BAB VI
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR
6.1.
PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
6.1.1.Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan
perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpapermukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik,serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.
Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan
perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru
di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh
termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
6.1.2.Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. ISU STRATEGIS
Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi
terhadap perubahan iklim.
Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh
perkotaan.
Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang
tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang
bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.
Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.
Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan
kawasan permukiman.
Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman.
Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Ancaman Pertumbuhan Penduduk adalah Migrasi masuk dengan pertumbuhan Penduduk
Kota Denpasar rata-rata 3,2 % pe rtahun.
Lemahnya database perumahan permukiman yang ter-update dan akurat;
Banyaknya tumbuh permukiman dalam skala kecil, tumbuh secara sporadis dalam bentuk
kantong-kantong perumahan yang tidak terintegrasi dengan sarana dan prasarana lingkungan sekitar.
B. KONDISI EKSISTING
Perumahan dan permukiman di Kota Denpasar meliputi luasan 6.164,8 ha atau 40,34 % dari
luas wilayah Kota Denpasar. Dari 43 wilayah desa/kelurahan.
Jumlah lahan yang sudah dibangun untuk lahan permukiman sampai tahun 2008 mencapai
7.651 Ha. Kecamatan yang lahan permukimannya paling luas adalah kecamatan Denpasar
Barat yaitu seluas 3.435 Ha. Atau 59,89 % dari total luas lahan permukiman. Kecamatan
Denpasar Timur luas lahan pemukimannya adalah 1.657. Ha(21,65%) sedangkan untuk
Denpasar Selatan 2.559 Ha (33,44 %).
Kondisi lingkungan permukiman di Kota Denpasar yang merupakan Kota Metropolitan
perumahan dan permukiman di Kota Denpasar secara prinsip dapat diklasifikasikan menjadi
tiga karakter :
1. Pemukiman tradisional, dengan ciri masih kentalnya kondisi sosio kultural yang ada
serta dijiwai oleh spiritual Hindu. Dilihat dari tingkat kepadatannya lingkungan
pemukiman tradisional memiliki tingkat kepadatan rendah.
2. Pemukiman semi tradisional (peremajaan lingkungan pemukiman trdisional), karakternya ditandai dengan makin beragamnya aktivitas sosio kultural (heterogen)
dengan tingkat kepadatan dikatagorikan pada tingkat kepadatan menengah atau tinggi.
3. lingkungan pemukiman pembangunan baru dapat dipilah menjadi lingkungan perumahan dan pemukiman pembangunan baru yang disiapkan oleh pengembang,
pembangunan baru lingkungan pemukiman yang tumbuh natural, kavling siap bangun,
rumah toko dan rumah kantor, rumah sewa dan tanah sewa.
Penanganan kawasan permukiman yang sudah dilakukan di Kota Denpasar antara lain:
Penyediaan Infrastruktur Primer Bagi Kawawsan Kumuh Kecamatan Denpasar Barat. Peningkatan Jalan Lingkungan dan Bangunan Pelengkap di Kecamatan Denpasar Selatan. Peningkatan kualitas permukiman kumuh pusat kota di Kelurahan Renon Denpasar
Selatan.
C. PERMASALAHAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
Berkaitan dengan sasaran pemukiman dalam memenuhi hunian, berikut ini permasalahan
pembangunan pemukiman di Kota Denpasar :
1. Terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perumahan. Kemampuan
pemerintah untuk mendukung penyediaan prasarana dan sarana tersebut masih terbatas.
Faktor ini menjadi salah satu penghambat dalam penyediaan perumahan untuk mayarakat
berpendapatan rendah serta pemicu menurunnya kualitas kawasan yang dihuni oleh
masyarakat berpendapatan rendah.
2. Belum mantapnya kelembagaan penyelenggraan pembangunan perumahan dan
permukiman.
3. Jumlah rumah tangga yang belum memiiki rumah semakin meningkat,
4. Terjadinya kesenjangan dalam pembiayaan perumahan.
5. Masih rendahnya efisiensi dalam pembangunan perumahan,
6. Pembiayaan perumahan yang terbatas dan pola subsidi yang memungkinkan terjadinya
7. Berbagai bantuan program perumahan tidak sepenuhnya terkoordinasi dan efektif.
8. Bantuan pembangunan dan perbaikan rumah secara swadaya dan berkelompok masih
bersifat proyek dan kurang menjangkau kelompok sasaran.
9. Pendekatan program dalam penyediaan bantuan masih terbatas pada KPR bersubsidi.
D. TANTANGAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
Tantangan untuk tetap dapat menjaga kawasan permukiman yang berjatidiri budaya Bali
dari pesatnya pertumbuhan permukiman perkotaan;
Tantangan pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan
rendah;
Tantangan untuk mewujudkan kebersihan lingkungan permukiman kota sesuai tujuan Bali
Clean and Green;
Adaptasi terhadap perubahan iklim mikro dalam pengembangan perumahan dan
permukiman yang ramah lingkungan.
6.1.3.Analisis Kebutuhan Pengembangan Pemukiman
Perumahan di bali pada hakekatnya adalah tempat hidup bagi manusia yang mengandung
banyak aspek-aspek kehidupan. Perumahan tersebut ditunjukkan dengan adanya keragaman fungsi
tempat tinggal seperti : griya, puri, jero dan umah dan masing-masing mempunyai karakteristik
yang berbeda. Ditinjau dari sudut ini, pola perumahan yang ideal pada kawasan perencanaan tidak
lepas dari struktur masyarakat. Perumahan yang direncanakan nantinya harus mencerminkan
adanya hidup kekeluargaan, tingkat derajat yang sepadan, kerukunan beragama dan mendorong
terwujudnya kegotong royongan, serta kemanfaatan bersama dalam kegiatan kebudayaan/kesenian,
olah raga, kesejahteraan keluarga dan pemeliharaan lingkungan. Untuk itu perlu adanya
sarana-sarana umum yang diperlukan dengan proporsi yang seimbang dengan jumlah penduduk. Dari segi
gaya dan arsitektur perumahan pada wilayah perencanaan harus merupakan musium hidup yang
sekaligus merupakan pewarisan, peradaban dan kebudayaan generasi terdahulu yang telah
dimodernisir dengan tidak menghilangkan jiwa, wajah dan bentuk budaya Bali yang mencerminkan
kepribadian bangsa. Rencana pengembangan perumahan di pusat kota di wilayah perencanaan
diarahkan pada daerah yang masih kosong.
Persyaratan lokasi bagi kawasan perumahan adalah sebagai berikut :
Membutuhkan kawasan dengan kemiringan maksimal 15 % dan dapat mempunyai variasi
topografi, asal dapat dihindarkan penggunaan tanah curam.
Membutuhkan kemudahan hubungan dengan jalur-jalur yang menghubungkan ketempat-tempat
pekerjaan dan pusat-pusat kegiatan, serta harus dapat dilayani oleh rute angkutan lintas umum.
Khususnya kawasan perumahan yang berkepadatan cukup tinggi, membutuhkan kedekatan
terhadap fasilitas ruang terbuka hijau dan jalur angkutan utama. Kemudian kawasan yang
kurang padat dapat menempati areal diantara jalan-jalan utama dan jalur angkutan tersebut.
Dengan berkembangnya jumlah penduduk sampai akhir tahun perencanaan, maka
kebutuhan akan rumah otomatis akan meningkat. Asumsi bahwa satu rumah dimiliki oleh satu
kepala keluarga melandasi analisa kebutuhan rumah pada 20 tahun ke depan. Berdasarkan jumlah
penduduk hasil proyeksi dan rata-rata masing-masing kepala keluarga terdiri dari 5 anggota
keluarga (jiwa) maka dapat diketahui Jumlah Rumah Tangga di Kota Denpasar dan diasumsikan
jumlah rumah juga sebesar jumlah Rumnah Tangga. Penambahan jumlah RT baru selanjutnya
identik dengan penambahan kebutuhan jumlah unit rumah yang baru. Setelah didapatkan tambahan
unit rumah di tahun perencanaan (sampai tahun 2026), dapat diperkirakan pndekatan kebutuhan
lahan untuk tambahan rumah baru dengan asumsi : Perbandingan rumah besar, sedang dan kecil
1 : 3 : 5. Asumsi luas rumah besar adalah 600 m2, rumah sedang 400 m2 dan rumah kecil 200 m2.
Analisisi proyeksi kebutuhan rumah dan kebutuhan tambahan untuk pengembangan rumah baru
dapat dilihat di bawah ini.
Hal ini menunjukkan bahwa penduduk kota Denpasar, sampai 20 tahun ke depan
memerlukan tambahan rumah sekitar 14.606 unit lagi, dengan kebutuhan luas tambahan lahan
sebesar 1.704,59 Ha. Sedangkan ketersediaan lahan perumahan di kota Denpasar relatif terbatas
dan hanya sedikit ruang sisa untuk pengembangan permukiman baru, sesuai arahan luas kawasan
terbangun yang di-skenariokan di depan. Pertanyannya, kemana lagi dicarikan lahan untuk
perumahan dan fasilitas huniannya ?
Dugaan yang paling beralasan adalah akan menjamurnya rumah sewa (rumah pondokan)
atau lahan sewa di seputar Denpasar serta makin berperanya konsep apartemen atau rumah susun
dengan lantai kurang dari 5. Hal ini akan menjadi pilihan mengingat keterbatasan lahan yang ada.
Berdasarkan hasil analisa dengan mempertimbangkan konsep perencanaan serta kondisi eksisting
wilayah perencanaan serta karakteristik lingkungan pemukiman di kota Denpasar dan kebutuhan
perumahan di masa mendatang maka pengembangan permukiman/perumahan di kota Denpasar
dilaksanakan dengan arahan pengembangan pada :
1) Pengembangan pemukiman yang berawal dari lingkungan tradisional (desa adat) sehingga
arahan pengembangan pemukiman dan perumahan untuk menunjang penegasan kembali
pola-pola lingkungan tradisional melalui arahan terhadap renovasi bangunan yang telah ada,
Tabel 6.1
Analisis Kebutuhan Perumahan Kota Denpasar Sampai Tahun 2026
Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun RTRW Kota Denpasar, 2006
2) Pengembangan perumahan pada lahan-lahan kosong dalam lingkungan pemukiman diarahkan
guna optimasi dan efektifitas guna lahan yang menunjang penegasan pola lingkungan melalui
arahan penggunaannya maupun persyaratan teknis bangunan.
3) Pengembangan perumahan dengan jalan mengefektifkan lahan-lahan non produktif yang nilai
ekonomisnya rendah yang diarahkan untuk menunjang kejelasan struktur tata kota.
Oleh karena itu pengembangan perumahan di arahkan pada :
1. Peremajaan melalui renovasi
2. Pengadaan rumah perumahan
3. Penyediaan lahan matang untuk perumahan.
Kebutuhan KOTA
Tahun
Listrik Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar DENPASARMengingat keadaan diatas maka penggunaannya dilakukan melalui kerjasama antara pemerintah,
swasta dan masyarakat melalui langkah-langkah :
Pemerintah bersama – sama masyarakat dan swasta membangun perumahan baru
memperbaiki atau memugar rumah yang ada secara bertahap dan terarah dengan subsidi antar
kelompok masyarakat maupun antar sektor
Penambahan perumahan baru di tekankan kepada pembangunan perumahan secara massal
khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan menengah dengan prioritas lokasi
ke wilayah pengembangan barat.
Pembangunan perumahan baru di WP Timur , utara dan Selatan agar dilaksanakan tidak
terlalu cepat, mengingat titik barat fungsi wilayahnya diarahkan untuk area konservasi,
kawasan dominan pertanian atau ruang terbuka
Penataan kawasan permukiman melalui program LC
Lingkungan padat dan kumuh perlu ditempuh dengan program peremajaan kota, program
KIP/PLPK, serta program intensifikasi penyuluhan Perumahan (IPP)
Perlu diambil langkah-langkah secara terpadu antara pemerintah, swasta dan masyarakat untuk
dapat memanfaatkan lahan-lahan LC sebagai lahan untuk membangun perumahan secara
massal dengan menerapkan sistem yang disepakati secara terpadu pula.
Perlu nya disusun peraturan dan perencanaan, perizinan, perpajakan/retribusi dan bimbingan
pelaksanaan yang lebih mampu mendorong terciptanya lingkungan pemukiman yang lebih
tertib, nyaman, aman dan sehat. Guna memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dan menengah.
Pembangunan perumahan agar mencerminkan bercirikan arsitektur tradisional Bali dan
melestarikan pola-pola rumah tradisional di pedesaan/kota/kerajaan serta
peninggalan-peninggalan kebudayaan lainnya.
6.1.4.Program-Program Sektor Pengembangan Pemukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan
Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
Infrastruktur perdesaan PPIP
Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.
6.1.5.Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) Sektor
Pengembangan Permukiman
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
Kriteria Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
Kesiapan lahan (sudah tersedia).
Sudah tersedia DED.
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan
Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya
Ada calon penghuni
RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan
BOP minimal 5% dari BLM.
PPIP
Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
Tingkat kemiskinan desa >25%.
PISEW
Berbasis pengembangan wilayah
Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi
pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
Mendukung komoditas unggulan kawasan
Berdasarkan kriteria umum yang ditetapkan sebagai kriteria kesiapan sebagian besar telah dipenuhi oleh Kota Denpasar, sedangkan kriteria khusus yang dapat dipenuhi adalah readiness criteria khusus PISEW.
6.1.6 Usulan Program Kegiatan
Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman adalah untuk memenuhi kebutuhan
untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan. Usulan program dan
kegiatan tersebut terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan sesuai dengan kewenangannya
yaitu pendanaan melalui APBN, APBD Provinsi dan APBD kabupaten. Sehingga untuk jangka
waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan
prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.
Usulan program dan kegiatan sektor Pengembangan Permukiman Kota Denpasar yang dibiayai dari
6.2.
PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
6.2.1 Arah Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai
bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan
binaan, baik diperkotaan maupun di pedesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan
lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundang dan peraturan
antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan
Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta
Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan,
pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk
pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.
Selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan
Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan
termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan
gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan
lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan
bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan
penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL,
yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan
rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti
Gambar : 6.1 Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi
peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan
nelayan;
Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;
Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;
Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
6.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. Isu Strategis
Isu strategis secara nasional, antara lain :
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan
lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di
kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan
mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96%
dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU
PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan
kemiskinan
Beberapa isu strategis pembangunan daerah Bali yang terkait penataan bangunan dan lingkungan yaitu :
1. Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang, pencemaran lingkungan, konservasi
dan perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
2. Meningkatkan potensi keselarasan tatanan kehidupan modern, pelesterian panorama, nuansa
ruang dan lingkungan alam, mengembangkan sistem budaya yang berorientasi pada tatanan lngkungan hidup serta pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
3. Meningkatkan kapasitas pemerataan pembangunan melalui penyediaan infrastruktur sebagai
roda penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah.
4. Konservasi dan perlindungan sumber daya alam.
5. Peningkatan pembinaan dan pengendalian tata ruang yang kompeten, proposional dan
profesional, yang mampu menyusun dan menetapkan regulasi-regulasi yang ramah lingkungan.
1. Pengembangan kota kreatif berbasis pariwisata berjati diri budaya Bali.
2. Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan aktivitas yang memiliki nilai historis,dan spiritual.
3. Penetapan RTH minimal 30 % dari luas wilayah kota
4. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya perkotaan sesuai dengan daya dukung dan
daya tampung lingkungannya;
5. Melindungi dan mengendalikan kegiatan di sekitar kawasan suci dan tempat suci yang dapat mengurangi nilai kesucian kawasan; dan
B. Kondisi Eksisting
Pertambahan penduduk Kota Denpasar mengacu data antar sensus tahun 1990 dan tahun
2000, rata-rata sebesar 3,2% pertahun, dan sebagian besar diakibatkan oleh arus urbanisasi. Hal ini
di pertegas oleh piramida penduduk KotaDenpasar yang bertipe ekspansif dengan migran
pendatang sebagian besar berusia produktif. Kondisi ini bila dilihat dari segi ekonomi, menandakan
Kota Denpasar memiliki potensi ekonomi yang besar dan mampu menarik penduduk usia produktif
untuk bermigrasi ke Kota Denpasar. Bertambahnya penduduk tersebut akan berpengaruh langsung
terhadap semakin besar dan intensifnya kegiatan, baik kegiatan yang berkaitan dengan sektor
ekonomi maupun social budaya. Segala aktifitas kegiatan tersebut memerlukan pengaturan ruang
untuk memperkecil negasi (kegiatan satu dengan yang lain tidak saling mendukung) yang dapat
terjadi, dan segala kegiatan tersebut dapat saling bersinergi untuk dapat berakselerasi secara
optimal, terlebih bila dikaitkan dengan keberlanjutan yang memerlukan daya dukung lingkungan.
Ketidak tegasan dalam pengawasan perencanaan ruang yang ada dikaitkan dengan meningkatnya
kebutuhan akan ruang telah menimbulkan pelanggaran-pelanggaran yang pada gilirannya akan
menimbulkan konplik kepentingan di masyarakat. Selain pertambahan penduduk yang menjadi
permasalahan yang terkait dengan tata ruang dalam penataan bangunan dan lingkungan adalah tata
letak, komposisi, gaya, ketinggian dan warna bangunan serta landscape perkotaan yang belum
tertata baik dan terintegrasi dengan lingkungan serta jalan dan ruang terbuka yang tumpang tindih
dengan kendaraan bermotor dan tidak manusiawi. Untuk memanfaatkan ruang kota yang
terkendali, tata kota harus diikuti dengan tata bangunan. Perencanaan tata bangunan dan
lingkungan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan didalam sistem manajemen pembangunan
perkotaan yang diperlukan sebagai panduan wujud bangunan dan lingkungan, serta pengendalian
bangunan, setelah perencanaan tata ruang kota dan sebelum kegiatan pembangunandi perkotaan
mencapai tahap perancangan dan pelaksanaan kontruksi pisik. Rencana pengembangan pusat kota
Denpasar dimaksudkan untuk mengembangkan, mengembalikan, memperbaiki dan menata kembali
kawasan yang kurang berpungsi secara Optimal dan usaha untu menghubungkan pusat pusat
kegiatan yang berpotensi melalui introduksi fungsi perkotaan modern yang baru namun dalam
Permasalahan yang dihadapi dalam penataan bangunan dan lingkungan dalam
me.wujudkan ruang hunian yang serasi dan optimal sesuai dengan kebijakan nasional dan daerah
dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan,
baik diperkotaan maupun di pedesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya
terkendala dengan terbatasnya kawasan hunian di Kota Denpasar. Selain itu pengelolaan kawasan,
untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah
dan permukaan serta penanggulangan banjir.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, diperlukan juga dukungan bantuan teknis dalam
penataan bangunan gedung dan lingkungan yang masih masih terbatas. Disamping itu berbagai
produk dokumen yang telah diterbitkan dijadikan dokumen perencanaannya yang merupakan
acuan/implementasi dilapangan, seperti: Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK);
Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) Bangunan Gedung; Penyusunan Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
dan Ruang Terbuka Hijau.
Sampai dengan tahun 2014 Kota Denpasar masih dalam proses pemerdaan Rancangan
Perda Bangunan Gedung. Kegiatan lain yang telah dilakukan antara lain berupa Pembangunan
Aksesibilitas Bangunan Gedung Kota Denpasar; Pembangunan Gedung PIP2B; Dukungan PSD
RTH Kota Denpasar;Penaggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Identifikasi Lokasi Kegiatan
PBL;Pendataan Bangunan Gedung Negara dan Rumah Negara; Pendampingan Percepatan Perda
Bangunan Gedung;
Fasilitasi
Pengelolaan PIP2B; Pembangunan PSD Penataan RTH KotaDenpasar;
Pengadaan
Peralatan dan Meubelair PIP2B; Pembangunan PSD Penataan RTHKawasan Desa Serangan; Penyusunan RTBL Kawasan Perdesaan Sanur; Penyusunan RTBL
Kawasan Pusat Kota Kelurahan Renon, Kecamatan Denpasar Selatan.
C. Permasalahan dan Tantangan
Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam Penataan Bangunan dan Lingkungan antara lain:
Aspek Penataan Lingkungan Permukiman :
Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan
pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota,
kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
Lemahnya penegakan hukum dalam penyelenggaraan pengaturan pengembangan lingkungan
permukiman.
Aspek Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung
termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat
perhatian;
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan,
keamanan dan kenyamanan;
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;
Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Aspek Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka hijau, sarana
olah raga;
Masih minimnya bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan
bangunan gedung termasuk pengawasan;
Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan
otonomi dan desentralisasi;
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam
fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
6.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Berdasarkan isu-isu strategis, kondisi existing, permasalahan dan tantangan sektor PBL dan
Lingkungan dilakukan analisa kebutuhan sektor PBL antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
Diperlukan RTBL di beberapa kawasan-kawasan : perkotaan yang berkembang pesat,
permukiman yang mengalami degradasi, dan kawasan/bangunan yang perlu dilinungi, kawasan gabungan atau campuran, kawasan rawan bencana, serta perlu dilegalisasi sebagai landasan hukum;
Dibutuhkan perlindungan terhadap kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
Perlu penegakan hukum dalam dalam penyelenggaraan penataan lingkungan permukiman.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
Dibutuhkan kelengkapan sarana sistem proteksi kebakaran;
Dibutuhkan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan
bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
Diperlukan aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada
daerah-daerah rawan bencana;
Penegakan persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pada Bangunan Gedung Negara;
Penertiban penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
Penertiban administrasi aset Negara.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
Masih dibutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka hijau, sebagai sarana rekreasi dan olah raga;
Diperlukan bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
Diperlukan kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan
bangunan gedung termasuk pengawasan;
Diperlukan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi
dan desentralisasi;
Masih diperlukan peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah.
6.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.
Secara lebih rinci atau kriteria khusus dalam penyelenggaraan program-program sektor PBL,antara lain :
Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
Adanya kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
Adanya kawasan yang dilestarikan/heritage;
Adanya kawasan rawan bencana;
Adanya kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/budaya
dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga(central business district);
Merupakan kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
Adanya komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintahdaerah,
swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau
Adanya Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah,
swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:
Ada kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;
Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;
Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
Ada Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH
Publik);
Ada Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.26/2007 tentang Tata ruang);
Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah
kota;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:
Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;
Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):
Ada Perda Bangunan Gedung
Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;
Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi
Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 tentang Tata Ruang;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
Dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/ Gedung Bersejarah:
Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah;
Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
Ada DDUB;
Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada
fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:
Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan
bupati/walikota);
Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);
Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
Ada lahan yg disediakan Pemda;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:
Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun,
bandara);
Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman,
alun-alun);
Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
6.2.5 Usulan Program dan Kegiatan
Berdasarkan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan dan tantangan, program-program
dan readiness criteria maka usulan program dan kegiatan sektor Penataan Bangunan dan
6.3.
SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
6.3.1.
Arah Kebijakan dan Lingkup KegiatanPenyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan
konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik
(teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan
usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta,
dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem
penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan
liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem
penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
1) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun
2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
3) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
4) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
SPAM dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan.
SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit
pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur
dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan airhujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi
air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam
mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan
yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundangundangan, seperti yang
diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta
Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok
Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem
penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:
Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;
Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air
minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran
serta masyarakat di bidang air minum.
Pelayanan air minum merupakan komponen yang strategis dalam pembangunan dan
merupakan salah satu entry point dalam menanggulangi kemiskinan. Pengembangan dan pelayanan
air minum adalah untuk meningkatkan pelayanan air minum di perdesaan maupun perkotaan,
khususnya bagi masyarakat miskin dikawasan rawan air dan meningkatkan keikutsertaan swasta
dalam investasi pembangunan prasarana dan sarana air minum di perkotaan. Penyusunan rencana
program investasi infrastruktur sektor Pengembangan Air Minum harus memperhatikan Rencana
Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM) sebagai acuan / pedoman dalam
perencanaan dan pelaksanaan pengembangan air minum pada suatu daerah.
Arah kebijakan sistem penyedian air minum Denpasar adalah :
1) Pengembangan sistem penyedian air minum (SPAM), melalui : peningkatan dan pemerataan
pelayanan SPAM perpipaan dan non perpipaan di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, Pengembangan SPAM terpadu lintas wilayah di Kawasan Metropolitan Sarbagita dan Pengembangan SPAM pada kawasan yang relatif mengalami kesulitan air baku.
3) meningkatkan pemerataan pelayanan jaringan air minum ke seluruh wilayah kota;
4) meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi, melalui penyusunan
rencana induk sistem penyediaan air minum (RISSPAM) sesuai prinsip-prinsip pembangunan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat maupun lembaga; penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) yang selaras dengan RIS-SPAM;
5) memastikan ketersediaan air baku air minum, melalui pengendalian penggunaan air tanah oleh
pengguna domestik maupun industri; perlindungan sumber air tanah dan permukaan dari pencemaran domestik melalui peningkatan cakupan pelayanan sanitasi; serta pengembangan dan penerapan teknologi pemanfaatan sumber air alternatif termasuk air reklamasi;
6) Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan air minum, air limbah dan
persampahan, melalui pemberian subsidi tarif dalam bentuk PSO bagi masyarakat berpenghasilan rendah; pemberian jaminan kredit dan subsidi selisih bunga pada pinjaman PDAM; pemberian insentif berbasis kinerja (output based aid) bagi pemerintah daerah yang lebih memprioritaskan pembangunan air minum dan air limbah; pemberian hibah imbal balik (matching grant) bagi pemerintah daerah yang lebih memprioritaskan pembangunan sanitasi; penerbitan instrumen keuangan melalui pasar modal; pengembangan skema-skema pembiayaan yang berasal dari dana masyarakat; serta pemberian insentif fiskal dan non fiskal bagi dunia usaha yang terlibat dalam pembangunan air minum, air limbah dan persampahan
6.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan A. Isu Strategis
Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis
tersebut adalah:
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum;
2. Pengembangan Pendanaan;
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;
5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;
6. Rencana Pengamanan Air Minum;
7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat;
8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan
Inovasi Teknologi
Isu Strategis dari Aspek Teknis :
1. Pemanfaatan teknologi dalam pemanfaatan sumber air masih belum maksimal mengingat
keterbatasan pendanaan yang dialami oleh masing-masing kelembagaan.
2. Masih tingginya tingkat kebocoran akibat tingginya pencurian air dan masih digunakannya
jaringan yang berumur tua.
3. Jangkauan pelayanan air bersih masih belum maksimal karena terbatasnya pemanfaatan sumber
air yang ada dan tersebarnya area permukiman sehingga membutuhkan investasi yang besar dalam perluasan jangkauan pelayanan.
4. Lemahnya perlindungan terhadap sumber air merupakan salah satu hal penting mengingat
beberapa titik sumber air masih belum terlindungi dengan baik dari segala bentuk pencemaran.
Isu Strategis dari Aspek Non Teknis
1. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki instansi terkait mengindikasikan perlunya peningkatan
2. Pelayanan air bersih juga masih terkendala karena kurang profesionalnya SDM pengelola air bersih.
3. Tarif air minum dirasa belum seimbang jika dibandingkan biaya dasar produksi sehingga
sangat mempengaruhi pengembangan pelayanan.
4. Lembaga pengelola air bersih masih lemah dari segi managemen sehingga menggangu
pelayanan secara umum.
5. Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan air bersih.
6. Terjadinya penurunan debit air akibat perubahan iklim mulai terasa di Kabupaten Badung.
Sumber air yang dimanfaatkan sebagai air baku mengalami penurunan debit sehingga mengganggu penyediaan air bersih ke masyarakat.
B. Kondisi Eksisting
1. Pengelolaan Air Minum.
Air minum di Kota Denpasar dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum Kota Denpasar.
Sumber air bersih PDAM sebagian besar bersumber dari pengolahan air permukaan dan
pengeboran air tanah. Saat ini jumlah sumur bor di Kota Denpasar telah mencapai 14 buah dan
Instalasi Pengolahan Air (IPA) sebanyak 3 unit. Lebih lanjut pengelolaan air oleh PDAM dapat
dijelaskan sebagai berikut :
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Badan Pengawas, Direksi dan Kepegawaian PDAM.
Kualitas Air
Kualitas air yang dihasilkan dari semua sumber air baik dari Instalasi Pengolahan Air, Sumur
Dalam, maupun dari hasil kerjasama jual beli dengan PDAM Badung, PDAM Gianyar dan
PAM PTTB memenuhi syarat yang ditetapkan Departemen Kesehatan baik secara fisik,
kimiawi dan bakteriologi. Pemeriksaan/pemantauan kualitas air di Instalasi Pengolahan
dilaksanakan secara terus menerus dengan interval waktu pemeriksaan setiap jam untuk
parameter pH dan kekeruhan.
Pada tingkat distribusi dan pelanggan pemeriksaan dilaksanakan setiap minggu untuk
parameter fisika dan kimiawi. Sedangkan pemeriksaan bakteriologi dilaksanakan setiap bulan
dengan pengambilan jumlah sample yang mengacu pada jumlah pelanggan yang sesuai
Disamping mengadakan pemeriksaan dengan peralatan laboratorium yang ada di PDAM dan
mengirim sample air ke Laboratorium Kesehatan Propinsi Bali, pengecekan juga dilaksanakan
langsung oleh Dinas Kesehatan Kota Denpasar untuk parameter tertentu.
Sistem Distribusi
Sistem penyediaan air bersih Kota Denpasar merupakan perpaduan antara sistem gravitasi dan
sistem pemompaan. Pengaliran secara gravitasi dilaksanakan melalui Reservoir yang ada di
Belusung sedangkan untuk pengaliran dengan sistem pemompaan dilaksanakan langsung ke
jaringan distribusi dari 14 buah sumur bor, dari Reservoir Belusung dan Reservoir Waribang.
Berdasarkan hasil evaluasi diketahui bahwa sistem penyediaan air yang ada saat ini sudah tidak
dapat memberikan pelayanan yang optimal, terbukti dari banyaknya keluhan yang masuk
terutama mengenai pengaliran air pada jam puncak pagi dan sore hari. Hal ini disebabkan
karena terbatasnya kemampuan kapasitas pipa distribusi sehingga perlu adanya penambahan
pemasangan pipa baru.
Panjang pipa transmisi dan distribusi yang terpasang (per Desember 2008) adalah sepanjang
1.283.661 Meter dan pipa servis sepanjang 344.708 Meter yang terdiri dari pipa AC, PVC,
GWI, Steel, DCI dan PE. Masih adanya pipa yang mengalami kerusakan baik disambungan
maupun dibadan pipa dan belum optimalnya pembacaan meter air pelanggan mengakibatkan
tingkat kehilangan air rata – rata sampai dengan bulan Desember 2008 sekitar 20,95%.
2. Cakupan Pelayanan
Prosentase pelayanan air bersih untuk Kota Denpasar pada bulan Desember tahun 2008 adalah
60 % dengan perincian, Denpasar Utara 70 %; Denpasar Barat 61 %; Denpasar Timur 55 %;
Denpasar Selatan 54 %.
3. Pengelolaan air SARBAGITA.
Air minum adalah kebutuhan dasar umat manusia, sebagai konsekuensinya, pemerintah dan
pemerintah daerah bertanggungjawab terhadap pemenuhan air minum bagi kebutuhan pokok
minimal sehari-hari (PP No. 16 Tahun 2005). Dalam pengembangan SPAM pemerintah daerah
dapat melakukan kerjasam antar daerah. sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004,
ada dua pasal yang mengatur tentang kerjasama dalam penyediaan air minum ini yaitu pada
pasal 195 dan 196. Dalam pasal 195 ditentukan bahwa dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan
pada pertimbangan efisiensi dan efektifivitas pelayanan public, sinergi dan saling
menguntungkan. Kerjasama tersebut dapat diwujudkan melalui pembentukan suatu badan kerja
sama atar daerah yang diatur dengan keputusan bersama. Dalam penyediaan pelayanan publik,
daerah dengan pihak ketiga, apabila membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan
persetujuan DPRD.
Sedangkan dalam pasal 196 dijelaskan bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan yang
mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait. Untuk menciptakan
efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitar untuk
kepentingan masyarakat. Untuk pengelolaan kerjasama tersebut, daerah membentuk badan
kerja sama. Apabila daerah tidak melaksanakan kerjasama dimaksud pengelolaan pelayanan
publik tersebut dapat dilaksanakan oleh Pemerintah. Yang dimaksud dengan dapat
dilaksanakan oleh Pemerintah dalam ketentuan ini, didahului dengan upaya fasilitasi oleh
Pemerintah.
Apabila dilihat dari porsi kebutuhn air minum Prov. Bali, 76 persen kebutuhan air minum ada
di Bali selatan yang meliputi wilayah Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, Tabanan
dan Klungkung (SARBAGITA). Apabila dilihat kebutuhan nyata air minum di wilayah Bali
Selatan (SARBAGITA) untuk tahun 2008 ini terlihat bahwa terjadi defisit di Kota Denpasar
sebesar 65 lt/detik dan Kabupaten Klungkung 18 lt/detik. (Master Plan SPAM Bali, 2008).
Sedangkan bila dilihat tahun 2010 defisit terjadi di empat kabupaten Kota yaitu Denpasar (-462
lt/dt), Badung (-103 lt/dt), Gianyar (-24 lt/dt) dan Klungkung ((-23 lt/dt). Untuk
mengantisipasi kekurangan pasokan air bersih di kelima daerah kabupaten kota ini, telah
difasilitasi kerjasama upaya memproduksi air minum yang bersumber dari air permukaan di
wilayah SARBAGITA. Sampai saat laporan ini dibuat proses pembahasan terkait dengan
kerjasama air minum SARBAGITA ini masih berlangsung.
Kegiatan penaganan air minum yang sudah dilakukan di Kota Denpasar, antara lain :
Pengadaan/Pemasangan pipa PVC/GIP dia. 75-150 mm di Desa Padangsambian Kaja
Consultant For Bali Southern Water Supply Project;
Konsultan Advisory Prasarana dan sarana perumahan dan permukiman;
Review Desain SPAM Sistem Petanu;
Penyusunan rencana Induk SPAM;
Pembangunan SPAM Desa Rawan Air kota Denpasar di Desa Sanur Kauh dan Panjer;
Pengadaan/Pemasangan Pipa HDPE ØD160 mm L=3.600 m di Desa Sanur Kaja;
Pembangunan SPAM MBR Kota Denpasar, Keluraha Renon, Kecamatan Denpasar Selatan
Pembangunan SPAM Khusus MP3EI Ds. Sanur, Ds. Pemogan, Ds. Pedungan dan Sesetan
C. Permasalahan
Permasalahan dalam pembangunan air minum di Kota Denpasar terutama dapat dilihat dari
sistem penyediaan air minum untuk melayani kebutuhan air bersih masyarakat Kota Denpasar.
Adapun permasalahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Keterbatasan Sumber Air Baku.
Kualitas air baku pada waktu – waktu tertentu masih keruh.
Disamping itu dengan pemanfaatan air bawah tanah secara terus menerus untuk
pemenuhan air bersih hotel-hotel dan Restoran di Kota Denpasar dapat mengakibatkan terjadinya intrusi air laut yang juga memberikan dampak terhadap kualitas sumber air yang ada.
Ketergantungan dengan pembelian air dari PDAM lain
Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan sarana produksi cukup besar sedangkan tarif
air belum mengacu tarif Full Cost.
D. Tantangan
Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini adalah
mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan denganair. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan.
Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum dioptimalkan.
Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.
Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan
dalam pengembangan SPAM di masa depan.
Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana
disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.
Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum
diberdayakan.
Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial,
dan lingkungan hidup.
Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan
masyarakat dalam proses pembangunan.
Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals (MDGs) 2015 dan
Protocol Kyoto dan Habitat, dimana pembangunan perkotaan harus berimbang dengan pembangunan perdesaan.
Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan masyarakat, serta
peningkatan peran serta dunia usaha, swasta
Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang
6.3.3. Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum
Kota Depasar sebagai kota yang sangat berkembang, Kota Inti dari Kawasan Metropolitan
Sarbagita, dan Kota Pariwisata Internasional akan membutuhkan tingkat pelayanan air bersih yang
mencukupi di masa datang, sesuai proyeksi peningkatan jumlah penduduk, serta untuk
mengakomodasi kebutuhan penduduk pendatang dan wisatawan yang ada di Kota Denpasar.
Dengan demikian perlu diantisipasi kebutuhan air bersih sampai tahun 2026. Untuk memperkirakan
kebutuhan air bersih penduduk di Kota Denpasar pada akhir tahun perencanaan dihitung
berdasarkan standar dan asumsi kebutuhan air bersih di Kawasan Perkotaan dan modifikasi, yaitu :
Standar kebutuhan air bersih perkotaan untuk kebutuhan domestik adalah 150 liter/orang/hari.
Kebutuhan air untuk kegiatan perdagangan dan jasa/perkantoran diasumsikan sebesar 10% dari
kebutuhan domestik.
Kebutuhan air untuk kegiatan kepariwisataan diasumsikan sebesar 20% dari kebutuhan
domestik.
Kebutuhan air untuk fasilitas sosial diasumsikan sebesar 10% dari kebutuhan domestik.
Faktor kehilangan air bersih akibat kebocoran yaitu 20% dari total keseluruhan.
Berdasarkan hasil analisis, maka perkiraan kebutuhan air bersih di Kota Denpasar sampai tahun
2026 dapat dilihat pada Tabel 6.4. Untuk mencapai tingkat pelayanan 1.970,21 ltr/dt pada tahun
2026 maka diperlukan tambahan pasokan air bersih sebesar 889,21 lt/det yang berimplikasi
terhadap kebutuhan pengembangan jaringan transmisi terutama dari Sistem Timur yaitu Tukad
Petanu – Jl. Ida Bagus Mantra – By pass Ngurah Rai Sanur dan pada Sistem Tengah yaitu pada
ruas Peraupan – Peguyangan.
Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (basic
need) seperti SPAM MBR, SPAM Desa Rawan Air/Pesisir/Terpencil, PAMSIMAS, SPAM IKK,
dan SPAM lainnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Selain kebutuan masyarakat, SPAM juga dibutuhkan untuk pengembangan sektor perdagangan,
Tabel 6.4
Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Kota Denpasar Sampai Tahun 2026
Sumber : Hasil Perhitungan Tim Penyusun RTRW Kota Denpasar, 2009
6.3.4.
Program-Program dan Kriteria Penyiapan, serta Skema Kebijakan
Pendanaan Pengembangan SPAM
Program-program Pengembangan SPAM, antara lain: A. Program SPAM IKK, dengan kriteria :
Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM
Kegiatan: Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama); Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total
Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan/IKK yang
terlayani SPAM
B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dengan kriteria :
Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK
Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM
C. Program Perdesaan Pola Pamsimas, dengan kriteria:
Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM
Kegiatan: Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama); Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total.
Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan/IKK yang
terlayani SPAM
D. Program Desa Rawan Air/Terpencil, dengan kriteria:
Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air baku relatif sulit)
Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama.
Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM.
E. Program Pengamanan Air Minum, dengan kriteria:
Sasaran: PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko.
Kegiatan: Pengendalian kualitas pelayanan air minum darihulu sampai hilir.
Indikator: Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K.
Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria) :
Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM pemerintah
kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16 /2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8
dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM.
2. Tersedia dokumen RPI2JM bidang Cipta Karya
3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya
Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas ≥ 20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≥ 250 mm;
Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20 l/detik atau diameter pipa JDU
terbesar 200 mm.
Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤ 10 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≤ 150 mm;;
4. Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007)
5. Ada indikator kinerja untuk monitoring
Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik
Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun yang
sama
6. Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan
7. Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai kebutuhan fungsional dan
rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun
8. Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB, UPTD atau BLUD)
9. Dinyatakan dalam surat pernyataan Kepala Daerah tentang kesanggupan/ kesiapan
Skema Kebijakan Pendanaaan
a) Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM
Kegiatan SPAM Air Baku Unit Produksi Trasmisi dan Distribusi (SR dan HU)
Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) bagi kawasan-kawasan
tertinggal (kawasan kumuh, kawasan nelayan, dan ibu kota kabupaten pemekaran;
Fasilitasi pengembangan SPAM bagi perdesaan (desa rawan air) melalui pemicuan
perubahan perilaku menjadi hidup bersih dan sehat, pembangunan modal sosial, capacitu building bagi masyarakat, serta pembangunan dan pengelolaan SPAM berbasis masyarakat; dan
pengembangan SPAM skala kecil (perdesaan) pembiayaannya didorong melalui DAK.
2. Cost recovery
Fasilitasi penyediaan air baku untuk air minum melalui kerjasama dengan Ditjen Sumber
Daya Air; dan
Fasilitasi penyediaan air minum (PDAM) di kawasan strategis (PKN, PKW, PKL, dll)
dengan pendanaan melalui perbankan, Pemda/PDAM, serta KPS.
c) Alternatif Pola Pembiayaan
Equity adalah merupakan sumber pendanaan dari internal cash PDAM dan Pemda untuk
program penambahan sambungan rumah (SR). Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana untuk memenuhi sebagian kebutuhan investasi;
Pinjaman Bank Komersial adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank
komersial dengan jumlah equity tertentu sebagai pendamping pinjaman. Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana pendamping dan menerapkan tarif minimal diatas harga pokok produksi (tarif dasar);
Trade Credit adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank komersial melalui
pihak ke tiga (kontraktor/supplier) dan dibayar dengan angsuran dari pendapatan PDAM dalam masa tertentu (10 tahun atau lebih). Dilaksanakan oleh PDAM yang diperkirakan dapat mengangsur sesuai dengan perjanjian;
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan sumber pembiayaan dari badan usaha
swasta (BUS) berdasarkan kontrak kerjasama antara BUS dengan pemerintah (BOT/Konsesi). Dilaksanakan di kabupaten/kota yang memiliki pasar potensial (captive market) dan telah dilengkapi dengan studi pra-FS dan kesiapan pemerintah daerah;
Obligasi adalah merupakan sumber dana dari penerbitan surat utang yang akan dibayar dari