• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Bantuan Langsung Tunai merupakan salah satu program kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Program ini dimaksudkan agar angka kemiskinan tidak semakin naik karena pengurangan subsidi BBM, yang berakibat naiknya harga BBM dan harga barang-barang konsumsi lainnya. Rumah tangga buruh tani sebagai bagian dari rumah tangga miskin juga merupakan sasaran utama dari program ini.

Semua responden dari penelitian ini merupakan penerima Bantuan Langsung Tunai. Sebanyak 150 rumah tangga responden atau 100 persen dari sampel penelitian mendapatkan Bantuan Langsung Tunai yang diwujudkan dalam uang tunai sebanyak Rp.100.000 setiap bulan. Pendistribusian BLT ini dilakukan setiap tiga bulan sekali, sehingga masing-masing rumah tangga mendapatkan Rp. 300.000 pertiga bulan. Untuk perhitungan dalam 2 musim panen masing-masing rumah tangga mendapatkan Rp 600.000 (Tabel 16).

Tabel 16. Jumlah Bantuan Langsung Tunai per Dua Musim Tanam. No. Jumlah BLT (Rupiah) Jumlah % 1. 2. < 600.000 600.000 4 146 2,70 97,30 Jumlah 150 100,00

Sumber : Analisis Data Primer 2008.

Bantuan Langsung Tunai yang diterima setiap rumah tangga responden untuk dua musim tanam seharusnya Rp 600.000, tetapi ternyata dari 150 rumah tangga responden terdapat 4 rumah tangga yang mendapatkan BLT lebih kecil ( Rp. 580.000) dari jumlah yang seharusnya diterima. Sebanyak 146 rumah tangga responden mendapatkan BLT tepat jumlah, dan tidak ada rumah tangga responden yang menerima BLT lebih dari Rp.600.000 per dua musim tanam. Menurut keterangan responden ketidaktepatan jumlah BLT tersebut disebabkan karena terdapat potongan

biaya atau uang lelah sebesar ± Rp 10.000 yang diberikan kepada perangkat desa yang telah membantu dalam distribusi uang BLT. Pemotongan tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama, sehingga responden ikhlas dalam memberikan potongan tersebut.

Pemotongan-pemotongan seperti inilah yang biasanya menyebabkan kurang efektifnya suatu penyaluran bantuan. Hal ini termasuk tindak penyimpangan sehingga bantuan kurang menyasar pada sasaran yang telah ditentukan, dalam hal ini rumah tangga buruh tani. Hal ini menunjukkan masih terdapat penyimpangan dalam pendistribusian BLT, yaitu ketidaktepatan jumlah uang BLT.

2. Program Kompensasi Beras Miskin (Raskin)

Bantuan pemerintah sebagai kompensasi dari kenaikan harga BBM tidak hanya diwujudkan dalam bentuk uang. Bentuk lain dari bantuan pemerintah yaitu pemberian bahan pangan pokok kepada rumah tangga miskin yang diwujudkan dalam bentuk program beras miskin (raskin). Raskin merupakan salah satu program yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga miskin. Selain itu dalam penyalurannya, pelayanan yang dilakukan oleh petugas yang ditunjuk juga mendapatkan sorotan tersendiri. Petugas raskin dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik dan tidak mempersulit penerima raskin. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dari program kompensasi kenaikan harga BBM yaitu memulihkan pelayanan sosial ekonomi bagi rumah tangga miskin.

Setiap rumah tangga buruh tani menerima beras miskin setiap bulan yang disalurkan melalui kantor desa kemudian dibagi melalui ketua RT ataupun ibu-ibu PKK yang ditunjuk menjadi petugas penyalur raskin. Awalnya jumlah raskin yang berhak diterima setiap rumah tangga buruh tani adalah 20 kg/bulan. Namun menurut Pedoman Umum Raskin tahun 2007, jumlah beras miskin yang diterima rumah tangga berkurang menjadi 10 kg/bulan (Tabel 17).

Hanya satu responden yang menerima raskin 30 kg/ dua musim tanam (kategori rendah). Sebanyak 146 responden menerima raskin 60 kg/

dua musim tanam (kategori sedang), sedangkan 3 rumah tangga responden menerima raskin 120 kg/dua musim tanam (kategori tinggi).

Tabel 17. Jumlah Beras Miskin per Dua musim Tanam. No. Jumlah Raskin

(Kg)

Kategori Skor Jumlah %

1. 2. 3. 30 60 120 Rendah Sedang Tinggi 1 2 3 1 146 3 0,70 97,30 2,00 Jumlah 150 100,00

Sumber : Analisis Data Primer 2008.

Ketidakseragaman jumlah beras miskin yang diterima setiap rumah tangga ini dikarenakan alasan pemerataan. Menurut keterangan responden beberapa rumah tangga yang tidak seharusnya memperoleh jatah beras miskin bersikukuh untuk mendapatkannya sehingga petugas membagi secara merata. Kasus seperti ini tidak sama untuk setiap RT, dusun, ataupun desa. Kebijakan yang ditempuh masing-masing wilayah penelitian berbeda. Menurut keterangan responden, ada yang penanganannya dengan pembagian beras secara bergilir dan ada juga dengan cara pengurangan jumlah. Hanya, untuk rumah tangga yang sangat miskin diusahakan selalu mendapat jatah beras setiap bulan dalam jumlah yang utuh. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penyaluran beras miskin masih terdapat penyimpangan yaitu ketidaktepatan jumlah beras dan ketidaktepatan sasaran penerima beras miskin.

3. Program Kompensasi Kartu Sehat

Program Kompensasi Kartu Sehat diarahkan untuk peningkatan pelayanan sosial ekonomi terhadap rumah tangga miskin termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan. Melalui program kartu sehat ini diharapkan kondisi kesehatan rumah tangga buruh tani tetap terpelihara dengan baik sehingga kemampuan untuk bekerja di sawah ataupun di sektor lain dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga tetap dapat berjalan lancar.

Peserta kartu sehat dalam penelitian ini diberikan kepada 150 rumah tangga. Prosedur penggunaan kartu sehat terlihat pada tahap-tahap pelayanan kesehatan. Pelayanan pertama disediakan puskesmas setempat, kemudian untuk tahap selanjutnya ada rujukan dari puskesmas ke rumah sakit yang dituju. Pelayanan kartu sehat hanya diberikan kepada peserta/ pemegang kartu sehat, yaitu setiap orang yang menjadi pemegang kartu. Oleh karena itu diharapkan kepala keluarga pada rumah tangga buruh tani mendaftarkan setiap anggota rumah tangganya sebagai peserta kartu sehat. Tabel 18. Jumlah Anggota Rumah Tangga Peserta Kartu Sehat.

No. Jumlah ART pemegang Kartu Sehat

(jiwa)

Kategori Skor Jumlah %

1. 2. 3. R2 3-4 L5 Rendah Sedang Tinggi 1 2 3 23 86 41 15,30 57,30 27,30 Jumlah 150 100,00

Sumber : Analisis Data Primer 2008. Keterangan

ART : Anggota Rumah Tangga

Jumlah anggota rumah tangga peserta kartu sehat pada kategori rendah (R2 jiwa) sebanyak 23 rumah tangga. Untuk kategori sedang (4-5 jiwa) sebanyak 86 rumah tangga, sedangkan untuk kategori tinggi (L5) sebanyak 41 rumah tangga. Menurut keterangan, kurangnya kesadaran responden akan kepemilikan kartu sehat ini dikarenakan sosialisasi program yang kurang optimal. Selain itu responden juga tidak mau direpotkan dengan birokrasi pengurusan kartu sehat. Apabila anggota rumah tangga buruh tani responden menderita sakit, mereka memilih datang ke mantri kesehatan, bidan ataupun dokter praktek terdekat, yang tentunya membutuhkan biaya kesehatan sendiri. Untuk Desa Pakah letak puskesmas terdekat terlalu jauh sehingga responden kurang antusias berobat di Puskesmas.

Meningkatnya harga Bahan Bakar Minyak tentu saja, meningkatkan pula biaya untuk pelayanan kesehatan, sehingga uang yang

harus dikeluarkan buruh tani untuk berobat juga lebih banyak. Apabila anggota rumah tangga buruh tani mau menggunakan kartu sehat, tentunya uang tersebut bisa dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan lainnya. Sebagaimana tujuan dari program ini yaitu meningkatkan pelayanan kepada buruh tani dan meningkatkan kesejahteraannya.

Hasil di atas menunjukkan bahwa program kartu sehat belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan oleh rumah tangga buruh tani, karena terlalu komplek dan sulit. Sedangkan urusan kesehatan bersifat mendadak dan memerlukan penanganan yang cepat.

4. Program Padat karya

Salah satu program kompensasi kenaikan harga BBM yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui penciptaan kesempatan kerja adalah program padat karya. Program ini sangat membantu rumah tangga miskin. Melalui upah kerja sebagai peserta program, sekaligus membangun infrastruktur desa yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sendiri. Pembangunan infrastruktur desa, dalam hal ini jalan desa dapat membantu mobilitas responden baik untuk bekerja di sawah atau ke pusat-pusat pertumbuhan.

Peserta program ini adalah setiap rumah tangga miskin, dimana dalam penelitian ini adalah rumah tangga buruh tani yang diwakili satu orang anggota rumah tangga. Di Desa Pakah dan Desa Tambakboyo, program padat karya yang ditujukan untuk rumah tangga miskin telah dilaksanakan sebanyak dua periode.

Semua responden (150 rumah tangga) mengikuti program padat karya. Setiap rumah tangga yang telah terdaftar sebagai peserta kegiatan padat karya berhak untuk mengikuti kegiatan ini yaitu dengan menjadi buruh dalam pembangunan jalan desanya. Untuk satu hari bekerja responden diberi upah sebanyak Rp 15.000/ 3-4 jam. Pada periode pertama kegiatan padat karya dijadwalkan berlangsung selama 3 hari dan pada periode kedua selama 2 hari, sehingga total bekerja selama lima hari.

Jumlah pendapatan yang diterima seragam, sebesar Rp 75.000 pada 150 rumah tangga responden. Dalam hal ini tidak ada rumah tangga yang tidak mengikuti kegiatan padat karya, sehingga dapat menambah penghasilan mereka. Uang tambahan ini digunakan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga buruh tani, sehingga beberapa kebutuhan yang sebelumnya belum sempat terpenuhi bisa tercukupi.

Program padat karya ini dimaksudkan pemerintah agar masyarakat miskin tidak hanya berpangku tangan dalam menerima bantuan pemerintah. Namun juga terdapat timbal balik yaitu mensukseskan pembangunan infrastruktur desa yang bermanfaat bagi masyarakat miskin sendiri.

Menurut responden upah yang mereka terima juga sesuai dengan pekerjaan yang mereka laksanakan pada kegiatan padat karya ini, meskipun dirasa tidak jauh lebih besar dibandingkan bekerja sebagai buruh tani. Tetapi pada prakteknya kegiatan padat karya lebih santai dan fleksibel jam kerjanya daripada bekerja di sawah.

Hal ini menunjukkan bahwa bantuan seperti kegiatan padat karya inilah yang sangat dibutuhkan oleh buruh tani di pedesaan. Dengan keahlian yang minim dapat menyumbangkan tenaga untuk pembangunan desa sekaligus mendapatkan upah untuk pemenuhan kebutuhan hidup.

Dokumen terkait