Laporan Final Bab VI - 1
Pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya direncanakan untuk mencakup
empat sektor yaitu Pengembangan Kawasan Permukiman, Bina Penataan Bangunan,
Pengembangan Air Minum, Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman yang
terdiri dari Air Limbah, Persampahan dan Drainase Lingkungan Pada tahapan
perencanaan usulan-usulan kegiatannya dimulai dengan penjabaran aspek-aspek teknis
untuk tiap-tiap sektornya yang meliputi:
Pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi;
Penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan; Permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi; dan
Analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral,Analisis kebutuhan kegiatan tersebut dilaksanakan dengan mempertimbangkan kriteria
kesiapan pelaksanaan kegiatan untuk selanjutnya dapat dirumuskan usulan-usulan
program dan kegiatan yang dibutuhkan.
6.1. PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan
hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,
sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan/perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari
pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan
permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk
BAB VI
Laporan Final Bab VI - 2
pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman
perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
A. Arah Kebijakan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan
perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh
masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya
kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c),
penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan
(butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh
dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun
khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan
kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Permen PU No. 01/PRT/M/2014 tentang Standart Pelayanan Minimal (SPM)
Berdasarkan UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah bidang PU-PR merupakan
Urusan Wajib yang Bersifat Pelayanan Dasar yang pelaksanaannya berpedoman
pada SPM.
Laporan Final Bab VI - 3
Gambar 6.1
Arahan Kebijakan Bidang Permukiman
B. Lingkup Kegiatan
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman
mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik
dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan
permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di
perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan
Laporan Final Bab VI - 4
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah
susun sederhana
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau
kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan
dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;
Gambar 6.2
Laporan Final Bab VI - 5
6.1.2.Isu Strategis dan Kebijakan, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan 6.1.2.1. Isu Strategis dan Kebijakan
a. Pengembangan sektor dan komoditi unggulan yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan daya dukung lahan.
1. Mengembangkan sistem pertanian terpadu sejak di lahan
pertanian/perkebunan (on farm), agribisnis hulu, agribisnis hilir, jasa
pendukung, serta menawarkan kualitas produk yang tinggi dan memiliki
keunggulan kompetitif;
2. Mengembangkan kegiatan pertambangan dan industri bagi kesejahteraan
masyarakat dengan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan;
3. Mengidentifikasi potensi pariwisata dan mengembangkan kegiatan
pariwisata berbasis lingkungan.
b. Pengembangan bagian barat wilayah Kabupaten Mandailing Natal.
1. Mengembangkan Pelabuhan Natal sebagai pelabuhan nasional untuk
melayani angkutan penumpang dan barang yang merupakan pelabuhan
utama tersier;
2. Mengembangkan Pelabuhan Sikara-kara di Natal sebagai pelabuhan lokal
yang merupakan pelabuhan pengumpan sekunder
3. Mengembangan Pelabuhan Teluk Ilalang di Batahan sebagai pelabuhan
pelabuhan lokal yang merupakan pelabuhan pengumpan sekunder, untuk
melayani angkutan penumpang dan barang di wilayah pantai barat;
4. Mengembangkan pelabuhan khusus perikanan;
5. Mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian/perkebunan;
6. Mengembangkan kegiatan pariwisata bahari di wilayah pantai barat;
7. Meningkatkan jalan penghubung dan membangun jalan alternatif antara
jalan lintas tengah dan jalan pantai barat dengan tidak mengganggu
keberadaan Taman Nasional Batang Gadis;
8. Mempertahankan kawasan lindung sekitar pantai sebagai pelindung abrasi.
c. Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana/infrastrukturyang mendukung kegiatan dunia usaha dan masyarakat.
Laporan Final Bab VI - 6
1. Membangun jaringan jalan yang menghubungkan seluruh kecamatan di
Kabupaten Mandailing Natal serta jalan antar simpul moda;
2. Mengembangkan sistem angkutan umum lokal yang melayani seluruh
kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal serta sistem angkutan regional
yang melayani pergerakan penumpang dan barang dari dan ke kota-kota di
sekitar wilayah Kabupaten Mandailing Natal;
3. Membangun bandar udara di Bukit Malintang;
4. Memperluas dan meningkatkan ketersediaan jaringan energi dan
telekomunikasi ke seluruh kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal.
d. Keberlanjutan kawasan lindung yang mampu mengakomodasi kepentingan kesejahteraan masyarakat.
1. Melestarikan Taman Nasional Batang Gadis dan kawasan lindung lainnya di
wilayah Kabupaten Mandailing Natal sebagai faktor pendukung terciptanya
keseimbangan perkembangan wilayah dengan mengendalikan dampak
negatif kegiatan masyarakat terhadap kerusakan hutan;
2. Mengalokasikan buffer tsunami sebagai perlindungan terhadap bencana tsunami sekaligus sebagai pembatas kegiatan masyarakat terhadap
sempadan pantai;
3. Mengidentifikasi kawasan rawan bencana gempa, gunung api dan tsunami,
didukung dengan konsep mitigasi kebencanaan.
Laporan Final Bab VI - 7
Tabel VI.1
Isu-isu Strategis Sektor Pengembangan PermukimanSkala Kabupaten
No Isu Strategis Keterangan
1
Penataan kawasan ibu kota Kabupaten Mandailing Natal,sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, dan sosial budaya skala Kabupaten
Panyabungan merupakan ibu kota Kabupaten Mandailing Natal yang telah nendapat persetujuan DPRD dan Gubernur Sumatera Utara
2
Implementasi konsepsi pembangunan berkelanjutan serta serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim
Masalah pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan hidup.
3
dilakukan pendataan pencapaian SPM setiap tahunnya sebagai dasar bagi perencanaan pembangunan dan
penyusunan strategi pembangunan pada tahun yang akan datang
Pencapaian SPM setiap tahunnya yang belum optimal
4
Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun
Infrastruktur permukiman yang masih belum berfungsi optimal oleh karena minimnya sarana pendukung permukiman
5
Kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam
pengembangan kawasan permukiman
Koordinasi antara lembaga yang masih kurang
6
Kesadaran dan partisipasi masyarat dalam mendukung pembangunan permukiman masih kurang
Swadaya masyarakat masih rendah
Laporan Final Bab VI - 8
Gambar 6.3
Isu Strategis dan Tantangan Skala Nasional
6.1.2.2. Kondisi Eksisting A. Kawasan Permukiman
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik
lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi
untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.
Termasuk sebagai fasilitas penunjang antara lain berupa bangunan pelayanan umum
dan pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga,
pemakaman, serta pertamanan.
Pembangunan perumahan dilakukan untuk mewujudkan perumahan yang layak,
Laporan Final Bab VI - 9
persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta
kesehatan penghuninya. Hal ini dapat dilihat dari kelengkapan sarana perumahannya
maupun kelengkapan fasilitas lingkungannya, seperti lantai rumah, penggunaan air
bersih, sanitasi dan sumber penerangan.
a. Permukiman Perkotaan
Kawasan permukiman perkotaan dikembangkan pada kota-kota Kecamatan yang
mempunyai pertumbuhan cepat dan telah menunjukkan ciri-ciri perkotaan.
Pemanfaatan ruang yang diarahkan pada kawasan permukiman perkotaan adalah;
permukiman kepadatan sedang sampai dengan tinggi, jasa dan perdagangan,
perkantoran, dan industri secara terbatas. Kawasan permukiman perkotaan juga
identik dengan keberadaan pedagang kaki lima (pkl), maka dalam pengaturannya perlu
penataan dan pembangunan kawasan pedagang kaki lima tersebut. Pengembangan
kawasan permukiman perkotaan terutama diarahkan pada kawasan pusat-pusat
pelayanan, yaitu pada setiap ibukota Kecamatan. Pengembangan kawasan
permukiman perkotaan utama direncanakan di Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dalam hal
ini adalah ibukota Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan
dan Kecamatan Natal, serta di pusat-pusat pelayanan kawasan (PPK) yaitu di
Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Muara
Sipongi, Kecamatan Linggga Bayu dan Kecamatan Batahan. Pada kawasan
permukiman perkotaan berlaku ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau paling
sedikit 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan.
Kawasan permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Mandailing Natal ini berada
di Kecamatan Panyabungan dan Kecamatan Natal. Adapun lokasi kawasan
permukiman kumuh di Kecamatan Panyabungan seperti terlihat pada tabel di bawah,
sedangkan untuk lokasi kawasan permukiman kumuh di Kecamatan Natal berada pada
Kelurahan Pasar I Natal, Pasar II Natal, Pasar III Natal, dan Desa Setia
Karya.Pengembangan kawasan permukiman kumuh di Kecamatan Natal berupa
peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana permukiman agar layak
dimanfaatkan oleh masyarakat.
Kondisi Kawasan Kumuh di Kecamatan Panyabungan ada beberapa
Laporan Final Bab VI - 10
No Nama Desa/Kelurahan Nama
Dusun/Lingkungan
Luas Kawasan
Kumuh (Ha) Jumlah KK
Jumlah Penduduk
Lokasi dan Luas Kawasan Kumuh di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal
Sumber: Hasil Analisa, 2016
b. Permukiman Perdesaan
Kawasan permukiman perdesaan dikembangkan pada wilayah Kecamatan di luar
kawasan pusat-pusat pelayanan yang masih mengandalkan sektor pertanian sebagai
penggerak perekonomian. Kawasan permukiman perdesaan diarahkan di luar kota
kecamatan.
B. Kawasan Agropolitan a. Lahan Basah
Untuk dapat terus menjaga kesinambungan produksi hasil pertanian tanaman
basah berupa tanaman padi, maka perlu adanya arahan keruangan untuk
pengembangan pertanian tanaman padi, sehingga tingkat luasan dan produktivitas
dari tanaman padi dapat tetap terjaga. Hal ini terkait dengan adanya keterancaman
berkurangnya lahan persawahan di Kota Panyabungan sebagai salah satu sentra
produksi tamanan padi akibat alih fungsi lahan sawah ke permukiman. Potensi
pengembangan areal lahan tanaman basah padi salah satu diantanya adalah di
Laporan Final Bab VI - 11
Adapun arahan ruang untuk pengembangan kegiatan pertanian tanaman padi
diutamakan pada perlindungan daerah-daerah yang pada saat ini sudah menjadi sentra
produksi tanaman padi, yaitu di Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan, dan
Kecamatan Huta Bargot. dengan luas 37.693 Ha.
b. Lahan Kering
Pengembangan kawasan pertanian lahan kering terutama diarahkan pada semua
kecamatan potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Mandailing Natal.
Pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan pertanian harus diperuntukkan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya
tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap
memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kawasan pertanian
tanaman lahan kering tidak tertentu yang diatur oleh pemerintah daerah setempat dan
atau oleh Kementerian Pertanian
c. Lahan Perkebunan
Produksi perkebunan Karetdiarahkan pada daerah-daerah yang selain merupakan
kawasan hutan produksi juga merupakan kawasan penyangga (buffer) antara kawasan
lindung dan kawasan non lindung. Arahan ruang untuk perkebunan karet adalah di
Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Batang Natal, dan Kecamatan Muara Batang
Gadis dan Kecamatan Siabu dengan luas kurang lebih 43.128 hektar.
Sentra produksi perkebunan Kakaodiarahkan pada kawasan-kawasan yang
merupakan kawasan perbukitan dan yang difungsikan sebagai penyangga terhadap
kawasan sempadan sungai dan kawasan dengan kelerengan curam. Arahan ruang
untuk perkebunan kakao adalah di Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Lingga Bayu,
dan Kecamatan Natal, Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan
Kotanopan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Natal, Kecamatan Batahan,
dan Kecamatan Muara Batang Gadis, dengan luas kurang lebih 25.467 hektar.
Sentra produksi perkebunan Kopi Robustadiarahkan pada kawasan-kawasan
yang merupakan kawasan perbukitan dan yang difungsikan sebagai penyangga
terhadap kawasan sempadan sungai dan kawasan lindung yang berada di bagian
selatan Kabupaten Mandailing Natal. Arahan ruang untuk perkebunan kopi adalah di
Laporan Final Bab VI - 12
Kecamatan Laru Tambangan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan
Panyabungan Timur dan Kecamatan Batang Natal, dengan luas areal kurang lebih
16.789 hektar.
Sentra produksi perkebunan Kelapa Sawitdiarahkan pada kawasan-kawasan yang
berada di daerah pesisir barat karena disamping jenis tanah yang cocok untuk
pengembangan kelapa sawit berada, maka perkebunan kelapa sawit juga dapat
dimanfaatkan sebagai daerah sempadan pantai. Arahan ruang untuk perkebunan
kelapa sawit adalah di Kecamatan Batahan, Kecamatan Natal,dan Kecamatan Muara
Batang Gadis, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan
Batang Natal, dengan luas areal kurang lebih 17.468 hektar.
Komoditas perkebunan kulit manis berpotensi besar dikembangkan di
Kecamatan Kotanopan, Batang Natal, Kecamatan Panyabungan, Panyabungan Barat,
Selatan, Timur, dan Utara dengan luas lahan kurang lebih 574,35 hektar.
C. Kawasan Marinepolitan
Kabupaten Mandailing Natal, yang memiliki garis pantai 170 Km, merupakan
potensi perikanan yang cukup handal yang hingga saat ini belum tergarap secara
optimal. Selain perikanan yang berasal dari laut, terdapat juga potensi perikanan
dengan budidaya air tawar (kolam) dan ikan darat (sungai/rawa) yang tersebar hampir
di setiap kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal.
Wilayah pesisir Kabupaten Mandailing Natal yang begitu luas sangat potensial
untuk pengembangan sektor perikanan, diantaranya budidaya tambak, usaha
sivofishery, budidaya kayu bakau, lokasi galangan kapal, industri perikanan, industri
penunjang perikanan, pelabuhan perikanan, dan lokasi tempat pelelangan ikan.
Wilayah yang terdapat di bagian barat wilayah Kabupaten Mandailing Natal seluas
160.500 Ha atau 24,24% dari total wilayah Kabupaten Mandailing Natal ini berada di 3
kecamatan, yaitu Kecamatan Batahan (3 desa pesisir), Natal (11 desa pesisir), dan
Muara Batang Gadis (5 desa pantai).
Wilayah perairan laut yang cukup luas ini menyimpan potensi perikanan laut yang
cukup besar, juga menuntut adanya pemberdayaan potensi tersebut yang berorientasi
kepada konsep lestari. Artinya bagaimana agar potensi yang ada bisa dimanfaatkan
Laporan Final Bab VI - 13
Namun tanpa melupakan adanya upaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya
perikanan tersebut salah satunya adalah menertibkan peraturan terhadap jalur-jalur
penangkapan ikan melalui upaya pengawasan.
Pemanfaatan potensi laut pada sektor perikanan Kabupaten Mandailing Natal
didominasi usaha penangkapan ikan. Usaha perikanan di Kecamatan Batahan dan
Natal hanya usaha penangkapan ikan laut, sedangkan di Kecamatan Muara Batang
terdapat usaha perikanan ikan laut dan perikanan umum (sungai).
Selain usaha penangkapan ikan, di ketiga kecamatan yang berada di wilayah
pesisir tersebut juga terdapat usaha pengeringan ikan dengan cara penjemuran di
bawah sinar matahari. Usaha ini baik untuk mengawetkan ikan sehingga dapat
disimpan dan dikonsumsi dalam jangka waktu yang lebih lama, terutama untuk
konsumsi ekspor.
Pulau-pulau kecil sebanyak 15 (lima belas) buah yang terletak di depan daratan
Pulau Sumatera membuat perairan di sekitarnya tenang. Kondisi ini semakin
mendukung pemanfaatan potensi laut untuk melakukan kegiatan usaha budidaya laut
seperti kerapu, kakap, dan rumput laut.
D. Kawasan Minapolitan
PengembanganPerikanan Darat dilakukan dengan memanfaatkan aliran-aliran
sungai yang berada di Kabupaten Mandailing Natal. Adanya budaya lubuk larangan
sebagai modal dasar pengembangan perikanan darat harus dapat ditindaklanjuti
dengan skala pengelolaan dan produksi yang lebih besar. Adapun arahan ruang yang
tepat untuk pengembangan kegiatan perikanan darat diarahkan di Kecamatan Bukit
Malintang, Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan Utara, Kecamatan Lingga Bayu,
Kecamatan Muara Sipongi, dan Kecamatan Batang Natal.
Selain perikanan darat dan perikanan laut, sebenarnya terdapat pola
penggabungan dari keduanya yang biasa disebut dengan perikanan air payau/tambak. Jenis kegiatan ini juga dapat dilakukan di wilayah Kabupaten Mandailing Natal,
terutama pada daerah-daerah yang merupakan daerah pertemuan antara sungai dan
Laporan Final Bab VI - 14
E. Kawasan Rawan Bencana Alam
Potensi besar bencana alam di Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari: gunung api dan gempa, patahan aktif dan gempa, gelombang tsunami dan gempa, dan gerakan tanah.
1. Bencana Alam Gempa Bumi dan Gunung Api
Potensi bahaya gempa di Bagian Tengah Kabupaten Mandailing Natal sangat
besar, hal ini mengingat daerah bagian tengah khususnya Kecamatan
Panyabungan Selatan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi dan Kecamatan
Tambangan dilalui oleh jalur tektonik aktif. Daerah-daerah yang akan terkena
dampak langsung gempa bumi akibat pergeseran Patahan Sumatera meliputi:
Kecamatan Lembah Sorik Marapi : Desa Aek Marian MG, Mega Lombang, Pasar Maga dan Desa Maga Dolok. Mengingat jalur gempa yang melintas di
Lembah Sorik Marapi melintasi pemukiman yang cukup padat yang
mestinya sangat rentan bencana bila terjadi gempa di jalur tersebut.
Kecamatan Panyabungan Selatan : secara geologis Kecamatan ini berada di sebelah barat dari jalur struktur atau patahan aktif Sumatera, termasuk
dalam segmen patahan Gadis yang menerus ke Pasaman. Pemukiman yang
akan terkena dampak langsung jika terjadi gempa bumi pada jalur tersebut
seperti pemukiman di Desa Kayu Laut, Roburan Lombang, Lumban Dolok
dan Desa Aek Ngali.
Kecamatan Tambangan : potensi gempa terutama di jalur patahan aktif terutama yang melintasi atau berada di Desa Huta Tinggi, Huta Tonga AB,
Angin Barat, Padang Sanggar, Pastap maupun Pastap Hulu.
Selain potensi akan bencana gempa bumi, wilayah ketiga kecamatan tersebut di
atas juga berpotensi terhadap bencana letusan gunung api Sorik Marapi, dimana
keberadaan wilayah tersebut berada pada lereng Sorik Marapi. Gempa yang
terjadi sepanjang patahan aktif dengan jalur melalui gunung api akan memicu
terjadinya peningkatan aktivitas gunung api. Letusan yang terjadi sebelumnya
telah mengeluarkan lahar andesit yang cukup luas di ketiga wilayah tersebut.
Saat ini masih terjadi erupsi fumarol maupun solfatar yang terlihat oleh adanya
Laporan Final Bab VI - 15
2. Jalur Patahan Aktif dan Gempa
Pada daerah Jalur Patahan Aktif, struktur yang dijumpai berupa struktur-struktur
patahan aktif yang secara umum berarah sejajar dengan arah memanjangnya
Sumatera atau berarah barat laut – tenggara. Lempeng Samudera Hindia yang terus menunjam di bawah Lempeng Benua Asia di barat Sumatera dengan
kecepatan rata-rata 6 cm/th dapat mengakibatkan terjadinya pelepasan energi
baik di jalur penunjaman maupun di jalur patahan aktif dan menimbulkan
goncangan atau gempa bumi.
Wilayah yang sangat rawan akan melalui wilayah-wilayah Kecamatan Ulu Pungkut, Kotanopan, Panyabungan Barat, Panyabungan Utara dan Bukit Malintang. Jalur tersebut merupakan jalur utama patahan aktif Sumatera.Kecamatan lain yang kena imbas jika terjadi pegeseran pada jalur
patahan aktif adalah Kecamatan Muarasipongi, Panyabungan Timur, Panyabungan, dan Siabu.
3. Gelombang Tsunami dan Gempa
Secara umum struktur yang dijumpai di daerah berpotensi tsunami dan gempa
berupa struktur patahan yang berarah barat laut – tenggara, patahan naik, lipatan sinklin maupun antiklin yang masih aktif yang berarah sama dengan arah
patahan aktif. Seluruh pantai barat Kabupaten Mandailing Natal, yang merupakan batas penunjaman Lempeng Samudera Hindia di bawah lempang
benua Asia, sangat berpotensi akan bencana tsunami selain bencana gempa bumi.
Kecamatan–kecamatan yang berpotensi kena gempa bumi dan tsunami meliputi Kecamatan Muara Batang Gadis, Natal dan Batahan. Berdasarkan gempa bumi yang terjadi di Simelu pada tanggal 26 Desember 2004 dan di Pulau Banyak pada
tanggal 28 Maret 2005 selain menyebabkan gempa bumi juga menyebabkan
terjadinya gelombang tsunami. Beberapa wilayah yang terkena gempa bumi dan
gelombang tsunami adalah:
Kecamatan Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan Singkuang; Kecamatan Natal meliputi Desa Bintuas dan Kunkun;
Laporan Final Bab VI - 16
Dari kejadian tersebut di atas, wilayah yang mempunyai potensi tinggi terkena
gelombang tsunami berada garis sempadan pantai (< 200m) sampai dengan 500
m dari garis pantai.Bencana tsunami dapat pula terjadi di bagian muara sungai
menerus ke hulu sampai energi gelombang berhenti. Oleh karena itu daerah yang
berpotensi sedang berada pada muara dan sepanjang sempadan sungai.
4. Gerakan Tanah
Gerakan tanah/longsoran yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal umumnya
disebabkan karena proses pelapukan pada lereng terjal serta daerah lemah
akibat pergeseran patahan/sesar. Dari observasi lapangan terlihat bahwa daerah
yang banyak mengalami gerakan tanah/longsoran dijumpai di wilayah Kecamatan
Muara Sipongi. Gerakan tersebut umumnya terjadi di daerah lereng, punggungan
bukit terjal dimana terdapat endapan hasil lapukan yang gembur. Curah hujan
yang tinggi akan memacu lebih cepat terjadinya gerakan tanah. Kondisi tersebut
diperparah dengan kedudukan Muara Sipongi yang sangat rentan/lemah karena
berada pada Zona Patahan.
Beberapa daerah yang berpotensi mengalami bencana gerakan tanah:
Wilayah berelevasi lebih dari 1000 m pada wilayah Muarasipongi, Pagargunung, Tanobato, Banjarsipan memiliki potensi bencana gerakan tanah tinggi.
Wilayah berelevasi lebih dari 500 – 1000 m yang tersebar mulai dari bagian barat – barat daya dengan sebaran memanjang berarah barat laut – tenggara. Sebaran yang lain terdapat di bagian tengah utara sebelah selatan Panyabungan. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sedang - tinggi.
Wilayah berelevasi lebih dari 500 m dengan penyebaran setempat pada pada bagian barat Mandailing Natal serta pada perbukitan bagian timur Panyabungan. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sedang - kecil.
Laporan Final Bab VI - 17
Wilayah berelevasi kurang dari 100 m dengan penyebaran terdapat pada muara sungai hingga tepi pantai. Lokasi lain terdapat pula dataran antar perbukitan sampai dengan elevasi 100 m. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sangat kecil.
Laporan Final Bab VI - 18
Peta 6.1 Peta Rawan Bencana Kabupaten Mandailing Natal
Laporan Final Bab VI - 19
6.1.2.3. Permasalahan
Beberapa permasalahan sektor pengembangan permukiman dilihat secara umum
:
Permasalahan Kawasah Kumuh di tinjau dari bidang infrastruktur Cipta Karya:
- Kepadatan bangunan pada kawasan relatif tinggi, >80 unit/ha, sehingga
kawasan tersebut tidak teratur dan tidak tertata.
- Kondisi Bangunan Terdiri Dari Bangunan Kontemporer dan memiliki kerapatan
yang tinggi.
- Kebutuhan air baku tidak terpenuhi, sebagian besar mencuci dan
mengkonsumsi air menggunakan air sumur.
- Sampah tidak terangkut menyebabkan tumpukan sampah pada lokasi lahan
pinggiran sungai.
- Seluruh masyarakat pada kawasan ini tidak menggunakan kloset leher angsa,
yang adadi toilet individual/komunal.
- Pelayanan air minum/baku berasal dari sungai atau membeli air kemasan
maupun air ledeng.
- Masih kurangnya kajian tentang sanitasi/drainase.
Wilayah permukiman penduduk di Kabupaten Mandailing Natal sebagian besar
belum memiliki infrastruktur dasar yang memadai. Sebagian besar permukiman
penduduk belum merupakan permukiman yang layak sebagaimana di daerah
perkotaan pada umumnya. Hal ini sangat berdampak pada peningkatan akses
masyarakat terhadap lingkungan permukiman yang sehat dan berkualitas, untuk
mendukung upaya peningkatan kualitas kehidupan yang lebih baik dalam berbagai
aspek dan tatanan kehidupan.
Jalan desa pada Kasawan Strategis Kabupaten Mandailing Natal belum semua
kondisi baik seperti : Kecamatan Natal dan Kecamatan Ulu Pungkut.
Penyediaan prasarana dan sarana dasar oleh pemerintah terhadap kawasan
Sebagian besar kawasan rawan bencana dan Tsunami belum tertangani dengan
baik seperti pada :
- Kecamatan Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan Singkuang
Laporan Final Bab VI - 20
- KecamatanBatahan: air laut naik di muara Sungai Batahan
Pada kawasan agopolitan/minapolitan/marinepolitan, masih banyak jalan desa
maupun jalan antar kecamatan yang kondisinya rusak sehingga sulit untuk
ditempuh oleh kenderaaan.
Kawasan-kawasan agropolitan yang merupakan kawasan perbukitan dan yang
difungsikan sebagai penyangga terhadap kawasan sempadan sungai dan kawasan
dengan kelerengan curam sehingga sulit untuk ditempuh oleh kenderaan dan
memakan waktu yang lama.
Belum terciptanya koordinasi yang baik antara kelembagaan penyelenggaraan
pembangunan perumahan dan permukiman di tingkat pusat, propinsi maupun
tingkat daerah. Kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan belum
berada pada tingkat kinerja yang optimal untuk menjalani fungsi, baik sebagai
pembangun (provider) maupun pemberdaya (enabler).
Beberapa wilayah ibukota kecamatan belum memiliki jaringan infrastruktur jalan
yang menghubungkan wilayah perdesaan dan daerah sentra-sentra produksi
masyarakat.
Kemampuan fiskal daerah untuk membiayai berbagai program pembangunan
infarestruktur pada kawasan permukiman di Kabupaten Mandailing Natal relatif
sangat terbatas. Seperti pada kawasan kumuh diperkotaan, kawasan yang
mendukung pertumbuhan ekonomi, kawasan permukiman perdesan potensial
berbasisi masyarakat, kawasan rawan bencana, dimana sumber utama
pembiayaan pembangunan masih bergantung terhadap bantuan pemerintah
tingkat atas.
6.1.2.4. Tantangan Pengembangan Permukiman
Tantangan yang dijumpai dalam pembangunan permukiman di Kabupaten
Mandailing Natal adalah :
1. Terbatasnya jangkauan pelayanan prasarana dan sarana permukiman.
2. Belum ada program yang berkaitan dengan penataan dan peningkatan lingkungan
permukiman.
3. Terbatasnya pendanaan daerah bagi upaya peningkatan kualitas permukiman
Laporan Final Bab VI - 21
4. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan rumah dan lingkungan masih
rendah
5. Pertumbuhan permukiman yang belum sesuai dengan tata ruang baru mencakup
di daerah pusat kota .
Laporan Final Bab VI - 22
Tabel VI.3
Identifikasi Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Mandailing Natal I LAPORAN PEMBINAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
1.
Belum memiliki dokumen RKP sebagai dasar perencanaan pembangan pada kawasan permukiman
Dengan belum tersusunya Dokumen RKP diKab Mandailing Natal mengakibatkan sulitnya dalam perencanaan pembangunan pada kawasan permukiman
Dilakukan penyusunan RKP Kab. Mandailing Natal
2. Aspek
Kelembagaan
Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM aparatur
Dengan keterbatasan kualitas dan kuantitas SDM aparatur daerah akan sulit untuk mengembangan kawasan tersebut
Pelatihan SDM aparatur
3. Aspek
Pembiayaan Terbatasnya kemampuan keuangan daerah
Kebutuhan pendanaan terbatas dalam penyusunan Dokumen RKP
1. APBN
II Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
1 Aspek Teknis
Belum memiliki Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan diKab Mandailing Natal
Dengan belum tersusunya Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan diKab Mandailing Natal mengakibatkan sulitnya dalam penataan/pengembangan suatu program penanganan Kawasan Permukiman khusus pada kawasan kumuh
Perlu disusun Dokumen RP2KPKP Kab. Mandailing Natal
Laporan Final Bab VI - 23 Permukiman Kawasan Kumuh di Kabupaten
Mandailing Natal belum tertangani secara menyeluruh ditinjau dari aspek
pembangunan/peningkatannya seperti terdapat di : Desa Gunung Tua Tonga, Desa Gunung Tua Jae, Desa Gunung Tua Julu, Desa Kampung Padang, Desa Pasar Hilir, Desa Penggorengan, Desa Pidoli Lombang, Kelurahan Panyabungan I, Kelurahan Panyabungan II, Kelurahan Panyabungan III, Kelurahan Kayu Jati, Desa Panyabungan Tonga, Desa Panyabungan Jae, Desa Huta Lombang Lubis.
Pembangunan/Pengembangan Infrastruktur Permukiman Kawasan Kumuh di Kabupaten Mandailing Natal
2 Aspek
Kelembagaan
Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM aparatur
Dengan keterbatasan kualitas dan kuantitas SDM aparatur daerah akan sulit untuk mengembangan kawasan tersebut
Pelatihan SDM aparatur
3 Aspek
Pembiayaan Terbatasnya kemampuan keuangan daerah
Kebutuhan pendanaan terbatas dalam peningkatan/pembangunan kawasan kumuh di Kabupaten Mandailing Natal
3. APBN dan APBD ( nonfisik)
APBN , APBD, CSR, PHLN, Peran serta masyarakat, KPS (fisik)
4
Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta
Kurangnya kesadaran peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan
Dilakukan penyuluhan dan sosialisasi
III Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
1 Aspek Teknis
Pembangunan/Pengembangan Infrastruktur Kawasan Potensial untuk Agropolitan belum dilaksanakan secara menyeluruh seperti terdapat di :Kec. Siabu, Kec.
Dilaksanakan
Laporan Final Bab VI - 24 Panyabungan, dan Kec. Huta Bargot.
dengan luas 37.693 Ha dan Kec. Batang Natal, Kec Lingga Bay.u, dan Kec. Natal, Kec. Siabu, Kec. Panyabungan, Kec. Kotanopan, Kec. Lembah Sorik Marapi, Kec Natal, Kec. Batahan, dan Kec. Muara Batang Gadis, dengan luas kurang lebih 25.467 hektar Pembangunan/Pengembangan Infrastruktur Kawasan Potensial untuk Minapolitan belum dilaksanakan secara menyeluruh seperti terdapat di :Kec. Bukit Malintang, Kec. Siabu, Kec. Panyabungan Utara, Kec. Lingga Bayu, Kec. Muara Sipongi, dan Kec. Batang Natal.
Pembangunan/Pengembangan Infrastruktur Kawasan Potensial untuk Minaplotan
2 Aspek
Kelembagaan
Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM
aparatur Pelatihan SDM aparatur
3 Aspek
Pembiayaan Terbatasnya kemampuan keuangan daerah
Kebutuhan pendanaan terbatas dalam peningkatan/pembangunan Infrastruktur
Peran serta masyarakat
KPS
Laporan Final Bab VI - 25
Infrastrukstur Kawasan Permukiman rawan bencana dan Tsunami belum dilaksanakan secara menyeluruh seperti terdapat di : Kec. Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan Singkuang
Dilaksanakan
Pembangunan/Pengembangan
Kawasan Permukiman kawasan
rawan bencana dan Tsunami
2. Aspek
Kelembagaan
Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM aparatur
Dengan keterbatasan kualitas dan kuantitas SDM aparatur daerah akan rsulit untuk melaksankan pembangunan kawasan tersebut
Pelatihan SDM aparatur
3. Aspek
Pembiayaan Terbatasnya kemampuan keuangan daerah
Kebutuhan pendanaan untuk program Kawasan tersebut cukup besar
APBN
APBD
CSR
PHLN
Peran serta masyarakat
KPS V Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Strategis
1. Aspek Teknis
Belum memiliki Data Base Bid
KeciptaKaryaan pada Kawasn Strategis Kabupaten Mandailing Natal
Dengan belum tersusunnya Data BaseBid KeciptaKaryaan pada Kawasan Strategis Kabupaten Mandailing Natal ini akan menghambat
pembangunan/pengembangan pada kawasan tersebut.
Perlu disusun Data Base Bidang Keciptakaryaan, sebagai data eksisting awal perencanaan pada kawasan strategis
Belum sepenuhnya tertangani pada
kawasan strategis di Kabupaten Mandailing Natal seperti Kec. Panyabungankec. Natal, Kec. Ulu Pungkut dan pungut
Dilakukan penangaan kawasan
strategis di Kabupaten Mandailing
Natal secepatnya untuk
meningkatkan pertumbuhan
Laporan Final Bab VI - 26
No Aspek Permasalahan Yang
Dihadapi
Tantangan Pengembangan
Alternatif Solusi
2. Aspek
Kelembagaan
Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM aparatur
Dengan keterbatasan kualitas dan kuantitas SDM aparatur daerah akan sulit untuk mengembangan kawasan tersebut
Pelatihan SDM aparatur
3. Aspek
Pembiayaan Terbatasnya kemampuan keuangan daerah
Kebutuhan pendanaan untuk program Kawasan tersebut cukup besar
APBN
APBD
CSR
PHLN
Peran serta masyarakat 4. KPS
4.
Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta
Kurangnya kesadaran peran serta masyarakat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Daerah.
Dilakukan penyuluhan dan sosialisasi
Laporan Final Bab VI - 27
6.1.3.Analisa Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Untuk mencapai pengembangan pemukiman yang baik di Kabupaten Mandailing
Natal, maka mengacu kepada kondisi eksisting, sasaran RPJMD 2016-2021 dan SPM
serta proyeksi kecenderungan 5 tahun kedepan (jumlah penduduk) maka perkiraan
kebutuhan program pengembangan permukiman di Kabupaten Mandailing Natal 2017 – 2021. Lihat Gambar 6.4, Tabel VI.4, dan Tabel VI.5.
Gambar 6.4
Laporan Final Bab VI - 28
Tabel VI.4
Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Kawasan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun
No Uraian Unit
Kebutuhan
TahunI TahunII TahunIII TahunIV TahunV Ket
1 Jumlah
Laporan Final Bab VI - 29
Tabel VI.5
Perkiraan KebutuhanProgram Pengembangan KawasanPermukiman di PerdesaanUntuk5Tahunan
No Uraian
Unit
Kebutuhan
TahunI TahunII TahunIII TahunIV TahunV Ket
1 Jumlah
Laporan Final Bab VI - 30
6.1.3.1. Proyeksi Kebutuhan Perumahan dan Permukiman
Pemerintah telah menyadari pentingnya suatu pendekatan yang terintegrasi
untuk perumahan dan lingkungannya melalui beberapa program yang meliputi
penanganan permukiman kumuh. Program perumahan untuk masyarakat miskin yang
lebih difokuskan pada rehabilitasi dan pengelolaan daerah perumahan yang sudah ada
dan pengelolaan daerah perumahan yang sudah ada dan menjadikannya tempat
tinggal yang lebih baik.
Prediksi kebutuhan rumah di Kabupaten Mandailing Natal dihitung dengan
menggunakan pendekatan sebagai berikut :
a. Satu unit hunian akan ditempati oleh satu keluarga (1 unit = 1 KK)
b. Prediksi jumlah KK ditentukan dengan membagi jumlah penduduk dengan
rata-rata jumlah jiwa / KK, yaitu 5 jiwa / KK.
Dalam pembagian ketiga jenis tipe rumah tersebut dilakukan dengan
menggunakan metode standar yang ada yaitu 1 : 3 : 6, yang artinya dalam setiap
pembangunan 10 unit rumah terdiri dari 1 unit rumah besar, 3 unit rumah sedang dan 6
unit rumah kecil, dengan luasan masing-masing :
Rumah Kecil, ukuran lahannya 45 M2. Rumah Sedang, Ukuran Lahannya 70 M2. Rumah Besar, Ukuran Lahannya 95 M2.
Penduduk Kabupaten Mandailing Natal hingga Tahun 2015 yaitu 430.894 jiwa.
Jumlah penduduk terbesar Tahun 2015 terdapat di Kecamatan Panyabungan dengan
jumlah 82.468 jiwa atau 19,14% dan terendah terdapat di Kecamatan Pakantan yaitu
2.279 jiwa atau 0,53%. Kecamatan lembah Sorik Merapi merupakan kecamatan paling
padat penduduknya dengan kepadatan 478 per Km².Sedangkan
Kecamatan Lembah Sorik Marapi merupakan Kecamatan yang paling jarang.
Adanya pertambahan jumlah penduduk mempengaruhi tingkat kebutuhan akan
rumah, kebutuhan akan rumah dapat dihitung dengan menggunakan asumsi 1 unit
rumah dihuni oleh 4,7 (empat koma tujuh) jiwa penduduk. Jika pada tahun 2021 jumlah
penduduk Kabupaten Mandailing Natal sebesar459.035jiwa, maka perkiraan
Laporan Final Bab VI - 31
Untuk lebih jelasnya mengenai proyeksi kebutuhan perumahan yang dibutuhkan
Laporan Final Bab VI - 32
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2016 2017 2018 2019 2020 2021
1 Batahan 18.666 4,9 18.864 19.064 19.266 19.470 19.676 19.885
Laporan Final Bab VI - 35
6.1.4.Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman di Kabupaten Mandailing Natal
Gambar 6.5
Satker Penyelenggara Kegiatan Pengembangan Kawasan Permukiman
A. Permukiman Perkotaan
Program pengembangan permukiman perkotaan Kabupaten Mandailing Natal
2017– 2021 terdiri dari :
1. Pembinaan Pelaksanaan Permukiman, yang ditujukan untuk menyiapkan dokumen
perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman meliputi
kegiatan :
a. Penyusunan Rencana Kawasan Permukiman (RKP) diKab Mandailing Natal;
b. Penyusunan Dokumen RP2KPKP Kab. Mandailing Natal.
2. Pengembangan Permukiman Kawasan Perkotaan, yang ditujukan untuk
Laporan Final Bab VI - 36
Tua Tonga, Desa Gunung Tua Jae, Desa Gunung Tua Julu, Desa Kampung Padang,
Desa Pasar Hilir, Desa Penggorengan, Desa Pidoli Lombang, Kelurahan
Panyabungan I, Kelurahan Panyabungan II, Kelurahan Panyabungan III, Kelurahan
Kayu Jati, Desa Panyabungan Tonga, Desa Panyabungan Jae, Desa Huta Lombang
Lubis.
B. Permukiman Perdesaan
Program pengembangan permukiman perdesaan Kabupaten Mandailing Natal
2017-2021 terdiri dari :
1. Pembinaan Pelaksanaan Permukiman, yang ditujukan untuk menyiapkan dokumen
perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman meliputi
kegiatan :
a. Penyusunan Master Plan Agropolitan
b. Penyusunan Master Plan Minapolitan
2. Pengembangan Permukiman Kawasan Perdesaan
a. Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan) di
Kec. Siabu, Kec. Panyabungan, dan Kec. Huta Bargot dengan luas 37.693 Ha
dan Kec. Batang Natal, Kec Lingga Bayu, dan Kec. Natal, Kec. Siabu, Kec.
Panyabungan, Kec. Kotanopan, Kec. Lembah Sorik Marapi, Kec Natal, Kec.
Batahan, dan Kec. Muara Batang Gadis, dengan luas kurang lebih 25.467
hektar.
b. Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Minapolitan) di Kec.
Bukit Malintang, Ke. Siabu, Kec. Panyabungan Utara, Kec. Lingga Bayu, Kec.
Muara Sipongi, dan Kec. Batang Natal.
c. Peningkatan Infrastrukstur Kawasan Permukiman Rawan Bencana Tsunami
seperti terdapat di Kec. Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan
Singkuang.
d. Penyediaan sarana dan prasarana permukiman di desa tertinggal sebanyak ±
70 Desa.
Untuk mendukung implementasi rencana program pengembangan permukiman
khususnya dalam memperoleh dukungan alokasi anggaran APBN dari Kementerian
Laporan Final Bab VI - 37
berkomitmen untuk memenuhi kriteria kesiapan yang telah ditetapkan. Kesiapan
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dalam pengembangan permukiman meliputi :
1. Penyediaan lahan bagi kegiatan fisik.
2. Penyediaan anggaran untuk penyusunan DED bagi kegiatan fisik yang telah
disepakati alokasi anggaran pembangunan fisik.
3. Penyusunan dokumen perencanaan berbasis kawasan.
4. Penyediaan anggaran Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana
daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
5. Komitmen Pemda untuk pengelolaan infrastruktur/bangunan pasca konstruksi.
6. Kesediaan untuk menandatangani Nota Kesepemahaman (MOU). Lihat Gambar 6.6.
Gambar 6.6
Alur Fungsi dan Program Pengembangan Permukiman
6.1.5.Usulan Program dan Anggaran
Kegiatan Pengembangan Permukiman meliputi Pengembangan Permukiman
Kawasan Perkotaan (Pengembangan Kawasan Permukiman Baru dan Peningkatan
Kualitas Kawasan Permukiman Kumuh) dan Pengembangan Permukiman Kawasan
Perdesaan (Pengembangan Kawasan Perdesaan Pusat Pertumbuhan/Potensial,
Laporan Final Bab VI - 38
Mengingat besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan prasarana dan
sarana dasar bagi kawasan permukiman dan dengan kemampuan keuangan
pemerintah daerah yang terbatas, maka Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal
mengusulkan realisasi pembangunan permukiman dapat dibantu oleh Pemerintah
Pusat melalui APBN Murni, PHLN, Pemerintah Provinsi, CSR, KPS, Peran serta
Masyarakat.
Usulan Program dan Anggaran tersebut dapat
Laporan Final Bab VI - 39
6.2. PEMBINAANPENATAAN BANGUNAN
Pembinaa Penataan Bangunan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan
sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,
terutamauntukmewujudkan lingkungan binaan, baikdiperkotaanmaupundiperdesaan,
khususnyawujudfisik bangunangedungdan lingkungannya.Undang-undangNomor 28
tahun2002tentangBangunanGedung,danPeraturanPemerintah
Nomor36tahun2005tentangPeraturanPelaksanaanUndang-undangNomor28tahun
2002tentangBangunanGedungsertapelaksanaanlebihdetail dibawahnya
mengamanatkan bahwapenyelenggaraan bangunan gedung merupakan kewenangan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan hanya bangunan gedung negara yang
merupakankewenanganPemerintahPusat.Selainitu,Undang-undangNomor4tahun
1992tentang PerumahandanPermukimanmenggariskanbahwapeningkatankualitas
lingkungan permukiman dilaksanakan secaramenyeluruh, terpadu dan bertahap
mengacu kepadaRencanaTataBangunandanLingkungansebagai
penjabaranRencanaTataRuang Wilayah(RTRW).
6.2.1.Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan A. Arahan Kebijakan
1. UUNo.1tahun2011tentangPerumahandanKawasanPermukiman.
2. Permen PUPR No. 15/PRT/M/2015tentangPenataan Bangunan.
3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang
BangunanGedung
4. PermenPUNo.06/PRT/M/2007tentangPedoman UmumRencanaTataBangunan
danLingkungan.
5. Permen PU No. 01/PRT/M/2014tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
PekerjaanUmumdanPenataanRuang.
B. Lingkup kegiatan 1. Bangunan Gedung
Bangunan Gedung Negara
- Secara umum merupakan kegiatan pembinaan yang berupa
peningkatan kapasitas pemda dalam penyelenggaraan dan
Laporan Final Bab VI - 40
- Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan BGN
- Terlaksananya koordinasi penyelenggaraan BGN
Bangunan Gedung Hijau
- Mendorong implementasi konsep bangunan gedung hijau di
kab/kota di Indonesia;
- Melanjutkan penyusunan Permen PU tentang Pedoman Teknis
Bangunan Gedung Hijau yang ditargetkan selesai pada tahun 2014;
- Target awal: mendorong implementasi BGH di 64 lokasi di Indonesia
yang telah menerbitkan Perda BG untuk menerbitkan perwal BGH
- Mengawali stimulan percepatan implementasi BGH dengan pilot
project di 32 PIP2B yang telah siap kelembagaan dan
operionalisasinya.
- Bangunan gedung ini harus berada di kab/kota yang telah memiliki
Perda BG;
- Bentuk kegiatannya dapat berupa pembangunan baru ataupun
retrofitting.
Bangunan Gedung Pusaka
- Mengacu pada Undang Undang No. 11 Tahun 2010 Cagar Budaya
- Menangani Bangunan Gedung Negara yang statusnya ditetapkan
sebagai benda cagar budaya (ditetapkan dengan SK);
- Bangunan gedung ini harus berada di kab/kota yang telah memiliki
Perda BG;
- Hanya dilaksanakan setelah mendapatkan komitmen K/L atau
gubernur/bupati/walikota dalam hal:
- Kesanggupan menerima hibah hasil pekerjaan/BMN/asset;
- Kesiapan pengelolaan hasil pekerjaan/BMN/asset;
- Kejelasan status kepemilikan BMN dan lahan
Bangunan Gedung Mitigasi Bencana
- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan BG Mitigasi
Laporan Final Bab VI - 41
dan Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang
dikeluarkan BNPB;
- Melaksanakan pembangunan BG Mitigasi Bencana sesuai dengan
dokumen perencanaan yang disusun;
- Bangunan gedung ini harus berada di kab/kota yang telah memiliki
Perda BG;
- Memiliki peraturan walikota/bupati tentang RTBL Kawasan Rawan
Bencana;
- Hanya dilaksanakan setelah bupati/walikota menyatakan komitmen
dalam hal:
- Kesanggupan menerima hibah hasil pekerjaan/BMN/asset;
- Kesiapan pengelolaan hasil pekerjaan/BMN/asset;
- Kejelasan status kepemilikan lahan.
Bangunan Gedung Perbatasan
- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan BG
Perbatasan di kawasan perbatasan yang mengacu pada masterplan
kawasan perbatasan yang disusun bersama BNPP;
- Bangunan gedung ini harus berada di kab/kota yang telah memiliki
Perda BG;
- Hanya dilaksanakan setelah gubernur/bupati/walikota menyatakan
komitmen dalam hal:
- Kesanggupan menerima hibah hasil pekerjaan/BMN/asset;
- Kesiapan pengelolaan hasil pekerjaan/BMN/asset;
- Kejelasan status kepemilikan lahan.
2. Penataan Bangunan
Meningkatkan kualitas ruang perkotaan :
Kawasan Pusaka
- Target: 11 kota/kabupaten yang termasuk dalam kelompok A
kegiatan P3KP Ditjen Penataan Ruang MPU sampai dengan 2019;
- Kab/kota yang telah memiliki Perda BG;
Laporan Final Bab VI - 42
- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan Penataan
Kawasan Pusaka;
Kawasan Rawan Bencana
- Target: kota/kabupaten yang termasuk kategori rawan bencana
mengacu pada Masterplan dan Rencana Aksi Pengurangan Risiko
Bencana (PRB) BNPB;
- Kab/kota yang telah memiliki Perda BG;
- Memiliki Perda RTRW dan menunjuk Zona Kawasan Rawan Bencana;
- Memiliki peraturan walikota/bupati tentang RTBL Kawasan Rawan
Bencana;
- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan Penataan
Kawasan Rawan Bencana;
Kawasan Pengembangan Destinasi Wisata
- Mendukung kebijakan nasional untuk mengembangkan
simpul-simpul pengembangan kawasan tujuan wisata untuk memacu
pertumbuhan ekonomi regional;
- Lokasi pelaksanaan mengikuti direktif pimpinan;
- Kab/kota yang telah memiliki Perda BG;
- Memiliki Perda RTRW;
- Memiliki peraturan walikota/bupati tentang RTBL Kawasan
Pengembangan Destinasi Wisata (pendampingan penyusunan RTBL
bila diperlukan);
- Melaksanakan pendampingan penyusunan
Kawasan Hijau Target:
- Kab/Kota yang sudah menjadi anggota P2KH
- Kab/Kota anggota baru P2KH
- Kab/Kota yang menjadi lokasi RTH Tematik
- Kab/kota yang telah memiliki Perda BG;
- Memiliki Perda RTRW dan menunjuk Zona Kawasan Hijau;
Laporan Final Bab VI - 43
- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan Penataan
Kawasan Hijau;
Kawasan Strategis Nasional
Penataan Bangunan Kawasan Strategis (KSN/KSK)
- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan Penataan
Kawasan Strategis Kab/Kota;
- Hanya dilaksanakan setelah bupati/walikota menyatakan komitmen
dalam hal:
- Kesanggupan menerima hibah hasil pekerjaan/BMN/asset;
- Kesiapan pengelolaan hasil pekerjaan/BMN/asset;
- Kejelasan status kepemilikan lahan.
Kawasan Perbatasan
- Memiliki peraturan walikota/bupati tentang RTBL Kawasan
Perbatasan;
- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan Penataan
Kawasan Perbatasan;
- Hanya dilaksanakan setelah bupati/walikota menyatakan komitmen
dalam hal:
- Kesanggupan menerima hibah hasil pekerjaan/BMN/asset;
- Kesiapan pengelolaan hasil pekerjaan/BMN/asset;
- Kejelasan status kepemilikan lahan.
Syarat Umum Penyelenggaraan Penataan Bangunan - Kab/kota yang telah memiliki Perda BG;
- Memiliki Perda RTRW dan menetapkan Kawasan Perbatasan;
- Memiliki peraturan walikota/bupati tentang RTBL Kawasan;
- Memiliki Dok. perencanaan Penataan Kawasan;
- Hanya dilaksanakan setelah gubernur/bupati/walikota menyatakan
komitmen dalam hal: Kesanggupan menerima hibah hasil
pekerjaan/BMN/asset;
- Kesiapan pengelolaan hasil pekerjaan/BMN/asset;
Laporan Final Bab VI - 44 Kategori Kawasan Prioritas RTBL
5. Kawasan dengan pertumbuhan sangat cepat
Pertumbuhan cepat disertai perubahan fungsi, perlu dikendalikan pertumbuhannya
6. Kawasan dengan pertumbuhan sangat lambat
Pertumbuhan lambat, kegiatan ekonomi sangat lemah,perlu dipacu pertumbuhannya
7. Kawasan Bersejarah
Terdapat situs dan/atau bangunan bersejarah, pertumbuhan bisa cepat bisa lambat
perlu dikendalikan pertumbuhannya, agar tidak merusak kandungan sejarah yang ada
8. Kawasan Rawan Bencana
Memiliki potensi kerawanan terhadap bencana (banjir, longsor, tsunami, gempa, dsb.) perlu dikendalikan pertumbuhannya agar
Laporan Final Bab VI - 45
Lihat Gambar 6.7 dan Gambar 6.8.
Gambar 6.7
Laporan Final Bab VI - 46
Gambar 6.8
Indikator Kinerja Utama Bina Penataan Bangunan
6.2.2.Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan 6.2.2.1. Isu Strategis
Pertumbuhankotadapatterjadimelalui2(dua)proses,pertamakotayangtumbuhtan
pa perencanaan dan kedua kota yang tumbuh dan berkembang dengan perencanaan.
Kota yang tumbuhtanpaperencanaandanterbangunsecaraalamiahpadaakhirnyaakan
menimbulkandampakyang luas.Kotayang tumbuhdenganperencanaanrelatiflebih
teratur dan tertata dengan dampakyang lebih minimal.
Undang-UndangNomor
26Tahun2007tentangPenataanRuangmengamanatkanbahwa
rencanatataruangwilayahkabupaten/kotamerupakan dasaruntukpenerbitanperizinan
lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan yang mempunyai jangkawaktu
rencana selama20(duapuluh)tahundandapatdievaluasiminimal 5(lima)tahunsekali.
Perkembangan kota,modernisasi.SebagiankawasanbangunandiKabupatenMandailing
Nataldalam
bentukperumahandanpermukiman,perdagangandanjasa,perkantorandanfasilitas
umumbelummenyebardan tertata pada seluruhkawasan KabupatenMandailing Natal.
Laporan Final Bab VI - 47
Tabel VI.7
IsuStrategissektorPBL diKabupatenMandailing Natal
No KegiatanSektor PBL IsuStrategisSektor PBL Keterangan
1 PenataanLingkungan
- dokumensepertiRTR, skenario pembangunan
Laporan Final Bab VI - 48
c.
Tantanganuntukmewujudkanbangunang edung
yangfungsional,tertib,andaldanmengacu padaisu lingkunganberkelanjutan
d. Tertib
dalampenyelenggaraandanpengelolaanas et gedung danrumahNegara
e. Peningkatankualitaspelayanan publikdalam
pengelolaangedungdanrumahNega ra
Sumber: Hasil Analisa, 2016
6.2.2.2. Kondisi Eksisting
Rencana Investasi penataan bangunan gedung dan lingkungan ini meliputi:
Penyelenggaraan penataan bangunan gedung dan lingkungan yang tertib,
fungsional, andal, dan efisien
Penyelenggaraan penataan lingkungan permukiman agar produktif dan berjati diri
Penyelenggaraan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat
memberikan nilai tambah fisik, social dan ekonomi
Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkan dan
melestarikan arsitektur dan cirri khas budaya local
Pengembangan teknologi dan rekayasa arsitektur untuk menunjang investasi dan
pembangunan yang berkelanjutan
A. Penataan Bangunan
Konsep penataan bangunan dilakukan melalui pendekatan perbaikan kawasan
tertinggal dan kumuh dengan peningkatan kualitas bangunan permukiman yang terdiri
dari 2 (dua) model yakni:
a. Konsep preventif (pencegahan), dengan mengurangi/ menghambat
bertambahnya bangunan di lokasi perumahan kumuh, yang mencakup:
Pengendalian migrasi dari desa ke kota dengan mendorong pembangunan
dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan
Penegakan hukum / regulasi yang terkait dengan IMB
Penertiban, revitalisasi dan pemindahan dengan cara yang manusiawi dan
Laporan Final Bab VI - 49
b. Konsep kuratif (penanggulangan), dengan memecahkan persoalan bangunan
pada permukiman kumuh secara fisik maupun sosial ekonomi masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat (TRIDAYA), yang mencakup:
Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan
Pemberdayaan usaha pengembangan ekonomi lokal dan penciptaan lapangan
kerja
Penataan bangunan dilakukan dengan tetap mempertahankan jati diri beberapa
bangunan bernilai historis.
Penyelenggaraaan penataan bangunan dan lingkungan untuk merevitalisasi kawasan
dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah fisik, social, dan ekonomi
masyarakat agar tercapai kesejahteraan yang lebih baik.
Penataan bangunan dan gedung masih banyak dilaksanakan tidak menurut
aturan yang berlaku terutama di daerah bencana. Sebagian bangunan gedung yang
berdiri di Kabupaten Mandailing Natal saat ini merupakan bangunan peninggalan masa
kolonial belanda dan sebagian diantaranya ada yang sudah direvitalisasi dan direnovasi
ulang. Tetapi kebanyakan bangunan yang berdiri sekarang merupakan bangunan
baru.Bangunan lama yang sudah ketinggalan dan tidak bernilai ekonomis dan tidak
sejalan dengan perkembangan permukiman dan perluasan lahan dibiarkan tidak
tertata karena banyak masyarakat yang tidak mampu dan berpenghasilan rendah.
Ada sebagian masyarakan sudah memiliki status hak milik tanah dari
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada tabel 6.12
dan Jumlah Sertifikat Hak Atas Tanah yang diterbitkan menurut luas tanah (bidang
Laporan Final Bab VI - 50
Tabel VI.8
Status Pemilikan Tanah Menurut Jenis Hak dan Kecamatan (Bidang Tanah) Tahun 2016
No Kecamatan Hak Milik Hak Guna
Bangunan Hak Pakai
Hak Guna Usaha
1 Batahan 1,059 0 1 0
2 Sinunukan 789 12 0 0
3 Batang Natal 35 0 0 0
4 Lingga Bayu 2847 30 0 0
5 Ranto Baek 1493 3 0 0
6 Kotanopan 135 0 2 0
7 Ulu Pungkut 2 0 0 0
8 Tambangan 69 0 0 0
9 Lembah Sorik Marapi 156 2 3 0
10 Puncak Sorik Marapi 1 0 1 0
11 Muara Sipongi 3 0 0 0
12 Pakantan 0 0 0 0
13 Panyabungan 2825 56 16 0
14 Panyabungan Selatan 87 0 0 0
15 Panyabungan Barat 188 1 0 0
16 Panyabungan Utara 122 1 2 0
17 Panyabungan Timur 4 0 0 0
18 Huta Bargot 2 0 0 0
19 Natal 1507 3 8 0
20 Muara Batang Gadis 1238 0 1 0
21 Siabu 288 1 1 0
22 Bukit Malintang 28 - 0 0
23 Naga Juang 3 1 0 0
Jumlah / Total 12 802 110 35 0
Laporan Final Bab VI - 51
Tabel VI.9
Jumlah Sertifikat Hak Atas Tanah yang Diterbitkan Menurut Luas Tanah (Bidang Tanah) dan Kecamatan
Tahun 2016
No Kecamatan Hak Milik Hak Guna Bangunan
Rutin Proyek Rutin Proyek
Kawasan strategis wilayah kabupaten merupakan bagian wilayah kabupaten
yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting
dalam lingkup kabupaten terhadap pertumbuhan ekonomi, sosial budaya, dan/atau
lingkungan. Penentuan kawasan strategis kabupaten lebih bersifat indikatif. Batasan
fisik kawasan strategis kabupaten akan ditetapkan lebih lanjut di dalam Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis.
Kawasan strategis wilayah kabupaten ditetapkan berdasarkan:
Laporan Final Bab VI - 52
2. Nilai strategis dari aspek-aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
penanganan kawasan;
3. Kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan terhadap
tingkat kestrategisan nilai ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan pada kawasan
yang akan ditetapkan;
4. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah kabupaten;
5. Ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Kawasan Strategis Untuk Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan
dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
Kabupaten bahwa kawasan strategis ekonomi adalah kawasan yang memiliki nilai
strategis ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten yang
merupakan aglomerasi berbagai kegiatan ekonomi yang memiliki :
1. Potensi ekonomi cepat tumbuh;
2. Sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi;
3. Potensi ekspor;
4. Dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi;
5. Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
6. Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan;
7. Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka
mewujudkan ketahanan energi; atau
8. Kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal di dalam
wilayah kabupaten.
Berdasarkan UU tersebut berikut beberapa jenis kawasan strategis ekonomi,
antara lain adalah :
1. Kawasan metropolitan;
2. Kawasan ekonomi khusus;
3. Kawasan pengembangan ekonomi terpadu;
4. Kawasan tertinggal;
Laporan Final Bab VI - 53
Rencana Kawasan Strategis Ekonomi di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada
Tabel VI.10 berikut :
Tabel VI.10
Rencana Kawasan Strategis Ekonomidi Kabupaten Mandailing Natal
No Kawasan Strategis Jenis Tipologi Lokasi
1 Kasawan Strategis Panyabungan
Kawasan strategis ekonomi
Sebagai sentra pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perdagangan/jasa dan pusat pemerintahan
Sebagai sentra produksi pertanian dan sentra perkebunan, berpotensi menjadi pusat pelayanan baru.
Optimalisasi potens SDA yang berbasis pada perkebunan sebagai pusat agrobisnis dan agro indusri
Kecamatan
Optimalisasi potens SDA yang berbasis pada perkebunan sebagai pusat agrobisnis dan agro indusri
Kec.Ulu
Optimalisasi potens SDA yang berbasis pada perkebunan sebagai pusat agrobisnis dan agro indusri
Kecamatan
Optimalisasi potensi SDA yang berbasis pada pemanfaatan potensi wilayah pesisir, perikanan dan kelautan.
Potensi ekonomi cepat tumbuh sebagai sentra transportasi angkutan udara
Kec. Bukit Malintang
Sumber: Hasil Rencana, 2016
b. Kawasan Strategis Kabupaten untuk Kepentingan Sosial Budaya
Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan
dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
Kabupaten bahwa kawasan strategis sosial dan budaya adalah kawasan budidaya
maupun kawasan lindung yang merupakan :
1. Tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya;
2. Prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya;
3. Aset yang harus dilindungi dan dilestarikan;
Laporan Final Bab VI - 54
5. Tempat yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau
6. Tempat yang memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial.
Rencana Kawasan Strategis Sosial dan Budaya di Kabupaten Mandailing Natal
dapat dilihat pada Tabel VI.11berikut :
Tabel VI.11
Rencana Kawasan Strategis Sosial dan Budayadi Kabupaten Mandailing Natal No Kawasan
Strategis Jenis Tipologi Lokasi
1 Kawasan
Prioritas pemanfaatan lahan untuk kawasan Pusat Pemerintahan dan pusat perkantoran dan menjadi peluang dalam optimalisasi fungsi kota Panyabungan sebagai ibukota Kab.Madina
Kecamatan Panyabungan
Sumber: Hasil Rencana, 2016
c. Kawasan Strategis Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan
dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
Kabupaten bahwa kawasan strategis lingkungan adalah kawasan yang memiliki nilai
strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yang merupakan :
1. Tempat perlindungan keanekaragaman hayati,
2. Kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau
fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi
dan/atau dilestarikan;
3. Kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap
tahun berpeluang menimbulkan kerugian;
4. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
5. Kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;
6. Kawasan rawan bencana alam; atau
7. Kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai
dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.
Rencana Kawasan Strategis Lingkungan di Kabupaten Mandailing Natal dapat
Laporan Final Bab VI - 55
Tabel VI.12
Rencana Kawasan Strategis Lingkungandi Kabupaten Mandailing Natal No Kawasan
Strategis Jenis Tipologi Lokasi
1 Kawasan