• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Tinjauan Teoritis

2. Program Pendidikan Profesi Guru

a. Latar Belakang Pencanangan Pendidikan Profesi Guru

Selama ini dalam anggapan masyarakat khususnya masyarakat perkotaan atau daerah yang wilayahnya telah mengalami kemajuan ekonomi, pekerjaan guru dianggap tidak menjanjikan masa depan. Bagi alumni perguruan tinggi, profesi guru hanyalah pekerjaan sambilan dari pada sama sekali menganggur. Di daerah pedesaan yang rata-rata kecerdasan masyarakat masih rendah guru dihormati, namun penghargaan tersebut terasa semu. Gagasan Mendiknas Bambang Sudibyo untuk memantapkan guru sebagai profesi merupakan gagasan konstruktif bagi peningkatan profesionalisme guru Indonesia yang selama ini sangat memprihatinkan. Para guru di Indonesia yang merupakan komponen inti pembelajaran di sekolah dalam dua dekade terakhir semakin dihanyuti kultur pragmatisme.

b. Tujuan pendidikan profesi Guru

Mengacu pada UU No. 20/2003 Pasal 3, tujuan umum pendidikan profesi guru adalah menghasilkan calon guru yang memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan khusus Pendidikan Profesi Guru adalah menghasilkan calon guru yang

memiliki kompetensi merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah serta melakukan penelitian.

c. Standar Kompetensi Lulusan

Sosok utuh kompentensi guru mencakup:

1) Kemampuan mengenal secara mendalam peserta didik yang dilayani.

2) Penguasaan bidang studi secara keilmuan dan kependidikan, yaitu kemampuan mengemas materi pembelajaran kependidikan.

3) Kemampuan menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian proses dan hasil pembelajaran serta pemanfaatan hasil penilaian terhadap proses dan hasil pembelajaran sebagai pemicu perbaikan secara berkelanjutan.

4) Pengembangan profesionalitas berkelanjutan.

Keempat wilayah kompetensi ini dapat ditinjau dari segi pengetahuan, keterampilan dan sikap, yang merupakan kesatuan utuh tetapi memiliki dua dimensi tak terpisahkan yaitu dimensi akademik (kompetensi akademik) dan dimensi profesional (kompetensi profesional). Kompetensi akademik lebih banyak berkenaan dengan pengetahuan konseptual, teknis/prosedural, faktual, dan sikap positif

terhadap profesi guru, sedangkan kompetensi profesional berkenaan dengan penerapan pengetahuan dan tindakan pengembangan diri secara profesional. Sesuai dengan sifatnya, kompetensi akademik diperoleh lewat pendidikan akademik tingkat universitas, sedangkan kompetensi profesional lewat pendidikan profesi.

Kompetensi guru tersebut disajikan sebagai berikut.

1) Kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik mencapai standar kompetensi.

2) Menguasai ilmu pendidikan, perkembangan dan membimbing peserta didik.

3) Menguasai pembelajaran bidang studi seperti belajar dan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, perencanaan pembelajaran, media pembelajaran dan penelitian bagi peningkatan pembelajaran bidang studi.

4) Mampu melaksanakan praktik pembelajaran bidang studi.

5) Memiliki integritas kepribadian yang meliputi aspek fisik-motorik, intelektual, sosial, konatif dan afektif.

6) Kompetensi sosial merupakan kemampuan dalam menjalin hubungan sosial secara langsung maupun menggunakan media di sekolah dan luar sekolah.

d. Profesi Keguruan

Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ciri-ciri profesi adalah (Pakde Sofa, 2008) : 1) Standar unjuk kerja

2) Lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi tersebut dengan standar kualitas akademik yang bertanggung jawab 3) Organisasi profesi

4) Etika dan kode etik profesi 5) Sistem imbalan

6) Pengakuan masyarakat

Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semi profesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/ 1989).

Ciri-ciri jabatan guru adalah sebagai berikut (Pakde Sofa, 2008): 1) Melibatkan kegiatan intelektual.

2) Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.

3) Memerlukan persiapan profesional yang lama (dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).

4) Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan. 5) Menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen. 6) Menentukan baku (standarnya) sendiri.

7) Lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi. 8) Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. Profesi keguruan secara garis besar meliputi minimal empat pokok antara lain:

1) Menguasai bahan pengajaran

2) Merencanakan program belajar-mengajar

3) Melaksanakan, memimpin dan mengelola proses belajar-mengajar serta,

4) Menilai dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1104) profesi diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang secara khusus dipersiapkan untuk itu. Dengan kata lain profesi bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.

e. Model Ideal Profesi Guru

Idealnya sebuah profesi memiliki superioritas di dalam struktur pekerjaan, sehingga status profesional itu diinginkan dan mendapat imbalan berupa hak-hak istimewa. Jika guru adalah sebuah profesi, maka seharusnya banyak orang, dan terutama orang-orang terbaik di negeri ini ingin menjadi guru. Idealnya guru adalah profesi yang semestinya mendapatkan perlakuan istimewa dari pemerintah dan masyarakat. Kenyataannya siswa terbaik di negeri ini tidak memilih untuk melanjutkan studi ke jurusan keguruan. Secara ideal status profesional bisa berasal dari beberapa unsur, seperti adanya undang-undang, otonomi atau hak untuk mengatur dirinya sendiri, keahlian yang menyangkut pengetahuan dan adanya penghargaan tinggi dari masyarakat atau kliennya (Humes , 1986 dalam Nurkolis, 2004). Status profesional juga bisa dipandang dari sudut yang lebih luas, yaitu dalam konteks politik, sosial, dan ekonomi (Siegrist, 1994 dalam Nurkolis, 2004).

Apabila guru dipandang sebagai profesi, maka perlu dilakukan analisis yang menyangkut beberapa hal, antara lain.

1) Berdasarkan pasal 39 ayat 2 UU No. 20 tahun 2003, secara tegas dinyatakan bahwa guru merupakan tenaga profesional. Namun undang-undang tidak selalu berjalan seperti yang diinginkan, dan kenyataannya berdasarkan kriteria ideal dan komparatif tidak mendukung bunyi undang-undang tersebut.

2) Guru harus memiliki otonomi. Ternyata guru memiliki otonomi keilmuan pun belum, karena masih banyak dibebani dengan muatan-muatan politis yang tidak ada kaitannya dengan upaya pendewasaan dan pencerdasan manusia. Hal ini tercermin dari tidak merdekanya guru dalam menentukan materi pelajaran, penggunaan buku pelajaran, hingga pelaksanaan evaluasi yang masih didominasi oleh kekuatan penguasa.

3) Seharusnya sebuah profesi dihargai di masyarakat. Kenyataannya profesi guru dipandang tidak seperti profesi lain, seperti dokter, notaris, apoteker dan sebagainya.

4) Secara politis, pendidikan tidak pernah punya akses strategis terhadap kekuasaan. Menurut Husen dan Kogan (Nurkolis, 2004) hasil temuan atau penelitian para guru tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan kebijakan para penguasa, dan hubungan keduanya tidak jelas. Di mata penguasa, guru tidak memiliki posisi tawar.

5) Peran dan kedudukan guru di tengah masyarakat terus merosot. Masyarakat menghargai seseorang lebih cenderung dari sisi materi, padahal rata-rata guru kekurangan materi.

6) Pendidikan tidak pernah diperhitungkan sama sekali memiliki pengaruh terhadap perkembangan ekonomi. Hal ini karena pendidikan tidak dipandang sebagai investasi yang menguntungkan, tetapi hanya sebagai cost. Ketika pendidikan

tidak dianggap memberi sumbangan terhadap ekonomi, maka guru tidak dianggap sebagai profesi (Kydd dkk, 1997 dalam Nurkolis, 2004).

f. Model Pendidikan Profesi Guru

Ke depan guru yang diijinkan mengajar adalah guru yang telah memiliki sertifikat sebagai guru. Untuk dapat memperoleh sertifikat guru dilakukan melalui dua jalur. Jalur yang pertama adalah guru harus mengumpulkan portofolio yang berisi ijazah dan serifikat-sertifikat lain yang berkaitan dengan kompetensi keguruannya. Portofolio ini kemudian akan dinilai oleh asesor yang telah memiliki NIA (Nomer Induk Asesor). Apabila lolos seleksi maka guru tersebut akan memperoleh sertifikat. Sedang bagi guru yang belum lulus maka akan diberikan PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru). Setelah mengikuti PLPG akan diadakan tes, apabila telah lolos tes maka sertifikat akan diberikan. Jalur yang kedua adalah melalui pendidikan profesi. Pendidikan profesi harus ditempuh oleh sarjana pendidikan yang akan menjadi guru. Namun pemerintah juga membuka kesempatan kepada sarjana yang berasal dari ilmu murni untuk mengikuti pendidikan profesi ini. Lama pendidikan profesi guru 1 tahun untuk guru SMP dan SMA, sedang untuk guru TK dan SD hanya 6 bulan saja. Model terakhir inilah yang kemudian memunculkan pro-kontra. Alasan pemerintah membuka kesempatan bagi sarjana ilmu murni untuk dapat mengikuti pendidikan profesi guru adalah bahwa

mereka memiliki penguasaan keilmuan yang jelas lebih tinggi dari pada melalui jalur S1 pendidikan, karena mereka belajar bidang keilmuan lebih lama dari pada jalur S1 pendidikan. Dengan demikian diharapkan guru masa yang akan datang adalah profil guru yang sungguh-sungguh menguasai ilmu lebih baik, benar dan tidak membuat kesalahan dalam mengajarkan ilmunya, serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sarjana ilmu murni yang ingin mengikuti pendidikan profesi guru akan diseleksi secara ketat. Hanya para sarjana ilmu murni yang mempunyai jiwa pendidik dan betul-betul ingin menjadi guru yang boleh ikut pendidikan profesi.

Kekhawatiran yang terjadi dengan pendidikan profesi yang terbuka adalah terciptanya guru-guru instant yang mengajar tanpa jiwa dan dedikasi. Kekhawatiran ini terungkap dalam konferensi pers di sela-sela loka karya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Republik Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada tanggal 5 Nopember 2008 di kampus UPI. Loka karya yang dihadiri pula BEM dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan ini salah satunya mengkritisi RPP Guru yang kini tengah disusun pemerintah. Menurut salah satu pengurus BEM UPI, ketentuan yang memperbolehkan profesi guru digeluti mereka yang menenpuh ilmu non kependidikan (LPTK) berpotensi mengurangi kredibilitas dan kapabilitas profesi pengajar. Menurutnya, guru itu harus profesional, digeluti oleh mereka

yang mempunyai motivasi sejak awal ingin menjadi guru dan digembleng di LPTK, bukan peralihan orang-orang yang tidak mendapat pekerjaan. Di dalam pasal 7 RPP tentang guru (draft versi 17 Agustus 2008) tertulis, profesi guru bisa berasal dari luar S1/ D4 non kependidikan. Mereka harus mengikuti pendidikan profesi yang fokusnya pembelajaran pada aspek pedagogi. Bobot kuliahnya 36-40 SKS (sistem kredit semester). Lulusan kependidikan tetap diwajibkan mengikuti pendidikan ini, namun penekanannya lebih pada bidang keahlian, tidak lagi pedagogi . Menurut Sekretaris Jendral Federasi Guru Independen Indonesia kebijakan tersebut juga menunjukkan bahwa LPTK seolah-olah tidak profesional, tidak dipercaya menghasilkan guru yang baik. Di sisi lain untuk menghasilkan guru yang baik tidak dapat ditempuh melalui proses instant lewat pendidikan 36-40 sks saja. Lulusan sarjana ilmu murni yang kemudian menempuh pendidikan profesi guru mungkin bisa mengajar, tetapi tidak mendidik dengan baik. Seperti halnya profesi kedokteran atau pengacara menjadi profesi tertutup, aspek kepribadian dan pedagogi tidak bisa diperoleh secara instant. Profesor Said Hamid Hasan, pengamat pendidikan dari UPI berpendapat bahwa mengajar itu idealnya tidak sekedar berupa transfer pengetahuan. Beliau menilai bahwa guru yang dihasilkan lewat pendidikan profesi yang terbuka bagi sarjana ilmu murni adalah guru instant, tanpa penggemblengan dan dedikasi. Paul Suparno, mantan Rektor Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta juga mengungkapkan kekhawatiran dengan lamanya pendidikan profesi guru yang hanya satu tahun untuk guru SMP dan SMA. Pertanyaan yang muncul adalah apakah dengan waktu satu tahun tersebut calon guru dapat sungguh-sungguh kompeten dalam segi pedagogi, kepribadian, profesional dan sosial dalam berelasi dengan siswa (Paul Suparno, Kompas 31 Oktober 2008).

Model pendidikan profesi guru melalui jalur sarjana ilmu murni ditambah pendidikan profesi guru mempunyai keunggulan, terutama dalam penguasaan ilmu karena mereka sudah lulus sarjana ilmu murni dan telah belajar ilmu-ilmu tersebut selama empat tahun. Penguasaan mereka di bidang keilmuan jelas lebih tinggi daripada melalui jalur S-1 pendidikan karena belajar bidang keilmuan lebih lama dari pada jalur S-1 pendidikan. Dengan demikian, diharapkan mereka mempunyai pengertian keilmuan lebih baik, benar, dan tidak membuat kesalahan dalam mengajarkan ilmunya.

Konsep pendidikan tinggi untuk Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) memiliki karakteristik khas karena mengkhususkan diri dalam mendidik mahasiswa untuk menjadi pendidik. Dengan kata lain, LPTK memiliki kekhasan dalam bentuk mengajar peserta didik untuk mampu mengajar orang lain. Konsekuensi dari kekhasan ini adalah bahwa dari kuliah hari pertama di LPTK, harus sudah ditanamkan dalam diri mahasiswa bahwa kelak mereka akan menjadi manusia yang bertanggung jawab untuk

memanusiakan manusia lain melalui proses pendidikan. Untuk dapat berhasil memanusiakan manusia lain, lulusan LPTK harus menguasai sejumlah kompetensi yang berkaitan dengan proses pembelajaran untuk membelajarkan kepada orang lain. Atas dasar itu model pembelajaran di LPTK harus dilaksanakan secara khas.

Bentuk pembelajaran di LPTK tidak dapat lepas dari model yang akan dipilih. Selama ini dikenal dua model pengadaan guru, yaitu (1) model terintegrasi, terpadu, atau konkuren (concurent model) dan (2) model bersambungan atau konsekutif (consecutive model). Model konkuren adalah program pendidikan bagi calon guru yang mengupayakan penguasaan ilmu, teknologi dan/atau kesenian sebagai sumber bahan ajar secara bersamaan dengan pembentukan kemampuan mengajar. Adapun model konsekutif adalah program pendidikan bagi calon guru yang telah menguasai ilmu, teknologi dan/atau kesenian sebagai sumber bahan ajar yang mengupayakan pembentukan kemampuan mengajar.

Mengingat sebaran LPTK untuk program studi di Indonesia tidak sama maka perlu suatu strategi untuk mencari bentuk pembelajaran yang ideal. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program diploma empat (D-IV) atau program sarjana (S-1). Adapun kompetensi

guru meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional. Kesempatan menjadi guru, khususnya guru SLTP dan SLTA, terbuka untuk lulusan LPTK dan Non-LPTK. Meskipun demikian, untuk menjadi guru keduanya harus mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat pendidik.

Dokumen terkait