• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 6858e3ed41 BAB VI8. BAB 6 (Aspek Teknis Per Sektor).compressed

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 6858e3ed41 BAB VI8. BAB 6 (Aspek Teknis Per Sektor).compressed"

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Final Bab VI - 1 Pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya direncanakan untuk mencakup empat sektor yaitu Pengembangan Kawasan Permukiman, Bina Penataan Bangunan, Pengembangan Air Minum, Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman yang terdiri dari Air Limbah, Persampahan dan Drainase Lingkungan Pada tahapan perencanaan usulan-usulan kegiatannya dimulai dengan penjabaran aspek-aspek teknis untuk tiap-tiap sektornya yang meliputi :

 Pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi;

 Penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan;

 Permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi; dan

 Analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, Analisis kebutuhan kegiatan tersebut dilaksanakan dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan untuk selanjutnya dapat dirumuskan usulan-usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

6.1. PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan/perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk

BAB VI

(2)

Laporan Final Bab VI - 2 pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

A. Arah Kebijakan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain :

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh. 5. Peraturan Permen PU No. 01/PRT/M/2014 tentang Standart Pelayanan Minimal

(SPM)

Berdasarkan UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah bidang PU-PR merupakan Urusan Wajib yang Bersifat Pelayanan Dasar yang pelaksanaannya berpedoman pada SPM.

(3)

Laporan Final Bab VI - 3 Gambar 6.1

Arahan Kebijakan Bidang Permukiman

B. Lingkup Kegiatan

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;

(4)

Laporan Final Bab VI - 4 c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

Gambar 6.2

(5)

Laporan Final Bab VI - 5 6.1.2.Isu Strategis dan Kebijakan, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

6.1.2.1. Isu Strategis dan Kebijakan

a. Pengembangan sektor dan komoditi unggulan yang memperhatikan kelestarian

lingkungan dan daya dukung lahan.

1. Mengembangkan sistem pertanian terpadu sejak di lahan pertanian/perkebunan (on farm), agribisnis hulu, agribisnis hilir, jasa pendukung, serta menawarkan kualitas produk yang tinggi dan memiliki keunggulan kompetitif;

2. Mengembangkan kegiatan pertambangan dan industri bagi kesejahteraan masyarakat dengan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan; 3. Mengidentifikasi potensi pariwisata dan mengembangkan kegiatan

pariwisata berbasis lingkungan.

b. Pengembangan bagian barat wilayah Kabupaten Mandailing Natal.

1. Mengembangkan Pelabuhan Natal sebagai pelabuhan nasional untuk melayani angkutan penumpang dan barang yang merupakan pelabuhan utama tersier;

2. Mengembangkan Pelabuhan Sikara-kara di Natal sebagai pelabuhan lokal yang merupakan pelabuhan pengumpan sekunder

3. Mengembangan Pelabuhan Teluk Ilalang di Batahan sebagai pelabuhan pelabuhan lokal yang merupakan pelabuhan pengumpan sekunder, untuk melayani angkutan penumpang dan barang di wilayah pantai barat;

4. Mengembangkan pelabuhan khusus perikanan;

5. Mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian/perkebunan; 6. Mengembangkan kegiatan pariwisata bahari di wilayah pantai barat;

7. Meningkatkan jalan penghubung dan membangun jalan alternatif antara jalan lintas tengah dan jalan pantai barat dengan tidak mengganggu keberadaan Taman Nasional Batang Gadis;

8. Mempertahankan kawasan lindung sekitar pantai sebagai pelindung abrasi.

c. Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana/infrastruktur yang mendukung

kegiatan dunia usaha dan masyarakat.

(6)

Laporan Final Bab VI - 6 1. Membangun jaringan jalan yang menghubungkan seluruh kecamatan di

Kabupaten Mandailing Natal serta jalan antar simpul moda;

2. Mengembangkan sistem angkutan umum lokal yang melayani seluruh kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal serta sistem angkutan regional yang melayani pergerakan penumpang dan barang dari dan ke kota-kota di sekitar wilayah Kabupaten Mandailing Natal;

3. Membangun bandar udara di Bukit Malintang;

4. Memperluas dan meningkatkan ketersediaan jaringan energi dan telekomunikasi ke seluruh kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal.

d. Keberlanjutan kawasan lindung yang mampu mengakomodasi kepentingan

kesejahteraan masyarakat.

1. Melestarikan Taman Nasional Batang Gadis dan kawasan lindung lainnya di wilayah Kabupaten Mandailing Natal sebagai faktor pendukung terciptanya keseimbangan perkembangan wilayah dengan mengendalikan dampak negatif kegiatan masyarakat terhadap kerusakan hutan;

2. Mengalokasikan buffer tsunami sebagai perlindungan terhadap bencana tsunami sekaligus sebagai pembatas kegiatan masyarakat terhadap sempadan pantai;

3. Mengidentifikasi kawasan rawan bencana gempa, gunung api dan tsunami, didukung dengan konsep mitigasi kebencanaan.

(7)

Laporan Final Bab VI - 7 Tabel VI.1

Isu-isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten

No Isu Strategis Keterangan

1

Penataan kawasan ibu kota Kabupaten Mandailing Natal, sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, dan sosial budaya skala Kabupaten

Panyabungan merupakan ibu kota Kabupaten Mandailing Natal yang telah nendapat persetujuan DPRD dan Gubernur Sumatera Utara 2

Implementasi konsepsi pembangunan berkelanjutan serta serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim

Masalah pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan hidup.

3

dilakukan pendataan pencapaian SPM setiap tahunnya sebagai dasar bagi perencanaan pembangunan dan

penyusunan strategi pembangunan pada tahun yang akan datang

Pencapaian SPM setiap tahunnya yang belum optimal

4

Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun

Infrastruktur permukiman yang masih belum berfungsi optimal oleh karena minimnya sarana pendukung permukiman 5

Kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam

pengembangan kawasan permukiman

Koordinasi antara lembaga yang masih kurang

6

Kesadaran dan partisipasi masyarat dalam mendukung pembangunan permukiman masih kurang

(8)

Laporan Final Bab VI - 8 Gambar 6.3

Isu Strategis dan Tantangan Skala Nasional

6.1.2.2. Kondisi Eksisting

A. Kawasan Permukiman

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Termasuk sebagai fasilitas penunjang antara lain berupa bangunan pelayanan umum dan pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga, pemakaman, serta pertamanan.

(9)

Laporan Final Bab VI - 9 persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Hal ini dapat dilihat dari kelengkapan sarana perumahannya maupun kelengkapan fasilitas lingkungannya, seperti lantai rumah, penggunaan air bersih, sanitasi dan sumber penerangan.

a. Permukiman Perkotaan

Kawasan permukiman perkotaan dikembangkan pada kota-kota Kecamatan yang mempunyai pertumbuhan cepat dan telah menunjukkan ciri-ciri perkotaan. Pemanfaatan ruang yang diarahkan pada kawasan permukiman perkotaan adalah; permukiman kepadatan sedang sampai dengan tinggi, jasa dan perdagangan, perkantoran, dan industri secara terbatas. Kawasan permukiman perkotaan juga identik dengan keberadaan pedagang kaki lima (pkl), maka dalam pengaturannya perlu penataan dan pembangunan kawasan pedagang kaki lima tersebut. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan terutama diarahkan pada kawasan pusat-pusat pelayanan, yaitu pada setiap ibukota Kecamatan. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan utama direncanakan di Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dalam hal ini adalah ibukota Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan Natal, serta di pusat-pusat pelayanan kawasan (PPK) yaitu di Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Muara Sipongi, Kecamatan Linggga Bayu dan Kecamatan Batahan. Pada kawasan permukiman perkotaan berlaku ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau paling sedikit 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan.

Kawasan permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Mandailing Natal ini berada di Kecamatan Panyabungan dan Kecamatan Natal. Adapun lokasi kawasan permukiman kumuh di Kecamatan Panyabungan seperti terlihat pada tabel di bawah, sedangkan untuk lokasi kawasan permukiman kumuh di Kecamatan Natal berada pada Kelurahan Pasar I Natal, Pasar II Natal, Pasar III Natal, dan Desa Setia Karya. Pengembangan kawasan permukiman kumuh di Kecamatan Natal berupa peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana permukiman agar layak dimanfaatkan oleh masyarakat.

(10)

Laporan Final Bab VI - 10 No Nama Desa/Kelurahan Nama

Dusun/Lingkungan

Luas Kawasan

Kumuh (Ha) Jumlah KK

Jumlah Penduduk

Lokasi dan Luas Kawasan Kumuh di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal

Sumber : Hasil Analisa, 2016

b. Permukiman Perdesaan

Kawasan permukiman perdesaan dikembangkan pada wilayah Kecamatan di luar kawasan pusat-pusat pelayanan yang masih mengandalkan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian. Kawasan permukiman perdesaan diarahkan di luar kota kecamatan.

B. Kawasan Agropolitan

a. Lahan Basah

(11)

Laporan Final Bab VI - 11 Adapun arahan ruang untuk pengembangan kegiatan pertanian tanaman padi diutamakan pada perlindungan daerah-daerah yang pada saat ini sudah menjadi sentra produksi tanaman padi, yaitu di Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan, dan Kecamatan Huta Bargot. dengan luas  37.693 Ha.

b. Lahan Kering

Pengembangan kawasan pertanian lahan kering terutama diarahkan pada semua kecamatan potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Mandailing Natal.

Pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan pertanian harus diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kawasan pertanian tanaman lahan kering tidak tertentu yang diatur oleh pemerintah daerah setempat dan atau oleh Kementerian Pertanian

c. Lahan Perkebunan

Produksi perkebunan Karetdiarahkan pada daerah-daerah yang selain merupakan kawasan hutan produksi juga merupakan kawasan penyangga (buffer) antara kawasan lindung dan kawasan non lindung. Arahan ruang untuk perkebunan karet adalah di Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Batang Natal, dan Kecamatan Muara Batang Gadis dan Kecamatan Siabu dengan luas kurang lebih 43.128 hektar.

Sentra produksi perkebunan Kakaodiarahkan pada kawasan-kawasan yang merupakan kawasan perbukitan dan yang difungsikan sebagai penyangga terhadap kawasan sempadan sungai dan kawasan dengan kelerengan curam. Arahan ruang untuk perkebunan kakao adalah di Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Lingga Bayu, dan Kecamatan Natal, Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Natal, Kecamatan Batahan, dan Kecamatan Muara Batang Gadis, dengan luas kurang lebih 25.467 hektar.

(12)

Laporan Final Bab VI - 12 Kecamatan Laru Tambangan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Panyabungan Timur dan Kecamatan Batang Natal, dengan luas areal kurang lebih 16.789 hektar.

Sentra produksi perkebunan Kelapa Sawitdiarahkan pada kawasan-kawasan yang berada di daerah pesisir barat karena disamping jenis tanah yang cocok untuk pengembangan kelapa sawit berada, maka perkebunan kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai daerah sempadan pantai. Arahan ruang untuk perkebunan kelapa sawit adalah di Kecamatan Batahan, Kecamatan Natal,dan Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan Batang Natal, dengan luas areal kurang lebih 17.468 hektar.

Komoditas perkebunan kulit manis berpotensi besar dikembangkan di Kecamatan Kotanopan, Batang Natal, Kecamatan Panyabungan, Panyabungan Barat, Selatan, Timur, dan Utara dengan luas lahan kurang lebih 574,35 hektar.

C. Kawasan Marinepolitan

Kabupaten Mandailing Natal, yang memiliki garis pantai 170 Km, merupakan potensi perikanan yang cukup handal yang hingga saat ini belum tergarap secara optimal. Selain perikanan yang berasal dari laut, terdapat juga potensi perikanan dengan budidaya air tawar (kolam) dan ikan darat (sungai/rawa) yang tersebar hampir di setiap kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal.

Wilayah pesisir Kabupaten Mandailing Natal yang begitu luas sangat potensial untuk pengembangan sektor perikanan, diantaranya budidaya tambak, usaha sivofishery, budidaya kayu bakau, lokasi galangan kapal, industri perikanan, industri penunjang perikanan, pelabuhan perikanan, dan lokasi tempat pelelangan ikan. Wilayah yang terdapat di bagian barat wilayah Kabupaten Mandailing Natal seluas 160.500 Ha atau 24,24% dari total wilayah Kabupaten Mandailing Natal ini berada di 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Batahan (3 desa pesisir), Natal (11 desa pesisir), dan Muara Batang Gadis (5 desa pantai).

(13)

Laporan Final Bab VI - 13 Namun tanpa melupakan adanya upaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya perikanan tersebut salah satunya adalah menertibkan peraturan terhadap jalur-jalur penangkapan ikan melalui upaya pengawasan.

Pemanfaatan potensi laut pada sektor perikanan Kabupaten Mandailing Natal didominasi usaha penangkapan ikan. Usaha perikanan di Kecamatan Batahan dan Natal hanya usaha penangkapan ikan laut, sedangkan di Kecamatan Muara Batang terdapat usaha perikanan ikan laut dan perikanan umum (sungai).

Selain usaha penangkapan ikan, di ketiga kecamatan yang berada di wilayah pesisir tersebut juga terdapat usaha pengeringan ikan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari. Usaha ini baik untuk mengawetkan ikan sehingga dapat disimpan dan dikonsumsi dalam jangka waktu yang lebih lama, terutama untuk konsumsi ekspor.

Pulau-pulau kecil sebanyak 15 (lima belas) buah yang terletak di depan daratan Pulau Sumatera membuat perairan di sekitarnya tenang. Kondisi ini semakin mendukung pemanfaatan potensi laut untuk melakukan kegiatan usaha budidaya laut seperti kerapu, kakap, dan rumput laut.

D. Kawasan Minapolitan

PengembanganPerikanan Darat dilakukan dengan memanfaatkan aliran-aliran sungai yang berada di Kabupaten Mandailing Natal. Adanya budaya lubuk larangan

sebagai modal dasar pengembangan perikanan darat harus dapat ditindaklanjuti dengan skala pengelolaan dan produksi yang lebih besar. Adapun arahan ruang yang tepat untuk pengembangan kegiatan perikanan darat diarahkan di Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan Utara, Kecamatan Lingga Bayu, Kecamatan Muara Sipongi, dan Kecamatan Batang Natal.

(14)

Laporan Final Bab VI - 14 E. Kawasan Rawan Bencana Alam

Potensi besar bencana alam di Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari: gunung api dan gempa, patahan aktif dan gempa, gelombang tsunami dan gempa, dan

gerakan tanah.

1. Bencana Alam Gempa Bumi dan Gunung Api

Potensi bahaya gempa di Bagian Tengah Kabupaten Mandailing Natal sangat besar, hal ini mengingat daerah bagian tengah khususnya Kecamatan Panyabungan Selatan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi dan Kecamatan Tambangan dilalui oleh jalur tektonik aktif. Daerah-daerah yang akan terkena dampak langsung gempa bumi akibat pergeseran Patahan Sumatera meliputi:

Kecamatan Lembah Sorik Marapi : Desa Aek Marian MG, Mega Lombang,

Pasar Maga dan Desa Maga Dolok. Mengingat jalur gempa yang melintas di Lembah Sorik Marapi melintasi pemukiman yang cukup padat yang mestinya sangat rentan bencana bila terjadi gempa di jalur tersebut.

Kecamatan Panyabungan Selatan : secara geologis Kecamatan ini berada di

sebelah barat dari jalur struktur atau patahan aktif Sumatera, termasuk dalam segmen patahan Gadis yang menerus ke Pasaman. Pemukiman yang akan terkena dampak langsung jika terjadi gempa bumi pada jalur tersebut seperti pemukiman di Desa Kayu Laut, Roburan Lombang, Lumban Dolok dan Desa Aek Ngali.

Kecamatan Tambangan : potensi gempa terutama di jalur patahan aktif

terutama yang melintasi atau berada di Desa Huta Tinggi, Huta Tonga AB, Angin Barat, Padang Sanggar, Pastap maupun Pastap Hulu.

(15)

Laporan Final Bab VI - 15 2. Jalur Patahan Aktif dan Gempa

Pada daerah Jalur Patahan Aktif, struktur yang dijumpai berupa struktur-struktur patahan aktif yang secara umum berarah sejajar dengan arah memanjangnya Sumatera atau berarah barat laut – tenggara. Lempeng Samudera Hindia yang terus menunjam di bawah Lempeng Benua Asia di barat Sumatera dengan kecepatan rata-rata 6 cm/th dapat mengakibatkan terjadinya pelepasan energi baik di jalur penunjaman maupun di jalur patahan aktif dan menimbulkan goncangan atau gempa bumi.

Wilayah yang sangat rawan akan melalui wilayah-wilayah Kecamatan Ulu Pungkut, Kotanopan, Panyabungan Barat, Panyabungan Utara dan Bukit

Malintang. Jalur tersebut merupakan jalur utama patahan aktif Sumatera.Kecamatan lain yang kena imbas jika terjadi pegeseran pada jalur patahan aktif adalah Kecamatan Muarasipongi, Panyabungan Timur, Panyabungan, dan Siabu.

3. Gelombang Tsunami dan Gempa

Secara umum struktur yang dijumpai di daerah berpotensi tsunami dan gempa berupa struktur patahan yang berarah barat laut – tenggara, patahan naik, lipatan sinklin maupun antiklin yang masih aktif yang berarah sama dengan arah patahan aktif. Seluruh pantai barat Kabupaten Mandailing Natal, yang merupakan batas penunjaman Lempeng Samudera Hindia di bawah lempang benua Asia, sangat berpotensi akan bencana tsunami selain bencana gempa bumi.

Kecamatan–kecamatan yang berpotensi kena gempa bumi dan tsunami meliputi Kecamatan Muara Batang Gadis, Natal dan Batahan. Berdasarkan gempa bumi

yang terjadi di Simelu pada tanggal 26 Desember 2004 dan di Pulau Banyak pada tanggal 28 Maret 2005 selain menyebabkan gempa bumi juga menyebabkan terjadinya gelombang tsunami. Beberapa wilayah yang terkena gempa bumi dan gelombang tsunami adalah :

 Kecamatan Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan Singkuang;

 Kecamatan Natal meliputi Desa Bintuas dan Kunkun;

(16)

Laporan Final Bab VI - 16 Dari kejadian tersebut di atas, wilayah yang mempunyai potensi tinggi terkena gelombang tsunami berada garis sempadan pantai (< 200m) sampai dengan 500 m dari garis pantai.Bencana tsunami dapat pula terjadi di bagian muara sungai menerus ke hulu sampai energi gelombang berhenti. Oleh karena itu daerah yang berpotensi sedang berada pada muara dan sepanjang sempadan sungai.

4. Gerakan Tanah

Gerakan tanah/longsoran yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal umumnya disebabkan karena proses pelapukan pada lereng terjal serta daerah lemah akibat pergeseran patahan/sesar. Dari observasi lapangan terlihat bahwa daerah yang banyak mengalami gerakan tanah/longsoran dijumpai di wilayah Kecamatan Muara Sipongi. Gerakan tersebut umumnya terjadi di daerah lereng, punggungan bukit terjal dimana terdapat endapan hasil lapukan yang gembur. Curah hujan yang tinggi akan memacu lebih cepat terjadinya gerakan tanah. Kondisi tersebut diperparah dengan kedudukan Muara Sipongi yang sangat rentan/lemah karena berada pada Zona Patahan.

Beberapa daerah yang berpotensi mengalami bencana gerakan tanah :

 Wilayah berelevasi lebih dari 1000 m pada wilayah Muarasipongi, Pagargunung, Tanobato, Banjarsipan memiliki potensi bencana gerakan

tanah tinggi.

 Wilayah berelevasi lebih dari 500 – 1000 m yang tersebar mulai dari bagian barat – barat daya dengan sebaran memanjang berarah barat laut tenggara. Sebaran yang lain terdapat di bagian tengah utara sebelah

selatan Panyabungan. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah

sedang - tinggi.

 Wilayah berelevasi lebih dari 500 m dengan penyebaran setempat pada pada bagian barat Mandailing Natal serta pada perbukitan bagian timur Panyabungan. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sedang -

kecil.

(17)

Laporan Final Bab VI - 17

 Wilayah berelevasi kurang dari 100 m dengan penyebaran terdapat pada muara sungai hingga tepi pantai. Lokasi lain terdapat pula dataran antar

perbukitan sampai dengan elevasi 100 m. Wilayah ini memiliki potensi

(18)

Laporan Final Bab VI - 18 Peta 6.1 Peta Rawan Bencana Kabupaten Mandailing Natal

(19)

Laporan Final Bab VI - 19 6.1.2.3. Permasalahan

Beberapa permasalahan sektor pengembangan permukiman dilihat secara umum :

 Permasalahan Kawasah Kumuh di tinjau dari bidang infrastruktur Cipta Karya :

- Kepadatan bangunan pada kawasan relatif tinggi, >80 unit/ha, sehingga kawasan tersebut tidak teratur dan tidak tertata.

- Kondisi Bangunan Terdiri Dari Bangunan Kontemporer dan memiliki kerapatan yang tinggi.

- Kebutuhan air baku tidak terpenuhi, sebagian besar mencuci dan mengkonsumsi air menggunakan air sumur.

- Sampah tidak terangkut menyebabkan tumpukan sampah pada lokasi lahan pinggiran sungai.

- Seluruh masyarakat pada kawasan ini tidak menggunakan kloset leher angsa, yang adadi toilet individual/komunal.

- Pelayanan air minum/baku berasal dari sungai atau membeli air kemasan maupun air ledeng.

- Masih kurangnya kajian tentang sanitasi/drainase.

 Wilayah permukiman penduduk di Kabupaten Mandailing Natal sebagian besar belum memiliki infrastruktur dasar yang memadai. Sebagian besar permukiman penduduk belum merupakan permukiman yang layak sebagaimana di daerah perkotaan pada umumnya. Hal ini sangat berdampak pada peningkatan akses masyarakat terhadap lingkungan permukiman yang sehat dan berkualitas, untuk mendukung upaya peningkatan kualitas kehidupan yang lebih baik dalam berbagai aspek dan tatanan kehidupan.

 Jalan desa pada Kasawan Strategis Kabupaten Mandailing Natal belum semua kondisi baik seperti : Kecamatan Natal dan Kecamatan Ulu Pungkut.

 Penyediaan prasarana dan sarana dasar oleh pemerintah terhadap kawasan

 Sebagian besar kawasan rawan bencana dan Tsunami belum tertangani dengan baik seperti pada :

- Kecamatan Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan Singkuang

(20)

Laporan Final Bab VI - 20

- Kecamatan Batahan : air laut naik di muara Sungai Batahan

 Pada kawasan agopolitan/minapolitan/marinepolitan, masih banyak jalan desa maupun jalan antar kecamatan yang kondisinya rusak sehingga sulit untuk ditempuh oleh kenderaaan.

 Kawasan-kawasan agropolitan yang merupakan kawasan perbukitan dan yang difungsikan sebagai penyangga terhadap kawasan sempadan sungai dan kawasan dengan kelerengan curam sehingga sulit untuk ditempuh oleh kenderaan dan memakan waktu yang lama.

 Belum terciptanya koordinasi yang baik antara kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman di tingkat pusat, propinsi maupun tingkat daerah. Kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan belum berada pada tingkat kinerja yang optimal untuk menjalani fungsi, baik sebagai pembangun (provider) maupun pemberdaya (enabler).

 Beberapa wilayah ibukota kecamatan belum memiliki jaringan infrastruktur jalan yang menghubungkan wilayah perdesaan dan daerah sentra-sentra produksi masyarakat.

 Kemampuan fiskal daerah untuk membiayai berbagai program pembangunan infarestruktur pada kawasan permukiman di Kabupaten Mandailing Natal relatif sangat terbatas. Seperti pada kawasan kumuh diperkotaan, kawasan yang mendukung pertumbuhan ekonomi, kawasan permukiman perdesan potensial berbasisi masyarakat, kawasan rawan bencana, dimana sumber utama pembiayaan pembangunan masih bergantung terhadap bantuan pemerintah tingkat atas.

6.1.2.4. Tantangan Pengembangan Permukiman

Tantangan yang dijumpai dalam pembangunan permukiman di Kabupaten Mandailing Natal adalah :

1. Terbatasnya jangkauan pelayanan prasarana dan sarana permukiman.

2. Belum ada program yang berkaitan dengan penataan dan peningkatan lingkungan permukiman.

(21)

Laporan Final Bab VI - 21 4. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan rumah dan lingkungan masih

rendah

5. Pertumbuhan permukiman yang belum sesuai dengan tata ruang baru mencakup di daerah pusat kota .

(22)

Laporan Final Bab VI - 22 Tabel VI.3

Identifikasi Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Mandailing Natal

I LAPORAN PEMBINAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

1.

Belum memiliki dokumen RKP sebagai dasar perencanaan pembangan pada kawasan permukiman

Dengan belum tersusunya Dokumen RKP diKab Mandailing Natal mengakibatkan sulitnya dalam perencanaan pembangunan pada kawasan permukiman

Dilakukan penyusunan RKP Kab. Mandailing Natal

2. Aspek Kelembagaan

Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM aparatur

Dengan keterbatasan kualitas dan kuantitas SDM aparatur daerah akan sulit untuk mengembangan kawasan tersebut

Pelatihan SDM aparatur

3. Aspek

Pembiayaan Terbatasnya kemampuan keuangan daerah

Kebutuhan pendanaan terbatas dalam penyusunan Dokumen RKP

1. APBN

II Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

1 Aspek Teknis

Belum memiliki Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan diKab Mandailing Natal

Dengan belum tersusunya Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan diKab Mandailing Natal mengakibatkan sulitnya dalam penataan/pengembangan suatu program penanganan Kawasan Permukiman khusus pada kawasan kumuh

Perlu disusun Dokumen RP2KPKP Kab. Mandailing Natal

(23)

Laporan Final Bab VI - 23

Permukiman Kawasan Kumuh di Kabupaten Mandailing Natal belum tertangani secara menyeluruh ditinjau dari aspek

pembangunan/peningkatannya seperti terdapat di : Desa Gunung Tua Tonga, Desa Gunung Tua Jae, Desa Gunung Tua Julu, Desa Kampung Padang, Desa Pasar Hilir, Desa Penggorengan, Desa Pidoli Lombang, Kelurahan Panyabungan I, Kelurahan Panyabungan II, Kelurahan Panyabungan III, Kelurahan Kayu Jati, Desa Panyabungan Tonga, Desa Panyabungan Jae, Desa Huta Lombang Lubis.

Pembangunan/Pengembangan Infrastruktur Permukiman Kawasan Kumuh di Kabupaten Mandailing Natal

2 Aspek Kelembagaan

Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM aparatur

Dengan keterbatasan kualitas dan kuantitas SDM aparatur daerah akan sulit untuk mengembangan kawasan tersebut

Pelatihan SDM aparatur

3 Aspek

Pembiayaan Terbatasnya kemampuan keuangan daerah

Kebutuhan pendanaan terbatas dalam peningkatan/pembangunan kawasan kumuh di Kabupaten Mandailing Natal

3. APBN dan APBD ( nonfisik)

 APBN , APBD, CSR, PHLN, Peran serta masyarakat, KPS (fisik)

4

Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta

Kurangnya kesadaran peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan

Dilakukan penyuluhan dan sosialisasi

III Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

1 Aspek Teknis

Pembangunan/Pengembangan Infrastruktur Kawasan Potensial untuk Agropolitan belum dilaksanakan secara menyeluruh seperti terdapat di : Kec. Siabu, Kec.

Dilaksanakan

(24)

Laporan Final Bab VI - 24

Panyabungan, dan Kec. Huta Bargot. dengan luas  37.693 Ha dan Kec. Batang Natal, Kec Lingga Bay.u, dan Kec. Natal, Kec. Siabu, Kec. Panyabungan, Kec. Kotanopan, Kec. Lembah Sorik Marapi, Kec Natal, Kec. Batahan, dan Kec. Muara Batang Gadis, dengan luas kurang lebih 25.467 hektar Pembangunan/Pengembangan Infrastruktur Kawasan Potensial untuk Minapolitan belum dilaksanakan secara menyeluruh seperti terdapat di : Kec. Bukit Malintang, Kec. Siabu, Kec. Panyabungan Utara, Kec. Lingga Bayu, Kec. Muara Sipongi, dan Kec. Batang Natal.

Pembangunan/Pengembangan Infrastruktur Kawasan Potensial untuk Minaplotan

2 Aspek Kelembagaan

Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM

aparatur Pelatihan SDM aparatur

3 Aspek

Pembiayaan Terbatasnya kemampuan keuangan daerah

Kebutuhan pendanaan terbatas dalam peningkatan/pembangunan Infrastruktur

 Peran serta masyarakat

 KPS

(25)

Laporan Final Bab VI - 25

Infrastrukstur Kawasan Permukiman rawan bencana dan Tsunami belum dilaksanakan secara menyeluruh seperti terdapat di : Kec. Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan Singkuang

Dilaksanakan

Pembangunan/Pengembangan Kawasan Permukiman kawasan rawan bencana dan Tsunami

2. Aspek Kelembagaan

Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM aparatur

Dengan keterbatasan kualitas dan kuantitas SDM aparatur daerah akan rsulit untuk melaksankan pembangunan kawasan tersebut

Pelatihan SDM aparatur

3. Aspek

Pembiayaan Terbatasnya kemampuan keuangan daerah

Kebutuhan pendanaan untuk program Kawasan tersebut cukup besar

 APBN

 APBD

 CSR

 PHLN

 Peran serta masyarakat

 KPS V Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Strategis

1. Aspek Teknis

Belum memiliki Data Base Bid

KeciptaKaryaan pada Kawasn Strategis Kabupaten Mandailing Natal

Dengan belum tersusunnya Data Base Bid KeciptaKaryaan pada Kawasan Strategis Kabupaten Mandailing Natal ini akan menghambat

pembangunan/pengembangan pada kawasan tersebut.

Perlu disusun Data Base Bidang Keciptakaryaan, sebagai data eksisting awal perencanaan pada kawasan strategis

Belum sepenuhnya tertangani pada

kawasan strategis di Kabupaten Mandailing Natal seperti Kec. Panyabungankec. Natal, Kec. Ulu Pungkut dan pungut

(26)

Laporan Final Bab VI - 26

No Aspek Permasalahan Yang

Dihadapi

Tantangan Pengembangan

Alternatif Solusi

2. Aspek Kelembagaan

Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM aparatur

Dengan keterbatasan kualitas dan kuantitas SDM aparatur daerah akan sulit untuk mengembangan kawasan tersebut

Pelatihan SDM aparatur

3. Aspek

Pembiayaan Terbatasnya kemampuan keuangan daerah

Kebutuhan pendanaan untuk program Kawasan tersebut cukup besar

 APBN

 APBD

 CSR

 PHLN

 Peran serta masyarakat 4. KPS

4.

Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta

Kurangnya kesadaran peran serta masyarakat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Daerah.

Dilakukan penyuluhan dan sosialisasi

(27)

Laporan Final Bab VI - 27 6.1.3.Analisa Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Untuk mencapai pengembangan pemukiman yang baik di Kabupaten Mandailing Natal, maka mengacu kepada kondisi eksisting, sasaran RPJMD 2016-2021 dan SPM serta proyeksi kecenderungan 5 tahun kedepan (jumlah penduduk) maka perkiraan kebutuhan program pengembangan permukiman di Kabupaten Mandailing Natal 2017 – 2021. Lihat Gambar 6.4, Tabel VI.4, dan Tabel VI.5.

Gambar 6.4

(28)

Laporan Final Bab VI - 28 Tabel VI.4

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Kawasan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun

No Uraian Unit

(29)

Laporan Final Bab VI - 29 Tabel VI.5

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Kawasan Permukiman di Perdesaan Untuk 5 Tahunan

No Uraian

(30)

Laporan Final Bab VI - 30 6.1.3.1. Proyeksi Kebutuhan Perumahan dan Permukiman

Pemerintah telah menyadari pentingnya suatu pendekatan yang terintegrasi untuk perumahan dan lingkungannya melalui beberapa program yang meliputi penanganan permukiman kumuh. Program perumahan untuk masyarakat miskin yang lebih difokuskan pada rehabilitasi dan pengelolaan daerah perumahan yang sudah ada dan pengelolaan daerah perumahan yang sudah ada dan menjadikannya tempat tinggal yang lebih baik.

Prediksi kebutuhan rumah di Kabupaten Mandailing Natal dihitung dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut :

a. Satu unit hunian akan ditempati oleh satu keluarga (1 unit = 1 KK)

b. Prediksi jumlah KK ditentukan dengan membagi jumlah penduduk dengan rata-rata jumlah jiwa / KK, yaitu 5 jiwa / KK.

Dalam pembagian ketiga jenis tipe rumah tersebut dilakukan dengan menggunakan metode standar yang ada yaitu 1 : 3 : 6, yang artinya dalam setiap pembangunan 10 unit rumah terdiri dari 1 unit rumah besar, 3 unit rumah sedang dan 6 unit rumah kecil, dengan luasan masing-masing :

 Rumah Kecil, ukuran lahannya 45 M2.

 Rumah Sedang, Ukuran Lahannya 70 M2.

 Rumah Besar, Ukuran Lahannya 95 M2.

Penduduk Kabupaten Mandailing Natal hingga Tahun 2015 yaitu 430.894 jiwa. Jumlah penduduk terbesar Tahun 2015 terdapat di Kecamatan Panyabungan dengan jumlah 82.468 jiwa atau 19,14% dan terendah terdapat di Kecamatan Pakantan yaitu 2.279 jiwa atau 0,53%. Kecamatan lembah Sorik Merapi merupakan kecamatan paling padat penduduknya dengan kepadatan 478 per Km². Sedangkan Kecamatan Lembah Sorik Marapi merupakan Kecamatan yang paling jarang.

(31)
(32)

Laporan Final Bab VI - 32

2016 2017 2018 2019 2020 2021 2016 2017 2018 2019 2020 2021

1 Batahan 18.666 4,9 18.864 19.064 19.266 19.470 19.676 19.885

(33)
(34)
(35)

Laporan Final Bab VI - 35 6.1.4.Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman di Kabupaten

Mandailing Natal

Gambar 6.5

Satker Penyelenggara Kegiatan Pengembangan Kawasan Permukiman

A. Permukiman Perkotaan

Program pengembangan permukiman perkotaan Kabupaten Mandailing Natal 2017– 2021 terdiri dari :

1. Pembinaan Pelaksanaan Permukiman, yang ditujukan untuk menyiapkan dokumen perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman meliputi kegiatan :

a. Penyusunan Rencana Kawasan Permukiman (RKP) diKab Mandailing Natal; b. Penyusunan Dokumen RP2KPKP Kab. Mandailing Natal.

(36)

Laporan Final Bab VI - 36 Tua Tonga, Desa Gunung Tua Jae, Desa Gunung Tua Julu, Desa Kampung Padang, Desa Pasar Hilir, Desa Penggorengan, Desa Pidoli Lombang, Kelurahan Panyabungan I, Kelurahan Panyabungan II, Kelurahan Panyabungan III, Kelurahan Kayu Jati, Desa Panyabungan Tonga, Desa Panyabungan Jae, Desa Huta Lombang Lubis.

B. Permukiman Perdesaan

Program pengembangan permukiman perdesaan Kabupaten Mandailing Natal 2017-2021 terdiri dari :

1. Pembinaan Pelaksanaan Permukiman, yang ditujukan untuk menyiapkan dokumen perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman meliputi kegiatan :

a. Penyusunan Master Plan Agropolitan b. Penyusunan Master Plan Minapolitan

2. Pengembangan Permukiman Kawasan Perdesaan

a. Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan) di Kec. Siabu, Kec. Panyabungan, dan Kec. Huta Bargot dengan luas  37.693 Ha dan Kec. Batang Natal, Kec Lingga Bayu, dan Kec. Natal, Kec. Siabu, Kec. Panyabungan, Kec. Kotanopan, Kec. Lembah Sorik Marapi, Kec Natal, Kec. Batahan, dan Kec. Muara Batang Gadis, dengan luas kurang lebih 25.467 hektar.

b. Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Minapolitan) di Kec. Bukit Malintang, Ke. Siabu, Kec. Panyabungan Utara, Kec. Lingga Bayu, Kec. Muara Sipongi, dan Kec. Batang Natal.

c. Peningkatan Infrastrukstur Kawasan Permukiman Rawan Bencana Tsunami seperti terdapat di Kec. Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan Singkuang.

d. Penyediaan sarana dan prasarana permukiman di desa tertinggal sebanyak ± 70 Desa.

(37)

Laporan Final Bab VI - 37 berkomitmen untuk memenuhi kriteria kesiapan yang telah ditetapkan. Kesiapan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dalam pengembangan permukiman meliputi : 1. Penyediaan lahan bagi kegiatan fisik.

2. Penyediaan anggaran untuk penyusunan DED bagi kegiatan fisik yang telah disepakati alokasi anggaran pembangunan fisik.

3. Penyusunan dokumen perencanaan berbasis kawasan.

4. Penyediaan anggaran Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi. 5. Komitmen Pemda untuk pengelolaan infrastruktur/bangunan pasca konstruksi. 6. Kesediaan untuk menandatangani Nota Kesepemahaman (MOU). Lihat Gambar

6.6.

Gambar 6.6

Alur Fungsi dan Program Pengembangan Permukiman

6.1.5.Usulan Program dan Anggaran

(38)

Laporan Final Bab VI - 38 Mengingat besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar bagi kawasan permukiman dan dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah yang terbatas, maka Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mengusulkan realisasi pembangunan permukiman dapat dibantu oleh Pemerintah Pusat melalui APBN Murni, PHLN, Pemerintah Provinsi, CSR, KPS, Peran serta Masyarakat.

Usulan Program dan Anggaran tersebut dapat

(39)

Laporan Final Bab VI - 39 6.2. PEMBINAAN PENATAAN BANGUNAN

Pembinaa Penataan Bangunan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta pelaksanaan lebih detail di bawahnya mengamanatkan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan hanya bangunan gedung negara yang merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Selain itu, Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan bertahap mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan sebagai penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

6.2.1.Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

A. Arahan Kebijakan

1. UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. 2. Permen PUPR No. 15/PRT/M/2015 tentang Penataan Bangunan.

3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.

5. Permen PU No. 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

B. Lingkup kegiatan

1. Bangunan Gedung

Bangunan Gedung Negara

(40)

Laporan Final Bab VI - 40

- Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan BGN

- Terlaksananya koordinasi penyelenggaraan BGN  Bangunan Gedung Hijau

- Mendorong implementasi konsep bangunan gedung hijau di kab/kota di Indonesia;

- Melanjutkan penyusunan Permen PU tentang Pedoman Teknis Bangunan Gedung Hijau yang ditargetkan selesai pada tahun 2014;

- Target awal: mendorong implementasi BGH di 64 lokasi di Indonesia yang telah menerbitkan Perda BG untuk menerbitkan perwal BGH

- Mengawali stimulan percepatan implementasi BGH dengan pilot

project di 32 PIP2B yang telah siap kelembagaan dan

operionalisasinya.

- Bangunan gedung ini harus berada di kab/kota yang telah memiliki Perda BG;

- Bentuk kegiatannya dapat berupa pembangunan baru ataupun

retrofitting.

Bangunan Gedung Pusaka

- Mengacu pada Undang Undang No. 11 Tahun 2010 Cagar Budaya

- Menangani Bangunan Gedung Negara yang statusnya ditetapkan sebagai benda cagar budaya (ditetapkan dengan SK);

- Bangunan gedung ini harus berada di kab/kota yang telah memiliki Perda BG;

- Hanya dilaksanakan setelah mendapatkan komitmen K/L atau gubernur/bupati/walikota dalam hal:

- Kesanggupan menerima hibah hasil pekerjaan/BMN/asset;

- Kesiapan pengelolaan hasil pekerjaan/BMN/asset;

- Kejelasan status kepemilikan BMN dan lahan  Bangunan Gedung Mitigasi Bencana

(41)

Laporan Final Bab VI - 41 dan Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang dikeluarkan BNPB;

- Melaksanakan pembangunan BG Mitigasi Bencana sesuai dengan dokumen perencanaan yang disusun;

- Bangunan gedung ini harus berada di kab/kota yang telah memiliki Perda BG;

- Memiliki peraturan walikota/bupati tentang RTBL Kawasan Rawan Bencana;

- Hanya dilaksanakan setelah bupati/walikota menyatakan komitmen dalam hal:

- Kesanggupan menerima hibah hasil pekerjaan/BMN/asset;

- Kesiapan pengelolaan hasil pekerjaan/BMN/asset;

- Kejelasan status kepemilikan lahan.  Bangunan Gedung Perbatasan

- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan BG Perbatasan di kawasan perbatasan yang mengacu pada masterplan

kawasan perbatasan yang disusun bersama BNPP;

- Bangunan gedung ini harus berada di kab/kota yang telah memiliki Perda BG;

- Hanya dilaksanakan setelah gubernur/bupati/walikota menyatakan komitmen dalam hal:

- Kesanggupan menerima hibah hasil pekerjaan/BMN/asset;

- Kesiapan pengelolaan hasil pekerjaan/BMN/asset;

- Kejelasan status kepemilikan lahan. 2. Penataan Bangunan

Meningkatkan kualitas ruang perkotaan :  Kawasan Pusaka

- Target: 11 kota/kabupaten yang termasuk dalam kelompok A kegiatan P3KP Ditjen Penataan Ruang MPU sampai dengan 2019;

- Kab/kota yang telah memiliki Perda BG;

(42)

Laporan Final Bab VI - 42

- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan Penataan Kawasan Pusaka;

Kawasan Rawan Bencana

- Target: kota/kabupaten yang termasuk kategori rawan bencana mengacu pada Masterplan dan Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) BNPB;

- Kab/kota yang telah memiliki Perda BG;

- Memiliki Perda RTRW dan menunjuk Zona Kawasan Rawan Bencana;

- Memiliki peraturan walikota/bupati tentang RTBL Kawasan Rawan Bencana;

- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan Penataan Kawasan Rawan Bencana;

Kawasan Pengembangan Destinasi Wisata

- Mendukung kebijakan nasional untuk mengembangkan simpul-simpul pengembangan kawasan tujuan wisata untuk memacu pertumbuhan ekonomi regional;

- Lokasi pelaksanaan mengikuti direktif pimpinan;

- Kab/kota yang telah memiliki Perda BG;

- Memiliki Perda RTRW;

- Memiliki peraturan walikota/bupati tentang RTBL Kawasan

Pengembangan Destinasi Wisata (pendampingan penyusunan RTBL bila diperlukan);

- Melaksanakan pendampingan penyusunan  Kawasan Hijau

Target:

- Kab/Kota yang sudah menjadi anggota P2KH

- Kab/Kota anggota baru P2KH

- Kab/Kota yang menjadi lokasi RTH Tematik

- Kab/kota yang telah memiliki Perda BG;

- Memiliki Perda RTRW dan menunjuk Zona Kawasan Hijau;

(43)

Laporan Final Bab VI - 43

- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan Penataan Kawasan Hijau;

Kawasan Strategis Nasional

Penataan Bangunan Kawasan Strategis (KSN/KSK)

- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan Penataan Kawasan Strategis Kab/Kota;

- Hanya dilaksanakan setelah bupati/walikota menyatakan komitmen dalam hal:

- Kesanggupan menerima hibah hasil pekerjaan/BMN/asset;

- Kesiapan pengelolaan hasil pekerjaan/BMN/asset;

- Kejelasan status kepemilikan lahan.  Kawasan Perbatasan

- Memiliki peraturan walikota/bupati tentang RTBL Kawasan Perbatasan;

- Melaksanakan pendampingan penyusunan perencanaan Penataan Kawasan Perbatasan;

- Hanya dilaksanakan setelah bupati/walikota menyatakan komitmen dalam hal:

- Kesanggupan menerima hibah hasil pekerjaan/BMN/asset;

- Kesiapan pengelolaan hasil pekerjaan/BMN/asset;

- Kejelasan status kepemilikan lahan.

Syarat Umum Penyelenggaraan Penataan Bangunan

- Kab/kota yang telah memiliki Perda BG;

- Memiliki Perda RTRW dan menetapkan Kawasan Perbatasan;

- Memiliki peraturan walikota/bupati tentang RTBL Kawasan;

- Memiliki Dok. perencanaan Penataan Kawasan;

- Hanya dilaksanakan setelah gubernur/bupati/walikota menyatakan komitmen dalam hal: Kesanggupan menerima hibah hasil

pekerjaan/BMN/asset;

- Kesiapan pengelolaan hasil pekerjaan/BMN/asset;

(44)

Laporan Final Bab VI - 44

Kategori Kawasan Prioritas RTBL

5. Kawasan dengan pertumbuhan sangat cepat

 Pertumbuhan cepat disertai perubahan fungsi, perlu dikendalikan pertumbuhannya

6. Kawasan dengan pertumbuhan sangat lambat

 Pertumbuhan lambat, kegiatan ekonomi sangat lemah,perlu dipacu pertumbuhannya

7. Kawasan Bersejarah

 Terdapat situs dan/atau bangunan bersejarah, pertumbuhan bisa cepat bisa lambat

 perlu dikendalikan pertumbuhannya, agar tidak merusak kandungan sejarah yang ada

8. Kawasan Rawan Bencana

(45)

Laporan Final Bab VI - 45 Lihat Gambar 6.7 dan Gambar 6.8.

Gambar 6.7

(46)

Laporan Final Bab VI - 46 Gambar 6.8

Indikator Kinerja Utama Bina Penataan Bangunan

6.2.2.Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

6.2.2.1. Isu Strategis

Pertumbuhan kota dapat terjadi melalui 2 (dua) proses, pertama kota yang tumbuh tanpa perencanaan dan kedua kota yang tumbuh dan berkembang dengan perencanaan. Kota yang tumbuh tanpa perencanaan dan terbangun secara alamiah pada akhirnya akan menimbulkan dampak yang luas. Kota yang tumbuh dengan perencanaan relatif lebih teratur dan tertata dengan dampak yang lebih minimal.

(47)

Laporan Final Bab VI - 47 Tabel VI.7

Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Mandailing Natal

No Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL Keterangan

1

Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL

b. Mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi local

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan g. Isu strategis PBL ini terkait dengan

dokumen- dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan

2

Penyelenggaraan bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan)

(48)

Laporan Final Bab VI - 48 c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan

gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan berkelanjutan

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah Negara

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara

Sumber : Hasil Analisa, 2016

6.2.2.2. Kondisi Eksisting

Rencana Investasi penataan bangunan gedung dan lingkungan ini meliputi :  Penyelenggaraan penataan bangunan gedung dan lingkungan yang tertib,

fungsional, andal, dan efisien

 Penyelenggaraan penataan lingkungan permukiman agar produktif dan berjati diri  Penyelenggaraan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat

memberikan nilai tambah fisik, social dan ekonomi

 Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkan dan melestarikan arsitektur dan cirri khas budaya local

 Pengembangan teknologi dan rekayasa arsitektur untuk menunjang investasi dan pembangunan yang berkelanjutan

A. Penataan Bangunan

Konsep penataan bangunan dilakukan melalui pendekatan perbaikan kawasan tertinggal dan kumuh dengan peningkatan kualitas bangunan permukiman yang terdiri dari 2 (dua) model yakni :

a. Konsep preventif (pencegahan), dengan mengurangi/ menghambat bertambahnya bangunan di lokasi perumahan kumuh, yang mencakup :

 Pengendalian migrasi dari desa ke kota dengan mendorong pembangunan dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan

 Penegakan hukum / regulasi yang terkait dengan IMB

(49)

Laporan Final Bab VI - 49 b. Konsep kuratif (penanggulangan), dengan memecahkan persoalan bangunan pada permukiman kumuh secara fisik maupun sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat (TRIDAYA), yang mencakup:

 Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan

 Pemberdayaan usaha pengembangan ekonomi lokal dan penciptaan lapangan kerja

Penataan bangunan dilakukan dengan tetap mempertahankan jati diri beberapa bangunan bernilai historis.

Penyelenggaraaan penataan bangunan dan lingkungan untuk merevitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah fisik, social, dan ekonomi masyarakat agar tercapai kesejahteraan yang lebih baik.

Penataan bangunan dan gedung masih banyak dilaksanakan tidak menurut aturan yang berlaku terutama di daerah bencana. Sebagian bangunan gedung yang berdiri di Kabupaten Mandailing Natal saat ini merupakan bangunan peninggalan masa kolonial belanda dan sebagian diantaranya ada yang sudah direvitalisasi dan direnovasi ulang. Tetapi kebanyakan bangunan yang berdiri sekarang merupakan bangunan baru. Bangunan lama yang sudah ketinggalan dan tidak bernilai ekonomis dan tidak sejalan dengan perkembangan permukiman dan perluasan lahan dibiarkan tidak tertata karena banyak masyarakat yang tidak mampu dan berpenghasilan rendah.

(50)

Laporan Final Bab VI - 50 Tabel VI.8

Status Pemilikan Tanah Menurut Jenis Hak dan Kecamatan (Bidang Tanah) Tahun 2016

No Kecamatan Hak Milik Hak Guna

Bangunan Hak Pakai

Hak Guna Usaha

1 Batahan 1,059 0 1 0

2 Sinunukan 789 12 0 0

3 Batang Natal 35 0 0 0

4 Lingga Bayu 2847 30 0 0

5 Ranto Baek 1493 3 0 0

6 Kotanopan 135 0 2 0

7 Ulu Pungkut 2 0 0 0

8 Tambangan 69 0 0 0

9 Lembah Sorik Marapi 156 2 3 0

10 Puncak Sorik Marapi 1 0 1 0

11 Muara Sipongi 3 0 0 0

12 Pakantan 0 0 0 0

13 Panyabungan 2825 56 16 0

14 Panyabungan Selatan 87 0 0 0

15 Panyabungan Barat 188 1 0 0

16 Panyabungan Utara 122 1 2 0

17 Panyabungan Timur 4 0 0 0

18 Huta Bargot 2 0 0 0

19 Natal 1507 3 8 0

20 Muara Batang Gadis 1238 0 1 0

21 Siabu 288 1 1 0

22 Bukit Malintang 28 - 0 0

23 Naga Juang 3 1 0 0

Jumlah / Total 12 802 110 35 0

(51)

Laporan Final Bab VI - 51 Tabel VI.9

Jumlah Sertifikat Hak Atas Tanah yang Diterbitkan Menurut Luas Tanah (Bidang Tanah) dan Kecamatan

Tahun 2016

No Kecamatan Hak Milik Hak Guna Bangunan

Rutin Proyek Rutin Proyek

Sumber : Hasil Analisa, 2016

B. Kawasan Strategis

Kawasan strategis wilayah kabupaten merupakan bagian wilayah kabupaten yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap pertumbuhan ekonomi, sosial budaya, dan/atau lingkungan. Penentuan kawasan strategis kabupaten lebih bersifat indikatif. Batasan fisik kawasan strategis kabupaten akan ditetapkan lebih lanjut di dalam Rencana Tata

Ruang Kawasan Strategis.

(52)

Laporan Final Bab VI - 52 2. Nilai strategis dari aspek-aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi

penanganan kawasan;

3. Kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan terhadap tingkat kestrategisan nilai ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan pada kawasan yang akan ditetapkan;

4. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah kabupaten; 5. Ketentuan peraturan perundang-undangan.

a. Kawasan Strategis Untuk Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten bahwa kawasan strategis ekonomi adalah kawasan yang memiliki nilai strategis ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten yang merupakan aglomerasi berbagai kegiatan ekonomi yang memiliki :

1. Potensi ekonomi cepat tumbuh;

2. Sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi; 3. Potensi ekspor;

4. Dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; 5. Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;

6. Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan;

7. Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi; atau

8. Kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal di dalam wilayah kabupaten.

Berdasarkan UU tersebut berikut beberapa jenis kawasan strategis ekonomi, antara lain adalah :

1. Kawasan metropolitan; 2. Kawasan ekonomi khusus;

3. Kawasan pengembangan ekonomi terpadu; 4. Kawasan tertinggal;

(53)

Laporan Final Bab VI - 53 Rencana Kawasan Strategis Ekonomi di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel VI.10 berikut :

Tabel VI.10

Rencana Kawasan Strategis Ekonomi di Kabupaten Mandailing Natal

No Kawasan Strategis Jenis Tipologi Lokasi

1 Kasawan Strategis Panyabungan

Kawasan strategis ekonomi

Sebagai sentra pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perdagangan/jasa dan pusat pemerintahan

Sebagai sentra produksi pertanian dan sentra perkebunan, berpotensi menjadi pusat pelayanan baru.

Optimalisasi potens SDA yang berbasis pada perkebunan sebagai pusat agrobisnis dan agro indusri

Kecamatan

Optimalisasi potens SDA yang berbasis pada perkebunan sebagai pusat agrobisnis dan agro indusri

Kec.Ulu

Optimalisasi potens SDA yang berbasis pada perkebunan sebagai pusat agrobisnis dan agro indusri

Kecamatan

Optimalisasi potensi SDA yang berbasis pada pemanfaatan potensi wilayah pesisir, perikanan dan kelautan.

Potensi ekonomi cepat tumbuh sebagai sentra transportasi angkutan udara

Kec. Bukit Malintang Sumber : Hasil Rencana, 2016

b. Kawasan Strategis Kabupaten untuk Kepentingan Sosial Budaya

Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten bahwa kawasan strategis sosial dan budaya adalah kawasan budidaya maupun kawasan lindung yang merupakan :

1. Tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya; 2. Prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya;

(54)

Laporan Final Bab VI - 54 5. Tempat yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau 6. Tempat yang memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial.

Rencana Kawasan Strategis Sosial dan Budaya di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel VI.11 berikut :

Tabel VI.11

Rencana Kawasan Strategis Sosial dan Budaya di Kabupaten Mandailing Natal

No Kawasan

Strategis Jenis Tipologi Lokasi

1 Kawasan

Prioritas pemanfaatan lahan untuk kawasan Pusat Pemerintahan dan pusat perkantoran dan menjadi peluang dalam optimalisasi fungsi kota Panyabungan sebagai ibukota Kab. Madina

Kecamatan Panyabungan

Sumber : Hasil Rencana, 2016

c. Kawasan Strategis Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten bahwa kawasan strategis lingkungan adalah kawasan yang memiliki nilai strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yang merupakan :

1. Tempat perlindungan keanekaragaman hayati,

2. Kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;

3. Kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian;

4. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro; 5. Kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup; 6. Kawasan rawan bencana alam; atau

7. Kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

(55)

Laporan Final Bab VI - 55 Tabel VI.12

Rencana Kawasan Strategis Lingkungan di Kabupaten Mandailing Natal

No Kawasan

Strategis Jenis Tipologi Lokasi

1 Kawasan

(56)

Laporan Final Bab VI - 56 Peta 6.2 Kawasan Strategis Kabupaten Mandailing Natal

(57)

Laporan Final Bab VI - 57 C. Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pengembangan kawasan pariwisata didasarkan pada wilayah-wilayah yang memiliki obyek dan daya tarik wisata serta tersedianya dukungan sarana dan prasarana pariwisata. Jenis obyek wisata yang diusahakan dan dikembangkan di kawasan peruntukan pariwisata dapat berupa wisata alam, wisata sejarah dan konservasi budaya serta wisata buatan. Kawasan peruntukan pariwisata memiliki fungsi antara lain :

1. Memperkenalkan, mendayagunakan, dan melestarikan nilai-nilai sejarah/budaya lokal dan keindahan alam;

2. Mendukung upaya penyediaan lapangan kerja yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di wilayah yang bersangkutan.

Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan : 1. Memiliki struktur tanah yang stabil;

2. Memiliki kemiringan tanah yang memungkinkan dibangun tanpa memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan;

3. Merupakan lahan yang tidak terlalu subur dan bukan lahan pertanian yang produktif;

4. Memiliki aksesibilitas yang tinggi;

5. Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas pada jalur jalan raya regional; 6. Tersedia prasarana fisik yaitu listrik dan air bersih;

7. Terdiri dari lingkungan/bangunan/gedung bersejarah dan cagar budaya; 8. Memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya, serta keunikan tertentu; 9. Dilengkapi fasilitas pengolah limbah (padat dan cair).

Kriteria umum dan kaidah perencanaan :

1. Ketentuan pokok tentang pengaturan, pembinaan dan pengembangan kegiatankepariwisataan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;

(58)

Laporan Final Bab VI - 58 3. Kegiatan kepariwisataan yang dikembangkan harus memiliki hubungan fungsional dengan kawasan industri kecil dan industri rumah tangga serta membangkitkan kegiatan sektor jasa masyarakat;

4. Pemanfaatan lingkungan dan bangunan cagar budaya untuk kepentingan pariwisata, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan agama harus memperhatikan kelestarian lingkungan dan bangunan cagar budaya tersebut. Pemanfaatan tersebut harus memiliki izin dari Pemerintah Daerah dan atau Kementerian yang menangani bidang kebudayaan;

5. Pengusahaan situs benda cagar budaya sebagai obyek wisata diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan dana bagi pemeliharaan dan upaya pelestarian benda cagar budaya yang bersangkutan;

6. Ketentuan tentang penguasaan, pemilikan, pengelolaan, dan pemanfaatan bendabenda cagar budaya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;

7. Pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan pariwisata harus diperuntukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup;

8. Pada kawasan peruntukan pariwisata, fasilitas fisik yang harus tersedia meliputi jaringan listrik, telepon, jaringan jalan raya, tempat pembuangan sampah, drainase, dan saluran air kotor;

9. Harus memberikan dampak perkembangan terhadap pusat produksi seperti kawasan pertanian, perikanan, dan perkebunan;

10. Harus bebas polusi;

11. Pengelolaan dan perawatan benda cagar budaya dan situs adalah tanggung jawab Pemerintah/Pemerintah Daerah;

12. Setiap orang dilarang mengubah bentuk dan atau warna, mengambil atau memindahkan benda cagar budaya dari lokasi keberadaannya.

(59)

Laporan Final Bab VI - 59 Jenis pariwisata alam ini dapat memanfaatkan sumber air panas, daerah pegunungan, danau alam, pantai, dan taman nasional sebagai obyek wisatanya. Sebagai catatan utama dalam pengembangan sektor pariwisata ini adalah adanya pembatasan ketat pola pariwisata yang mendirikan kawasan terbangun (estate) di kawasan wisata alam tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar kawasan-kawasan lindung yang digunakan sebagai obyek wisata dapat tetap terjaga keberlangsungannya.

Mekanisme dan konsep pengelolaan ekowisata di Mandailing Natal rencananya akan dijalankan bersama masyarakat dan mitra, seperti Conservation International (CI) Indonesia (lembaga konservasi internasional). Pengembangan ekowisata akan memanfaatkan zona penyangga dari Taman Nasional Batang Gadis. Upaya ini diharapkan akan membuka kegiatan ikutan (peluang usaha) bagi masyarakat lokal/sekitar kawasan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal.

Salah satu objek wisata yang terkenal di Kabupaten Mandailing Natal adalah Air Panas Sibanggor. Air panas yang kaya dengan kandungan belerang dan sangat baik untuk menjaga kesehatan kulit. Saat ini, tempat yang paling nyaman untuk menikmati air panas alami itu terletak di daerah Sibanggor Julu. Di bagian belakang sumber air panas menghampar pemandangan "karpet hijau". Dari sawah sampai rimba dan puncak Gunung Sorik Marapi. Sebagai bentuk dukungan terhadap potensi pariwisata di daerah ini, maka di daerah ini telah terbangun beberapa fasilitas, seperti kolam pemandian, sarana mandi uap, toilet umum, dan tempat ibadah. Namun bangunan-bangunan tersebut kurang mendapat perawatan khusus hingga kondisinya kurang terawat.

Kawasan peruntukan pariwisata di Kabupaten Mandailing Natal, ditetapkan : 1. Wisata alam Pulau Ungeh, yang terletak di Pantai Barat Mandailing Natal yang

sangat potensial sebagai objek wisata mancanegara.

2. Wisata alam Pantai Barat mulai dari Natal sampai ke Muara Batang Gadis mempunyai pantai yang sangat panjang dan sangat landai serta berpasir putih. Pengolahan objek wisata dapat disinergiskan dengan budidaya perikanan yang ada di wilayah pesisir.

3. Wisata alam panorama Sopotinjak, yang merupakan wisata gunung.

Gambar

Gambar 6.3 Isu Strategis dan Tantangan Skala Nasional
Tabel VI.2
Tabel VI.3
Tabel VI.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti pada UU Nomer 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen mengatakan bahwa “Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan

Schubungan dengan hal tersebut saya mohon sudi kiranya Bapak/lbu bcrkenan memberi ijin bagi mahasiswa yang bersangkutan untuk mcngambil data di tempat yang Bapa,k!Ibu

Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk membuat aplikasi pengolahan data keberatan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan

Sistem yang dibuat penulis adalah Self Service peminjaman dan Pengembalian buku.Alat ini bekerja dengan membaca label barcode jenis 128 oleh barcode reader

Secara keseluruhan di dalam penelitian ini yang akan di bahas adalah tentang makna Gelar Adat Lampung Saibatin studi dipekon Kenali Kecamatan Kenali Kabupaten

A simple RC filter with low corner frequency is needed during testing in order to filter the noise present on the voltage source driving the tuning line.

Metode dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&amp;D) dengan model pengembangan Brog and Gall yang telah di modifikasi oleh Sugiyono. Ada 7

Gliserol merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada lemak hewani maupun lemak nabati sebagai ester gliseril pada asam palmitat dan oleat. Gliserol adalah senyawa yang