AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja Program, Sasaran, dan Kegiatan Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Tahun 2007
1. Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Kegiatan Pengelolaan dan Pembiayaan Utang
a. Sub Kegiatan Penyusunan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Utang, dalam rangka pencapaian sasaran terselesaikannya peraturan tentang pengelolaan utang, dengan indikator kinerja sasaran dan capaiannya sebagai berikut:
Indikator Kinerja Sasaran Target Realisasi
Terselesaikannya RUU PHLN pada tingkat menteri
100% 100% Terselesaikannya RPP HLN pada tingkat tim 100% 100% Tersedianya perangkat peraturan
perundang-undangan di bidang pembiayaan syariah
100% 75% Tersusunnya RPP tentang pinjaman dalam
negeri
100% 0% Tersedianya perangkat hukum pengelolaan
SUN yang transparan dan akuntabel
100% 100%
1) Penyelesaian penyusunan peraturan di bidang PHLN (Pinjaman
dan Hibah Luar Negeri), outputs yang dihasilkan adalah:
a) RUU PHLN (Pinjaman dan Hibah Luar Negeri) pada tingkat Menteri, dan:
b) RPP HLN (Hibah Luar Negeri) pada tingkat Tim;
Meskipun target tersebut telah tercapai 100%, yang seharusnya akan dilanjutkan pada target kepada penyampaian RUU PHLN/RPP HLN pada tingkat yang lebih tinggi, namun kegiatan
tersebut ternyata belum terselesaikan karena dalam
pelaksanaannya terdapat keinginan pemerintah untuk
mengakomodir penambahan substansi materi mengenai
pengaturan pinjaman luar negeri swasta dan penjaminan pinjaman luar negeri.
Untuk menyempurnakan penambahan materi tersebut dan penuangan substansi materi ke dalam konsep RUU PHLN/RPP HLN, diambil langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menambah frekuensi pembahasan Tim PAD (Panitia Antar Departemen) RUU PHLN;
b) Menyelenggarakan diskusi, menghadirkan konsultan/
2) Penyelesaian penyusunan peraturan perundangan-undangan dibidang pembiayaan syariah, yang ditandai dengan adanya konsep-konsep peraturan sebagai outputs yang dihasilkan, sebagai berikut:
a) RUU Tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dan telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 13 Februari 2007, dan diharapkan akan dibahas di awal tahun 2008.
b) RPP Tentang Perusahaan Penerbit;
c) RPMK Tentang Penerbitan SBSN Di Pasar Perdana Dalam Negeri;
d) RPMK Tentang Penerbitan SBSN Dalam Valuta Asing Di Pasar Perdana Internasional.
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut terdapat hambatan yaitu belum dibahasnya RUU SBSN di DPR yang menyebabkan terhambatnya penyelesaian perangkat peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan penerbitan SBSN seperti RPP dan RPMK serta menyebabkan tertundanya penerbitan SBSN.
Langkah-langkah yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut antara lain:
a) Melakukan persiapan-persiapan dalam rangka pembahasan RUU Tentang SBSN;
b) Melakukan pembahasan dan konsultasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka penyempurnaan draft RPP dan RPMK;
3) Penyelesaian penyusunan peraturan perundangan-undangan
dibidang pinjaman dalam negeri, outputs yang dihasilkan adalah: RPP tentang pinjaman dalam negeri
RPP tentang pinjaman dalam negeri telah disampaikan kepada Departemen Hukum dan HAM, untuk dilakukan harmonisasi serta dibahas pada tingkat PAD (Panitia Antar Departemen). Diharapkan sebelum pertengahan tahun 2008, RPP sudah ditetapkan menjadi PP. Sehingga dapat segera disusun berbagai peraturan pelaksanaannya.
4) Penyelesaian penyusunan peraturan perundang-undangan tentang
pengelolaan Surat Utang Negara (SUN), telah tersusun draft terkait pengelolaan SUN (PP, Perpres, dan PMK), dengan realisasi
outputs sebanyak 5 buah PMK dan 1 buah Perdirjen, yaitu:
a) PMK Nomor 10/PMK.08/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.06/2006 tentang Penjualan Obligasi Negara Ritel di Pasar Perdana;
b) PMK Nomor 26/PMK.08/2007 tentang Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana;
c) PMK Nomor 27/PMK.08/2007 tentang Lelang Pembelian Kembali Obligasi Negara;
d) PMK Nomor 108/PMK.08/2007 tentang Sistem Dealer Utama; e) PMK Nomor 15/PMK.08/2007 tentang Perubahan Atas KMK
Nomor 22/KMK.01/2004 tentang Penjualan Obligasi Negara Dalam Valuta Asing Di Pasar Perdana Internasional;
f) Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Nomor PER-02/PU/2007 tentang Pedoman Penggunaan Infrastruktur Perdagangan Sistem Dealer Utama.
Dari 6 buah peraturan perundangan tersebut di atas, 3 diantaranya yaitu PMK Nomor 26/PMK.08/2007 tentang Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana, PMK Nomor 27/PMK.08/2007 tentang Lelang Pembelian Kembali Obligasi Negara, dan PMK Nomor 108/PMK.08/2007 tentang Sistem Dealer Utama adalah penetapan kembali Peraturan Menteri Keuangan yang telah ada dalam rangka mengakomodir dinamika atau perubahan-perubahan yang terjadi di pasar keuangan serta untuk lebih menjamin kepastian hukum. b. Sub Kegiatan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, dalam
rangka pencapaian sasaran meningkatnya efisiensi pengelolaan pinjaman luar negeri, dengan indikator kinerja sasaran dan capaiannya sebagai berikut:
Indikator Kinerja Sasaran Target Realisasi
Tersusunnya materi NPPHLN yang tidak merugikan pemerintah
100% 100% Tertatanya dokumen/arsip PHLN 95% 5%
1) Penyelesaian penyusunan materi NPPHLN yang tidak merugikan
pemerintah, dengan pencapaian kinerja outputs sebesar 100%, yang ditandai dengan telah ditandatanganinya Perjanjian Pinjaman dan Hibah Luar Negeri untuk tahun 2007 sebanyak 59 buah naskah dengan nilai sebesar Rp. 51,51 triliun rupiah (lihat tabel 6).
Tabel 6
Jumlah dan Nilai NPPHLN yang Ditandatangani pada Tahun 2007
Menurut Jenis Pinjaman
(dalam juta rupiah)
No. Jenis Pinjaman
Jumlah NPPHLN yang ditandatangani
Nilai NPPHLN*)
1 Pinjaman Program 8 Naskah 19.167.349,45 2 Pinjaman Proyek 23 Naskah 18.950.382,04 3 Kredit Ekspor 8 Naskah 10.737.529,60 4 Hibah 18 Naskah 1.836.984,42
5 Debt Swap 2 Naskah 819.915,56
Jumlah 59 Naskah 51.512.161,07
2) Sementara untuk penatausahaan arsip belum dapat terlaksana dengan baik dikarenakan belum adanya kepastian tempat/ruang kerja, sehingga outputs kegiatan penatausahaan arsip tidak dapat terealisasi sebagaimana-mestinya.
Langkah-langkah yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut antara lain:
a) Mengusahakan kepastian tempat/ruang kerja kepada
Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan;
b) Mengoptimalkan penatausahaan dengan menggunakan sarana dan prasarana yang ada.
c. Sub Kegiatan Pengelolaan Surat Berharga Negara, dalam rangka pencapaian sasaran terselenggaranya pengelolaan portofolio utang pemerintah sesuai dengan aturan hukum dalam rangka mendukung kebutuhan pembiayaan APBN, dengan indikator kinerja sasaran dan capaiannya sebagai berikut:
Indikator Kinerja Sasaran Target Realisasi
Terlaksananya pembiayaan APBN melalui pengelolaan portofolio SBN
100% 100% Terlaksananya koordinasi antar unit terkait
pengelolaan SBN
100% 100% Terselenggaranya sosialisasi SBN 100% 100% Terselenggaranya pengembangan pasar SBN 100% 100% Tersusunnya laporan terkait pengelolaan SBN
pengelolaan SBN
100%
100%
Dalam pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN), outputs yang dihasilkan, adalah:
1) Nilai target netto Pembiayaan APBN pengelolaan portofolio SBN
Dalam APBN Tahun 2007 telah ditetapkan bahwa target pembiayaan dari SUN adalah sebesar Rp40,6 triliun yang kemudian direvisi melalui APBN Perubahan Tahun 2007 menjadi Rp58,5 triliun. Jumlah tersebut merupakan target netto, dan dilaksanakan melalui:
a) Penerbitan Obligasi Negara (ON)
Penerbitan ON secara reguler dilakukan dengan cara lelang di pasar perdana. Pada setiap penerbitan, selalu terjadi
oversubscription, yaitu jumlah penawaran yang masuk melebihi
jumlah target indikatif yang diumumkan. Oversubscription berkisar dari 1,12 kali sampai 7,07 kali dengan rata-rata sekitar 4,47 kali. Hal ini merupakan salah satu indikator masih cukup tingginya kepercayaan investor terhadap ON.
Total nilai nominal ON dengan kupon berdenominasi Rupiah yang diterbitkan secara reguler oleh Pemerintah tahun 2007 mencapai Rp66,61 triliun, dengan kupon berkisar antara 9,00% sampai 10,25%, dan waktu jatuh temponya pada umumnya berjangka menengah dan panjang, yaitu antara tahun 2017 dan 2037.
Dalam rangka mengantisipasi minat investor sehubungan dengan kondisi ketidakpastian pasar karena adanya isu
subprime mortgage pada pertengahan bulan Agustus 2007,
pemerintah mengambil inisiatif untuk menerbitkan instrumen Obligasi Negara jangka pendek. Yaitu berupa zero coupon
bond, yaitu ON tanpa bunga yang dijual secara diskonto.
Penerbitan perdana zero coupon bond dilakukan sebanyak 3 seri, dengan total outstanding sebesar Rp10,50 triliun.
b) Penerbitan Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
SPN adalah SUN yang jangka waktu jatuh temponya sampai dengan 12 bulan. Secara total, sepanjang tahun 2007, pemerintah telah menerbitkan SPN seri SPN2008052801 dan melakukan reopening terhadap seri tersebut sebanyak 2 kali. Dari 3 kali penerbitan, total penawaran yang masuk adalah Rp19,45 triliun dan yang dimenangkan pemerintah adalah sebesar Rp4,17 triliun.
Dalam penerbitan SPN terdapat beberapa kendala yang mengakibatkan kecenderungan penurunan minat dari investor terhadap penerbitan SPN, yaitu perlakuan perpajakan yang
dianggap masih memberatkan bagi investor, pajak
sebagaimana diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2006 yang menyatakan atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa diskonto SPN dikenakan pemungutan PPh sebesar 20% yang bersifat final di Pasar Perdana. Dampak negatif yang terjadi dengan perlakukan pajak tersebut menyebabkan yield yang ditawarkan akan lebih tinggi dari yield Obligasi Negara dengan sisa jangka waktu 12 bulan karena pembeli SPN akan melakukan gross-up akibat pengenaan pajak 20%.
c) Penjualan Obligasi Ritel Indonesia (ORI)
Penjualan ORI merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk memperluas basis investor SUN dan ditujukan untuk investor perorangan. Penjualan ORI dalam tahun 2007 ditargetkan sebanyak 3 frekuensi dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2007 sebanyak 2 frekuensi dengan jumlah penawaran yang masuk melalui bookbuilding (melalui Agen Penjual yang diseleksi oleh Panitia Seleksi) yaitu mencapai Rp15,72 triliun dan jumlah penawaran yang dimenangkan adalah Rp15,6 triliun (terdiri dari 35.995 pemesanan pembelian). Frekuensi penerbitan ORI ini disesuaikan dan telah memenuhi kebutuhan APBN 2007. Penerbitan ORI tersebut mendapat sambutan yang positif dari masyarakat.
d) Penerbitan Obligasi Negara dalam Valuta Asing (International
Bonds)
Penerbitan International Bonds dalam tahun 2007 ditargetkan sebanyak 2 frekuensi dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2007 sebanyak 1 frekuensi. Frekuensi penerbitan international tersebut disesuaikan dengan kebutuhan APBN 2007.
Penerbitan Obligasi Negara dalam valuta asing di pasar perdana internasional dilaksanakan pada awal bulan Februari tahun 2007, dengan nominal sebesar USD 1.5 miliar. Penerbitan tersebut merupakan single trance, yaitu seri INDO-37. Sebagaimana penerbitan sebelumnya, penerbitan pada tahun 2007 ini juga mendapatkan sambutan yang baik di pasar internasional. Adapun distribusi investor berdasarkan regional, untuk INDO-37 yaitu Asia (38%), Eropa (25%), dan Amerika (37%). Yield obligasi negara dalam valuta asing milik Indonesia tersebut relatif lebih rendah dibanding yield obligasi negara lain yang bahkan mempunyai peringkat lebih tinggi. Hasil penerbitan ini menunjukkan kepercayaan investor internasional terhadap manajemen fiskal dan prospek ekonomi Indonesia jangka panjang.
e) Pelaksanaan debt switching/buyback
Profil jatuh tempo SUN saat ini terkonsentrasi dengan jumlah yang signifikan pada kurun waktu 2007-2009. Artinya dalam kurun waktu tersebut, terdapat Obligasi Negara dalam jumlah besar yang jatuh tempo dan harus dilunasi oleh Pemerintah, sementara kondisi keuangan negara, maka dalam kurun waktu tersebut diperkirakan akan terjadi tekanan fiskal yang hebat. Untuk itu dalam rangka mengurangi beban dan risiko pelunasan pokok SUN pada kurun tahun 2007-2009 tersebut, Pemerintah berupaya untuk menata ulang struktur jatuh tempo SUN melalui
debt switching, yaitu dengan membeli seri-seri Obligasi Negara
jangka pendek dan menukarkannya dengan Obligasi Negara yang mempunyai jatuh tempo jangka menengah dan panjang. Jumlah SUN yang jatuh tempo pada kurun tahun 2007-2009, yang berada pada kisaran di atas Rp30 triliun, digeser ke jangka waktu jatuh tempo yang lebih panjang. Pada tahun 2007 lalu, telah dilaksanakan lelang debt switching sebanyak 9 kali dengan jumlah nominal sebesar Rp.15.782 triliun.
Selain itu pada tahun 2007 telah dilakukan cash buyback sebanyak 3 kali, dengan jumlah nominal sebesar Rp2.859 triliun. Kegiatan cash buyback ini merupakan salah satu strategi pengelolaan portofolio SUN dengan cara melaksanakan pembelian Obligasi Negara yang belum jatuh tempo di pasar sekunder. Obligasi Negara yang telah dibeli tersebut kemudian dinyatakan lunas atau jatuh tempo, sehingga mengurangi total
outstanding SUN. Pada saat pasar mengalami bearish, dimana
harga SUN cenderung diskon, penerapan strategi cash
buyback ini akan lebih menguntungkan Pemerintah, dibanding
jika harus membayar pelunasan pokok pada saat jatuh tempo nantinya. Disamping itu pelaksanaan cash buyback oleh Pemerintah pada saat kondisi pasar bearish ini juga dapat menahan anjloknya laju harga SUN, bahkan dapat mendorong pembentukan harga premium.
f) Penerbitan Sukuk
Penerbitan Sukuk dalam tahun 2007 ditargetkan sebanyak 1 frekuensi dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2007 sebanyak 0 frekuensi. Tidak terlaksananya kegiatan penerbitan SUKUK ini disebabkan karena masih menunggu pengesahan RUU tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
2) Sosialisasi SBN dilaksanakan melalui 2 kegiatan, yaitu:
a) Sosialisasi SUN, yang bertujuan untuk menyebarluaskan informasi dan pemahaman mengenai peran, posisi dan fungsi SUN dalam kerangka kebijakan ekonomi secara keseluruhan dan perkembangannya; menyebarluaskan informasi mengenai perkembangan yang terjadi terkait dengan pengelolaan SUN terutama dari sisi pelaku pasar; dan sebagai bagian dari program edukasi kepada masyarakat luas. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan di 7 kota.
Terdapat kendala dalam pelaksanaan sosialisasi SUN ini yaitu
belum optimalnya penyebarluasan informasi kepada
masyarakat luas untuk mempeluas basis investor, khususnya para investor di wilayah timur Indonesia.
b) Sosialisasi dalam rangka penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) atau pre marketing ORI yang diselenggarakan di di 9 kota.
3) Koordinasi dengan unit/instansi terkait
Koordinasi dengan unit/instansi terkait dengan pengelolaan SBN seperti Bapepam dan Lembaga Keuangan, Ditjen Perbendaharaan, Bank Indonesia, dan Bursa Efek Surabaya telah dilaksanakan secara rutin, baik untuk keperluan penyusunan peraturan, konsolidasi data, maupun pengembangan pasar SBN.
4) Pengembangan Pasar SBN
Pengembangan pasar SBN dilakukan melalui diskusi dengan Dealer Utama serta melalui Investor gathering dengan beberapa investor institusi seperti perusahaan dana pensiun dan perusahaan asuransi dalam rangka pemutakhiran data, informasi, dan komunikasi aktif. Kendala utama dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah waktu akibat padatnya jadwal kegiatan. Selain itu, perlu adanya peningkatan kualitas dan kuantitas pertemuan dengan pelaku pasar (analis dealer) dalam rangka pengembangan pasar SBN secara intensif.
5) Penerbitan Laporan Tahunan Pengelolaan SBN
Laporan tahunan pengelolaan SBN dalam tahun 2007 ditargetkan sebanyak 1 buah dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2007 sebanyak 6 buah. Hal ini disebabkan laporan tahunan yang direncanakan disusun pada akhir tahun, dirasakan tidak efektif sebab laporan pelaksanaan kegiatan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan pengelolaan SBN yang berjalan sangat dinamis. Untuk itu diambil kebijakan untuk menyusun laporan pelaksanaan kegiatan setiap berakhirnya pelaksanaan kegiatan sebagai bahan evaluasi dan rekomendasi untuk pelaksanaan kegiatan selanjutnya.
Adapun laporan yang telah disusun sebagai berikut:
a) Laporan Pelaksanaan Penjualan Obligasi Negara dalam valuta asing di pasar internasional tahun 2007;
b) Laporan Penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI002 di pasar perdana;
c) Laporan Penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI003 di pasar perdana;
d) Laporan kegiatan Pengembangan Pasar SBN;
e) Laporan kegiatan riset pasar keuangan dan Surat Berharga Negara;
6) Selain kegiatan-kegiatan yang direncanakan dalam RKT, terdapat
beberapa kegiatan penting yang tidak tercantum dalam RKT, namun dilaksanakan dalam tahun 2007, diantaranya:
a) Pelaksanaan riset pasar keuangan dan SBN telah
menyelesaikan laporan riset sebanyak 2 buah.
b) Penyelenggaraan Sistem Dealer Utama, yang dilaksanakan dengan melakukan monitoring terhadap kewajiban Dealer Utama dalam hal:
1) penyampaian kuotasi harian harga SUN dua arah seri
benchmark;
2) keaktifan Dealer Utama dalam pelaksanaan lelang SUN di pasar perdana.
d. Sub Kegiatan Pengelolaan Portofolio dan Risiko Utang, dalam rangka pencapaian sasaran tersedianya strategi pengelolaan utang pada tingkat risiko yang terkendali dan tingkat biaya yang dapat diterima, dengan indikator kinerja sasaran dan capaiannya sebagai berikut:
Indikator Kinerja Sasaran Target Realisasi
Tercapainya tujuan dan sasaran strategi pengelolaan utang jangka panjang dan menengah
100% 50% Tersedianya portfolio performance
monitoring
100%
50% Tersedianya rumusan revisi strategi utang 100% 0% Tersedianya hasil evaluasi penerapan strategi
utang
100%
0% Tersedianya rumusan restrukturisasi portofolio
utang, mekanisme hedging, pengkayaan
instrumen, mekanisme kredit ekspor, dan standarisasi terms & condition pinjaman luar
negeri 100% 80% Tersedianya informasi dan masukan
mengenai berbagai asumsi indikator makro ekonomi sebagai bahan penyusunan strategi pengelolaan utang
100%
100% Tersedianya informasi dan masukan
mengenai lending strategy dari lender sebagai bahan penyusunan strategi pengelolaan utang
100%
Tersedianya informasi dan masukan mengenai kebijakan dari berbagai regulator terkait pengelolaan utang, pengembangan instrumen dan infrastruktur
100% 100%
Dalam mengelola portofolio dan risiko utang telah dihasilkan outputs:
1) Rumusan strategi pengelolaan utang jangka panjang dan
menengah dan rumusan kerangka kerja manajemen risiko dengan realisasi masing-masing sebanyak 1 berkas. Dari kedua outputs tadi diharapkan outcomes tercapainya tujuan dan sasaran strategi pengelolaan utang jangka panjang dan menengah akan tercapai 100%, namun indikator tersebut baru tercapai sebesar 50%. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain belum sepenuhnya instrumen utang SBN dan pinjaman terintegrasi serta keterbatasan data untuk analisis.
Pada tahun 2007 sebenarnya telah tersusun Rumusan Strategi Pengelolaan Utang, namun strategi pengelolaan utang yang telah tersusun tersebut belum dapat ditetapkan sebagai suatu dokumen hukum resmi, karena masih bersifat parsial, yaitu baru mencakup aspek instrumen SBN dan belum mencakup instrumen PHLN. Hal tersebut dikarenakan hambatan ketersediaan data PHLN yang belum reliable dan terintegrasi, akibatnya Rumusan Strategi Pengelolaan Utang yang telah dibuat dirasa belum cukup memadai untuk menjadi suatu dokumen hukum resmi guna keperluan analisis. Saat ini sedang dilaksanakan pembenahan data PHLN dengan menggunakan tenaga konsultan. Sehingga diharapkan dapat segera tersedia data PHLN yang reliable dan terintegrasi dan Rumusan Strategi Pengelolaan Utang dapat ditetapkan sebagai suatu dokumen hukum resmi.
2) Portfolio performance monitoring, revisi strategi, dan evaluasi
penerapan strategi utang, dengan realisasi untuk indikator outputs
portfolio performance monitoring mencapai 100%, dua outputs
lainnya belum ada realisasi. Capaian tersebut disebabkan belum ditetapkan strategi utang menjadi dokumen hukum, sehingga mengakibatkan belum tersedianya performance indikator portofolio utang secara lengkap, terutama untuk instrumen PHLN, sehingga baru dapat dilaksanakan portfolio performance monitoring terbatas pada instrumen SBN, khususnya SUN. Demikian pula belum dapat dilaksanakan revisi strategi dan evaluasi penerapan strategi utang.
3) Rumusan mengenai restrukturisasi portofolio utang, mekanisme
hedging, pengkayaan instrumen, mekanisme kredit ekspor (KE),
dan standardisasi terms & conditions pinjaman luar negeri sebanyak 5 berkas dengan capaian sebesar 80%. Untuk mencapai struktur portofolio utang yang optimal, pencapaian tingkat risiko utang yang terkendali, maupun penyediaan alternatif instrumen utang yang sesuai kondisi dan kebutuhan, maka diperlukan berbagai strategi dan kebijakan yang tepat. Dalam rangka mencapai target tersebut direncanakan untuk melakukan berbagai
kajian untuk merumuskan restrukturisasi portofolio utang,
mekanisme hedging, pengkayaan instrumen, mekanisme KE, dan standardisasi Terms and Conditions pinjaman luar negeri.
4) Pelaksanaan pertemuan dengan analis makro ekonomi internal dan
eksternal Departemen Keuangan, pelaksanaan pertemuan
konsultasi dengan lender, dan pertemuan dengan regulator dan pelaku pasar terkait dengan pengelolaan utang, pengembangan instrumen utang dan infrastruktur. Dengan target outcomes tersedianya informasi dan masukan mengenai berbagai asumsi indikator makro ekonomi sebagai bahan penyusunan strategi pengelolaan utang, tersedianya informasi dan masukan mengenai
lending strategy dari lender sebagai bahan penyusunan strategi
pengelolaan utang dan tersedianya informasi dan masukan mengenai kebijakan dari berbagai regulator terkait dengan pengelolaan utang, pengembangan instrumen dan infrastruktur dengan tingkat capaian 100%.
e. Sub Kegiatan Penyusunan Kebijakan Pembiayaan Syariah, dalam rangka pencapaian sasaran terlaksananya perencanaan dan kebijakan pembiayaan syariah sebagai alternatif instrumen pembiayaan APBN, dengan indikator kinerja sasaran dan capaiannya sebagai berikut:
Indikator Kinerja Sasaran Target Realisasi
Terlaksananya kajian pengembangan instrumen pembiayaan syariah
100%
100%
Dalam melaksanakan kajian pengembangan instrumen pembiayaan syariah telah dihasilkan outputs sebagai berikut:
1) Disusunnya grand design SBSN ijarah-sale and lease bank
sebagai bahan aturan-rekomendasi dalam penerbitan SBSN.
Grand design ini meliputi pokok-pokok ketentuan dan syarat SBSN
seperti: tenor, ketentuan imbalan, metode penerbitan, metode
pricing, Barang Milik Negara sebagai underlying asset,
dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penerbitan SBSN serta penatausahaan dan pasar sekunder SBSN.
2) Laporan atas hasil kajian penerbitan SBSN dengan struktur
musyarakah (akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
menggabungkan modal, baik dalam bentuk uang maupun bentuk lainnya, untuk tujuan memperoleh keuntungan, yang akan dibagikan sesuai dengan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya, sedangkan kerugian yang timbul akan ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak) sebagai alternatif sumber pembiayaan kegiatan dengan
pencapaian sebesar 100% yang ditandai dengan telah
diselesaikannya laporan hasil kajian penerbitan SBSN dengan struktur musyarakah.
f. Sub Kegiatan Pelaksanaan Evaluasi Akuntansi dan Setelmen Utang, dalam rangka pencapaian sasaran terwujudnya pengamanan rencana penyerapan pinjaman luar negeri (disbursement) baik pinjaman program maupun pinjaman proyek, dengan indikator kinerja sasaran dan capaiannya sebagai berikut:
Indikator Kinerja Sasaran Target Realisasi
Terlaksananya optimalisasi efisiensi, dan efektifitas penggunaan pinjaman
100% 100% Meningkatnya tertib administrasi pembayaran
pinjaman
100% 100% Meningkatnya sistem penatausahaan dan
akuntansi pinjaman secara tertib dan teratur
100% 100%
Dalam pelaksanaan evaluasi, akuntansi dan setelmen, telah dihasilkan
outputs antara lain:
1) Nilai efektif penarikan utang pinjaman proyek sebesar Rp
17.002,50 miliar dan pinjaman program sebesar Rp 19.005,00 miliar.
2) Nilai pembayaran utang, terdiri:
a) cicilan pokok utang dalam negeri sebesar Rp 61.536,44 miliar; b) bunga utang dalam negeri sebesar Rp 53.470,48 miliar; c) cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp 57.922,46 miliar; d) bunga utang luar negeri sebesar Rp 25.727,84 miliar.
3) Tingkat pengembangan sistem arsip dokumen PHLN dengan
pencapaian sebanyak 129 loan agreement, sementara sebanyak 254 dokumen masih belum ditemukan yang terdiri 18 dokumen dengan status aktif serta 236 berstatus fully paid.
4) Tingkat pengembangan IT strategy dan beberapa aplikasi dalam
rangka mendukung tugas DJPU, antara lain: aplikasi decision
support system, aplikasi surat perintah membayar, dan aplikasi anlysis support system dengan capaian 100 %.
5) Penyusunan laporan utang dengan capaian 34 laporan dari target
37 laporan.
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut terdapat beberapa hambatan dalam penyajian laporan data utang yang credible dan tepat waktu dalam kerangka sistem akuntansi utang, antara lain:
1) Koordinasi dengan pihak terkait (lender, executing agency,
Bappenas, BI, dan Ditjen Perbendaharaan) masih perlu ditingkatkan;
2) Mekanisme proses rekonsiliasi data real-time antara DJPU, BI,
Ditjen Perbendaharaan (Direktorat PKN dan KPPN Jakarta VI) dalam rangka penyusunan laporan utang masih dalam tahap