operasional yakni sebelum diangkut di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), disediakan bak- bak-bak penampungan sampah disetiap rumah tangga yang kemudian diangkut oleh
6.4.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengelolaan Persampahan
Kabupaten Bulukumba pada saat ini telah memiliki TPA terletak di sebelah utara kota, di Desa Polewali Kecamatan Gantarang, dengan luas kawasan kurang lebih 1,47 ha, adapun tempat pembuangan sementara (TPS) ditempatkan berdasarkan tingkat kebutuhan yang tersebar di Kecamatan Ujung Bulu dan Kecamatan Gantarang. Sedangkan untuk pengelolaan persampahan dimasa yang akan datang, baik TPA maupun TPS harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a. Tersedia jalur pengangkutan yang strategis, jauh dari sumber air baku dan dilengkapi dengan sistem filtrasi dan jalur hijau
b. Mengkaji dan menentukan lahan-lahan untuk TPS yang baru serta menempatkan minimal 2 (dua) TPS skala kelurahan di setiap kecamatan;
c. Mengembangkan TPA dari yang berupa open dumping menjadi sanitary land fill dengan
tetap memperhatikan ketinggian;
d. Mengembangkan kemitraan dengan swasta dan/atau kerjasama dengan sekitarnya yang berkaitan untuk pengelolaan sampah; dan
e. Jauh dari kawasan permukiman dan aktivitas perkotaan, pada lokasi yang jaraknya kurang
dari 1 Km dari TPA, dilarang mendirikan bangunan berupa permukiman dan/atau bangunan lainnya yang bertentangan dengan fungsi TPA.
168
f. Pada lokasi yang telah ditetapkan sebagai TPA, juga disediakan ruang untuk penempatan wadah penampungan limbah B3 dan penempatan kegiatan pengelolaan barang-barang buangan/limbah.
Pengelolaan persampahan di Kabupaten Bulukumba, khususnya sampah rumah tangga atau sejenisnya serta limbah industri, dilaksanakan dengan menggunakan dua metode, yaitu
metode pengurangan sampah dan metode penanganan sampah. Metode pengurangan sampah
meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendaurulangan sampah, dan pemanfaatan
kembali sampah. Sedangkan metode penanganan sampah meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah dan/atau sifat sampah;
b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;
c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau
e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan hasil sebelumnya ke media lingkungan secara aman
6.4.3 ANALISIS PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN (DRAINASE)
6.4.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Sub bidang drainase pada Bidang PU/Cipta Karya memiliki program dan Kegiatan yang bertujuan untuk mencapai masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas
genangan.
Pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk yang cepat menimbulkan tekanan
terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan yang selanjutnya menjadi
169
dan prasarana yang baik yang menjangkau kepada mesyarakat berpenghasilan menengah dan
rendah.
Perkembangan perumahan dan permukiman yang sangat pesat sering kurang terkendali
dan tidak sesuai dengan rencana tata ruang maupun konsep pembangunan yang
berkelanjutan.hal ini mengakibatkan banyak kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parker air (retarding pond) dan bantaran sungai dihuni oleh penduduk. Kondisi
ini akhirnya meningkatkan volume air permukaan yang masuk ke saluran drainase dan sungai.
Hal-hal tersebut di atas membawa dampak rendahnya kemampuan drainase untuk mengeringkan kawasan terbangun, dan rendahnya kapasitas seluruh prasarana pengendali banjir (sungai, polder-polder, pompa-pompa, pintu-pintu pengatur) untuk mengalirkan ke laut.
Jadi, dampak pembangunan pembangunan perkotaan yang dasarnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk dapat pula menimbulkan masaalah, misalnyadi bidang drainase. Maksud dari penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) sub bidang drainase adalah:
a. Sebagai pedoman/panduan dalam penyusunan program penanganan drainase;
b. Penyiapan program penanganan drianse dengan sasaran indifidu/kelompok/institusi dari berbagai stakeholder yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam penyelenggaraan drainase yaitu institusi pengelola system dan jaringan drainase (Dinas PU kabupaten/kota) dan di kawasan tertentu oleh swasta (developer).
Penaganan drainase perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep drainase yang berwawasan lingkungan. Brlainan denga paradigma lama yang prinsipnya mengalirkan limpasan air hujan ke badan air penerima secepatnya, tetapi prinsipnya agar air hujan yang jatuh ditahan dulu agar lebih banyak yang meresap kedalam tanah melalui bangunan resapan buatan alamiah seperti kolam tandon, waduk lapangan, sumur – sumur resapan, penataan lansekap dan lain lain.
Hal tersebut bertujuan memotong puncak banjir yang terjadi sehingga dimensi saluran lebih ekonomis, dapat juga membantu menambah sumber – sumber air baku. Penganan drainase juga harus memakai pendekatan system, tidak secara spasial, parameter teknis ditentukan oleh factor alam setempat. Sasaran kebijakan pengembangan drainase skala nasional adalah:
170
a. Terlaksananya pengembangan sistem drainase yang terdesentralisasi, efisien, efektif dan terpadu;
b. Terciptanya pola pembangunan bidang drainase yang berkelanjutan melalui kewajiban
melakukan konservasi air dan pembangunan yang berwawasan lingkungan;
c. Terwujudnya upaya pengentasan kemiskinan perkotaan yang efektif dan ekonomis melalui minimalisasi resiko biaya social dan ekonomi serta biaya kesehatan akibat gengan dan bencana banjir; dan
d. Terciptanya peningkatan koordinasi antara kabupaten/kota dalam penganan sistem
drainase.
6.4.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
Terkait dengan isu-isu strtegis yang berhubungan dengan pengelolaan drainase adalah:
a. Kecenderungan perubahan Iklim
Fenomena perubahan iklim akibat pemanasan global yang ditandai dengan kekeringan panjang, dan curah hujan yang cukuptinggi, berpotensi mengakibatkan bencana kebakaran hutan saat kemarau, dan bencana banjir saat musim hujan. Perubahan perubahan tersebut menyebabkan penganan drainase yang relatif lebih sulit dan memerlukan biaya yang lebih mahal.
b. Perubahan Fungsi lahan basah
Akibat kebutuhan lahan yang sangat besar untuk pengembangan permukiman dan industri sering kurang terkendali, tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun konsep pembangunan berkelanjutan. Akibatnya, kawasan – kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parker air, (retarding pond), lahan basah (wet land) seperti rawa-rawa, situ-situ, dan lain-lain, sehingga akan merubah keseimbangan pola air;
c. Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase
Sebagian besar drainase, selain berfungsi sebagai system pematusan air hujan, juga untuk pembuangan air limbah dapur dan cuci. Sementara fungsi dan karakteristik system drainase berbeda dengan system air limbah yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran.
171
Seringkali sistem drainase yang dibangun oleh swasta/pengembang tidak selaras dengan pembangunan drainase makro yang lingkupnya lebih luas dari wilayah tersebut.akibat terbatasnya masterplan drainase, seringkali pihak pengembang tidak punya acuan untuk sistem lokal, misalnya data peil banjir, sehingga penanganan sifatnya hanya parsial untuk wilayah yang dikembangkan saja.
Beberapa program prioritas yang dapt mendukung pengembangan sistem pengelolaan drainase:
a. Program pengembangan dan perencanaan pembangunan system drainase;
b. Program pengembangan pembangunan sistem drainase perkotaan;
c. Program pembangunan prasarana sistem drainase mendukung kawasan strategis/tertentu
dan pemulihan dampak bencana;
d. Program pengembangan prasarana drainase skala kawasan/lingkungan berbasis
masyarakat;
e. Program pengembangan kapasitas pendanaan pembangunan sistem drainase.
Sistem drainase memiliki fungsi sebagai saluran pembuangan, dalam bentuk aliran permukaan dan sebagai saluran pembuangan air hujan maupun limbah yang berasal dari aktivitas rumah tangga. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan berpengaruh dalam pembangunan sistem drainase adalah; kepadatan penduduk, kondisi jaringan yang ada (ada atau belum ada jaringan), kemiringan lereng dan curah hujan.
Berdasarkan pada kondisi topografi wilayah Kabupaten Bulukumba yang relatif datar, maka perlu penanganan khusus dalam pengembangan drainase. Secara umum jenis konstruksi yang digunakan dalam system jaringan drainase, baik saluran utama, sekunder maupun saluran tersier adalah konstruksi beton atau pasangan batu. Jenis saluran yang digunakan adalah saluran terbuka dan hanya pada kondisi tertentu seperti terbatasnya lahan, misalnya trotoar atau taman dan bagian tertentu di pusat kota yang menggunakan saluran tertutup. Sedangkan bentuk atau tipical yang digunakan adalah bentuk trapezium dan empat persegi.
Secara umum organisasi pengelola prasarana dan sarana perkotaan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu eksekutif atau direktur, manajer menengah dan operator. Disamping itu diperlukan tingkat keempat sebagai penentu kebijakan, yaitu pemegang otoritas, masing-masing tingkatan, dari puncak sampai bawah memerlukan perencana untuk bekerja. Rencana meliputi visi, misi, tujuan, obyektif, dan rencana kerja. Fungsi akuntabilitas didasarkan pada rencana ini dan evaluasi dilakukan pada tingkat kesuksesan pelaksanaan rencana tersebut. Organisasi atau
172
lembaga pengelola prasarana dan sarana pengendalian banjir diperkotaan harus dibentuk, tidak hanya pada kawasan perkotaan saja,tetapi juga diseluruh daerah tangkapan air dan kawasan perairan pantai dimana sumber persalahan berasal. Institusi ini mempunyai tanggung jawab mengendalikan peningkatan debit dari daerah hulu dengan jalan menurunkan aliran permukaan dan meregulasi debit puncak melalui berbagai macam cara dan bertanggung jawab untuk
mengendalikan pengambilan air tanah yang berdampak pada amblesan tanah (land subsidence).
Pembangunan drainase tidak memberikan keuntungan secara langsung kepada masyarakat, sehingga sulit dilakukan secra mandiri/swadaya kecuali yang sifatnya sangat sederhana bahkan di daerah kota masyarakat cenderung acuh dan kurang peduli, sehingga otomatis pembangunan drainase menjadi tugas pemerintah namun disisi pemeliharaan bisa saja dilakukan secara partisipasi oleh masyarakat.
Untuk dapat melaksanakan konsep penanganan banjir secara konprehensif berdasakan paradigma manajemen air diiperlukan seperangkat peraturan. Dalam peraturan tersebut harus meliputi filosofi manajemen air (khususnya air hujan) dan implementasinya kedalam pendekatan teknis, susunan institusi, finansial, perilaku masyarakat yang diharapkan dan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar Peraturan harus disusun sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh pengelola dan masyarakat yang menjadi stakeholder.
Untuk meningkatkan keterlibatan dan rasa memiliki masyarakat terhadap fasilitas yang akan dikembangkan perlu diperhatikan aspek sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini perlu untuk menghindari terjadinya pertentangan tujuan antara kehendak pemerintah dan masyarakat. Juga untuk menghilangkan kesan bahwa fasilitas yang dibangun semata-mata untuk pemerintah, sehingga masyarakat tidak peduli dengan keberhasilannya. Oleh karena itu perlu adanya pendekatan dan sosialisasi yang terus-menerus sebelum proyek dilaksanakan. Masyarakat perlu dilibatkan pada setiap tahap kegiatan pembangunan, mulai dari perumusan gagasan, perencanaan, pelaksanaan, sampai operasi dan pemeliharaan.
Kendala dan permasalahan sistem drainase di Kota Parepare, sebagai berikut:
a. Sistem pengaliran air yang tidak jelas;
b. Jaringan drainase yang ada mengalami penyumbatan dan sedimentasi;
c. Penentuan dimensi dalam pembangunan jaringan drainase tidak sesuai dengan kondisi yang
ada; dan
d. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah dan menjadikan saluran drainase sebagai tempat pembuangan.
173