Pendanaan Pengembangan SPAM
E. Program Pengamanan Air Minum, dengan kriteria:
Sasaran: PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko.
Kegiatan: Pengendalian kualitas pelayanan air minum darihulu sampai hilir.
Indikator: Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K.
Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria) :
Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM pemerintah
kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16 /2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8
dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM.
2. Tersedia dokumen RPI2JM bidang Cipta Karya
3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya
Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas ≥ 20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≥ 250 mm;
Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20 l/detik atau diameter pipa JDU
terbesar 200 mm.
Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤ 10 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≤ 150 mm;;
4. Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007)
5. Ada indikator kinerja untuk monitoring
Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik
Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun yang
sama
6. Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan
7. Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai kebutuhan fungsional dan
rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun
8. Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB, UPTD atau BLUD)
9. Dinyatakan dalam surat pernyataan Kepala Daerah tentang kesanggupan/ kesiapan
Skema Kebijakan Pendanaaan
a) Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM
Kegiatan SPAM Air Baku Unit Produksi Trasmisi dan Distribusi (SR dan HU)
KOTA APBN APBD, PDAM, KPS, (APBN) APBN, PDAM, KPS, APBN (MBR)
IKK APBN APBN APBN (s.d. Hidran Umum)
Desa Rawan Air APBN APBN APBN (s.d. Hidran Umum)
Desa dengan air baku mudah (Pamsimas)
APBN APBN, APBD, Masyarakat PAMSIMAS (APBN : 70%, APBD : 10%, dan Masyarakat : 20%.)
b) Pendekatan Pembiayaan APBN
1. Non Cost-Recovery
Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) pada IKK, kawasan
perbatasan/ pulau terdepan;
Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) bagi kawasan-kawasan
tertinggal (kawasan kumuh, kawasan nelayan, dan ibu kota kabupaten pemekaran;
Fasilitasi pengembangan SPAM bagi perdesaan (desa rawan air) melalui pemicuan
perubahan perilaku menjadi hidup bersih dan sehat, pembangunan modal sosial, capacitu building bagi masyarakat, serta pembangunan dan pengelolaan SPAM berbasis masyarakat; dan
pengembangan SPAM skala kecil (perdesaan) pembiayaannya didorong melalui DAK.
2. Cost recovery
Fasilitasi penyediaan air baku untuk air minum melalui kerjasama dengan Ditjen Sumber
Daya Air; dan
Fasilitasi penyediaan air minum (PDAM) di kawasan strategis (PKN, PKW, PKL, dll)
dengan pendanaan melalui perbankan, Pemda/PDAM, serta KPS.
c) Alternatif Pola Pembiayaan
Equity adalah merupakan sumber pendanaan dari internal cash PDAM dan Pemda untuk
program penambahan sambungan rumah (SR). Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana untuk memenuhi sebagian kebutuhan investasi;
Pinjaman Bank Komersial adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank
komersial dengan jumlah equity tertentu sebagai pendamping pinjaman. Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana pendamping dan menerapkan tarif minimal diatas harga pokok produksi (tarif dasar);
Trade Credit adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank komersial melalui
pihak ke tiga (kontraktor/supplier) dan dibayar dengan angsuran dari pendapatan PDAM dalam masa tertentu (10 tahun atau lebih). Dilaksanakan oleh PDAM yang diperkirakan dapat mengangsur sesuai dengan perjanjian;
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan sumber pembiayaan dari badan usaha
swasta (BUS) berdasarkan kontrak kerjasama antara BUS dengan pemerintah (BOT/Konsesi). Dilaksanakan di kabupaten/kota yang memiliki pasar potensial (captive market) dan telah dilengkapi dengan studi pra-FS dan kesiapan pemerintah daerah;
Obligasi adalah merupakan sumber dana dari penerbitan surat utang yang akan dibayar dari
CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan yang dilakukan suatu perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
6.3.5. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM
Berdasarkan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan dan tantangan, target cakupan
pelayanan sesuai rancangan RPJMN 2015 – 2019 serta program-program dan readiness criteria
maka usulan program dan kegiatan sektor Pengembangan Kinerja Pengelolaan air Minum Kabupaten Badung sebagaimana disajikan pada tabel berikut:
Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Bidang Cipta Karya VI - 41 Mengacu pada Permen PU Nomor. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang kebijakan, pengaturan, perencanaan, pembinaan, pengawasan, pengembangan dan standardisasi teknis di bidang air limbah, drainase dan persampahan permukiman.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 656, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan air limbah, drainase dan
persampahan;
b. pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
c. pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan;
d. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran
serta masyarakat di bidang air limbah, drainase dan persampahan; dan e. pelaksanaan tata usaha direktorat.
6.4.1.
Air Limbah
6.4.1.1.
Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Air LimbahA.
Arahan KebijakanBeberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.
4. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota.
6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan
Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard).