• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS KOMPENSASI KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA BURUH TANI DI KECAMATAN MANTINGAN KABUPATEN NGAWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS KOMPENSASI KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA BURUH TANI DI KECAMATAN MANTINGAN KABUPATEN NGAWI"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS KOMPENSASI KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP KESEJAHTERAAN

RUMAH TANGGA BURUH TANI DI KECAMATAN MANTINGAN KABUPATEN NGAWI

Jurusan / Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Oleh:

ALIFIANDRA AZHAR PUTRI H 0403026

Pembimbing :

1. Ir.Marcelinus Molo, MS, PhD 2. Emi Widiyanti, SP, MSi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

EFEKTIVITAS KOMPENSASI KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP KESEJAHTERAAN

RUMAH TANGGA BURUH TANI DI KECAMATAN MANTINGAN KABUPATEN NGAWI

yang dipersiapkan dan disusun oleh:

ALIFIANDRA AZHAR PUTRI H 0403026

telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal : 2 September 2008

dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Susunan Tim Penguji

Ketua Anggota I Anggota II

Ir. M. Molo, MS, PhD Emi Widiyanti, SP, MSi Dra. Suminah, MSi NIP. 130 604 095 NIP. 132 297 275 NIP. 132 262 220

Surakarta, September 2008 Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian Dekan

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, karena atas limpahan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skipsi “Efektivitas Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Buruh Tani di Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi”

Dalam penyusunan skripsi ini penulis tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H.Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Ir. Kusnandar, MSi selaku Ketua Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian.

3. Bapak Ir. Marcelinus Molo MS, PhD selaku Pembimbing Utama atas bimbingan, arahan, kritik dan masukan yang diberikan kepada penulis.

4. Ibu Emi Widiyanti, SP, MSi selaku Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Pendamping atas bimbingan, arahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis.

5. Ibu Dra. Suminah, MSi selaku Dosen Penguji Tamu atas masukan dan kesediannya menjadi penguji.

6. Keluarga buruh tani responden yang bersedia membantu dalam penelitian ini. 7. Orang-orang terdekat yang selalu mendukung penulis disetiap saat.

8. Teman-teman PKP 2003.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, maka dari itu setiap kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan demi pengembangan penulisan yang lebih baik.

Surakarta, September 2008

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

RINGKASAN ... x

SUMMARY ...xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian... 5

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 6

B. Kerangka Berpikir... 17

C. Hipotesis ... 19

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 19

III.METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian ... 22

B. Penentuan Lokasi ... 22

C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel ... 22

D. Jenis dan Sumber Data ... 24

E. Teknik Pengumpulan Data... 26

F. Metode Analisis Data... 27

(5)

B. Keadaan Tata Guna Lahan ... 30

A. Keadaan Penduduk... 32

C. Keadaan Pertanian... 37

B. Sarana Perekonomian... 39

D. Kondisi Kesejahteraan Buruh Tani ... 40

E. Pelaksanaan Program Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 41

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden ... 43

B. Program Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak ... 43

C. Kegiatan Berburuh Tani ... 49

D. Karakteristik Rumah Tangga Buruh Tani ... 51

E. Perbedaan Jumlah Anggota Rumah Tangga Pencari Nafkah ... 53

F. Efektivitas Program Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Buruh Tani ... 54

G. Aksesbilitas Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak ... 58

H. Analisis Hubungan Program Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak, Kegiatan Berburuh Tani, Jumlah Anggota Keluarga dengan Tujuan Program Kompensasi Kenaikan Harga BBM... 60

VI.KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 65

B. Saran... 66 DAFTAR PUSTAKA

(6)

DAFTAR TABEL

1. Perubahan Harga BBM Tahun 2006, 2007, dan 2008 8

2. Kenaikan Harga Sembako di Kabupaten Ngawi per Agustus 2007.... 9

3. Kenaikan Harga Sembako di Kabupaten Ngawi dan Sekitarnya ………... 9

4. Nilai Tukar Petani Indonesia ……… 14

5. Jarak Desa dengan Kota Kecamatan Mantingan ...……… 23

6. Rumah Tangga yang mendapatkan Kompensasi Kenaikan Harga BBM... 24

7. Jenis Data dan Sumber Data………... 25

8. Batas-Batas Wilayah Desa Pakah dan Desa Tambakboyo... . 29

9. Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Mantingan Tahun 2006... 30

10.Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Mantingan Tahun 2006... 33

11.Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Mantingan Tahun 2006... 34

12.Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Mantingan Tahun 2006... . 36

13. Jumlah Luas Tanaman dan Produksi Pertanian di Kecamatan Mantingan Tahun 200637 14.Sarana Perekonomian di Kecamatan Mantingan Tahun 2006... . 39

15.Distribusi Kepala Rumah Tangga Responden menurut Umur... . 43

16.Jumlah Bantuan Langsung Tunai per Dua Musim Tanam... 44

17.Jumlah Beras Miskin per Dua musim Tanam... . 46

18.Jumlah Anggota Rumah Tangga Peserta Kartu Sehat... 47

19.Distribusi Intensitas Responden dalam Kegiatan Buruh Tani... . 49

(7)

21.Jumlah Anggota Rumah Tangga Buruh Tani... 51 22.Jumlah Anggota Rumah Tangga yang Bekerja... 53 23.Kondisi Rumah Tangga Buruh Tani Responden setelah

Memperoleh Kompensasi Kenaikan Harga BBM... 55 24.Aksesbilitas Program Kompensasi Kenaikan Harga BBM... 58 25.Uji Korelasi antara Program Kompensasi Kenaikan Harga

Bahan Bakar Minyak (BBM), Kegiatan Berburuh Tani, Jumlah Anggota Keluarga dengan Tujuan Program Kompensasi Kenaikan

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Berpikir Efektivitas Kompensasi Kenaikan

Harga BBM terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga

Buruh Tani... . 19

Gambar 2. Kegiatan Berburuh Tani (Pemeliharaan)………….. 122

Gambar 3. Kegiatan Berburuh Tani (Pemeliharaan)... 122

Gambar 4. Kegiatan Berburuh Tani (Pengolahan Tanah)... 122

Gambar 5 Pendistribusian Beras Miskin... 123

Gambar 6. Raskin yang Siap Didistribusikan Kepada Masyarakat 123

Gambar 7. Petugas dan Keluarga Miskin sedang Menakar Raskin 123 Gambar 8. Beras Miskin untuk Keluarga Miskin 124 Gambar 9. Keluarga Miskin Membayar Raskin... 124

Gambar 10. Tempat Pelayanan Kartu Sehat………. 125

Gambar 11. Puskesmas Tambakboyo Tampak Depan……… 125

Gambar 12. Jalan Makadam Hasil dari Kegiatan Padat Karya... 125

Gambar 13. Jalan Makadam Hasil dari Kegiatan Padat Karya... 126

Gambar 14. Material Pembuatan Jalan (Batu Putih)... 126

Gambar 15. Material Pembuatan Jalan (Batu Pecah)... 126

Gambar 16. Keluarga Buruh Tani Responden……… 127

Gambar 17. Keluarga Buruh Tani Responden……… 127

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Identitas Responden………. 70

2. Tabulasi Variabel X……….. 75

3. Variabel Pendapatan……… 79

4. Aksesbilitas Program Kompensasi……….. 83

5. Variabel Y……… 87

6. Sasaran Program Kompensasi Kenaikan Harga BBM………... 91 7. Frekuensi Variabel X………... 92

8. Aksesbilitas Program Kompensasi Kenaikan Harga BBM………... 93 9. Perbedaan Jumlah Anggota Rumah Tangga yang Bekerja………... 94 10. Hasil Analisis Case Summaries………... 96

11. Korelasi Rank Spearmen……….. 99

12. Hasil thitung………... 100

13. Pengukuran Variabel………... 102

14. Daftar Pertanyaan………... 110

15. Dokumentasi Hasil Penelitian………... 122

16. Jumlah Rumah Tangga Miskin menurut Klasifikasi Miskin... 128

17. Contoh Kartu Bantuan langsung Tunai 129 18. Contoh Kartu ASKESKIN ( Kartu Sehat ) 130 19. Peta Daerah Penelitian………... 131

(10)

RINGKASAN

Alifiandra Azhar Putri. H0403026. “EFEKTIVITAS KOMPENSASI KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA BURUH TANI DI KECAMATAN MANTINGAN KABUPATEN NGAWI”. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Di bawah bimbingan Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD dan Emi Widiyanti, SP, MSi.

Kompensasi kenaikan harga BBM yang didistribusikan kepada Rumah Tangga Buruh tani antaralain Bantuan Langsung Tunai, Beras Miskin, Program Kartu Sehat, dan Kegiatan Padat karya. Sejauhmana kompensasi tersebut dapat mencapai target yang diinginkan dapat dilihat dari efektivitasnya. Kegiatan berburuh tani merupakan pekerjaan sehari-hari yang dilakukan buruh tani sebagai sumber pendapatan utama. Karakteristik rumah tangga, dalam hal ini adalah jumlah anggota keluarga pencari nafkah juga turut menentukan tingkat kesejahteraan rumah tangga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesejahteraan rumah tangga buruh tani setelah mendapatkan kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi, mengkaji kondisi kesejahteraan rumah tangga buruh tani yang memiliki pencari nafkah lebih banyak, mengkaji efektivitas Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Buruh Tani di Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi.

Metode dasar penelitian menggunakan metode deskriptif analitis dengan teknik survei. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja di Kecamatan Mantingan. Populasi penelitian adalah semua rumah tangga miskin penerima kompensasi di Kecamatan Mantingan. Penentuan sampel dengan Purposive sampling sebanyak 150 rumah tangga responden. Untuk mengetahui rata-rata kompensasi yang diterima responden dengan analisis Case Summaries. Untuk mengetahui derajat hubungan setiap variabel dengan uji korelasi Rank Spearman, melalui Program SPSS 12.0 for windows.

(11)

SUMMARY

Alifiandra Azhar Putri. H0403026.” THE COMPENSATION EFFECTIVENESS OF RISE IN PRICES OF FUEL OIL CONCERNING FARMHAND HOUSEHOLD PROSPERITY IN MANTINGAN SUBDISTRICT, NGAWI REGENCY”. Agriculture Faculty of Sebelas Maret university. Under guidance Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD and Emi Widiyanti, SP,MSi.

The compensation rise in prices of fuel oil that distributed to farmhand household among others : Cash Assistance, Poor Rice, Health Card Programme, and work compact activity. In how far these mentioned get reach the target who wanted could see from effectiveness. Farmhand activity constitute daily work do it as prominent source of income. Household characteristic, in that case is sum of family member breadwinner too have a share in deciding household prosperity level.

The research as a purpose to inspect household prosperity farmhand after obtain compensation effectiveness of rice in prices of fuel oil in Mantingan Subdistrict, Ngawi Regency. Inspect household prosperity farmhand condition who had more breadwinner, inspect the compensation effectiveness of rice in prices of fuel oil concerning farmhand household prosperity in Mantingan Subdistrict, Ngawi Regency.

The basis method of research using descriptive analytic, methode with survey technique. Research location determined in manner expressly in Mantingan Subdistrict. Research population is all poor household resigned compensation in Mantingan Subdistrict. Sample act of determining with Purposive sampling as many as 150 respondence household. To know compensation average who received respondence with case summaries analysis. To test level significance by test correlation rank spearman, pass through SPSS 12.0 for windows programme.

(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor utama yang diusahakan di Indonesia, Besarnya kontribusi sektor pertanian mestinya menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk membangkitkan sektor pertanian. Komitmen Kabinet Indonesia Bersatu yang telah mencanangkan Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan dalam prioritas pembangunan ekonomi nasional 2005-2009 sebagai kebijakan nasional untuk meletakkan kembali sektor pertanian sebagai sektor andalan perlu terus ditumbuhkembangkan (Bahri, 2007). Dalam pertanian tidak semua petani memiliki lahan pertanian, mereka adalah buruh tani. Buruh tani adalah petani yang mengerjakan lahan pertanian yang bukan miliknya sendiri, baik dengan cara menyewa, bagi hasil ataupun melakukan pekerjaan-pekerjaan pada tiap tahapan budidaya pertanian. Para petani pemilik tanah sudah jarang yang bersedia untuk menggarap lahannya sendiri, sehingga para buruh tanilah yang berperan penting dalam sektor pertanian.

Menurut Soejanto (dalam Mardikanto dan Sutarni, 1982), buruh tani adalah golongan petani yang paling miskin, karena tidak memiliki lahan pertanian sendiri, serta sangat tergantung pada petani pemilik lahan. Terutama di daerah pedesaan yang mana buruh tani adalah pekerja musiman yang pendapatannya tergantung pada ketersediaan pekerjaan di sektor pertanian. Dalam hal ini golongan buruh tani merupakan jumlah tenaga kerja terbesar yang ada di sektor pertanian. Apriantono (2007) tujuh puluh persen dari masyarakat miskin Indonesia adalah petani, terutama buruh tani yang jumlahnya sangat besar dan memang rawan terhadap kemiskinan Peningkatan kesejahteraan buruh tani adalah bagian dari tujuan pembangunan pertanian.

(13)

bakar mesin sedot air. Dampak tak langsung terjadi pada biaya pengangkutan saprodi serta hasil pertanian, dimana alat pengangkutan menggunakan BBM yang harganya mengalami kenaikan. Kenaikan harga BBM akan mempengaruhi harga-harga kebutuhan lain termasuk sarana produksi pertanian. Hal ini menyebabkan kenaikan biaya produksi usahatani, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Biaya produksi yang meningkat sementara tidak diimbangi dengan peningkatan produksi maupun harga panen yang cenderung tetap, mengakibatkan pendapatan usahatani mengalami penurunan, tidak terkecuali pendapatan buruh tani sebagai pekerja sektor pertanian. Kehidupan yang pada awalnya sudah sulit sebagai buruh tani diperparah dengan berkurangnya pendapatan dan selanjutnya menurunkan daya beli buruh tani, sehingga banyak kebutuhan-kebutuhan hidup yang semakin tidak terpenuhi karena dampak kenaikan harga BBM.

Kenaikan harga BBM pada saat bersamaan semakin menambah beban masyarakat yang sampai saat ini masih juga menanggung beban krisis ekonomi. Kenaikan harga BBM yang terjadi semenjak tahun 2001 telah mengakibatkan efek domino di masyarakat, baik secara ekonomi maupun sosial-politik. Secara ekonomi, kenaikan tersebut mengakibatkan kenaikan harga-harga barang dan jasa (inflasi), bahkan kenaikan tersebut bisa tak terkendali menyusul kenaikan BBM itu (Mubarok, 2003).

Selama ini, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) diikuti oleh kenaikan harga-harga produk di sektor lain. Kelompok miskin juga yang akan menjadi korban dari kebijakan tersebut. Menurut Prasetyantoko (2005), kenaikan harga BBM akan berbuntut panjang, dimana isu kenaikan harga BBM dijadikan sebagai permainan politik oleh DPR yang sampai sekarang belum diketahui arah dan tujuannya.

(14)

rumah tangga miskin tidak semakin terpuruk. Pelayanan-pelayanan tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk program pembangunan ataupun program-program kompensasi lainnya. Buruh tani adalah golongan masyarakat miskin, yang terutama berada di wilayah pedesaan. Untuk itu pemerintah berusaha memberikan program-program bantuan yang sasarannya terbanyak adalah untuk rumah tangga buruh tani di wilayah pedesaan.

Pemerintah sebagai penentu kebijakan mencoba melaksanakan berbagai program kompensasi untuk mengatasi kenaikan harga BBM ini. Baik itu program yang secara langsung memberikan subsidi berupa materi seperti program Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Beras Miskin, maupun Program Pendidikan. Selain itu juga program–program seperti kartu sehat yang hanya bisa digunakan ketika penggunanya, dalam hal ini adalah anggota rumah tangga buruh tani menderita sakit dan membutuhkan pengobatan. Program padat karya yang memerlukan korbanan berupa tenaga untuk mendapatkan kompensasi. Rumah tangga buruh tani yang tergolong masyarakat miskin tentunya juga merupakan penerima dari program-program kompensasi tersebut. Program-program kompensasi tersebut diharapkan dapat mengatasi kondisi kesejahteraan buruh tani yang semakin menurun dengan kenaikan harga BBM. Menurut Lestari (2004), pada kenyataanya mekanisme kompensasi tidak luput dari berbagai bentuk penyelewengan yang akan berdampak pada penyimpangan distribusi dari target person yang seharusnya yang kemudian berakhir pada keefektifan subsidi itu sendiri. Mengingat ada banyaknya indikasi penyimpangan yang terjadi dalam penyaluran program kompensasi, maka keefektifan dari program ini masih dipertanyakan.

(15)

yang kurang layak huni menyebabkan keluarga mudah sakit serta pola makan yang tidak teratur semakin mempersulit kehidupan.

Kecamatan Mantingan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Ngawi yang mendapatkan program-program kompensasi khusus dari Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai Efektivitas Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Buruh Tani di Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi.

B. Perumusan Masalah

Program–program kompensasi kenaikan harga BBM diharapkan oleh pemerintah dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada terkait dengan kesejahteraan masyarakat miskin di pedesaan. Sebagian besar penduduk pedesaan bekerja di sektor pertanian, dimana golongan petani miskin adalah buruh tani yang kesejahteraannya semakin menurun karena kenaikan harga BBM.

Selama ini, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) biasanya diikuti oleh kenaikan harga-harga produk di sektor lain. Program kompensasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan buruh tani pasca kenaikan harga BBM. Namun banyaknya penyimpangan dan penyelewengan dalam penyaluran kompensasi tersebut berdampak terhadap efektivitas kompensasi. Baik itu ketepatan sasaran, jumlah maupun kualitas bantuan. Tingkat kesejahteraan petani setelah menerima kompensasi kenaikan harga BBM dapat diketahui dengan melakukan suatu penelitian. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai Efektivitas Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Buruh Tani di Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi.

Adapun permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut :

(16)

2. Bagaimana kondisi kesejahteraan rumah tangga dengan karakteristik memiliki pencari nafkah lebih banyak ?

3. Sejauhmana efektivitas Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Buruh Tani di Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji kesejahteraan rumah tangga buruh tani setelah mendapatkan kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi.

2. Mengkaji kondisi kesejahteraan rumah tangga buruh tani yang memiliki pencari nafkah lebih banyak.

3. Mengkaji efektivitas Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Buruh Tani di Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi peneliti dapat mengetahui lebih dalam mengenai efektivitas

Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Buruh Tani di Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi.

2. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam bidang penelitian sejenis.

3. Bagi penentu kebijakan dan instansi terkait, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan program–program yang sejenis.

(17)

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Efektivitas Kompensasi

Peter F. Drucker (dalam Soewartoyo dan Lumbantoruan, 1992), mendefinisikan efektif sebagai “menjalankan pekerjaan dengan benar” (to do right things), sedangkan efisien diartikan sebagai “menjalankan pekerjaan dengan baik” (to do the things right). Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai atau tidaknya target yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan makin mendekati target berarti makin tinggi efektivitasnya. Sedangkan efisiensi menunjukkan keberhasilan dari segi sumber yang digunakan atau biaya yang dikeluarkan untuk mencapai target kegiatan yang diinginkan.

(18)

Effectiveness is the accomplishment indicates the degree of cooperative effort. The degree of accomplishment indicates the degree of effectiveness. Effectiveness means the capability of producing an effect (Wikipedia, 2008 ).

Efektivitas adalah penyelesaian atau hasil kerja yang mengindikasikan tingkat dari usaha kerjasama. Tingkat dari hasil kerja mengindikasikan tingkat efektivitas. Efektivitas berarti kemampuan dari sebuah efek memproduksi (Wikipedia, 2008 ).

Efektivitas pemberian kompensasi subsidi BBM dapat diukur dari ketepatan sasaran. Indikator efektivitas yang sangat jelas yaitu jika pemberian subsidi telah mencapai sasaran yaitu membantu masyarakat miskin dalam menopang tingkat kesejahteraannya. Selain itu program dapat dikatakan efektif jika bantuan digunakan sesuai dengan perencanaan (Lestari, 2004).

2. Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Di atas kertas, kenaikan harga BBM memang hanya berdampak kecil. Namun, kenyataannya kenaikan tersebut telah menimbulkan dampak psikologis yang belum jelas besarnya. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Choiril Maksum mengatakan kenaikan harga BBM sebesar 25% hingga 65% pada Februari 2005, hanya memberikan andil langsung inflasi antara 0,37% hingga 1,3%. Namun, sumbangan inflasi yang ditimbulkan oleh dampak psikologis kenaikan harga BBM dapat mencapai dua kali lipat langsung. Hal yang pasti, kenaikan BBM telah memicu kenaikan harga input maupun output bagi sektor yang lain. Para pengusaha angkutan kota sudah menuntut penyesuaian (kenaikan) tarif angkutan begitu harga BBM dinaikkan. Demikian juga dengan Tarif Dasar Listrik (TDL). Direktur Utama PT PLN (Persero) Eddie Widiono mengatakan, bila tidak dilakukan penyesuaian TDL, PLN akan mengalami kerugian Rp3,2 triliun. (Prasetyantoko, 2005).

(19)

2004. Hal ini sesuai dengan tanggapannya terhadap pertanyaan Ketua Mahkamah Konstitusi mengenai dasar penetapan harga. Menurut Aburizal, dalam menetapkan kebijakan kenaikan harga BBM tersebut, pemerintah tidak menyerahkannya pada mekanisme pasar tetapi pada ke-ekonomiannya (Anonim, 2005).

Harga Bahan Bakar Minyak mengalami kenaikan pada awal Maret 2005 serta pada Bulan Agustus 2006 ( lihat tabel 1)

Tabel 1. Perubahan Harga BBM Tahun 2006, 2007 dan 2008. Harga BBM No Jenis BBM

2005 (Rp/lt)

2006 (Rp/lt)

2007 (Rp/lt)

2008 (Rp/lt) 1.

2. 3.

Premium Solar

Minyak tanah

2.400 2.100 700

4.500 4.300 2.000

4.500 4.300 2.000

6.000 5.500 2.500 Sumber : Pertamina Tahun 2008.

Kenaikan harga BBM sebenarnya telah terjadi sejak tahun 2000. Akibatnya, inflasi pada tahun 2000 mencapai 9,3 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan laju inflasi pada tahun 1999. Pada tahun 2001 harga BBM mengalami kenaikan dua kali, pada bulan April dan pada bulan Juni. Akibatnya, terjadi peningkatan inflasi yang cukup tajam. Pada bulan Mei 2001, misalnya, inflasi tahunan meningkat ke 10,8 persen dari 10,5 persen pada bulan April. Inflasi tahunan naik lagi ke 12,1 persen di bulan Juni 2001 ketika harga BBM mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada bulan tersebut. Namun, setelah itu tidak terdapat kenaikan inflasi yang signifikan sepanjang tahun 2001 (Sadewa, 2003).

(20)

Tabel 2. Tabel Kenaikan harga Sembako di Kabupaten Ngawi per Agustus 2007

No. Jenis Sembako Harga Lama (Rp/Kg) Harga Baru (Rp/Kg) Kenaikan (Rp) Kenaikan (%) 1. 2. 3. 4. 5. Terigu Telur ayam Beras (IR-64) Minyak goreng (kualitas baik) Minyak goreng (kualitas sedang) 3.980 8.500 4.100 8.700 7.500 4.100 9.000 4.300 9.200 10.000 120 500 200 500 2.500 3,02 5,88 4,88 5,75 33,33

Sumber : Media Indonesia (Senin, 6 Agustus 2007).

Tabel 3. Kenaikan Harga Sembako di Kabupaten Ngawi dan sekitarnya No. Jenis Sembako Harga

Lama (Rp/Kg) Harga Baru (Rp/Kg) Kenaikan (Rp) Kenaikan (%) 1. 2. 3. 4. 5. Beras Gula Minyak goreng Telur ayam Tepung 5.700 7.000 11.000 12.500 7.000 5.800 7.200 11.500 13.000 7.000 100 200 500 500 0 1,75 2,85 4,55 4,00 0,00 Sumber : Jawa Pos (Sabtu 24 Mei 2008).

3. Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

(21)

sebagai pihak yang selalu diuntungkan. Terobosan pemerintah mencabut subsidi BBM dan menyalurkannya kepada kelompok miskin adalah salah satu solusi untuk mengatasi kegagalan sistem pasar dalam mendistribusikan ketimpangan sumber daya ekonomi (antara kelompok menengah-atas dan kelompok miskin). Hal ini dapat berjalan dengan baik apabila institusi pemerintah bisa dipercaya melakukannya. Pasar tidak selalu berhasil dalam melakukan distribusi pada kelompok miskin (market failure), sedangkan pemerintah dikhawatirkan mengandung risiko kegagalan (government failure), manakala aparat pemerintah tidak bersih dari perilaku korupsi (Prasetyantoko, 2005).

Untuk mengurangi beban golongan masyarakat kurang mampu akibat kenaikan harga BBM, pemerintah memberikan kompensasi yang diarahkan terutama pada bantuan langsung kredit pertanian, bea siswa bagi siswa tidak mampu, pelayanan kesehatan gratis, dan operasi pasar khusus (OPK) beras untuk rakyat miskin. Besarnya kompensasi tersebut perlu dilakukan secara sistematis dengan anggaran memadai dan tepat sasaran. Karena bertitik tolak dari sejarah masa lalu, pemerintah mengeluarkan kebijakan tetapi realisasinya selalu diikuti penyimpangan. Kebijakan ”pengganti” ini pun seringkali mendapat sorotan dari masyarakat. sampai tahun 2003 masyarakat tidak tahu jelas masalah desain, skenario, sistematika dan realisasi program kompensasi sosial tersebut. Evaluasi mengenai skenario penyaluran dana tersebut juga belum pernah dilakukan, apalagi pertanggungjawabannya. Suara-suara kritis untuk melakukan evaluasi dan memberikan pertanggungjawaban sudah didengungkan oleh kelompok masyarakat, namun tampaknya pemerintah kurang memberikan perhatian. Kondisi ini yang semestinya harus dilakukan pemerintah sebagai ”kompensasi utama” terhadap kebijakan kenaikan harga BBM, baik itu terhadap kuantitas maupun kualitasnya (Mubarok, 2003).

(22)

developed for performance reporting in other jurisdictions. The dimensions of effectiveness in this framework form two groups :

a. High level outcomes (Overall health status, Outcomes and Intermediate outcomes) which link more directly with the program objective of improving health ;and

b. Lower level measures (Quality, Acces, and Acceptability) that are more focused on service delivery issues.

Lebih dari 90 persen masyarakat Australia Barat sebagai pelaku kesehatan menggunakan kerangka indikator yang umum untuk menghitung efektivitas dan efisiensi dari program kesehatan. Kerangka kerja ini sesuai dengan model pengembangan umum untuk pelaksanaan laporan pada pihak berwenang. Dimensi dari efektivitas dalam kerangka ini dibagi dalam dua kelompok :

a. Tingkat hasil yang tinggi meliputi keseluruhan status kesehatan, hasil, hasil lanjutan, yangmana berhubungan langsung dengan program pengembangan kesehatan

b. Tingat ukuran yang lebih rendah meliputi kualitas, Akses, dan penerimaan, yang lebih difokuskan pada pemberian layanan antar (Auditor General Western Australia, 1999).

(23)

kepentingan pribadi. Tipikal sistem pasar yang tidak bekerja dengan baik adalah diliputi oleh para penunggang bebas (free-riders) dan perilaku oportunis. Apalagi, karakter perekonomian di Indonesia masih banyak aktivitas ekonomi yang bersifat tidak formal (underground economy).

Pemerintah sering terlalu bersemangat dalam mensosialisasikan program bantuan untuk orang miskin. Sebagai contoh, dalam program beras miskin masyarakat seharusnya dapat membeli 20 kg beras dengan harga Rp1.000/kg. Kenyataannya, masyarakat miskin hanya mampu membeli 5-10 kg beras setiap bulan, sehingga banyak penyimpangan. Hal ini sangat mengecewakan karena jumlah beras yang disediakan Perum Bulog tidak sebanding dengan jumlah orang miskin yang seharusnya dicakup dalam program ini. Seperti yang telah menjadi budaya masyarakat Indonesia, jika ada program bantuan pemerintah, masyarakat berbondong-bondong menyatakan diri sebagai orang miskin (Khomsan, 2003).

Menurut Lestari (2004), program beras miskin di tahun 2003 dianggarkan sebesar Rp. 500 milyar yang diperuntukkan bagi 0,95 juta rumah tangga miskin dengan mengalokasikan beras miskin murah sebesar 20kg/bulan dengan harga Rp 1000/kg. Program kompensasi kenaikan harga BBM di bidang kesehatan terbagi atas berbagai bentuk dari pemberian pelayanan rujukan di rumah sakit, penyediaan vaksin hingga pemberian obat generik yang mencapai total dana sebesar Rp. 590 milyar.

(24)

tahun 2004, tahun 2005 Rp 655.000, Rp 1.080.000 di tahun 2006, dan Rp 1.300.000 pada tahun 2007 (Nugroho dan Suhartono, 2007).

4. Tingkat Kesejahteraan

Pembangunan pertanian di masa depan harus mendorong memotivasi, membantu dan memberikan fasilitas pada petani sebagai pelaksana utama atau subyek pembangunan pertanian secara mandiri, agar mampu mengambil keputusan di lapangan. Oleh sebab itu, pendekatannya harus diubah total. Pembangunan yang tadinya berpusat pada pemerintah harus diubah menjadi pembangunan yang berpusat pada petani dan untuk kepentingan petani (Roell, 1993).

Tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan sektor pertanian. Pada saat ini tingkat kesejahteraan petani sedang menjadi perhatian serius, karena tingkat kesejahteraan petani disinyalir makin menurun. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab menurunnya tingkat kesejahteraan petani berkaitan dengan makin sempitnya lahan yang dimiliki petani, harga gabah yang cenderung rendah pada saaat panen raya dan naiknya beberapa faktor input produksi usaha tani. Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani adalah nilai tukar petani (NTP). Nilai tukar petani adalah rasio indeks yang diterima petani dengan indeks yang dibayar petani (Anonim, 2004). Sejak Pelita VI, orientasi pembangunan pertanian beralih dari fokus peningkatan produksi semata ke arah perbaikan kesejahteraan petani, maka sangat relevan untuk mengkaji dinamika tingkat kesejahteraan petani. Salah satu alat ukur untuk melihat dinamika kesejahteraan tersebut adalah nilai tukar petani, yang mencakup nilai tukar komoditas pertanian dan nilai tukar pendapatan petani. Nilai tukar komoditas pertanian dapat diukur dengan nilai tukar penerimaan komoditas pertanian dan nilai tukar barter komoditas pertanian (Supriyati, 2001).

(25)

Tabel 4. Nilai Tukar Petani Indonesia.

No. Tahun Nilai Tukar Petani

(NTP) 1.

2. 3. 4. 5. 6.

2003 2004 2005 2006 2007 2008

114,78 113,76 98,73 103,15 108,63 108,67 Sumber : (Anonim, 2008).

Nilai Tukar Petani di atas 100 berarti indeks yang diterima petani lebih tinggi dari yang dibayar petani, sehingga dapat dikatakan petani lebih sejahtera dibandingkan jika NTP di bawah 100. Berdasarkan NTP tahun 2003 untuk propinsi-propinsi di Pulau Jawa pada umumnya memiliki nilai NTP yang lebih tinggi dari 100, sedangkan di Pulau Sumatera pada umumnya memiliki NTP di bawah 100 kecuali Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Propinsi Bali memiliki NTP lebih dari 100, Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki NTP di bawah 100, Propinsi Kalimantan Selatan NTP di atas 100, Propinsi Sulawesi Utara NTP di bawah 100 dan dan Sulawesi Selatan NTP di atas 100. Berdasarkan nilai NTP menunjukkan adanya keragaman tingkat kesejahteraan petani ( Anonim, 2004).

Nilai tukar pendapatan petani dihitung dengan menggunakan konsep nilai tukar subsisten (NTS). NTS menggambarkan daya tukar dari pendapatan total usahatani terhadap pengeluaran total petani untuk kebutuhan hidupnya. NTS di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur kurang dari satu, yang menunjukkan bahwa pendapatan dari usaha pertanian tidak dapat menutupi total pengeluaran rumah tangga, sementara di Jawa Tengah nilai NTS lebih besar dari satu. Rendahnya NTS di Jawa Timur disebabkan karena rendahnya pendapatan usaha pertanian, dan tingginya tingkat konsumsi baik pangan maupun non-pangan.

(26)

dan tinggi hampir sama, yaitu berkisar antara 1,5-1,61. Rendahnya tingkat kesejahteraan buruh tani disebabkan karena rendahnya pendapatan usaha pertanian dan tingginya pengeluaran untuk konsumsi. NTS rumah tangga dengan lahan garapan luas hampir sama dengan luas garapan sempit, disebabkan karena tingginya biaya produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk memperoleh pendapatan usaha pertanian yang tinggi diperlukan biaya produksi yang tinggi pula. Di Jawa Timur, terlihat adanya kesenjangan tingkat kesejahteraan rumah tangga menurut luas garapan. NTS rumah tangga tidak berlahan dan luas garapan sempit kurang dari satu, pada luas garapan sedang sebesar 1,18 dan 2,04 untuk rumah tangga yang memiliki lahan garapan luas. Disamping dipengaruhi besarnya penerimaan, NTS dipengaruhi oleh tingkat pengeluaran untuk pangan yang relatif tinggi, khusus pada lahan garapan luas, biaya produksi berperanan besar dalam pembentukan NTS (Supriyati, 2001).

5. Rumah Tangga Buruh Tani dan Kemiskinan

Menurut Rusastra dan Suryadi (2004), rumah tangga buruh tani terlibat pada kegiatan pertanian dan nonpertanian dengan proporsi kegiatan pertanian berkisar dari 13 % (Jawa Timur) hingga 46% (Lampung). Pangsa kegiatan nonpertanian yang cukup menonjol adalah di Sulawesi dan Jawa Timur, sementara di daerah lain di bawah 20%. Rumah tangga buruh tani umumnya adalah petani berlahan sempit atau petani penyakap sehingga andalan sumber pendapatan utama adalah dari kegiatan non pertanian dan berburuh. Oleh karena itu, perbaikan sistem sakap, tingkat upah dan kesempatan kerja di luar sektor pertanian akan memegang peranan penting dalam peningkatan pendapatan rumah tangga buruh tani.

Data-data yang dikumpulkan pada sensus pertanian meliputi : a. Perubahan populasi rumah tangga pertanian

b. Perubahan populasi petani gurem

(27)

d. Distribusi penguasaan dan pengusahaan lahan menurut golongan luas, dsb.

Dengan demikian hasil Sensus Pertanian merupakan angka patokan untuk memperbaiki perkiraan produksi dan populasi komoditi pertanian yang diperoleh dari survei-survei pertanian rutin (Biro Pusat Statistik, 2003).

Pada akhir tahun 2005 telah dilakukan pendataan khusus rumah tangga miskin dengan menggunakan 14 indikator kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan berbagai program pelayanan dasar tersebut. Indikator tersebut antara lain, konsumsi makanan dan minuman, pengeluaran untuk barang-barang bukan makanan, pendapatan, penerimaan dan pengeluaran bukan konsumsi, dan lain-lain. Data rumah tangga yang dikumpulkan BPS biasanya mencakup data anggota rumah tangga dan data anggota rumah tangga (Anonim, 2005).

Rumah tangga miskin memiliki rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak tergolong miskin. Pada tahun 1993 data BPS menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin adalah masing-masing sebanyak 5,0 dan 4,9 orang untuk wilayah perkotaan dan pedesaan. Padahal jumlah anggota rumah tangga tidak miskin masing-masing hanya 4,1 dan 3,9 orang untuk wilayah perkotaan dan pedesaan. Dengan demikian, bila diasumsikan bahwa jumlah anggota rumah tangga merupakan beban tanggungan pengeluaran maka dapat disimpulkan bahwa rumah tangga miskin memiliki beban pengeluaran yang lebih berat dalam mencukupi kebutuhan anggotanya dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak tergolong miskin (Nurmanaf, 2003).

(28)

health care (Including mosquito nets) and enough food, as well as cluting and adequate housing.

Ukuran dari sebuah rumah tangga dilihat dari struktur dan ketersediaan pencari nafkah adalah unsur yang sangat penting dari kerentanan. Biasanya, kemiskinan lebih merata atau umum dalam rumah tangga yang besar dengan jumlah pencari nafkah sedikit. Penelitian di Uganda menunjukkan sebuah gabungan antara ukuran rumah tangga dan pemilikan lahan, pekerjaan dan makanan. Poligami sebagai contohnya yang sering dihubungkan dengan kegagalan pemenuhan kebutuhan pokok. Keluarga poligami mudah terserang penyakit dan kurangnya kepedulian terhadap masalah kesehatan serta mengalami masalah dengan kecukupan makanan, demikian juga pakaian yang pantas dan perumahan yang layak (Alejandro Grispun, et al, 2001).

Menurut Oktaviani dan Sahara (2004), kenaikan harga BBM dan penyaluran dana kompensasi yang pada awalnya diharapkan akan dapat memperbaiki kondisi keluarga miskin, ternyata tidak berhasil sepenuhnya. Padahal keluarga miskin, terutama di pedesaan di dominasi oleh rumah tangga petani. Peningkatan harga BBM akan menyebabkan kondisi rumah tangga pertanian menjadi tidak lebih baik. Kenaikan harga BBM yang diikuti maupun tidak diikuti dengan penyaluran dana kompensasi ternyata berpengaruh negatif terhadap produksi dan penyerapan tenaga kerja, di subsektor tanaman pangan, perkebunan dan agroindustri. Penurunan terbesar terjadi pada sektor agroindustri, sektor pertanian dan rumah tangga pertanian di Indonesia. Penurunan penyerapan tenaga kerja juga disertai dengan penurunan tingkat upah tenaga kerja tidak terdidik. Hal ini akan menyebabkan penurunan pendapatan riil rumah tangga terutama yang berhubungan dengan sektor pertanian dan agroindustri.

B. Kerangka Berpikir

(29)

Untuk mengatasi kondisi tersebut pemerintah memberikan kebijakan kompensasi. Program-program kompensasi kenaikan harga BBM mempunyai karakter dan prosedur yang berbeda-beda dalam penyalurannya. Lestari (2004), program kompensasi yang diterima oleh rumah tangga buruh tani yaitu Bantuan Langsung Tunai, beras miskin, kartu sehat dan program padat karya diharapkan dapat bertindak sebagai jaring pengaman atas shock

kenaikan harga BBM sehingga kesejahteraan masyarakat tidak semakin terjerumus.

Menurut Nurmanaf (2005), kompensasi-kompensasi tersebut mempunyai tujuan dan sasaran antaralain :

1. Memulihkan kecukupan pangan yang terjangkau oleh masyarakat miskin 2. Menciptakan kesempatan kerja produktif dan meningkatkan pendapatan

serta daya beli masyarakat miskin

3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin

4. Memulihkan pelayanan sosial dan ekonomi bagi masyarakat miskin 5. Memulihkan kegiatan ekonomi rakyat.

Kompensasi-kompensasi tersebut, diharapkan berpengaruh positif terhadap kesejahteraan buruh tani. Produksi buruh tani meningkat, pendapatannya meningkat serta pengeluaran yang seimbang dan sesuai dengan standar kehidupannya. Hal ini terkait juga dengan kegiatan berburuh dan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga buruh tani. Rumah tangga buruh tani, ketika mendapatkan kompensasi tersebut masih tetap bekerja atau tidak, serta jumlah keluarga yang ikut berperan sebagai sumber pendapatan keluarga.

(30)
[image:30.595.116.557.108.398.2]

Gambar 1. Efektivitas Kompensasi Kenaikan Harga BBM terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Buruh Tani.

C. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diduga terjadi perubahan kesejahteraan rumah tangga buruh tani di

Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi setelah menerima kompensasi kenaikan harga BBM.

2. Diduga kondisi kesejahteraan lebih baik pada rumah tangga buruh tani yang memiliki pencari nafkah lebih banyak.

Kompensasi kenaikan harga BBM :

1. Bantuan Langsung Tunai (BLT)

2. Beras Miskin (Raskin)

3. Kartu Sehat

4. Program Padat karya

Meningkat Tetap Menurun

Indikator efektivitas kompensasi : 1. Terpenuhinya kebutuhan

pangan rumah tangga buruh tani

2. Terciptanya kesempatan kerja produktif dan peningkatan pendapatan serta daya beli rumah tangga buruh tani

3. Peningkatan kesejahteraan buruh tani

4. Memulihkan pelayanan sosial dan ekonomi bagi rumah tangga buruh tani

1. Kegiatan berburuh tani

(31)

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Definisi operasional

a. Bantuan Langsung Tunai adalah salah satu bentuk pemberian kompensasi Kenaikan harga BBM dalam bentuk uang secara cuma-cuma tanpa syarat apapun kepada rumah tangga miskin, dimana

penyalurannya dilakukan setiap tiga bulan sekali sebesar Rp. 300.000,00.

b. Beras Miskin atau Raskin merupakan salah satu bentuk kompensasi kenaikan harga BBM, sebagai wujud nyata komitmen pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Bantuan ini berupa makanan pokok yaitu beras, dimana penyaluran beras dibagikan sebesar 10 kilogram per bulan per keluarga miskin.

c. Kartu Sehat adalah salah satu bentuk pemberian kompensasi di bidang pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk melindungi keluarga prasejahtera dari resiko pengeluaran kesehatan yang terlalu besar. d. Program Padat Karya merupakan Kegiatan pembangunan dan atau

peningkatan prasarana di Desa / Kelurahan yang dapat dikerjakan oleh kelompok keluarga miskin (Pokgakin) dengan teknologi sederhana sesuai kebutuhan masyarakat dan memiliki manfaat ekonomi tinggi bagi kepentingan masyarakat desa dan sekitarnya. Keluarga miskin yang bekerja dalam kegiatan padat karya ini akan diberi upah berupa uang yang nominalnya sudah disepakati sebelumnya.

e. Kegiatan berburuh tani adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh buruh tani yang berkaitan dengan tahapan budidaya pertanian dengan upah rata-rata Rp 15.000,-/ hari

f. Kebutuhan pangan rumah tangga buruh tani adalah kecukupan anggota rumah tangga buruh tani dalam hal makanan dan minuman dalam kehidupan sehari-hari

(32)

h. Karakteristik ekonomi rumah tangga berhubungan dengan jumlah anggota keluarga yang berperan sebagai pemberi nafkah dalam keluarga tersebut.

2. Pengukuran Variabel

(33)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Menurut Narbuko dan Achmadi (2004), penelitian deskriptif analitis merupakan penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data. Penelitian ini dapat bersifat komparatif maupun korelatif. Penelitian komparatif dimaksudkan untuk melihat signifikansi perbedaan antara obyek atau variabel-variabel yang dicermati, sedangkan penelitian korelasional untuk melihat signifikansi hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain. Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriptif analitis yang bersifat korelatif.

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik survei. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995) Survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.

B. Penentuan Lokasi Penelitian

(34)

C. Metode Penentuan Populasi dan Penarikan Sampel 1. Penentuan Populasi

Menurut Totok Mardikanto (2001) populasi adalah keseluruhan individu, keadaan atau gejala yang dijadikan obyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah tangga miskin di Kecamatan Mantingan yang menerima kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, yaitu sebanyak 3.237 rumah tangga.

2. Teknik Penarikan Sampel Desa

[image:34.595.156.510.430.561.2]

Teknik penarikan sampel desa dilakukan secara purposive yaitu desa yang mendapatkan kompensasi kenaikan harga BBM berupa Bantuan Langsung Tunai, Beras Miskin, Kartu sehat dan Program Padat Karya. Kemudian dipilih 2 Desa yang paling jauh jaraknya dari kota Kecamatan, atau desa yang terisolir. Jarak setiap desa dengan kota Kecamatan di Kecamatan Mantingan dapat dilihat dalam tabel 5.

Tabel 5. Jarak Desa dengan Kota Kecamatan Mantingan.

No. Nama Desa Jarak Desa ke Kota

Kecamatan 1.

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Mantingan Tambakboyo Kedungharjo Sambirejo Pengkol Pakah Jatimulyo

0,3 7 3 5 6 6 3 Sumber : Monografi Kecamatan Tahun 2006.

3. Teknik Penentuan Responden Buruh Tani

Jumlah Responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 150 responden dari rumah tangga buruh tani yang mendapatkan kompensasi kenaikan harga BBM di 2 desa di Kecamatan Mantingan. Untuk itu penentuan sampel dari masing-masing desa dilakukan dengan metode

(35)

1. Tahap pertama, dari 2 yang terjauh dari kota Kecamatan diidentifikasi semua rumah tangga yang menjadi peserta program-program kompensasi.

2. Tahap kedua, dari daftar rumah tangga sasaran dipilih yang mempunyai pekerjaan sebagai buruh tani.

3. Tahap ketiga, rumah tangga yang terpilih dari tahap kedua diidentifikasi kembali untuk rumah tangga yang mendapatkan semua program kompensasi yang akan diteliti.

4. Tahap keempat, jumlah sampel 150 diambil secara proporsional menggunakan rumus sebagai berikut :

xn N nk ni=

Keterangan :

ni : Jumlah rumah tangga buruh tani sampel dari masing-masing desa

nk : Jumlah rumah tangga miskin dari masing-masing desa yang telah diidentifikasi

N : Jumlah rumah tangga miskin dari semua desa yang diidentifikasi n : Jumlah rumah tangga miskin yang telah ditentukan (sebanyak 150

rumah tangga)

[image:35.595.144.567.608.682.2]

Berdasarkan rumus diatas, jumlah penduduk miskin yang diambil sebagai sampel penelitian ini, dapat dilihat dalam tabel 6

Tabel 6. Rumah Tangga yang mendapatkan Kompensasi Kenaikan Harga BBM

No .

Nama Desa Rumah tangga non buruh tani

Rumah tangga buruh tani

Jumlah Responden

Responden terpilih 1.

2.

Tambakboyo Pakah

137 112

302 294

83 182

50 100

Total 249 596 265 150

Sumber : Data Keluarga Miskin Penerima ASKESKIN Kabupaten Ngawi Tahun 2007.

(36)

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : 1. Data Primer

Data primer adalah data yang cara memperolehnya secara langsung, melalui wawancara dengan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai alatnya. Dalam penelitian ini dalam pengumpulan data primer menggunakan daftar pertanyaan yang berupa kuisoner.

2. Data Sekunder

[image:36.595.134.536.531.749.2]

Menurut Iqbal Hasan (2004) data sekunder yaitu data yang diambil atau diikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada seperti data statistik dari BPS, monografi kecamatan dan data sekunder lainnya. Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain, Monografi Kecamatan Mantingan, statistik Kecamatan Mantingan, profil dari Desa Pakah dan Desa Tambakboyo, data mengenai kompensasi kenaikan harga BBM : rumah tangga buruh tani penerima bantuan langsung tunai, penerima kartu sehat, penerima beras miskin, rumah tangga buruh tani yang mengikuti kegiatan padat karya. Jenis data yang dikumpulkan dapat dilihat dalam tabel 7. Tabel 7. Jenis Data dan Sumber Data.

Sifat data Sumber Data No

.

Data yang diambil

P S Kn Kl

1.

2.

Jenis kompensasi kenaikan harga BBM yang diterima oleh Responden :

a. Bantuan langsung tunai b. Beras miskin

c. Kartu sehat

d. Kegiatan Padat Karya Indikator efektivitas kompensasi

1. Kebutuhan pangan rumah tangga buruh tani

2. Kesempatan kerja rumah

(37)

3.

tangga buruh tani

3. Kesejahteraan rumah tangga buruh tani

4. Pelayanan sosial ekonomi rumah tangga buruh tani Kondisi Umum Daerah

X X

X X X

X X X

X

Monografi, statistik Kecamatan

dan Profil Desa

Keterangan : P : Primer, S : Sekunder, Kn : Kuantitatif, Kl : Kualitatif

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik sebagai berikut :

1. Wawancara

Menurut Narbuko dan Achmadi (2004), wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan yang diberikan oleh responden sebagai narasumber. Keterangan-keterangan tersebut antaralain mengenai kompensasi kenaikan harga BBM yang pernah diterima oleh responden, dan keterangan-keterangan yang menyangkut kesejahteraan responden. 2. Observasi

(38)

3. Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan kamera digital, berupa foto-foto responden bersama seluruh anggota keluarganya. Selain itu terdapat juga foto penyaluran raskin kepada responden, foto hasil kegiatan padat karya berupa jalan desa, dan foto tempat pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumen sebagai sumber informasi. Informasi yang diperoleh dari responden, informan, maupun dari hasil survey daerah

didokumentasikan dalam bentuk catatan atau gambar (Adimiharja dan Hikmat, 2001).

F. Metode Analisis Data

Untuk membuktikan hipotesis 1 dan 2 yaitu diduga kondisi kesejahteraan lebih baik pada rumah tangga buruh tani yang memiliki pencari nafkah lebih banyak, diduga terjadi perubahan kesejahteraan rumah tangga buruh tani di Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi setelah menerima kompensasi kenaikan harga BBM digunakan analisis Case Summaries melalui program SPSS 12,0 windows. Sedangkan untuk mengetahui hubungan dari setiap variabel kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan variabel indikator efektivitas kompensasi digunakan Korelasi Rank Spearmen berdasarkan rumus sebagai berikut :

rs=

1-N N

di N

i=

3 1

2

6 Siegel (1994).

Karena jumlah sampel besar ( 10) maka uji signifikansi menggunakan Uji t dengan taraf kepercayaan 95 % berdasar rumus :

Thitung = rs 2 1

(39)

Adapun kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut : 1). Jika thitung Lttable ( = 0,05 ) maka Ho ditolak, berarti terdapat hubungan

nyata antara Kompensasi kenaikan harga BBM dengan kesejahteraan rumah tangga buruh tani di Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi 2). Jika thitung < t table ( = 0,05 ) maka Ho diterima, berarti tidak terdapat

(40)

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Kondisi umum daerah penelitian yang diuraikan meliputi kondisi alam, kondisi penduduk, kondisi pertanian, sarana perekonomian, kondisi kesejahteraan dan pelaksanaan Program Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Berikut ini sekilas tentang kondisi umum di Desa Pakah, Desa Tambakboyo dan Kecamatan Mantingan.

A. Keadaan Alam

Kecamatan Mantingan merupakan kecamatan yang letaknya paling barat dari wilayah Kabupaten Ngawi, sekaligus paling barat dari wilayah propinsi Jawa Timur. Batas–batas administratif wilayah Kecamatan Mantingan sebagai berikut :

Sebelah Barat :

Kabupaten Sragen ; Jawa Tengah

Sebelah Timur :

Kecamatan Widodaren

Sebelah Selatan :

Kecamatan Sine

Sebelah Utara :

Kecamatan Karanganyar

Jarak Kecamatan Mantingan dengan pusat pemerintahan Kabupaten adalah 36 km dengan waktu tempuh 60 menit, sedangkan jarak Kecamatan Mantingan dengan Ibukota Propinsi adalah 222 km atau 5 jam perjalanan. Adapun jarak desa terjauh dengan pusat pemerintahan Kecamatan Mantingan adalah 7 km dengan waktu tempuh 30 menit.

(41)

topografis dan iklim tersebut menguntungkan dalam kegiatan pertanian yang membutuhkan persediaan air yang besar.

Pembagian daerah Administratif di Kecamatan Mantingan ini adalah desa, yangmana di kecamatan ini terdapat 7 buah desa antaralain Desa Mantingan, Desa Pengkol, Desa Sambirejo, Desa Kedungharjo, Desa Pakah, Desa Tambakboyo, dan Desa Jatimulyo. Dari desa-desa tersebut, Desa Tambakboyo merupakan Desa yang letaknya paling jauh dengan Pusat Pemerintahan Kecamatan Mantingan.

Desa-desa tersebut selanjutnya terbagi menjadi 28 buah dusun, 55 buah Rukun Warga (RW) dan 196 Rukun Tetangga (RT). Dari 7 Desa tersebut, semuanya merupakan Desa Swasembada. Dalam menjalankan pemerintahan, pembagian daerah administratif ini sangat membantu memperlancar penyampaian informasi dari atas ke bawah ataupun sebaliknya. Kepala pemerintahan dapat mengetahui kondisi wilayah serta rakyatnya melalui koordinasi dengan kepala administratif yang ada di bawahnya, sehingga aspirasi rakyat dapat tersampaikan kepada pemerintah.

[image:41.595.129.512.561.708.2]

Desa yang terdapat di Kecamatan Mantingan sebanyak 7 buah, dimana penelitian dilaksanakan di dua desa yang letaknya paling jauh dari kota kecamatan yaitu Desa Pakah dan Desa Tambakboyo. Kedua desa ini memiliki batas-batas administratif yang dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Batas-Batas Wilayah Desa Pakah dan Desa Tambakboyo. No. Keterangan Batas

sebelah barat

Batas sebelah timur

Batas sebelah utara

Batas sebelah selatan

1. Desa Pakah Desa Gondang Kab. Sragen

Desa

Mantingan dan Kec.Widodaren

Desa

Kedung harjo Desa

Tambakboyo

2. Desa Tambakboyo

Desa Gondang Kab. Sragen

Desa Pakah (hutan)

Desa Pakah Desa

Ketanggung; Kec. Sine

(42)

Berdasarkan tabel 8 letak dari wilayah penelitian berbatasan langsung, namun secara geografis masih dibatasi oleh wilayah hutan. Kedua wilayah penelitian juga merupakan wilayah paling barat dari Kecamatan Mantingan, dimana sebelah barat langsung berbatasan dengan Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah. Desa Pakah memiliki ketinggian 80 meter dari permukaan laut dengan curah hujan 2.400 mm/th dan topografi wilayahnya yaitu dataran. Jarak Desa pakah dengan Ibukota kecamatan terdekat yaitu 6 km dengan waktu tempuh kurang lebih 15 menit. Sedangkan Desa Tambakboyo memiliki topografi dataran yang tingginya kurang lebih 85 meter dari permukaan laut dan curah hujan 2800-2850 mm/th. Jarak Ibukota kecamatan yang terdekat yaitu 7 km dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit.

B. Keadaan Tata Guna Lahan

[image:42.595.134.510.517.753.2]

Luas Kecamatan Mantingan adalah 6536 ha yang terdiri dari tanah sawah, tanah kering, tanah hutan, tanah perkebunan, serta tanah untuk keperluan fasilitas umum. Tata guna lahan di Kecamatan Mantingan dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Mantingan Tahun 2006.

Desa Pakah Desa Tambakboyo Kecamatan

Mantingan

No Jenis Penggunaan

tanah Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) % I. II. III. IV. V. Tanah Sawah

a. Irigasi Teknis

b. Irigasi Setengah

Teknis

c. Irigasi Sederhana

Tanah kering a. Pekarangan b. Tegal/Kebun Tanah Hutan Tanah Perkebunan Tanah Keperluan Fasilitas Umum 356,27 0.00 0.00 10 0.00 838,10 35.00 1,80 28,70 0.00 0.00 0,81 0.00 67,52 2,80 0,15 150,28 273,21 0.00 12,35 0.00 562,90 0.00 3,35 14,99 27,27 0.00 1,24 0.00 56,17 0.00 0,33 1.718 544 489 431 476 2.509 344 28 27,25 8,32 7,48 6,59 7,28 38,38 5,26 0,42

(43)

Sumber : Profil Desa Tahun 2006 dan Monografi Kecamatan Mantingan Tahun 2006.

Dari tabel 9 di atas dapat diketahui bahwa pemanfaatan lahan di Kecamatan Mantingan seluas 6536 hektare antara lain sebagai tanah sawah, tanah kering, tanah hutan, tanah perkebunan serta tanah untuk fasilitas umum. Untuk Desa Pakah lahan yang dimanfaatkan seluas 1241,17 hektare sedangkan Desa Tambakboyo seluas 1002,09 hektare. Luas lahan sawah di Kecamatan Mantingan adalah 2751 hektare yang terdiri dari sawah irigasi teknis, sawah irigasi setengah teknis, dan sawah irigasi sederhana. Sawah irigasi teknis merupakan jumlah terluas yaitu 1718 hektare, sehingga mendukung sekali bagi pengembangan bidang pertanian, terutama tanaman padi yang membutuhkan banyak air. Hal ini juga didukung dengan irigasi setengah teknis seluas 544 hektare dan sawah irigasi sederhana seluas 489 hektare. Irigasi di Kecamatan Mantingan juga semakin baik didukung adanya dua buah waduk sebagai penampung dan pembagi air ke lahan-lahan persawahan.

Berbeda dengan wilayah kecamatan, Desa Pakah hanya memiliki lahan sawah dengan irigasi teknis seluas 356,27 hektare yang merupakan penggunaan sebanyak 28,70 persen dari seluruh lahan yang dimanfaatkan. Sedangkan Desa Tambakboyo menerapkan pertanian dengan irigasi teknis seluas 150,28 hektare dan irigasi setengah teknis seluas 273,21 hektare. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pertanian dengan irigasi sederhana di Kecamatan Mantingan tidak terletak di kedua desa tersebut, melainkan di desa yang lain mengingat luas irigasi sederhana di Kecamatan Mantingan hanya 489 hektare. Penerapan pertanian dengan irigasi teknis dan setengah teknis di kedua desa menunjukkan perhatian yang cukup tinggi pada sektor pertanian khususnya tanaman padi.

(44)

hektare. Pemanfaatan Tegal/ kebun di wilayah Kecamatan Mantingan tidak berada di kedua desa penelitian, tetapi di desa lain yang dialiri sungai Bengawan Solo, karena tegal terletak di tepian aliran sungai tersebut. Petani di wilayah Kecamatan Mantingan memanfaatkan tegal untuk ditanami tanaman seperti kacang tanah, kedelai serta ketela pohon. Untuk tanah hutan di Kecamatan Mantingan cukup luas yaitu 2509 hektare yang terdiri dari hutan rakyat dan hutan negara. Desa Pakah merupakan desa yang sebagian besar wilayahnya adalah hutan yaitu seluas 838,10 hektare atau 67,52 persen. Hutan di Desa Pakah juga merupakan hutan terluas di Kecamatan Mantingan, dimana letak dari hutan tersebut mengelilingi desa sehingga menjadikan Desa Pakah lebih sulit dijangkau dari desa-desa lainnya. Sedangkan Desa Tambakboyo mempunyai wilayah hutan seluas 562,90 yang terletak di ujung desa. Wilayah Kabupaten Ngawi sebagian besar terdiri dari hutan produktif termasuk yang berada di Kecamatan Mantingan ini.

Pemanfaatan tanah di wilayah Kecamatan Mantingan juga sebagai tanah perkebunan yaitu seluas 344 hektare, yang terdiri dari perkebunan Negara, perkebunan swasta serta perkebunan rakyat, dimana sebagian besar membudidayakan tanaman tebu. Sebagian wilayah perkebunan tersebut terletak di Desa Pakah yaitu seluas 35,00 hektare yang ditanami tebu, sedangkan untuk Desa Tambakboyo tidak terdapat lahan yang dimanfaatkan sebagai perkebunan. Tanah yang dimanfaatkan untuk keperluan umum di Kecamatan Mantingan seluas 28 hektare, yang digunakan sebagai lapangan olahraga seluas 5 hektare, tanah kuburan seluas 17 hektare serta perkantoran 6 hektare. Untuk kedua desa memanfaatkan lahan untuk fasilitas umum masing-masing seluas 1,80 hektare dan 3,35 hektare.

(45)

C. Keadaan Penduduk

1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Ketersediaan tenaga kerja yang mampu bekerja mempengaruhi kondisi kesejahteraan masyarakat. Seperti di sektor pertanian yang membutuhkan tenaga kerja baik itu laki-laki maupun perempuan untuk mengerjakan pekerjaan sesuai kemampuannya. Pengolahan tanah yang biasa dilakukan oleh laki-laki, sedangkan penanaman biasa dilakukan oleh kaum perempuan. Selain itu tenaga kerja laki-laki juga dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan berat seperti pembangunan sarana prasarana desa ataupun pekerjaan-pekerjaan padat karya lainnya.

Distribusi penduduk menurut jenis kelamin juga dapat digunakan untuk mengetahui komposisi antara penduduk laki-laki dan perempuan menurut rumus sex ratio sebagai berikut :

Sex ratio =OPenduduk laki-laki x 100

OPenduduk Perempuan

Distribusi penduduk menurut jenis kelamin dan hasil sex ratio

[image:45.595.148.529.505.617.2]

dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Mantingan Tahun 2006.

Desa Pakah Desa Tambakboyo

Kecamatan Mantingan N

o

Penduduk

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 2

Laki-laki Perempuan

2.798 2.989

49,86 50,14

3.798 3.985

48,79 51,21

23.169 22.657

50,56 49,44 Jumlah 5.962 100.00 7.783 100.00 45.826 100.00

Sex Ratio 99 95 102

Sumber : Profil Desa Tahun 2006 dan Monografi Kecamatan Mantingan Tahun 2006.

(46)

penduduk laki-laki yang ditunjukkan dengan angka sex ratio sebesar 99 yang berarti setiap 100 jiwa penduduk perempuan terdapat 99 jiwa penduduk laki-laki. Sama halnya dengan Desa Tambakboyo, dengan angka sex ratio yang lebih kecil dari Desa Pakah yaitu 95, menunjukkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki. Terkait dengan kegiatan pertanian, banyaknya laki-laki sangat mendukung untuk bekerja di sawah dan memperoleh pendapatan yang lebih besar sehingga kesejahteraan bisa meningkat. Di Desa Pakah dan Desa Tambakboyo yang jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit mempengaruhi pendapatan yang akan diterima setiap rumah tangga.

2. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian

(47)
[image:47.595.151.524.144.416.2]

Tabel 11. Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Mantingan Tahun 2006.

Desa Pakah Desa Tambakboyo Kec. Mantingan

No. Mata Pencaharian

Jumlah % Jumlah % Jumlah % . 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Petani

a. Petani Pemilik

Tanah

b. Petani

Penggarap

c. Buruh Tani

Pengusaha sedang/besar Pengrajin/ Industri kecil Buruh Industri Buruh bangunan Pedagang Pengangkutan/Jasa Pegawai Negeri Sipil ABRI Pensiunan Peternak 943 0 732 0 0 41 0 70 18 100 0 19 0 49,04 0.00 38,06 0.00 0.00 2,14 0.00 3,64 0,93 5,20 0.00 0,99 0.00 2.114 163 176 0 9 125 0 67 35 240 20 30 0 46,58 3,59 38,84 0.00 0,19 2,75 0.00 1,48 0,77 5,28 0,45 0,07 0.00 5.130 906 4.224 2 74 83 53 76 78 573 124 243 1745 37,97 6,71 31,26 0,01 0,54 0,60 0,39 1,30 1,32 4,28 0,91 1,80 12,91

Jumlah 1.923 100.00 4.538 100.00 13.511 100.00

Sumber : Profil Desa Tahun 2006 dan Monografi Kecamatan Mantingan Tahun 2006.

(48)

penelitian, jumlah buruh tani menunjukkan angka yang cukup besar sama dengan di seluruh wilayah Kecamatan Mantingan.

Jumlah buruh tani yang cukup besar ini menunjukkan bahwa masih banyak petani di Kecamatan Mantingan yang belum mempunyai lahan sendiri, dan bergantung hidup dari adanya pekerjaan di sawah. Pendapatan mereka tergantung dari setiap musim panen dan tahapan budidaya pertanian yang diikutinya. Pendapatan yang tidak pasti dan relatif rendah tersebut sangat mempengaruhi kesejahteraan buruh tani.

Untuk jenis mata pencaharian yang terdapat di Kecamatan Mantingan selain sektor pertanian antaralain pengusaha, pengrajin, buruh industri, buruh bangunan, pedagang, PNS, ABRI, peternakan. Setelah sektor pertanian, penduduk di Kecamatan Mantingan memilih bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Hal ini juga terjadi di kedua desa penelitian, dimana mata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil menduduki posisi kedua setelah sektor pertanian. 3. Keadaan Penduduk menurut Pendidikan

[image:48.595.151.527.616.757.2]

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan taraf atau tingkat kehidupan seseorang. Pendidikan yang tinggi menciptakan sumberdaya manusia yang tinggi pula, sehingga berupaya untuk selalu memenuhi kebutuhan hidupnya demi mencapai kesejahteraan. Perinciaan mengenai keadaan penduduk menurut pendidikan dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12 Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatana Mantingan Tahun 2006.

Desa Pakah Desa Tambakboyo Kec.Mantingan No . Tingkat pendidikan

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

(49)

5. 6. 7. 8. Tamat SLTA/sederajat Tamat akademi/sederaja Tamat perguruan tinggi/sederajat Buta huruf 363 39 26 611 6,47 0,69 0,46 10,88 545 97 115 0 11,30 2,01 2,38 0.00 5.962 396 784 643 24,13 1,16 3,18 2,60

Jumlah 5.614 100.00 4.823 100.00 24.706 100.00

[image:49.595.150.524.111.228.2]

Sumber : Profil Desa Tahun 2006 dan Monografi Kecamatan Mantingan Tahun 2006.

Tabel 12 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Mantingan tergolong sedang. Tingkat pendidikan paling banyak yang telah ditempuh penduduk Kecamatan Mantingan adalah SLTP/sederajat sebanyak 7.540 jiwa atau 30,51 persen. Hal ini sesuai dengan program wajib belajar 9 tahun yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sama halnya dengan Desa Tambakboyo, bahwa jumlah penduduk yang tamat SLTP/sederajat paling banyak yaitu 1.465 jiwa atau 30,38. Namun untuk Desa Pakah jumlah penduduk yang tamat SD/sederajat menduduki posisi paling banyak yaitu 2.514 jiwa diikuti penduduk yang tidak tamat sekolah sebanyak 1.438 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di Desa Pakah lebih rendah dari Desa Tambakboyo maupun rata-rata tingkat pendidikan Penduduk Kecamatan Mantingan. Keadaan ini semakin parah dengan adanya penduduk yang buta huruf sebanyak 611 jiwa dari 643 jiwa penduduk yang buta huruf di seluruh wilayah Kecamatan Mantingan.

(50)

D. Keadaan Pertanian

[image:50.595.130.537.328.472.2]

Kondisi iklim di Kecamatan Mantingan dan sekitarnya sangat mendukung dalam pengembangan sektor pertanian. Budidaya pertanian yang banyak dikembangkan di wilayah Kecamatan Mantingan adalah tanaman pangan berupa padi sawah yang diusahakan dalam lahan sawah irigasi. Selain itu, pemanfaatan lahan kering untuk tegal/ kebun juga menghasilkan komoditas berupa kacang tanah, kedelai, ketela pohon, dan jagung. Secara rinci keadaan pertanian di Kecamatan Mantingan, Desa Pakah dan Desa Tambakboyo dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel.13 Jumlah Luas Tanaman dan Produksi Pertanian di Kecamatan Mantingan Tahun 2006.

Desa Pakah Desa Tambakboyo Kecamatan Mantingan No. Jenis Tanaman

Luas tanaman (Ha) Produksi (Ton/Ha) Luas tanaman (Ha) Produksi (Ton/Ha) Luas tanaman (Ha) Produksi (Ton/Ha) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Padi Jagung Ketela pohon Ketela rambat Kacang tanah Kedelai 352 4 20 0 560 0 10 8 6 0 3 0 457 0 0 0 115 0 6 0 0 0 24 0 7.055 440 40 25 245 678 5,7 8,5 0,9 2,0 1,2 1,5

Sumber : Profil Desa Tahun 2006 dan Monografi Kecamatan Mantingan Tahun 2006.

Tanaman padi masih merupakan komoditas unggulan di Kecamatan Mantingan dengan hasil paling banyak yaitu 5,7 ton/ha dengan luas lahan 7.055 hektare. Hal ini terkait dengan budidaya padi yang diusahakan sepanjang tahun dengan pola tanam padi-padi-padi dan tiga kali panen dalam setahun, sehingga hasilnya cukup besar. Sebagian produksi tersebut berasal dari Desa Pakah sebanyak 10 ton/ha dengan luas tanaman 352 hektare, sedikit lebih banyak dari Desa Tambakboyo yang hanya mampu menyumbang 6 ton/ha dengan luas tanaman 457 hektare.

(51)

sehingga produksi kedelai di Kecamatan Mantingan berasal dari desa lain. Untuk produksi kacang tanah di Kecamatan Mantingan dihasilkan dari kedua desa penelitian masing-masing sebesar 3 ton/ha dan 24 ton/ha. Desa Pakah mampu menghasilkan jagung sebanyak 8 ton/ha dengan luas tanaman 4 hektare, dimana produksi jagung di Kecamatan Mantingan sebanyak 8,5 ton/ha dengan luas tanaman 440 hektare. Untuk tanaman jagung tidak dihasilkan di Desa Tambakboyo. Tanaman jagung dan kacang tanah banyak dibudidayakan di tegal yang sebagian besar merupakan lahan pembukaan hutan sehingga tanahnya sangat subur. Hal ini dapat dilihat dari produksi kacang tanah yang cukup tinggi baik di Desa Tambakboyo.

E. Sarana Perekonomian

[image:51.595.136.511.504.644.2]

Sarana perekonomian merupakan penunjang sekaligus membantu dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Sarana perekonomian yang terdapat di wilayah penelitian antara lain koperasi, pasar dan toko/warung, dan Bank. Secara rinci mengenai sarana perekonomian di wilayah Kecamatan Mantingan dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel.14 Sarana Perekonomian di Kecamatan Mantingan Tahun 2006. Jumlah

No. Sarana

Perekonomian Desa Pakah Desa Tambakboyo

Kecamatan Mantingan 1.

2. 3. 4.

Koperasi a. BKD b. KPN Pasar umum Toko/kios/warung Bank

0 0 0 26

0

1 0 0 22

0

4 1 3 65

3 Sumber : Profil Desa Tahun 2006 dan Monografi Kecamatan Mantingan

Tahun 2006.

(52)

diupayakan dapat membantu pemenuhan kebutuhan di daerah terpencil. Namun untuk kedua desa penelitian masih sangat terbatas, dimana hanya ada sarana perekonomian berupa toko/warung di Desa Pakah. Untuk Desa Tambakboyo terdapat 1 buah BKD (Badan Kredit Desa) dan 22 warung/toko. Hal ini menunjukkan Desa Pakah memiliki sarana perekonomian yang lebih terbatas daripada Desa Tambakboyo.

Di Kecamatan Mantingan terdapat Bank sebanyak 3 buah, hal ini tentunya sangat membantu perekonomian masyarakat, baik itu yang bekerja di sektor pertanian ataupun non pertanian. Namun Bank-bank ini tidak terdapat di wilayah penelitian, yang menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki keterbatasan pelayanan ekonomi dibanding desa-desa lain di wilayah Kecamatan Mantingan. Selain itu terdapat juga badan–badan kredit yang tersebar di 4 desa termasuk Desa Tambakboyo sehingga memudahkan masyarakat desa dalam pemenuhan kebutuhan yang sifatnya mendadak.

F. Kondisi Kesejahteraan Buruh tani

(53)

tangga yang ikut bekerja dapat menambah pendapatan rumah tangga buruh tani.

Kehidupan rumah tangga buruh tani sangat tergantung pada ada tidaknya pekerjaan di sawah. Pada tahap awal budidaya, pengolahan tanah merupakan pekerjaan yang tersedia bagi buruh tani. Pengolahan tanah berikutnya akan tiba 4 bulan lagi, sehingga dalam memanfaatkan pendapatannya, buruh tani harus dapat memperhitungkan waktu yang akan datang. Untuk pengolahan lahan ini, biasa dilakukan oleh buruh tani laki-laki dengan upah rata-rata perhari Rp. 25.000, dimana dalam satu musim tanam biasanya seorang buruh tani dapat menyelesaikan pekerjaan selama 7 hari. Standar upah pengolahan lahan adalah yang paling tinggi karena pekerjaannya yang paling berat.

Kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman biasanya dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, tetapi dengan upah yang berbeda. Rata-rata upah untuk buruh tani perempuan Rp.12.500, sedangkan buruh tani laki-laki Rp 15.000 perhari. Dengan pendapatan tersebut, buruh tani harus mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya, berupa makan, perumahan, sandang, kesehatan serta pendidikan anak. Tentunya semua itu tidak dapat tercukupi dengan baik sehingga tingkat kesejahteraan buruh tani tersebut masih rendah. Beberapa rumah tangga buruh tani di daerah penelitian mencoba menambah pendapatan dengan cara bekerja di luar sektor pertanian, misalnya berdagang.

G. Pelaksanaan Program Kompensasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

(54)

1. Bantuan Langsung Tunai (BLT)

Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan program kompensasi dengan memberikan bantuan berupa uang tunai kepada rumah tangga buruh tani. Bantuan ini mulai diterima oleh responden pada awal tahun 2006 dan pada saat penelitian, pr

Gambar

Tabel  1. Perubahan Harga BBM  Tahun 2006, 2007 dan 2008.
Tabel 2. Tabel Kenaikan harga Sembako di Kabupaten Ngawi per Agustus 2007
Tabel 4. Nilai Tukar Petani Indonesia.
Gambar 1. Efektivitas Kompensasi Kenaikan Harga BBM terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Buruh Tani
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan media tanam yang seimbang (media P2) dengan penyemprotan konsentrasi kitosan sebanyak 2 ml/L dianjurkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman cabai merah namun,

Terkait dengan hal tersebut di atas, Panitia Pengadaan Alat Pengolah Data pada Perwakilan BPKP Provinsi Maluku akan mengadakan PELELANGAN ULANG. Demikian untuk

[r]

4.2 Menyusun teks cerita oral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan

Menggalakkan pertumbuhan yang mampan, inklusif dan mampan ekonomi, guna tenaga penuh dan produktif dan kerja yang bersesuaian untuk semua... Membina infrastruktur berdaya

[r]

Data kuantitatif yang diperoleh dari penelitian ini adalah skor tes siswa. dengan soal

[r]