BAB VI
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR
Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya
permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta
pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri perencanaan teknis
untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi,
penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan
dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis
kebutuhan dan pengkajian mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan
kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan
yang dibutuhkan.
6.1 Rencana Program Investasi Sektor Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian
yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,
sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di
kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman
kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan
peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan
kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman
perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
6.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan
perundangan, antara lain:
1). Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan
kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi
tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal
2). Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan
(butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan
perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3). Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab
pemerintah.
4). Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan
kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan
kumuh.
5). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di
kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan
Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis
dibidang pengembangan permukiman.
Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di
perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan
permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan
potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan
pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan
kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan
permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
6.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan
permukiman saat ini adalah:
Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta
mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi
rumah tangga kumuh perkotaan.
Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif
Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT,
Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi
kesenjangan.
Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk
perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan,
dan bertambahnya kawasan kumuh.
Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah
dibangun.
Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam
pengembangan kawasan permukiman.
Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung
pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas
kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat
organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal
di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman
yang terangkum secara nasional. Namun, di masing-masing kabupaten/kota
di kabupaten/kota lain. Penjabaran isu-isu strategis pengembangan
permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal
dalam perencanaan.
Tabel 6.1. Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten
No Isu Strategis Keterangan
(1) (2) (3)
1 Pertumbuhan kawasan permukiman dengan
kepadatan bangunan tinggi, terutama terjadi pada kawasan perkotaan bagian utara.
Permukiman, Tata Bangunan dan Lingkungan
2 Mulai tumbuhnya kantong-kantong kumuh
dan ilegal di kawasan pusat kota, sebagai dampak keterbatasan lahan dan tingkat ekonomi yang kurang dalam pemenuhan kebutuhan permukiman.
Permukiman, Tata Bangunan dan Lingkungan
3 Pertumbuhan perumahan-perumahan baru
yang pesat, dan kurang terkendali, khususnya di kawasan pusat kota.
Permukiman, Tata Bangunan dan Lingkungan
4 Penurunan kualitas lingkungan akibat alih
fungsi lahan pertanian maupun lahan terbuka hijau lainnya menjadi kawasan terbangun,
pencemaran lingkungan serta adanya
pertumbuhan industri. Keberadaan industri
memunculkan dampak, diantaranya
pertumbuhan kawasan permukiman yang
tinggi dan padat guna mengakomodasi
pekerja, pertumbuhan kawasan perdagangan yang tidak terkendali, serta adanya ancaman pencemaran lingkungan dari limbah yang dihasilkan.
Permukiman, Tata Bangunan dan Lingkungan
5 Minimnya area ruang terbuka hijau pada
kawasan permukiman perkotaan dengan
kepadatan bangunan tinggi.
Permukiman, Tata Bangunan dan Lingkungan
6 Permasalahan drainase yang dihadapi di
Kabupaten Klaten adalah adanya banjir akibat beberapa sungai yang bermuara ke wilayah aliran Bengawan Solo. Hal ini menyebabkan
sering terjadi banjir lokal. Kondisi ini
diperparah dengan kurang efektifnya sistem drainase di kawasan perkotaan dan kawasan hunian.
Drainase
7 Semua sampah yang tidak dapat terangkut
setiap harinya, sehingga mengindikasikan masih adanya kekurangan sarana dalam mengangkut sampah menuju TPA.
Persampahan
8 Perlunya pengembangan TPA Kabupaten,
mengingat umur pakai dan kapasitas,
ditambah dengan jumlah timbulan sampah yang melebihi daya tampung TPA per harinya.
No Isu Strategis Keterangan
(1) (2) (3)
Kabupaten Klaten belum bersanitasi.
10 Sebagian rumah belum memiliki pengelolaan
sanitasi, baik MCK, sumur resapan, maupun saluran air limbah.
Sanitasi
11 Tingkat pemenuhan total pelayanan air bersih
dari PDAM Klaten baru mencakup 36.859 SR dan Pamsimas baru mencakup 16.955 SR dari keseluruhan Kabupaten Klaten.
Air Minum
12 Permasalahan distribusi air bersih, terkendala
oleh tingginya biaya penyambungan pipa distribusi air.
Air Minum
Sumber: SPPIP Kabupaten Klaten Tahun 2011 (diolah)
b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada
tingkat nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBLKSK,
untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang
tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa
terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan
potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di
perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan
pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan
komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa
tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu
kota/ kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak
huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat
kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan
walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh
tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan
pembangunan permukiman.
Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai
kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di
perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam program-program
perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan
bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah
Tabel 6.2. Peraturan Daerah/Peraturan Bupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman
No
Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan Amanat
Kebijakan Daerah Jenis Produk
Pengaturan No./Tahun Perihal
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Keputusan
Bupati
050/373/2014 Penetapan lokasi perumahan
kumuh dan permukiman kumuh di Kabupaten Klaten
-
Sumber: BAPPEDA Kabupaten Klaten Tahun 2015
Tabel 6.3 Data Kawasan Kumuh Perkotaan di Kabupaten Klaten
No Lokasi Kawasan Kumuh
No Lokasi Kawasan Kumuh
12 Kebondalem Kidul (RW
5,6,7,8,9) Prambanan
26.84 626 Berat 1973
13 Bugisan (RW 1,4,5,6 ) Prambanan
24.70 625 Berat 2116
Sumber: SK Bupati Klaten No. 050/373/2014 tentang Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh di Kabupaten Klaten
Tabel 6.5. Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten Klaten
No Lokasi RSH Tahun
Pembangunan Pengelola
Jumlah
Penghuni Kondisi
Prasarana Sumber: DPU Kabupaten Klaten Tahun 2014
Perdesaan
Tabel 6.6. Data Program Perdesaan di Kab. Klaten
No Program Kegiatan Lokasi
Volume
2 Pembangunan DPP
No Program Kegiatan Lokasi
Volume / Satuan
Statu s
Kondisi Infrastruktur
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
4 Pembangunan
kawasan agropolitan
Kab. Klaten 4 kec -Jalan lingk
rusak
- Talud rusak - Drainase rusak Sumber: Hasil Analisis Tahun 2015
c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat
nasional antara lain:
Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni
sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan
pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau
kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis
Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.
3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian
Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden).
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta
Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih
rendah.
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa
pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi
tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang
Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.
Sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat
permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat
lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan
pengembangan permukiman di Kabupaten/Kota yang bersangkutan serta
merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan
tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten/Kota
bersangkutan.
Tabel 6.7. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Klaten
No Permasalahan
Pengembangan Permukiman
Tantangan
Pengembangan Alternatif Solusi
(1) (2) (3) (4)
1 Aspek Teknis
1) Belum tersedianya data-data penunjang pengemb
permukiman
2) Belum tersusunnya rencana tindak pengembangan
2 Aspek Kelembagaan
1) Kurangnya SDM 2) Kualitas SDM
3) Kurang optimalnya tupoksi SKPD dalam pembangunan
3 Aspek Pembiayaan
1) Minimnya alokasi APBD 2) Rendahnya kepedulian
Pemda dalam pemb Cipta Karya
3) Kurang optimalnya Pemda dalam menggalang dana
4 Aspek Peran Serta Masyarakat/
Swasta
1) Minimnya kontribusi masy 2) Minimnya kontribusi swasta 3) Masy masih
5 Aspek Lingkungan Permukiman
1) Rendahnya kepedulian masy thd kondisi lingk
2) Rendahnya inisiatif masy dalam pengelolaan lingk 3) Kurangnya kegiatan utk menginisiasi kepedulian
6.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi
eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target
kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan
penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor
pengembangan permukiman baik ditingkat Pusat maupun di tingkat
kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014,
MDGs 2015 (pengurangan proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar
Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun
2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua
dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta
Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota
meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan
kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan
pengembangan permukiman.
Tabel 6.8 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun
No Uraian Unit Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V Ket
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Jumlah Penduduk Jiwa 795,870 797,827 799,794 801,768 803,751
Kepadatan Penduduk
Jiwa/
Km2
2.452 2.468 2.484 2.500 2.516
Proyeksi Persebaran Penduduk
Jiwa/
Km2
2.452 2.468 2.484 2.500 2.516
Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin
Jiwa/
Km2
901 907 913 919 925
2 Sasaran Penurunan
Kawasan Kumuh
Ha 12,107 5 5 10 5,941
3 Kebutuhan
Rusunawa
TB - - 2 - -
4 Kebutuhan RSH Unit 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
5 Kebutuhan
Pengembangan Permukiman Baru
Kws 3 5 5 5 5
Tabel 6.9 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perdesaan yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun
No Uraian Unit Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V Ket
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Jumlah Penduduk Jiwa 261.157 262.854 264.563 266.282 268.013
Kepadatan Penduduk
Jiwa/
Km2
1.200 1.209 1.216 1.224 1.232
Proyeksi Persebaran Penduduk
Jiwa/
Km2
1.200 1.209 1.216 1.224 1.232
Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin
Jiwa/
Km2
508 511 514 518 521
2 Desa Potensial
untuk Agropolitan
Desa 1 2 2 2 2
3 Desa Potensial
untuk Minapolitan
Desa 3 2 2 3 3
4 Kawasan Rawan
Bencana
Kws 1 1 1 1 1
5 Kawasan
Perbatasan
Kws 1 1 1 1 1
6 Kawasan
Permukiman Pulau-Pulau Kecil
Kws - - - - -
7 Desa Kategori
Miskin
Desa 1 1 1 1 1
8 Kawasan dengan
Komoditas Unggulan
Kws - - 1 1 1
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2015
6.1.4 Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan
Rusunawa.
2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial
(Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau
kecil,
3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman
dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK
ataupun review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
Infrastruktur permukiman RSH
Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial
(Agropolitan/Minapolitan)
Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
Infrastruktur perdesaan PPIP
Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam
Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012
Gambar 6.1. Alur Program Pengembangan Permukiman
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang
terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1. Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
Kesiapan lahan (sudah tersedia).
Sudah tersedia DED.
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP,RTBL KSK,
Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah
untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
Ada unit pelaksana kegiatan.
2. Khusus
Rusunawa
Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan
PSD lainnya
Ada calon penghuni
RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal
5% dari BLM.
PPIP
Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani
program Cipta Karya lainnya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
Berbasis pengembangan wilayah
Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i)
transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air
bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti
untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan.
Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan KawasanPermukiman,
permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan
yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3)
penurunan kualitas rumah, perumahan,dan permukiman, serta prasarana,
sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan
permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan
dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh
memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh
dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan
yang terdapat didalamnya.
c. Kondisi kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai,
mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh
berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah
kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan
dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk
dapat menangani kawasan kumuh yang ada.
Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat
aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun,
pertokoan, atau fungsi lainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk
kawasan permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.
b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air
limbah.
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan
kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan
penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana
penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan)
6.1.5 Usulan Program dan Kegiatan
a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan
antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan
program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh
waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota.
Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM
dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama
hingga kelima.
Tabel 6.10. Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten Klaten
No Program Kegiatan
Volume
1 Penanganan kawasan
kumuh
5 Pembangunan PSD
kws perdesaan
6 Peningkatan kualitas
PSD permukiman
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2014
b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman
Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah didorong untuk
terus meningkatkan alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternatif
Tabel 6.11. Usulan Pembiayaan Proyek Program Infrastruktur Permukiman
No Program Kegiatan APBN
(ribuan)
1 Laporan Fasilitasi Penguatan Kapasitas
2 Strategi Pembangunan
Permukiman dan
3 Monitoring dan evaluasi
pasca program fisik - - 300.000 - - - 300.000
4 Infrastruktur Kawasan
Permukiman Kumuh 24.200.000 - - - 24.200.000
5 Infrastruktur Permukiman RSH yang Meningkat
6 Rusunawa Beserta
Infrastruktur Pendukungnya 26.750.000 300.000 2.220.000 - - - 29.270.000
7 Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan
8 Infrastruktur Kawasan Permukiman Rawan
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2015
6.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
6.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang
diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,
terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di
perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang
dan peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan,
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat
yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga
diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus
sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang
tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus
diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan
fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan
gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak
atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan
dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan
ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup
peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung,
dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan
bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan
kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam
penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan,
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran
masyarakat dan pembinaan olehpemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun
2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas
ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung,
penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan
dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan
pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan
dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007
tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam
peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan
baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru
berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan
rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut.
Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan
walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu
pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada
setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta
sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat
Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan
pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan
pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan
termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan
pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan
penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan
masyarakat dalam penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan
bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau,serta penanggulangan
bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan
kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada
sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan
penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan
pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti
ditunjukkan pada Gambar 6.2.
Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012
Gambar 6.2. Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik
sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman
tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan
lingkungan;
Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;
Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
Paket dan Replikasi.
6.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, danTantangan
A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari
Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL.
Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka
kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda
nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang
mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di
kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung
Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015,
khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target
MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan
hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak
dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang
signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada
tahun 2020.
Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming).
Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbon dioksida (CO2)
sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu
meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm
selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan
yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir,
kebakaran serta dampak sosial lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga
mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah
diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai
dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB
yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta
pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yangdilaksanakan di lstambul,
Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua temapokok, yaitu "Adequate Shelter for
All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World",
sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak
bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang
PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau
(RTH) di perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan
bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh
kembangnya ekonomi lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar
Pelayanan Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam
penataan bangunan dan lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda
bangunan gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib,
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah
negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung
dan rumah Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang
atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing
in-cash sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan.
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario
pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat
dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan
Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian
terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati
diri, produktif dan berkelanjutan.
Tabel 6.13. Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten/Kota
No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL
di Kab./Kota
(1) (2) (3)
1. Penataan Lingkungan Permukiman a. Substansi pengaturan
materi RTBL masih berfokus pada koridor jalan, belum menyentuh PSD permukiman
b. Minimnya ketersediaan
RTH
c. Minimnya peran serta
masy dan swasta penataan lingk permukiman
2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan
Rumah Negara
a. Belum tersedianya data
informasi bangunan gedung dan rumah negara
b. Minimnya kepedulian
Pemda dalam pengelolaan BG
3. Pemberdayaan Komunitas dalam
Penanggulangan Kemiskinan
a. Meningkatnya jumlah
masy miskin
b. Belum jelasnya
keberlanjutan program pemberdayaan masy dalam penanggulangan
B. Kondisi Eksisting
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL
adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi
berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman
perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM
adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang
telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah
sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa
Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9
Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan
kesepakatan bersama.
Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan
non-fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah
melakukan peningkatan prasarana lingkungan permukiman di 1.240 kawasan
serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377
kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di
Kabupaten/Kota perlu dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.
Tabel 6.14. Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
No.
Perda/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati/Peraturan lainnya
Amanat Jenis Produk
Pengaturan
Nomor &
Tahun Tentang
(1) (2) (3) (4) (5)
1 - - RTBL Jatinom -
2 - - RTBL Perkotaan Klaten -
Tabel 6.15. Penataan Lingkungan Permukiman
Kawasan
Tradisional/Bersejarah RTH Pemenuhan SPM Penanganan Kebakaran
Nama Kawasan
Dukungan Infrastruktur CK
Lokasi/ Nama RTH
Luas RTH
% Luas
RTH
Ketersediaan IMB
% IMB
HS
BGN Instansi
Prasarana Kebakaran
Kawasan Jatinom
Peny RTBL Komplek
Makam Ki Ageng Gribik
4.000
m2
+ 5% 43% Kec. Jatinom:
32 %
Badan
Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD)
Mobil Damkar: 4 unit
Hidrant: 15 buah Personil: 21 org
Sendang Plampean
5.000
Tabel 6.16. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 193 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 70 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
air bersih
2. Kec.
Gantiwarno
Fungsi Hunian: 15 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 260 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 60 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
air bersih
3. Kec. Wedi Fungsi Hunian: 10
unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 279 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 65 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
4. Kec. Bayat Fungsi Hunian: 30 unit
Pemkab Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 260 unit
Pemkab Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 3 unit
Pemkab Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 134 unit
Pemkab Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: 5 unit
Pemkab Baik Listrik, toilet,
air bersih
5. Kec. Cawas Fungsi Hunian: 5
unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 264 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 67 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
air bersih
6. Kec. Trucuk Fungsi Hunian: 10
unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 279 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 69 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
air bersih
7. Kec. Kalikotes Fungsi Hunian: 10
unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 108 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 76 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
8. Kec.
Kebonarum
Fungsi Hunian: 10 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 84 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 75 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 210 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 3 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 66 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 190 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 57 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
air bersih
11. Kec.
Karangnongko
Fungsi Hunian: 10 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 175 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 55 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
12. Kec. Ngawen Fungsi Hunian: 15 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 181 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 70 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 228 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 70 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 172 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 70 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 177 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 70 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: 1 unit
TNI Baik Listrik, toilet,
16. Kec. Juwiring Fungsi Hunian: 15 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 229 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 70 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: 1 unit
TNI Baik Listrik, toilet,
air bersih
17. Kec. Wonosari Fungsi Hunian: 10 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 208 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 76 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
air bersih
18. Kec. Delanggu Fungsi Hunian: 10 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 171 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 75 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 186 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 3 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 66 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: 1 unit
TNI Baik Listrik, toilet,
20. Kec.
Karanganom
Fungsi Hunian: 5 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 205 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 57 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
air bersih
21. Kec. Tulung Fungsi Hunian: 10
unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 221 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 70 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
air bersih
22. Kec. Jatinom Fungsi Hunian: 15
unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 119 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 60 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
air bersih
23. Kec. Kemalang
Fungsi Hunian: 10 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 123 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 65 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
24. Kec. Klaten Selatan
Fungsi Hunian: 30 unit
Pemkab Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 131 unit
Pemkab Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 3 unit
Pemkab Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 134 unit
Pemkab Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: 5 unit
Pemkab Baik Listrik, toilet,
air bersih
25. Kec. Klaten Tengah
Fungsi Hunian: 5 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 107 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 67 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
air bersih
26. Kec. Klaten Utara
Fungsi Hunian: 10 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
MCK
Fungsi Keagamaan: 147 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Usaha: 2 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Sosial Budaya: 69 unit
Pemkab/Desa Baik Listrik, toilet,
air bersih
Fungsi Khusus: - unit
Baik Listrik, toilet,
Tabel 6.17. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
No. Kecamatan
Jumlah Lokasi Kegiatan PNPM Perkotaan
(P2KKP)
Kegiatan Pemberdayaan Lainnya
(1) (2) (3) (4)
1 Gantiwarno 16 desa -
2 Trucuk 18 desa -
3 Kalikotes 7 desa -
4 Kebonarum 7 desa -
5 Jogonalan 18 desa -
6 Ngawen 13 desa -
7 Ceper 18 desa -
8 Pedan 14 desa -
9 Juwiring 19 desa -
10 Polanharjo 17 desa -
11 Karanganom 18 desa -
12 Klaten Selatan 12 desa -
13 Klaten Tengah 8 desa -
14 Klaten Utara 8 desa -
Sumber: PNPM Mandiri Kabupaten Klaten Tahun 2015
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa
permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran; • Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL
untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan
infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
• Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan
SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
• Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;
• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan);
• Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung didaerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
• Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
• Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;
• Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan denganbaik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
• Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
Tabel 6.18. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
No. Aspek PBL Permasalahan yang
Dihadapi
I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
1 Aspek Teknis 1) Belum
1) Kurangnya SDM Penambahan
jumlah personil
Usulan penambahan pegawai
2) Kualitas SDM Penerimaan
pegawai yang
1) Degradasi lingk Meningkatkan
II Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
1) Kurangnya SDM Penambahan
jumlah personil
Usulan penambahan pegawai
2) Kualitas SDM Penerimaan
pegawai yang
III Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan
4 Aspek Peran
1) Degradasi lingk Meningkatkan
kualitas lingk Sumber: hasil analisis Tahun 2015
6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota,
hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang
dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010, seperti yang telah dijelaskan
pada Subbab 6.2.1.
Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL
meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK),
pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan
bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperkotaan.
- RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan
rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan,
serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan,
rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan
pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan meliputi:
Program Bangunan dan Lingkungan;
Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
Rencana Investasi;
Ketentuan Pengendalian Rencana;
Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang
dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah
sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang
terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk
tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara
pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap
bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi,
serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi
kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana
Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu
10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang
terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota,
lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi
pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma,
Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang
penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman
kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan
Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk
menjamin kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi
masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis
dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
- Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU
No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait
dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan
permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL
sebagaimana terlihat pada tabel 6.19, yang dapat dijadikan acuan bagi
Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan
Bangunan dan Lingkungan.
Tabel 6.19. SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Jenis Pelayanan Dasar
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi
persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan,
kenyamanan dan kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah
Negara;
3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan
rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata
HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis
penataan bangunan gedung.
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan
kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan
program pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi
kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal
lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.
Tabel 6.20. Kebutuhan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Uraian Satuan
Kebutuhan
Ket Tahun I Tahun II Tahun
III
Tahun IV
Tahun V
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
1 Ruang Terbuka Hijau
(RTH)
M2 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
2 Ruang Terbuka M2 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
3 PSD Unit 5 10 10 10 10
4 PS Lingkungan Unit 5 10 10 10 10
5 HSBGN Lapora
n
2 2 2 2
6 Pelatihan Teknis
Tenaga Pendata HSBGN
Lapora n
II Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
1 Bangunan Fungsi
Hunian
Unit 5 5 5 5 5
2 Bangunan
FungsiKeagamaan
Unit 5 5 5 5 5
3 Bangunan
FungsiUsaha
Unit 2 2 2 2 2
4 Bangunan
FungsiSosial Budaya
Unit 10 10 10 10 10
5 Bangunan
FungsiKhusus
Unit 1 1 1
6 BintekPembangunanGe
dung Negara
Lapora n
7 Lainnya
II Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
1 P2KP Ds/kel 10 10 10 10 10
2 Lainnya
Sumber: hasil analisis Tahun 2014
6.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam PenanggulanganKemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan
Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang
mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen
Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana
pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan
yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah
infrastruktur dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah:
- Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung Kriteria Khusus:
• Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung;
• Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG
- Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan
Permukiman Berbasis Komunitas:
• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan; • Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM
Pronangkis-nya;
• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
Kriteria Lokasi :
• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006; • Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
• Kawasan yang dilestarikan/heritage; • Kawasan rawan bencana;
• Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra
niaga (central business district);
• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang
dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat; • Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
- Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau
(RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk
elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana
dan pelaksanaan serta DAED/DED.
Kriteria Umum:
• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;
• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam scenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);