BAB VI
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR
Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan
bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan
penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan
drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari
penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan
dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah
mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan
dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.
6.1. Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang
terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana,
utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan
atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan
perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan
kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan
terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat
pertumbuhan, serta desa tertinggal.
6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Arahan Kebijakan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh
masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya
kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c),
penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan
(butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun
khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan
kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di
kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014. Terkait dengan tugas dan
wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman maka UU No. 1/2011
mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:
A. Tugas
1. Pemerintah Pusat
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di
bidang perumahan dan kawasan permukiman.
b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang
penyediaan Kasiba dan Lisiba.
c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang
d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan
lingkungan hunian dan kawasan permukiman.
e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat
nasional.
2. Pemerintah Provinsi
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat
provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan
berpedoman pada kebijakan nasional.
b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan
Lisiba lintas kabupaten/kota.
c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat
provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman,
lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.
e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan
dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota.
f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
g. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi
masyarakat, terutama bagi MBR.
h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman
dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan
provinsi.
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap
pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah,
perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi,
serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan
nasional.
i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan dan kawasan permukiman.
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi
di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten/kota.
k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
B. Wewenang
1. Pemerintah Pusat
a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria
rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak,
sehat, dan aman.
b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan
permukiman.
c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan
bidang perumahan dan kawasan permukiman.
d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.
e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan
f. Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan
strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat nasional.
g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman.
j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan dan kawasan permukiman.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat provinsi.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan
bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di
bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan
strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat provinsi.
f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat provinsi.
g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk
pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat
provinsi.
h. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan
bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten/kota.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan
perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan
perumahan dan permukiman bagi MBR.
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi
MBR pada tingkat kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara
pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan
kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
Lingkup Kegiatan
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman
mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan
teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan
permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di
perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan
permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah
susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau
kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan
dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting dan Permasalahan A. Isu Strategis
1. Kawasan Agropolitan
Kawasan agropolitan di Kabupaten Probolinggo terbagi menjadi 2 yaitu
wilayah pengembangan barat dan timur. Wilayah pengembangan barat yaitu
Kecamatan Sukapura, Kecamatan Sumber, Kecamatan Lumbang, Kecamatan
Tongas. Wilayah pengembangan bagian timur yaitu Kecamatan Tiris,
Kecamatan Krucil dan Kecamatan Gading. Kecamatan tersebut dijadikan
sebagai kawasan strategis dengan pertimbangan karena sektor pertanian
yang terdapat pada kawasan tersebut memiliki kontribusi yang berarti bagi
PDRB Kabupaten probolinggo dalam sektor primer.
Selain itu terdapat rencana peningkatan pendapatan hasil pertanian melalui
program Prima Tani di Desa Klampok Kecamatan Tongas, peningkatan
pendapatan masyarakat sekitar melalui kegiatan kepariwisataan di lokasi
wisata air terjun Madakaripura (Desa Lumbang, Kecamatan Lumbang),
peningkatan usaha peternakan sapi dalam rangka menunjang kebutuhan
pabrik susu Nestle di Krucil.
Kawasan agropolitan yang terdiri atas tujuh kecamatan sebagai sentra
produksi pangan tersebut perlu untuk dilindungi karena diproyeksikan untuk
tumbuh dan berkembang melalui sistem dan usaha agribisnis yang mampu
melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan di
2. Kawasan Perikanan dan Minapolitan
Kecamatan Paiton merupakan daerah yang potensial untuk
pengembangan perikanan tangkap karena di wilayah ini terdapat
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Paiton yang merupakan pusat
pendaratan ikan di wilayah timur Kabupaten Probolinggo. Perahu nelayan
yang dilayani berasal dari Kecamatan Kraksaan dan Kecamatan Paiton
maupun dari daerah lain seperti Kabupaten Lamongan. PPP Paiton
diarahkan untuk menjadi basis kegiatan penangkapan baik skala kecil
maupun menengah dengan fasilitas pendukung meliputi kolam labuh,
dermaga, TPI, suplai BBM (SPDN), gudang es dan gudang dingin.
Pengembangan selanjutnya diarahkan pada penyediaan sarana cold
storage, dok/slipway dan bengkel nelayan. Keberadaan PPP Paiton juga
mendorong perkembangannya industri pengolahan ikan di daerah
sekitarnya.
Kecamatan Dringu merupakan wilayah potensial pengembangan industri
pengolahan hasil perikanan. Wilayah ini merupakan sentra industri
pengolahan ikan rebus/pindang, ikan asin, terasi dan petis. Industri
pengolahan ikan menyerap bahan baku ikan segar baik dari Kecamatan
Dringu sendiri (TPI Randuputih) maupun kecamatan sekitar seperti Kraksaan
dan Paiton bahkan daerah lain seperti Banyuwangi dan Jember.
Keberadaan obyek wisata Pantai Bentar bisa dimanfaatkan untuk
meningkatkan pemasaran hasil pengolahan ikan, mengingat lokasinya
yang berdampingan dengan sentra industri pengolahan ikan di Desa
Tamansari Kecamatan Dringu.
B. Kondisi Eksisting dan Permasalahan
1. Pengembangan Kawasan Agropolitan
Pembangunan terminal agribisnis di Kecamatan Tongas sudah dilakukan,
namun upaya dalam mengoptimalkan terminal agribisnis guna
membentuk jaringan pemasaran belum optimal dikarenakan sistem dan
mekanisme pasar belum terbentuk secara permanen.
Banyaknya jalan-jalan ke poros utama desa-desa agro mengalami
Dukungan sarana penunjang yang lainnya mengenai air minum / suplai air
ke lokasi-lokasi agro belum semuanya terpenuhi dikarenakan debit air
yang terbatas.
2. Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan dan Pesisir
Kualitas rumah tidak hanya ditinjau dari fisiknya saja. Beberapa aspek yang
perlu diperhatikan dalam menilai kualitas kondisi fisik bangunan rumah meliputi
aspek kondisi rumah, kondisi lantai, kondisi ventilasi, genangan air hujan/air
kotor, kepadatan hunian, kepadatan bangunan dan pembagian ruang.
Dalam hal ini kegiatan penilaian hanya terbatas pada jenis material
(lantai,dinding dan atap), kategori permanen-non permanen serta aspek
kerentanan dalam hal ini legalitas rumah yaitu telah memiliki IMB atau tidak.
Optimalisasi Pengembangan Perkotaan Kraksaan
Permasalahan utama dalam pengembangan Perkotaan Kraksaan adalah
permukiman yang tumbuh secara sporadis sehingga perlunya adanya
penataan terutama pada permukiman penduduk didalam kota
(kampung-kampung) serta permukiman yang berada di sepanjang jalur
Pantai Utara Jawa (Pantura) yang menghubungkan akses Kabupaten
Probolinggo ke Kabupaten Banyuwangi.
Pengendalian Permukiman di wilayah Kawasan Industri Strategis dan Besar
Permasalahan permukiman diwilayah industri strategis serta industri skala
besar dan menengah di Kabupaten Probolinggo adalah :
- Tingkat hunian terlalu rapat dengan kawasan industri terutama pada
industri besar dan menengah.
- Tingkat pencemaran lingkungan industri berdampak pada
permukiman, maka sistem pengelolaan limbah perlu dioptimalkan.
- Tingkat kekumuhan permukiman di kawasan industri juga menjadi
permasalahan utama diantaranya daya dukung infrastruktur jalan
lingkungan, air minum, saintasi dan jaringan drainase.
Penataan permukiman kumuh di wilayah pesisir
Sedangkan pengembangan permukiman untuk kawasan pantai
direncanakan dengan mengacu pada arahan criteria lokasi sebagai
berikut :
- Bebas dari pencemaran/polusi air, udara dan suara
- Memiliki aksesibilitas yang tinggi dengan kegiatan lain
- Tidak berada di bawah permukaan air laut
- Mudah dan aman dalam mencapai tempat kerja
- Memiliki kemiringan tanah rata-rata >15%
- Memberikan kemungkinan untuk pengembangan pembangunan
3. Pengembangan Kualitas Permukiman Pulau Kecil
Faktor utama dari permasalahan kualitas permukiman pulau kecil adalah
sempadan pantai yang semakin tergerus oleh air laut, dikarenakan penyangga pantai
semakin hilang. Abrasi pantai terjadi dikarenakan kawasan lindung perairan laut
kurang optimal dilakukan disebabkan kontrol terhadap dampak pengendalian
peruntukan ruang pulau kecil.
6.1.3. Target dan Sasaran
A. Pengembangan Kawasan Agropolitan
1. Terminal Agribisnis di Kecamatan Tongas bisa teroptimalkan sesuai dengan
fungsinya sebagai wadah tempat pemasaran hasil produk kawasan
agropolitan
2. Aksesibilitas pergerakan barang dan manusia di kawasan agropolitan dari
jalan utama agropolitan tidak mengalami kendala baik dari kerusakan
maupun yang belum terbangun masih berupa tanah.
3. Tercukupinya suplai air minum dan kebutuhan air untuk kawasan agropolitan.
B. Pegembangan Kawasan Minapolitan
Pengembangan pusat-pusat pelayanan secara berhirarki dan bersinergis antara
pusat pengembangan utama di ibukota kabupaten dan perkotaan lainnya serta
pengembangan sistem permukiman perdesaan berbasis minapolitan
C. Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan dan Pesisir
Keberadaan Perkotaan Kraksaan kedepan sebagai pusat aktifitas pemerintah
daerah Kabupaten Probolinggo sehingga dalam pengembangan permukiman
perkotaan sistem penataan perkotaan yang terpadu, berdaya guna serta
menjamin kesejahteraan masyarakat perkotaan dengan terpenuhinya kebutuhan
prasarana dan sarana dasar masyarakat terkait dengah hunian atau permukiman
D. Pengembangan Kualitas Permukiman Pulau Kecil
Terpenuhinya kebutuhan dasar infrastruktur fisik baik prasaranan dan sarana guna
menunjang permukiman dan aktifitas Pulau Giliketapang sebagai basis kegiatan
pada permukiman nelayan, pelabuhan perikanan dan tempat pariwisata.
6.1.4. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan
perkotaan terdiri dari:
1. pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan
Rusunawa serta
2. peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1. pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial
(Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,
2. pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE),
3. desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman
dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan SPPIP dan RPKPP ataupun review
bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan Infrastruktur kawasan permukiman kumuh Infrastruktur permukiman RSH
Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan) Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW) Infrastruktur perdesaan PPIP
Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar
Sumber : Dit. Pengembangan Permukiman 2012
Gambar 6.1
Alur Program Pengembangan Permukiman
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang
terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1. Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
Kesiapan lahan (sudah tersedia). Sudah tersedia DED.
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP, RPKPP, Masterplan
Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk
pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
Ada unit pelaksana kegiatan.
Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
2. Khusus
Rusunawa
Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD
lainnya
Ada calon penghuni
RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya. Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5%
dari BLM.
PPIP
Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program
Cipta Karya lainnya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
Berbasis pengembangan wilayah
Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi,
(ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v)
pendidikan, serta (vi) kesehatan
Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk
penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1)
prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan
permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan
rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu
oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam
ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki
indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal
kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat
didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai,
mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh
berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota,
apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan
faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat
menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam
kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti
pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk
kawasan permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.
b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana
a. Kondisi Jalan
b. Drainase
c. Air bersih
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh
dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan
penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana
penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan
dan lainnya.
6.1.5. Usulan Program dan Kegiatan
A. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara
kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan.
Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan
pendanaan pemerintah Kabupaten Probolinggo. Sehingga untuk jangka waktu
perencanaan lima tahun dalam RPIJM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan
prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.
Setelah memperhatikan kriteria kesiapan maka dapat dirumuskan usulan
program dan kegiatan pengembangan permukiman Kabupaten Probolinggo yang
disusun berdasarkan prioritasnya seperti tabel berikut.
Tabel 6.1
Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten Probolinggo
No. Kegiatan Volume Satuan
Biaya (Rp) x 1.000
Lokasi
1. Penyusunan SPPIP Kab.
Probolinggo 1 Laporan 1.000.000 Kab. Probolinggo 2. Penyediaan PSD
permukiman di kawasan RSH
1 Paket 2.000.000
Desa Sumber Lele dan Desa Sidopekso Kec. Kraksaan
3. Penyediaan Infrastruktur Permukiman Kawasan Agropolitan
1 Kawasan 2.000.000 Kec. Tongas
4. Penyediaan infrastruktur permukiman kawasan agropolitan
B. Usulan Pembiayaan Pembangunan Permukiman
Adapun untuk usulan pembiayaan dapat dijabarkan usulan pembiayaan baik
dari APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, APBN, maupun dari masyarakat dan swasta,
sesuai dengan kemampuan pembiayaan pemerintah Kabupaten Probolinggo.
Tabel 6.2
Usulan prioritas kegiatan dan pembiayaan secara lebih rinci dapat dituangkan
Tabel 6.3
Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Probolinggo
No. Uraian Kegiatan Detail Lokasi Volume Satuan
Sumber Pembiayaan (Rp) x 1.000 Tahun
APBN
2. Infrastruktur Kawasan Permukiman Perkotaan
2.b. Infrastruktur Permukiman RSH Yang Meningkat Kualitasnya Penataan/Peningkatan Infrastruktur Pemb. Jalan Paving, Aspal, Rabat, Trotoar
Desa Sumberlele
Kec Kraksaan 1300 M 1.500.000 150.000 2014
Pemb. Jalan Paving, Aspal, Rabat, Trotoar
Desa Sidopekso
Kec. Kraksaan 1500 M 1.300.000 130.000 2014
Pembangunan sarana pendukung Kelurahan Sidomukti Kec Kraksaan
1 Paket 450.000 2014
Pembangunan sarana pendukung Kelurahan Rangkang Kec.
Pemb. Jalan Paving, Aspal, Rabat, Trotoar
Desa Alassumur
Kec Kraksaan 1300 M 1.500.000 150.000 2015
Pemb. Jalan Paving, Aspal, Rabat, Trotoar
Desa
Rondokuning Kec. Kraksaan
1500 M 1.300.000 130.000 2015
Pembangunan sarana pendukung Desa Alassumur
Kec Kraksaan 1 Paket 450.000 2015
Pembangunan sarana pendukung Desa
Rondokuning Kec. Kraksaan
1 Paket 450.000 2015
No. Uraian Kegiatan Detail Lokasi Volume Satuan
Sumber Pembiayaan (Rp) x 1.000 Tahun
APBN 4.a. Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Yang Meningkat Kualitasnya
Manajemen Pengendalian
Permukiman Kawasan Agropolitan Kec. Tongas 1 Kawasan 1.500.000 400.000 100.000 2014
Penyediaan infrastruktur
permukiman kawasan agropolitan Kec. Grati 1 Kawasan 1.500.000 400.000 100.000 2014
Pengembangan Desa Potensial
4.c. Infrastruktur Kawasan Permukiman Di Perbatasan Dan Pulau Kecil Terluar Pembangunan Sarpras Lingkungan
pada Desa Miskin Tertinggal (jlan/saluran lingkungan)
Kab. Probolinggo
1 Kawasan 200.000 2014
5. Infrastruktur Kawasan Khusus Peningkatan Sarpras Kawasan Khusus (nelayan, pengrajin, perbatasan, dll)
Kab. Probolinggo 1 Kawasan 200.000 2014
6. Laporan Pembinaan Pengembangan Permukiman
6.a. Strategi Pembangunan Permukiman Dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP)
Penyusunan SPPIP Kab. Probolinggo Kab. Probolinggo 1 Laporan 500.000 500.000 2014
6.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang
diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama
untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan,
khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada
Undang-undang dan peraturan antara lain:
1. UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan
amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan
pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan
dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang
telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan,
penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus
diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya,
serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas
tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada
RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas
bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak
lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup
keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga
kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga
diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005
tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan
fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan
bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan
bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah
daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai
acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan
gedung dan lingkungan.
4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan
dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan
tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan
maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan
terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan
gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian
ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5. Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu
pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada
Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat
Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL (Permen PU No. 8 tahun 2010)
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat
tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan
kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta
fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan
pengelolaan gedung dan rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan
dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan
bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana
kepresidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam
penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan
bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan
bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan
penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada
sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan
penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan
pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan
Gambar 6.2 Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik
sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman
kumuh dan nelayan;
Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman
tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan
lingkungan;
Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
Paket dan Replikasi.
6.2.2. Kondisi Eksisting dan Permasalahan A. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa
permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran; Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk
lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur
guna pengembangan lingkungan permukiman;
Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi
utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan
permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran
daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif
dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar,
sedang, kecil di seluruh Indonesia;
Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan
dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan);
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan
Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan
kurang mendapat perhatian;
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta
rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan
Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka,
sarana olah raga.
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan
penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan
peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan
gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
B. Kondisi Eksisting dan Permasalahan
Di dalam kebijakan RTRW Kabupaten Probolinggo tahun 2010 – 2029 dinyatakan dalam misi penataan ruang wilayah Mewujudkan Pola Ruang Selaras dan
Berkelanjutan. Guna mewujudkan misi penataan ruang tersebut program-program dan
kaji tindak pembangunan lebih didorongan pembangunan dengan konsep
keberlanjutan (berwawasan lingkungan), kelestarian sumber daya dan mengurangi
kerusakan lingkungan.
1. Belum maksimalnya penataan perkotaan terutama perkotaan Kraksaan yang akan
menjadi Ibukota Pemerintah Kabupaten Probolinggo
2. Belum adanya rencana tata bangunan dan lingkungan sebagai konsep
pengendali pertumbuhan kawasan di wilayah Perkotaan Kraksaan.
3. Belum maksimalnya peranan perkotaan terutama pada perkotaan menengah
dalam memberikan pelayanan publik yang optimal terutama ruang publik (publik
use) termasuk sarana rekreasi masyarakat (terutama untuk taman bermain).
6.2.3. Target dan Sasaran
Pada target kegiatan penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten
Probolinggo sesuai dengan RTRW Kabupaten Probolinggo dan studi yang lainnya
maka target kegiatan diutamakan yang akan dilakukan adalah :
1. Penataan dan revitalisasi kawasan pusat Kota Kraksaan
2. Penanganan lingkungan permukiman skala komunitas
4. Terbangunnaya bangunan penunjang pada perkantoran Pemerintah Kabupaten
Probilinggo.
6.2.4. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL, hendaknya
mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen
PU No. 8 Tahun 2010.
Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL
meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK),
pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan
bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
- RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang
bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan
pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi
pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan
rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman
pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok
dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:
Program Bangunan dan Lingkungan;
Rencana Umum dan Panduan Rancangan; Rencana Investasi;
Ketentuan Pengendalian Rencana; Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan
dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi
peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada
bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif
maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan
lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta
kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran
pada bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem
Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK
memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi
terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan
bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada
masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM).
RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari
rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta
benda.
- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan
Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia,
lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin
kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat,
selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya
pemberdayaan masyarakat.
- Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU
No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan
Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya
SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 6.28, yang dapat
dijadikan acuan untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan
Lingkungan.
Tabel 6.4
SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi
persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan
dan kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan
rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN,
sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan
gedung.
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan
kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP
(Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program
pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk
Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.
6.2.5. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan
dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang
mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda
dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping,
pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan
menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur
dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah:
- Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung
Kriteria Khusus:
Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan
Gedung;
Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG.
- Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman
Berbasis Komunitas:
Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;
Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM
Pronangkis-nya;
Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
Kriteria Lokasi :
Kawasan yang dilestarikan/heritage;
Kawasan rawan bencana;
Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/
budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga
(central business district);
Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah
daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang
dan/atau pengembangan wilayahnya;
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;
Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
- Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan
Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen
kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan
pelaksanaan serta DAED/DED.
Kriteria Umum:
Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL
(jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;
Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah
(jika luas perencanaan < 5 Ha);
Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah
daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang
dan/atau pengembangan wilayahnya;
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi
Kawasan:
Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis; Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas; Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman
(RTH Publik);
Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU
No. 26/2007 tentang Tata ruang);
Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari
luas wilayah kota;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat; Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:
Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten); Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan
estetis;
Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK): Ada Perda Bangunan Gedung;
Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;
Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi
Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata
Ruang;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman
Tradisional/Ged Bersejarah:
Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-
Bersejarah;
Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
Ada DDUB;
Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional,
diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi
prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:
Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal
SK/peraturan bupati/walikota);
Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan
DPRD);
Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun; Ada lahan yg disediakan Pemda;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan: Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan,
terminal, stasiun, bandara);
Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial
masyarakat (taman, alun-alun);
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
6.2.6. Usulan Program dan Kegiatan
Untuk usulan program dan kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan pada
Tabel 6.5
Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan
Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Probolinggo
No. Uraian Kegiatan Detail Lokasi Volume Satuan
Sumber Pembiayaan (Rp) x 1.000 Tahun
APBN
1. Laporan Pembinaan Pelaksanaan Penataan Bangunan Dan Lingkungan, Pengelolaan Gedung Dan Rumah Negara 1.b. Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
RTBL Kawasan Stadion Gelora
1.c. Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) RISPK Kawasan Semampir,
1.d. Peraturan Penataan Bangunan dan Lingkungan Penyusunan Raperda
Bangunan Gedung
Kab. Probolinggo
1 Laporan 700.000 2014
3. Sarana Dan Prasarana Lingkungan Permukiman
3.c. Kawasan Ruang Terbuka Hijau Yang Meningkat Kualitasnya Rencana Tindak
RTBL Wilayah Koridor Arteri Primer Kec. Kraksaan dan Kec Paiton
Perkotaan Kraksaaan dan Paiton
1 Paket 500.000 2014
3.d. Kawasan Permukiman Tradisional Dan Bersejarah Yang Meningkat Kualitasnya Pembangunan Fisik
Pembangunan Tribun Barat, Perkotaan
Kraksaaan 1 Paket 9.000.000 2014
Pembangunan Track Lari Lapangan
Perkotaan
Kraksaaan 1 Paket 5.000.000 2014
No. Uraian Kegiatan Detail Lokasi Volume Satuan
Sumber Pembiayaan (Rp) x 1.000 Tahun
APBN
DAK APBD Provinsi
APBD Kab/Kota
Perusahaan Daerah
Swasta/
Masyarakat CSR 1 2 3 4 5
Rupiah
Murni PHLN
Kraksaaan
Pembangunan Jalan Masuk Perkotaan
Kraksaaan 1 Paket 5.000.000 2014
Pembangunan Fasilitas Penunjang Kantor Sekretariat
Bangunan Kantor Sekretariat Perkotaan
Kraksaaan 1 Paket 25.000.000 2014
Pagar Pengaman Perkotaan
Kraksaaan 1 Paket 6.000.000 2014
Saluran Drainase Perkotaan
Kraksaaan 1 Paket 3.500.000 2014
PJU Perkotaan
Kraksaaan 1 Paket 3.000.000 2014
Jalan Akses Masuk Perkotaan
Kraksaaan 1 Paket 2.500.000 2014
Pembangunan tangkis laut Desa Kalibuntu 1 Kawasan 1.000.000 2014
Pembangunan tangkis laut Desa Giliketapang 1 Kawasan 1.000.000 2014
4. Keswadayaan Masyarakat
Keswadayaan masyarakat Kab. Probolinggo 1 Kawasan 3.000.000 2014
PLPBK Ds. Kalibuntu Kec.
Kraksaan 1 Kawasan 3.000.000 2014
PLPBK Ds. Asembagus
Kec. Kraksaan 1 Kawasan 3.000.000 2014
PLPBK Ds. Sumberan Kec.
Besuk 1 Kawasan 3.000.000 2014
6.3. Sistem Penyediaan Air Minum
6.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan,
melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau,
dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum.
Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara
(BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau
kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem
penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air
baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan
sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air
minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air
minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih
rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,
memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik
(kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam
kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada
masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga
menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas
kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/
penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan
untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik
daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada
masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman
melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan
perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari. SPAM
dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan
perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit
produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan
jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak
penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau
bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap
orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna
memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen
Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan
pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum.
Adapun fungsinya antara lain mencakup:
Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air
minum;
Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem
penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan
sosial;
Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan
dan peran serta masyarakat di bidang air minum.
6.3.2. Kondisi Eksisting dan Permasalahan A. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM 1. PDAM
Teknis
Saat ini PDAM Kabupaten Probolinggo terdiri atas 1 BNA dan 11 unit, sedangkan
unit-unitnya adalah sebagai berikut:
BNA : Leces
Unit : 1. Sumber 2. Bantaran
3. Patalan
4. Maron
5. Tiris
6. Kraksaan
7. Sukapura
8. Banyuanyar
9. Besuk
10.Condong
11.Dringu
Saat ini tingkat pelayanan PDAM Kabupaten Probolinggo mencakup 20,69%
dari total penduduk area pelayanan PDAM Kabupaten Probolinggo. Jumlah
penduduk, jumlah penduduk terlayani air bersih dan presentase pelayanan tiap unit
PDAM Kabupaten Probolinggo dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.6
Area Pelayanan dan Penduduk Terlayani PDAM Kabupaten Probolinggo
No BNA/ Unit/ Penduduk Penduduk Presentase Cabang/ IKK (Jiwa) Terlayani (Jiwa) Pelayanan (%)
1 BNA Leces 54.326 14.400 26,51
2 Unit Sumber 24.447 2.755 11,27
3 Unit Bantaran 13.141 5.630 42,84 4 Unit Patalan 21.325 4.455 20,89
5 Unit Maron 9.521 1.740 18,28
6 Unit Tiris 17.591 1.990 11,31
7 Unit Kraksaan 37.595 8.260 21,97 8 Unit Sukapura 6.907 2.005 29,03 9 Unit Banyuanyar 29.397 6.410 21,80
10 Unit Besuk 23.487 3.160 13,45
11 Unit Condong 4.172 2.010 48,18 12 Unit Dringu 34.685 4.410 12,71
Jumlah 276.594 57.225 20,69
Total jumlah sambungan pelanggan PDAM Kabupaten Probolinggo sebanyak
10.543 unit, dengan perincian 10.066 unit pelanggan domestik, 404 pelanggan non
domestik dan sisanya sebesar 73 adalah HU/KU/TA. Untuk mengetahui jumlah
pelanggan di masing-masing unit yang ada dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.7
Jumlah Pelanggan PDAM Kabupaten Probolinggo
No.
BNA/ Unit/ Jumlah Pelanggan
Cabang/ IKK Domestik (Unit) Non Domestik (Unit) HU/KU/TA (Unit)
1 BNA Leces 2.416 59 7
2 Unit Sumber 486 25 4
3 Unit Bantaran 1.092 33 -
4 Unit Patalan 770 36 13
5 Unit Maron 301 7 4
6 Unit Tiris 366 12 2
7 Unit Kraksaan 1.532 107 1
8 Unit Sukapura 347 34 2
9 Unit Banyuanyar 1.050 25 20
10 Unit Besuk 480 24 10
11 Unit Condong 384 15 2
12 Unit Dringu 842 27 8
Jumlah 10.066 404 73
Sumber : PDAM Kabupaten Probolinggo.
Dari 10.066 unit pelanggan domestik, 9.793 unit diantaranya merupakan
pelanggan aktif sedangkan sisanya sebanyak 273 unit merupakan pelanggan yang
tidak aktif/ditutup sementara. Sedang HU/KU/TA sebanyak 73 unit, 2 diantaranya yang
terletak di Unit Dringu sudah tidak diaktifkan lagi.
Dalam kegiatan operasionalnya, PDAM Kabupaten Probolinggo menggunakan
air baku dari air tanah dalam dan mata air dengan total kapasitas sumber sebesar 163
L/det. Total kapasitas air baku dari sumber air tanah dalam sebesar 140 L/det,
sedangkan total kapasitas air baku dari mata air sebesar 23 L/det. Untuk mengetahui
sumber air baku yang digunakan di masing-masing unit PDAM Kabupaten Probolinggo
dan kapasitas yang digunakan dapat dilihat pada berikut.
Tabel 6.8
Sumber Air yang Dimanfaatkan PDAM Kabupaten Probolinggo
No. BNA/ Unit/
Cabang Jenis
Kapasitas
Keterangan Nama
(L/det) SB/MA
1 BNA Leces Air Tanah 45,0 Kualitas baik SB Banjar Sawah 2 Unit Sumber Mata Air 7,0 - MA Ledok Ombo
MA Kalitarung
No. BNA/ Unit/ 7 Unit Kraksaan Air Tanah 25,0 Kualitas sedang SB Sidomukti
SB Patokan
8 Unit Sukapura Mata air 7,5 - MA Nganjir MA Cecep MA Klidung 9 Unit Banyuanyar Air Tanah 15,0 Kualitas sedang SB Klenang Lor 10 Unit Besuk Air Tanah 10,0 - SB Besuk Kidul 11 Unit Condong Mata Air 3,5 - MA Racek 12 Unit Dringu Air Tanah 10,0 Kualitas sedang SB Kalirejo Total Kapasitas Air Tanah Dalam 140 L/det
Total Kapasitas Mata Air 23 L/det
Jumlah 163 L/det
Sumber : PDAM Kabupaten Probolinggo.
Total kapasitas produksi PDAM Kabupaten Probolinggo sebesar 94,78 L/dt,
sedangkan total kapasitas terpasangnya adalah sebesar 163 L/det. Rincian kapasitas
terpasang dan kapasitas produksi tiap unit yang ada dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.9
Kapasitas Terpasang dan Kapasitas Produksi PDAM Kabupaten Probolinggo
Pada masing-masing unit dalam pendistribusian airnya, ada yang dilengkapi
dengan reservoir dan ada yang tidak. Sedangkan untuk mengetahui unit-unit yang
menggunakan reservoir baik ground maupun elevated dan kapasitas reservoir dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.10
Reservoir PDAM Kabupaten Probolinggo
No. BNA/ Unit/
Cabang Jenis
Kapasitas Elevasi
Kondisi (m3) (m)
1 BNA Leces Ground Reservoir 500 30 Baik
2 Unit Sumber - - - -
3 Unit Bantaran Ground Reservoir 300 - Baik 4 Unit Patalan Ground Reservoir 150 Tidak berfungsi
5 Unit Maron - - - -
6 Unit Tiris - - - -
7 Unit Kraksaan Elevated Reservoir 150 Baik 8 Unit Sukapura Ground Reservoir 150 Baik 9 Unit Banyuanyar Ground Reservoir 120 - Tidak berfungsi 10 Unit Besuk Ground Reservoir 150 Tidak berfungsi
11 Unit Condong - - - -
12 Unit Dringu - - - -
Sumber : PDAM Kabupaten Probolinggo
Air baku yang diproduksi oleh PDAM Kabupaten Probolinggo didistribusikan
menggunakan pipa distribusi yang berdiameter 25 - 250 mm, jenis pipa yang dipakai
adalah PVC, GI dan ACP. Sedangkan jenis pipa transmisi yang digunakan adalah PVC,
GI dan ACP dengan diameter 80 - 250 mm. Sistem yang digunakan adalah sistem
pemompaan dan gravitasi.
2. Non PDAM
Sistem pelayanan air minum di Kabupaten Probolinggo, selain di layani dari
PDAM juga dilayani dari sistem WSLIC, HIPPAM, dan HIPPAM yang dilanjutkan WSLIC.
Secara garis besar desa-desa yang dilayani dari sistem Non PDAM dan cakupan
pelayanannya pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Probolinggo dapat
Tabel 6.11