• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 0473f16227 BAB VIIIBAB 8

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB VIII ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 0473f16227 BAB VIIIBAB 8"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 1

BAB VIII

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

8.1. Rencana Pengembangan Permukiman 8.1.1. Arah Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

(2)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 2 pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).  Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas dibidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik,serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.

Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:

 Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;

 Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

(3)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 3  Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas

permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

 Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

 Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

8.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Daerah 1. Isu Strategis

Isu-isu strategis berkenaan dengan pengembangan permukiman, terdiri dari isu strategis skala nasional dan isu strategis skala Kabupaten Bone Bolango. Isu strategis nasional bersifat umum secara nasional sedangkan isu strategis skala Kabupaten Bone Bolango bersifat lokal dan spesifik yang keberadaannya bisa berbeda dengan kabupaten atau kota lain di Indonesia.

Isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah:

 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim;

 Percepatan pencapaian target MDG’s 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan;

 Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI;

 Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan;

(4)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 4  Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi

penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh;

 Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun;

 Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman;

 Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal dibidang pembangunan perumahan dan permukiman.

Identifikasi isu-isu strategis pengembangan permukiman di Kabupaten Bone Bolango dilakukan dengan mempertimbangkan dokumen perencanaan terkait untuk menjamin keterpaduan arahan pengembangan permukiman ke depan. Oleh sebab itu isu-isu strategis berkaitan dengan pengembangan permukiman di kabupaten Bone Bolango saat ini masih bersifat awal karena masih mengingat dokumen RP2KP-SPPIP masih dalam tahap penyusunan.

Identifikasi awal terhadap isu-isu strategis pengembangan permukiman di Kabupaten Bone Bolango, antara lain:

 Pemenuhan kebutuhan hunian rumah tinggal yang dilengkapi sarana dan prasarana pendukungnya sehingga seluruh masyarakat dapat memiliki tempat tinggal/rumah yang layak huni dan memadai;

(5)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 5 Kedua isu strategis awal diatas merupakan arahan pembangunan sesuai dengan amanat RPJPD Kabupaten Bone Bolango tahun 2011-2015.

2. Kondisi eksisting

Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBL KSK, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.

Kondisi eksisting sebaran permukiman umumnya terkonsentrasi di pusat kegiatan kota atau pusat kota dan di koridor sepanjang jalan arteri yang menghubungkan Pusat Kabupaten Bone Bolango dengan Kabupaten Gorontalo. Kondisi sebaran kawasan permukiman yang berada di pusat kota secara langsung juga berada di kawasan rawan bencana banjir karena dilalui sungai Basar dan muara pertemuan 3 sungai di Kabupaten Bone Bolango yaitu Sungai Bolango dan Sungai Bone serta Sungai Tamalate. Kawasan permukiman tersebut adalah Kawasan Permukiman di Kecamatan Kota Barat, Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur.

(6)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 6

Tabel 8. 1. Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota Terkait Pengembangan Permukiman

No.

Perda/Pergub/Perwal

Amanat Kebijakan Jenis

Produk No./Tahun Perihal

1. PERDA

Rencana kawasan permukiman terdiri dari peruntukan permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan.

 Kawasan peruntukan permukiman perkotaan terdapat di Kawasan Perkotaan Suwawa, Kabila, Tilongkabila, Tapa dan Bulango Selatan.

 Kawasan peruntukan permukiman perdesaan terdapat diseluruh wilayah kabupaten selain kawasan perkotaan.

3. Permasalahan dan Tantangan

Permasalahan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

 Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas;

 Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan;

 Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

Tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

 Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat;

 Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman;

 Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian

(7)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 7  Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta

Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah;

 Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota;

 Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten Bone Bolango menurut arahan dokumen RP2KP Kabupaten Bone Bolango yang sementara dalam proses penyelesaian.

Tabel 8. 2. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Bone Bolango

No. Permasalahan Pengembangan Pemukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi 1. Aspek Teknis

 Pelayanan Air bersih masih belum optimal memenuhi kebutuhan kawasan permukiman perkotaan, baik cakupan, kuantitas, dan kualitas air minum;

 Jaringan jalan lingkungan masih cukup banyak ruas jalan yang belum beraspal, dan tanpa dilengkapi saluran drainase;  Kualitas sistem sanitasi relatif masih belum

merata di rumah-rumah penduduk, yang berdampak buruknya sebagian kualitas sanitasi lingkungan permukiman;

 Masih cukup banyak masyarakat yang membuang sampah di lahan-lahan kosong dekat rumah atau ke sungai/saluran air/laut;

 Masih cukup tersebar kawasan-kawasan permukiman yang mengalami genangan air hujan;

 Lahan yang dijadikan lokasi pengembangan permukiman dominan adalah sawah produktif yang juga berfungsi sebagai resapan air hujan;

 Sebagian permukiman perkotaan berada

 Aman, nyaman, dan rencana tata ruang (RTRW dan RDTR);

(8)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 8 pada lahan yang rawan bencana, seperti

pada kemiringan >40%, daerah rawan abrasi pantai, daerah rawan dan banjir sungai;

 Rendahnya sebagian kualitas konstruksi jaringan jalan akses dari/dan ke kawasan permukiman menghambat pergerakan barang/jasa dan orang;

 Ukuran geometik jaringan jalan relatif sempit.

permukiman kumuh baru di kawasan perkotaan Suwawa.

No. Permasalahan Pengembangan Pemukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi 2. Aspek Kelembagaan

 Koordinasi antar kelembagaan pusat, provinsi, dan kabupaten yang menangani bidang permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan masih belum optimal, terutama dalam integrasi dan keterpaduan program pembangunan;  Seringnya terjadi perubahan personil

dalam organisasi pemerintahan di tingkat kabupaten, sehingga SDM yang telah dilatih dan memahami permasalahan dan penanganan permukiman dan infrastruktur perkotaan berpindah organisasi;

 Belum tersedia regulasi operasional yang legal yang merupakan tindak lanjut dari RTRW Kabupaten Bone Bolango, sehingga menyulitkan dalam pengendalian perkembangan permukiman;

 Belum terintegrasinya dan terpadunya regulasi nasional dan provinsi dengan kabupaten dalam sebuah regulasi kabupaten yang operasional dilapangan.

 Pembuatan dokumen

3. Aspek Pembiayaan

 Skema pembiayaan pembangunan permukiman dan infrastruktur

permukiman perkotaan belum optimal menempatkan MBR sebagai sasaran prioritas penanganan program. sehingga untuk MBR perlu dibiayai oleh pemerintah. 4. Aspek Peran Serta Masyarakat

(9)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 9

No. Permasalahan Pengembangan Pemukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi 5. Aspek Lingkungan Permukiman

 Kerusakan ekosistem alami lingkungan hidup akibat eksploitasi SDA yang berlebihan, seperti alih fungsi daerah resapan air menjadi kawasan terbangun;  Terjadi perubahan siklus alami air hujan

menyebabkan banjir dibeberapa bagian kawasan perkotaan;

 Pencemaran air tanah oleh air limbah hasil kegiatan perkotaan.

 Merelokasi bangunan rumah yang berada pada daerah rawan bencana alam; bahaya longsor dan bahaya banjir sungai,.  Mereorientasi bangunan

rumah agar lebih sehat

Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik ditingkat Pusat maupun ditingkat kabupaten/kota.

Ditingkat kabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Analisis kebutuhan pengembangan ini harus bersesuaian dengan rumusan analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah yang tertuang dalam dokumen RP2KP.

8.1.4. Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

1. Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas;

 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra;  Kesiapan lahan (sudah tersedia);

 Sudah tersedia DED;

(10)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 10  Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana

daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi;

 Ada unit pelaksana kegiatan;

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi. 2. Khusus

Rusunawa

 Kesediaan Pemda untuk penandatanganan MoA;  Dalam Rangka penanganan Kawasan Kumuh;

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya;

 Ada calon penghuni.

RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra;

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya;  Tingkat kemiskinan desa >25%;

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.

PPIP

 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI;

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya;

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik;  Tingkat kemiskinan desa >25%.

PISEW

 Berbasis pengembangan wilayah;

(11)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 11  Mendukung komoditas unggulan kawasan.

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

1. Vitalitas Non Ekonomi

a) Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

b) Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

c) Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk. 2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

a) Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis. b) Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan

(12)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 12 perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

c) Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

3. Status Kepemilikan Tanah

a) Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman b) Status sertifikat tanah yang ada

4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah.

5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a) Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

b) Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

8.1.5. Usulan Kebutuhan Program dan Kegiatan

1. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2-JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritas dari tahun pertama hingga kelima.

2. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman

(13)
(14)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 14

(15)
(16)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 16

8.2. Rencana Penataan Bangunan dan Lingkungan

8.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain:

UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:  Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak

atas tanah;

 Status kepemilikan bangunan gedung; dan  Izin mendirikan bangunan gedung.

(17)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 17 bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitekturbangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamanatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yangmeliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan olehpemerintah.

PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.  Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan

(18)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 18 Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal

bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaanpengelolaan gedung dan rumah negara.

Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

 Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;

 Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;

(19)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 19  Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan

dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

 Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan  Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:  Kegiatan penataan lingkungan permukiman

 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);  Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

 Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;

 Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

 Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;  Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;  Pelatihan teknis.

 Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

 Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;  Paket dan Replikasi.

8.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Daerah 1. Isu Strategis

(20)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 20 nasional sedangkan isu strategis skala Kabupaten Bone Bolango bersifat lokal dan spesifik yang keberadaannya bisa berbeda dengan kabupaten atau kota lain di Indonesia.

Isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap penataan bangunan dan lingkungan saat ini adalah:

 Penataan Lingkungan Permukiman

 Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

 PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

 Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;

 Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

 Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

 Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

 Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;

 Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;  Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan

rumah negara;

 Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

(21)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 21

 Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

 Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in cash sesuai MoU PAKET;

 Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

Isu srategis penataan bangunan dan lingkungan pada tingkat Kabupaten Bone Bolango terkait dengan penataan lingkungan permukiman dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8. 4. Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Bone Bolango

No Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor PBL

1. Penataan Lingkungan Permukiman  Kebutuhan peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh

 Peningkatan kualitas lingkungan kawasan tradisional/bersejarah

 Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal

2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

 Rehabilitasi bangunan gedung negara  Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam

pengelolaan gedung dan rumah negara

 Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan

3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan kemiskinan

 Penanggulangan kemiskinan di perkotaan

2. Kondisi Eksisting

(22)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 22 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.

Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah melakukan peningkatan prasarana lingkungan permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota.

Dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pencapaian Sektor PBL di Kabupaten Bone Bolango perlu dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan. Tetapi berhubung data yang tersedia tidak lah cukup sehingga tahapan ini belum bisa dilakukan secara optimal.

Data yang dihimpun untuk kondisi eksisting sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Bone Bolango, baru terdiri dari Rencana ruang terbuka hijau di kelurahan Limba U II dengan luas 2.625 M2 atau sebesar 80%.

Tabel 8. 5. Penataan Lingkungan Permukiman Kawasan Tradisional

Bersejarah RTH Pemenuhan SPM

Penanganan

3. Permasalahan dan Tantangan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

 Penataan Lingkungan Permukiman:

 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

(23)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 23 penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

 Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

 Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

 Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;

 Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;

 Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perizinan;  Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi

persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

(24)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 24

 Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

 Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau

 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olahraga.

 Kapasitas Kelembagaan Daerah

 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

 Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

 Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

(25)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 25

Tabel 8. 6. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

No. Aspek PBL Permasalahan yang Dihadapi Tantangan

Pengembangan

Alternatif Solusi

I.

Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

Aspek Teknis

 Belum seluruhnya RTH Publik yang ada memenuhi standar

 PSD RISPK terkendala dengan minimnya

 Belum memiliki Peraturan perundangan tentang Bangunan gedung

Aspek Pembiayaan

 Minimya alokasi anggaran daerah dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan untuk pemenuhan SPM

Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta

 Minimnya pengetahuan masyarakat dalam rangka pemanfaatan dan

pengendalian pemanfaatan ruang

Aspek Lingkungan Permukiman  Penurunan kualitas lingkungan hunian

II.

Kegiatan PenyelenggaraanBangunan Gedung dan Rumah negara Aspek Teknis

Aspek Kelembagaan  Belum konsisten dalam menetapkan HSBGN Aspek Pembiayaan

Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta Aspek Lingkungan Permukiman

III.

Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan Aspek Teknis

Aspek Kelembagaan

Aspek Pembiayaan  Kekurangan dana sharing pemda

Pembiayaan disesuaikan

(26)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 26

8.2.3. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010.

Tabel 8. 7. Kebutuhan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

No. Uraian Satuan Tahun Keterangan

I II III IV V

I. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman Ruang terbuka Hijau

Pelatihan Teknis Tenaga Pendata HSBGN

Laporan 1 1 1 1 1

lainnya

II. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Bangunan Fungsi Hunian Unit

Bangunan Fungsi Keagamaan

Unit

Bangunan Fungsi Usaha Unit Bangunan Fungsi Sosial

Budaya

Unit

Bangunan Fungsi Khusus Unit Bintek Pembangunan

Gedung Negara

Laporan 1 1 1 1 1

Lainnya

III. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dala Penanggulangan Kemiskinan P2KP

PLPBK Kws 2 2 2 2 2

...

8.2.4. Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

(27)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 27 kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.

Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah: 1. Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung

Kriteria Khusus:

 Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung;

 Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG. 2. Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis

Komunitas

Kriteria Khusus : Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas:

 Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;  Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada

PJM Pronangkis-nya;

 Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat. 3. Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

Kriteria Lokasi :

 Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;  Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;

 Kawasan yang dilestarikan/heritage;  Kawasan rawan bencana;

 Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district);

(28)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 28  Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi

Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;  Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

4. Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.

Kriteria Umum:

 Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kawasan perencanaan > 5 Ha) atau;

 Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);

 Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:

 Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;  Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;  Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:  Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan

(29)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 29  Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya

bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang);

 Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:

 Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);

 Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;

 Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):

 Ada Perda Bangunan Gedung;

 Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;

 Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi;  Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008

ttg Tata Ruang;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

(30)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 30  Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman

Tradisional-Bersejarah;

 Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;  Ada DDUB;

 Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;  Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman

tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:

 Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);

 Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);

 Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;  Ada lahan yg disediakan Pemda;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Dukungan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan:  Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

 Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);

 Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktivitas sosial masyarakat (taman, alun-alun);

(31)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 31

8.2.5. Usulan program dan Kegiatan

(32)
(33)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 33

8.3. Rencana Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum 8.3.1. Arah Kebijakan Air Minum (SPAM)

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatkan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.  Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka

Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

(34)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 34 tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik DAAM dan kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

(35)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 35 Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi dibidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:

 Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;

 Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

 Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;

 Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.

8.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Daerah 1. Isu Strategis

Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

 Peningkatan Akses Aman Air Minum;  Pengembangan Pendanaan;

 Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

 Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;  Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

 Rencana Pengamanan Air Minum;

 Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan  Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang sesuai dengan Kaidah

(36)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 36 Isu strategis sektor Air Minum di Kabupaten Bone Bolango yang dapat di identifikasi awal adalah berkaitan dengan:

 Peningkatan kapasitas IPAL;

 Pengembangan sumber-sumber air baku;

 Optimalisasi peningkatan kapasitas pasokan dan mengurangi angka kebocoran.

2. Kondisi Eksisting Aspek Teknis

Pengelolaan air minum di Kabupaten Bone Bolango dilakukan oleh PDAM Bone Bolango yang resmi terbentuk pada tahun 2011. Sistem penyediaan air minum di Kabupaten Bone Bolango sudah terbangun sejak tahun 1994 yaitu di Kecamatan Tapa/Boidu dengan dibangunnnya intake berkapasitas 10 liter/detik yang diolah dengan saringan pasir lambat (SPL) sebelum didistribusikan ke masyarakat.

Sistem pengoperasian IPA di PDAM Kabupaten Bone Bolango seluruhnya menggunakan sistem gravitasi, baik dari sumber ke instalasi pengolahan maupun dari pengolahan ke wilayah pelayanan. Instalasi pengolahan air (IPA) yang berada di Kabupaten Bone Bolango adalah sebagai berikut:  IPA Desa Langge, Kecamatan Tapa, Kapasitas 20 L/detik

 IPA Desa Tunggulo, Kecamatan Tapa, Kapasitas 5 L/detik  IPA Desa Ulanta, Kecamatan Suwawa, Kapasitas 10 L/detik

 IPA Desa Lombongo, Kecamatan Suwawa Tengah, Kapasitas 20 L/detik  IPA Desa Bilungala, Kecamatan Bone pantai, Kapasitas 5 L/detik

 IPA Desa Uabanga, Kecamatan Bone pantai, Kapasitas 10 L/detik  IPA Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa Timur, Kapasitas 5 L/detik  IPA Desa Mongilo, Kecamatan Bulango Ulu, Kapasitas 5 L/detik  IPA Desa Taludaa, Kecamatan Bone, Kapasitas 5 L/detik

(37)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 37 namun sambungan yang aktif adalah sekitar 4.529 sambungan. Cakupan pelayanan rata-rata berdasarkan jumlah sambungan aktif tersebut adalah sekitar 14,5% dan pemakaian air rata-rata 13,34 m3/SR/bulan.

Tabel 8. 9. Instalasi Sistem Penyediaan Air Minum Eksisting PDAM Kabupaten Bone Bolango per April 2012

Sumber: Dokumen RISPAM Kabupaten Bone Bolango.

Tabel 8. 10. Cakupan pelayanan Eksisting Rata-Rata PDAM Kabupaten Bone Bolango Berdasarkan Jumlah Sambungan Aktif per Oktober 2012

(38)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 38

Aspek Pendanaan

Tarif air minum sampai bulan April 2012 masih Rp. 800/m3. Pada awal Januari 2011, kondisi penerima PDAM sudah mulai membaik dan pada bulan Mei tahun 2012 tarif air minum disesuaikan menjadi Rp 2.000/ m3.

Kelembagaan

BPAM Kabupaten Bone Bolango diserahkan oleh PDAM Kabupaten Gorontalo pada tanggal 1 Januari 2004. BPAM Kabupaten Bone Bolango dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Bone Bolango Nomor 220 tahun 2004 tanggal 9 Agustus 2004 serta berdasarkan Keputusan Bupati Bone Bolango Nomor 221 tahun 2004 tanggal 9 Agustus 2004. Kepala BPAM Bone Bolango dirangkap oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bone Bolango. BPAM Kabupaten Bone Bolango saat itu berkedudukan di Kecamatan Kabila yang mempunyai 2 kantor unit yakni BPAM Unit Tapa dan BPAM Unit Bilungala.

Pada awal tahun 2011, kepala BPAM sudah tidak dirangkap oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum, tapi sudah tersendiri. Pada tanggal 8 Agustus tahun 2011, Badan Pengelola Air Minum (BPAM) telah beralih status menjadi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sesuai Perda No. 8 Tahun 2011. PDAM ini mempunyai satu kantor pusat dan 3 kantor unit yaitu:  Kantor pusat berkedudukan di Kecamatan Kabila;

 Kantor Unit Tapa di Kecamatan Tapa;  Kantor Unit Suwawa di Kecamatan Suwawa;  Kantor Unit Bilungala di Kecamatan Bone pantai.

Jumlah pengawai tetap PDAM Kabupaten Bone Bolango adalah 9 orang dan 1 orang direktur, sedangkan tenaga kontrak PDAM Kabupaten Bone Bolango adalah 29 orang.

Peran Serta Masyarakat

(39)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 39 menyangkut kepatuhan membayar retribusi air, inisiatif masyarakat mengembangan SPAM di wilayah mereka, dan peran serta masyarakat dalam memelihara kuantitas dan kualitas sumber air.

3. Permasalahan dan Tantangan

Adapun permasalahan pengembangan air minum pada tingkat nasional antara lain:

 Peningkatan Cakupan dan Kualitas

 Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk.

 Perkembangan pesat SPAM non perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan.

 Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan tekanan air pada jaringan distribusi umumnya masih rendah.  Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus

membayar lebih mahal.

 Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum masyarakat belum memadai.

 Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.  Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan

buruknya akses air minum yang aman.  Pendanaan

 Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan.

 Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri.

(40)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 40  Kelembagaan dan Perundang-Undangan

 Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM.

 Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh penyelenggara SPAM (PDAM).

 Pemekaran wilayah dibeberapa kabupaten/kota mendorong pemekaran badan pengelola SPAM di daerah.

 Air Baku

 Kapasitas daya dukung air baku diberbagai lokasi semakin terbatas.

 Kualitas sumber air baku semakin menurun.

 Adanya peraturan perizinan penggunaan air baku di beberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi.  Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga

menimbulkan konflik kepentingan ditingkat pengguna.  Peran Masyarakat

 Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan air baku menjadi air minum memerlukan biaya relatif besar dan masih dianggap sebagai urusan pemerintah.

 Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum sepenuhnya diberdayakan oleh Pemerintah.

 Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang mencukupi kebutuhannya sendiri.

1

Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar ke depan, agar dapat digambarkan, misalnya :

 Tantangan Internal:

(41)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 41 Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan.

 Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.

 Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM di masa depan.

 Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.

 Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum diberdayakan.

 Tantangan Eksternal

 Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.

 Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.

 Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals

(MDG’s) 2015 dan Protocol Kyoto dan Habitat, dimana

Pembangunan perkotaan harus berimbang dengan pembangunan perdesaan.

(42)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 42

 Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang kompetitif.

Permasalahan dan tantangan sektor air minum di Kabupaten Bone Bolango antara lain terdiri dari:

 Pipa transmisi ø8” dengan jarak sekitar 3 km memiliki banyak siphone sehingga tidak tercapai kapasitas yang seharusnya yaitu 20 L/detik (saat ini hanya sekitar 14 – 18 L/detik),

 Pada sistem IPA, pengaliran air dari filter ke reservoir terjadi secara periodik (tidak kontinyu) dengan waktu 15 menit per periodik (on-off), hal ini terjadi jika kapasitas IPA < 20 L/detik dikarenakan ada udara terjebak masuk ke filter sehingga periodik (menunggu penuh dulu filter selama 7 menit, lalu mengalir ke reservoir selama 15 menit periodik).

 Filter tertutup sehingga tidak bisa dilakukan kontrol atas media.  Pipa outletke reservoir ø 6”, tinggi 1,5 m, tidak ada ventilasi.

8.3.3. Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum

Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap antara kondisi yang ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada kurun waktu tertentu. Kondisi pelayanan air minum secara nasional sebesar 47, 71%, dilihat dari proporsi penduduk terhadap sumber air minum terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82% di perkotaan dan 45,72 di perdesaan

1. Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten Bone Bolango

(43)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 43 bukan perpipaan, serta diperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.

Analisis kebutuhan Pengembangan SPAM merupakan hasil rangkaian analisis diantaranya adalah analisis hasil survei kebutuhan nyata (real demand survei), analisis kebutuhan dasar air minum, analisis kebutuhan program pengembangan, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis ekonomi.

2. Kebutuhan Pengembangan

Kebutuhan Pengembangan SPAM yang mengacu dari Renstra DJCK tahun 2010-2014 khususnya dalam Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan dan Pola Investasi, dan Penyelenggaraan Serta Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

8.3.4. Program-Program dan Kriteria Penyiapan, Serta Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM

1. Program-Program Pengembangan SPAM

Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah antara lain: a) Program SPAM IKK

Kriteria Program SPAM IKK adalah:

 Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM  Kegiatan:

 Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)

 Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total

 Indikator:

 Peningkatan kapasitas (liter/detik)

 Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM b) Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

(44)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 44  Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK

 Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total SR untuk MBR

 Indikator:

 Peningkatan kapasitas (liter/detik)

 Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM

c) Program Perdesaan Pola Pamsimas

Kriteria Program Perdesaan Pola Pamsimas adalah:  Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

 Kegiatan:

 Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)

 Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total

 Indikator:

 Peningkatan kapasitas (liter/detik)

 Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM d) Program Desa Rawan Air/Terpencil

Kriteria Program SPAM IKK adalah:

 Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air baku relatif sulit)

 Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama

 Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM e) Program Pengamanan Air Minum

Kriteria Program Pengamanan Air Minum adalah:

 Sasaran: PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko

(45)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 45  Indikator: Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K.

Selanjutnya pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) mengacu pada Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) yang disusun berdasarkan:

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; (2) Rencana pengelolaan Sumber Daya Air;

(3) Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM;

(4) Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat; (5) Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM.

2. Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria)

Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM pemerintah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

 Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16/2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8 dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM.

 Tersedia dokumen RPI2-JM bidang Cipta Karya  Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya

Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas ≥ 20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≥ 250 mm

Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar 200 mm;

Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤ 10 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≤ 150 mm;

 Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007)  Ada indikator kinerja untuk monitoring

Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik

Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun yang sama

(46)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 46  Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai kebutuhan

fungsional dan rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun  Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB, UPTD

atau BLUD)

(47)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 47

8.3.5. Usulan Program dan Kegiatan Pengembanagan SPAM

(48)
(49)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 49

8.4. Rencana Penyehatan Lingkungan Permukiman

8.4.1. Arah Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Penyehatan Lingkungan Permukiman

A. Air Limbah

Peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain:

Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.

Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.

(50)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 50 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998

tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan

Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard).

Air Limbah yang dimaksud disini adalah air limbah permukiman (Municipal Wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan pengolahan.

Pengolahan air limbah permukiman di Indonesia ditangani melalui dua sistem yaitu sistem setempat (onsite) ataupun melalui sistem terpusat (offsite). Sanitasi sistem setempat (onsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki dan merupakan fasilitas sanitasi individual sedangkan sanitasi sistem terpusat (offsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumah-rumah menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

B. Persampahan

Beberapa peraturan perundangan yang mengamanatkan tentang sistem pengelolaan persampahan, antara lain:

(51)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 51 Berdasarkan undang-undang No. 17 tahun 2007, aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah, yaitu baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa.

Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan akan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi (air limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut:

 Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;

 Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;  Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;  Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan  Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini.  Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan

Sistem Penyediaan Air Minum

(52)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 52 Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan

Sampah Rumah Tangga

Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang meliputi:

 Kebijakan dan strategi pengelolaan sampah;  Penyelenggaraan pengelolaan sampah;  Kompensasi;

 Pengembangan dan penerapan teknologi;  Sistem informasi;

 Peran masyarakat; dan  Pembinaan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini mensyaratkan tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan dan sistem penanganan sampah di perkotaan sebagai persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh Pemerintah/Pemda.  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2013 tentang

Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Ruang lingkup Peraturan menteri ini meliputi Perencanaan Umum, Penanganan Sampah, Penyediaan Fasilitas Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah, dan Penutupan/Rehabilitasi TPA.

Sampah dapat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang dikelola dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan UU 18 tahun 2008 yaitu:

(53)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 53  Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial,

kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dll;  Sampah spesifik meliputi sampah beracun, sampah akibat bencana,

bongkaran bangunan, sampah yang tidak dapat diolah secara teknologi, dan sampah yang timbul secara periodik. Sampah spesifik harus dipisahkan dan diolah secara khusus. Apabila belum ada penanganan sampah B3 maka perlu ada tempat penampungan khusus di TPA secara aman sesuai peraturan perundangan.

Pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian timbulan sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan faktor lingkungan lainnya.

C. Drainase

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang sistem pengelolaan drainase, antara lain:

Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah berdasarkan UU No.17 tahun 2007. Untuk sektor drainase, cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa.

Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Mengatur Pembagian wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa dalam pengelolaan sumber daya air.

(54)

Kabupaten Bone Bolango| VIII - 54 Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.

Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014

Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan dalam RPJMN tahun 2010-2014 khususnya drainase adalah menurunnya luas genangan sebesar 22.500 ha di 100 kawasan strategis perkotaan.  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang

Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi SPM perlu tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia dan pembangunan tempat tinggal penduduk yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) seperti di daerah-daerah yang seharusnya jadi resapan/tempat parkir air (Retarding Pond) dan daerah-daerah bantaran sungai mengakibatkan peningkatan volume air yang masuk ke saluran drainase dan sungai sehingga terlampauinya kapasitas penyediaan prasarana dan sarana drainase perkotaan dan daya tampung sungai. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah terjadinya banjir atau genangan yang semakin meningkat.

Gambar

Tabel 8. 1. Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota Terkait
Tabel 8. 2. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Tabel 8. 3. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Bone Bolango
Tabel 8. 4. Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Bone Bolango
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tesis yang berjudul ”Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur” merupakan salah

17 Kesimpulan dalam penelitian kualitatif ini mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal tetapi mungkin juga tidak, tergantung dari kesimpulan

Fokus penelitian yang peneliti ambil adalah mencari data yang mendalam menegenai teknik pembelajaran Clearest Point dan Student summary dalam meningkatkan

22 Saya takut tidak mampu memutuskan segala sesuatu apabila tidak bersama pacar 23 Berpisah dengan pacar merupakan hal yang..

pemeriksaaan aitem skala psikologi dalam skripsi yang berjudul &#34;Prokrastinasi Akademik dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas

anak belajar mandiri (konformitas dan sebagai menabung (kumpul Pemberian uang oleh orangtua sebagai bentuk reward) uang saku untuk beli kompensasi jika pergi ke mall

Informan ibu A menyatakan bahwa keterlibatan orangtua sangatlah penting karena dengan begitu orangtua bisa mengetahui perkembangan belajar anak, apakah mengalami

Djoko dan Sofyan (2014) juga telah melakukan penelitian mengenai kualitas briket dari cangkang kelapa sawit dengan perekat pati singkong... Faktor-faktor yang mempengaruhi