibandingkan di daerah lain.

Berikut ini adalah jumlah mesin penggiling yang ada di beberapa kecamatan di Kotamadya Pematangsiantar dan kapasitas gilingnya:

Tabel 4. Data mesin penggiling padi dan kapasitas gilingnya di Kotamadya Pematangsiantar.

No. Nama penggilingan

padi Kecamatan

(52)

Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa Kecamatan Siantar Martoba memiliki penggiling padi terbanyak di Kotamadya Pematangsiantar, yakni 3 buah, sedangkan untuk Kecamatan Siantar Selatan, Sitalasari, dan Simarimbun hanya memiliki masing-masing 1 buah. Kecamatan Siantar Marihat tidak memiliki penggilingan padi sama sekali dan apabila dilihat dari data yang terdapat dalam Lampiran 1, banyak kelompok tani yang yang membutuhkannya serta produktivitas padi di Kecamatan Siantar Marihat ini juga cukup tinggi untuk setiap tahunnya.

Dalam Tabel 3, pada Kecamatan Siantar Martoba dapat dilihat bahwa penggilingan padi mencapai 12,8 ton per harinya, pada Kecamatan Siantar Selatan hanya 4,8 ton per harinya, pada Kecamatan Siantar Simarimbun hanya 4,8 ton per harinya dan pada Kecamatan Siantar Sitalasari hanya 4 ton per harinya.

Dalam penyesuaian jumlah penggiling padi dengan produksi padi perlu diperhatikan pemilihan kapasitas mesin giling dalam waktu tertentu. Apabila produksi padi rendah maka lebih baik memilih mesin penggiling yang berkapasitas kecil dan berlaku sebaliknya. Akan tetapi penggunaan mesin penggiling dengan ukuran yang besar tidak selalu efisien apabila padi tidak tersedia dalam jumlah yang mencukupi. Hal ini perlu diperhatikan agar mesin penggilingan dapat beroperasi optimal dan ongkos giling beras dapat lebih murah.

Untuk Kotamadya Pematangsiantar diharapkan menambah jumlah rice milling unit yang berkapasitas 1 ton/jam sebanyak 10 unit dan rice milling unit

(53)

Penambahan atau penempatan rice milling unit yang terbaru ialah di Kecamatan Siantar Marihat, hal ini dikarenakan sama sekali tidak ada penggilingan padi di kecamatan ini. Selama ini para petani membawa hasil produksi padinya ke Kecamatan Siantar Martoba yang dimana letaknya cukup jauh dengan daerah asalnya. Hal ini tentu saja akan meningkatkan ongkos produksi beras. Berdasarkan hasil pendugaan oleh simulasi untuk tahun 2015-2020, rata-rata produksi beras di kecamatan ini akan mencapai 6.662 ton per tahunnya, dan apabila diubah menjadi per hari (25 hari kerja dalam satu bulan) masih mencapai kira-kira 22 ton per harinya. Melalui perhitungan kebutuhan RMU yang dapat dilihat dalam Lampiran 17, perlu penambahan rice milling unit

berkapasitas 1 ton per jam sebanyak 4 unit dengan jam kerja 6 jam per harinya agar dapat mengimbangi proses produksi padi.

(54)

mesin penggiling padi sebelumnya dengan kapasitas 800 kg per jam diharapkan kegiatan penggilingan berjalan dengan lancar.

Dalam perhitungan yang terdapat dalam Lampiran 19, untuk Kecamatan Siantar Martoba, tidak perlu penambahan mesin penggiling padi, dikarenakan masih cukupnya kapasitas giling untuk menampung produksi padi kedepannya. Hal yang sebaiknya dilakukan ialah dengan meningkatkan perawatan unit-unit mesin penggiling padi yang sudah ada sebelumnya agar dapat tetap bekerja secara optimal.

Pada Kecamatan Siantar Sitalasari perlu ditambahkan 1 unit mesin penggiling padi dengan kapasitas 800 kg/jam untuk membantu unit mesin penggiling yang ada. Hal ini dilakukan karena berdasarkan hasil simulasi menunjukkan produksi padi untuk 6 tahun kedepan memiliki rata-rata produksi 1.987 ton per tahunnya dan apabila diubah menjadi per hari (25 hari kerja dalam satu bulan) masih mencapai kira-kira 6 ton per harinya. Berdasarkan hasil perhitungan yang terdapat pada Lampiran 20, perlu penambahan rice milling unit

berkapasitas 800 kg per jam sebanyak 1 unit dengan jam kerja 5 jam per harinya agar dapat mengimbangi proses produksi padi.

(55)

Penempatan atau pembangunan penggilingan padi untuk beberapa kecamatan tersebut disarankan agar ditempatkan di daerah dengan jarak yang tidak terlalu berdekatan, agar jasa penggilingan padi tidak terpusat pada satu daerah, melainkan tersebar merata ke beberapa bagian daerah. Selain itu, penambahan jumlah unit penggilingan padi ini akan membantu para petani dalam mengelola produksi padinya dan membantu meringankan ongkos penggilingan.

Berikut ini adalah hasil penambahan unit penggilingan padi di beberapa kecamatan di Kotamadya Pematangsiantar:

Tabel 5. Jumlah dan kapasitas RMU setelah dilakukan penambahan.

No. Kecamatan Kapasitas giling

(kg/jam) Jumlah

Jam kerja per hari

Kapasitas (ton/hari)

1. Siantar Marihat 1000 4 6 24

2. Siantar Simarimbun 1000 6 6 36

3. Siantar Martoba 800 3 5 12

4. Siantar Sitalasari 800 2 5 8

5. Siantar Selatan 800 1 5 4

(56)

46

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Produksi padi pada tahun 2009 hingga tahun 2014 secara kumulatif di Kotamadya Pematangsiantar, kenaikan produksi padi tertinggi terjadi pada tahun 2010 yakni sebesar 30.420 ton dan produksi terendah pada tahun 2013 sebesar 19.763 ton.

2. Pada pendugaan produksi hasil simulasi pada tahun 2015 hingga tahun 2020 secara kumulatif, kenaikan produksi padi tertinggi terjadi diduga akan terjadi pada tahun 2016 yakni sebesar 27.638 ton dan produksi terendah diduga akan terjadi pada tahun 2017 yakni sebesar 19.877 ton. 3. Ketersediaan mesin penggiling padi atau rice milling unit di Kotamadya

Pematangsiantar tidak dapat memenuhi kebutuhan penggilingan padi sehingga perlu diadakan penambahan mesin penggiling padi.

4. Produksi padi tertinggi ada pada Kecamatan Simarimbun pada tahun 2010 yakni sebesar 17.145 ton dan kapasitas mesin penggilingnya hanya 1.440 ton per tahun.

5. Perlu pengadaan jumlah RMU sebanyak 10 unit dengan kapasitas 1 ton/jam dan 1 unit dengan kapasitas 800 kg/jam.

(57)

7. Penambahan jumlah RMU sebanyak 6 unit dengan kapasitas 1 ton/jam perlu dilakukan di Kecamatan Siantar Simarimbun, hal ini disebabkan kurangnya kapasitas mesin penggiling padi pada kecamatan ini.

8. Pada Kecamatan Siantar Sitalasari diperlukan penambahan RMU sebanyak 1 unit dengan kapasitas 800 kg/jam untuk membantu penggilingan padi pada kecamatan ini.

Saran

(58)

48

DAFTAR PUSTAKA

Adrianti, 2006. Pengertian Sistem Informasi. Diakses dari http://gunadarma.ac.id [27 Januari 2015].

Afiyanti, Y., 2008. Validitas dan Reliabilitas dalam Penelitian Kualitatif (Jurnal). Fakultas Ilmu Keperawatan UI: Jakarta.

Basuki, A., M. Huda, dan T. B, Santoso, 2006. Pemodelan Proses Acak dan

Pembangkitannya. Diakses dari http://lecturer.eepis-its.edu [27 Januari 2015].

BPS, 2013. Statistik Kotamadya Pematangsiantar. Diakses dari http://siantarkota.bps.go.id [27 Januari 2015].

Ditjen Cipta Karya, 2010. Profil Kota Pematangsiantar. Diakses dari http://ciptakarya.pu.go.id [27 Januari 2015].

Eniyati, S., dan R. C. N. Santi, 2010. Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Prestasi Dosen Berdasarkan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (Jurnal). Universitas Stikubank: Semarang.

Field, A., 2009. Discovering Statistics Using SPSS (Third Edition), SAGE Publication, London.

FPP, 2011. Penggunaan SPSS for Windows. Diakses dari: http://umm.ac.id [28 Januari 2015].

Gio, P. U., 2013. Aplikasi Statistika dalam SPSS. USU Press: Medan.

Handoyo, K. L., 2011. Perbandingan dan Analisis True Random Generation

terhadap Pseudo Random Generation dalam Berbagai Bidang (Jurnal). STEI-ITB: Bandung.

Haniah, N., 2013. Uji Normalitas dengan Metode Liliefors. Diakses dari http://statistikapendidikan.com [28 Januari 2015].

Harrel, C., B. K. Ghosh dan R.O. Bowden, Jr., 2003. Simulation Using Promodel. McGraw-Hill: Singapore.

Hartono, B. B., 2010. Bilangan Acak (Random Number). Universitas Stikubank: Semarang.

Hasbi, 2012. Perbaikan Teknologi Pascapanen di Lahan Suboptimal (Jurnal). Pusat Unggulan Riset Pengembangan Lahan Suboptimal UNSRI: Palembang.

(59)

Kadir A., 2003. Pengenalan Sistem Informasi. ANDI Offset: Yogyakarta.

Kalos, M. H., dan P. A. Whitlock, 2008. Monte Carlo Methods. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co: Germany.

Ladjamudin, B. A. B., 2005. Analisis dan Desain Sistem Informasi. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Makarim, A. K., dan E. Suhartatik, 2010. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi: Bogor.

Nep, 2013. Ukuran Kemencengan dan Keruncingan. Diakses dari http://stiem.ac.id [28 Januari 2015].

Oktafri, 1994. Perumusan Model Peramalan BoxJenkis Debit Sungai, Curah Hujan, dan Evapotranspirasi Sub DAS Cigulung-Cikapundung Bandung Utara (Jurnal). Program Pascasarjanna Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pramono, J., S. Basuki, dan Widarto, 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi

Sawah Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (Jurnal Agrosains). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian: Jawa Tengah.

Prihatman, K., 2000. Padi (Oryza Sativa). BPP Teknologi: Jakarta.

Pujiharti, Y., J. Barus, dan B. Wijayanto, 2008. Teknologi Budidaya Padi. BPP Teknologi: Bogor.

Riadi, M., 2013. Sistem Pendukung Keputusan (SPK). Diakses dari http://www.kajianpustaka.com [27 Januari 2015].

Ritonga, M. P., 2014. Sistem Pendukung Keputusan Pendugaan Kebutuhan Peralatan Produksi Padi Studi Kasus Kota Padangsidimpuan (Jurnal). Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rusdi, A., 2009. Aplikasi Komputer 2 SPSS (Uji Normalitas Data dan Varians), Universitas Muhammadiyah Parepare: Parepare.

Rusjdi, D., 2011. Pembangkit Data Lokasi Sekolah Secara Acak Menggunakan Ms Excel (Jurnal). Teknik Informatika STT-PLN: Jakarta.

Sartono, B., 2005. Pembangkitan Bilangan Acak untuk Simulasi Monte Carlo Nonparametrik (Jurnal). Departemen Statistika FMIPA IPB: Bogor.

Setyono, A., Suismono, Jumali dan Sutrisno. 2006. Studi Penerapan Teknik Penggilingan Unggul Mutu Untuk Produksi Beras Bersertifikat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

(60)

Sugiharto, B., 2007. Aplikasi Simulasi Untuk Peramalan Permintaan dan Pengelolaan Persediaan yang Bersifat Probabilistik. Universitas Bina Nusantara: Jakarta.

Sugiyono, 2010. Statistika untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta: Bandung.

Sukoco, A., 2012. Uji F. Diakses dari http://dosen.narotama.ac.id [28 Januari 2015].

Suparno, dan A. Setyono, 1997. Mengatasi Permasalahan Budi Daya Padi. Penebar Swadaya: Jakarta.

Surbakti, I., 2002. Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System). ITSN: Surabaya.

Waljiyanto, 2003. Sistem Basis Data: Analisis dan Pemodelan Data. Graha Ilmu: Yogyakarta.

(61)

Lampiran 1. Banyaknya kelompok tani dan pola tanam yang digunakan di Kotamadya Pematangsiantar.

No. Kecamatan Jumlah kelompok

tani Pola tanam yang digunakan

1. Siantar Marihat 23 Tegel

2. Siantar Simarimbun 38 Tegel

3. Siantar Martoba 10 Tegel

4. Siantar Sitalasari 11 Tegel

5. Siantar Selatan 1 Tegel

6. Siantar Timur - -

7. Siantar Barat - -

8. Siantar Utara - -

Total 83

(62)

Lampiran 2. Luas tanah menurut penggunaannya di Kotamadya Pematangsiantar.

No. Kecamatan Luas penanaman padi

(Ha)

1. Siantar Marihat 1.263

2. Siantar Simarimbun 2.141

3. Siantar Selatan 10

4. Siantar Martoba 294

5. Siantar Sitalasari 188

6. Siantar Barat -

7. Siantar Timur -

8. Siantar Utara -

Total 3.896

Gambar

Tabel 1. Luas daerah menurut kecamatan tahun 2013
Gambar 1. Komponen sistem pendukung keputusan (Riadi, 2013).
Gambar 2. Bentuk kurva distribusi (Nep, 2013).
Gambar 3. Bentuk grafik kurtosis (Nep, 2013).
+6

Referensi

Dokumen terkait

(3) Pendekatan sistem, yaitu bahwa pembelajaran merupakan sebuah sistem yang harus ditempuh oleh siswa, misalnya dalam pengajaran berprograma ada beberapa tahapan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan fibrilasi atrium dengan penurunan fungsi kognitif dan perbandingan fungsi kognitif pada individu dengan FA

Single index model dapat memberikan informasi kepada investor terkait jenis saham yang menjadi penyusun portofolio, proporsi dana masing-masing saham pembentuk

Tolobalango (Peminangan) adalah penyampaian maksud acara resmi yang dihadiri oleh para pemangku adat, pembesar negeri dan keluarga melalui juru bicara pihak keluarga

Di Desa Diwek Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang hubungan elite massa dapat diakatakan masih kurang karena elite yang terdapat di Desa Diwek sendiri kurang mendapat

Alasan dibalik perlunya interpretasi yang lebih menjurus tentang teori kebutuhan fungsional dalam hal imunitas ini adalah bahwa sementara seorang diplomat dilindungi hak-hak

Persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh ditiada- kan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami dan istri... Dalam pasal 119 ayat 2 tersebut di atas ditemukan

Fungsi Boole yang disederhanakan untuk rangkaian itu dapat diperoleh dengan suatu cara tabel yang dihasilkan oleh komputer, dan hasilnya mungkin akan merupakan