• Tidak ada hasil yang ditemukan

I K H T I S A R E K S E K U T I F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I K H T I S A R E K S E K U T I F"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

I K H T I S A R E K S E K U T I F

irektorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara. Pembentukan unit DJPU dengan alasan untuk mengintegrasikan pengelolaan portofolio utang negara, yaitu Surat Berharga Negara dan Pinjaman Hibah Luar Negeri agar lebih optimal, dan menurunkan pembiayaan defisit agar diperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dan tingkat risiko yang dapat ditolerir.

Dalam rangka pelaporan kinerja DJPU Tahun 2007 dan berdasarkan Inpres Nomor 7 tahun 1999, DJPU menyusun suatu laporan akuntabilitas berupa Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang akan membantu organisasi dalam melakukan analisis dan evaluasi kinerja organisasi secara menyeluruh. LAKIP DJPU menyajikan berbagai keberhasilan pelaksanaan kegiatan maupun berbagai hambatan dalam pelaksanaan kegiatan di bidang pengelolaan utang. Keberhasilan tersebut bukan hanya keberhasilan dari DJPU semata, tetapi juga menggambarkan keberhasilan seluruh lembaga kepemerintahan, dukungan dunia usaha, serta partisipasi masyarakat secara umum. Beberapa capaian kinerja dari DJPU dalam tahun 2007 antara lain:

1. Terjadinya perkembangan yang cukup signifikan dalam pengelolaan utang pemerintah. Keberhasilan pemerintah, dapat dilihat dari rasio utang terhadap PDB yang dari tahun 2000 sampai 2006 yang trennya semakin menurun, pada tahun 2000 sekitar 88% dan pada tahun 2007 pada posisi 35,25%. Ada 3 faktor yang mempengaruhi ini. Pertama, karena kita mempunyai pertumbuhan ekonomi yang cenderung meningkat. Kedua, nilai rupiah yang relatif stabil atau cenderung menguat. Ketiga, adanya penurunan total utang luar negeri kita. 2. Realisasi realisasi pembiayaan melalui SBN sekitar Rp57,31T (1,5% GDP),

terdiri dari: (i) penerbitan Rp99,95T; (ii) jatuh tempo Rp39,79T; dan (iii) buyback Rp2,86T.

3. Refinancing risk terkendali melalui perpanjangan durasi portofolio dan penurunan rata-rata jatuh tempo. Refinancing risk ini dilaksanakan melalui debt

switching sebanyak 9 kali dengan jumlah nominal sebesar Rp.15.782 triliun

4. Posisi rating dari beberapa lembaga rating (Fitch Ratings, Moody’s, dan S&P’s

Rating) mengalami perbaikan;

5. Mengembangkan berbagai instrumen utang sebagai alternatif sumber pembiayaan serta dalam rangka diversifikasi portofolio dan risiko utang, yaitu sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Pinjaman Dalam Negeri.

6. Ditandatangani komitmen pinjaman luar negeri berupa pinjaman proyek sebesar US$2,24 miliar; komitmen hibah luar negeri US$357,56 juta; dan debt swap sebesar EUR50 juta.

7. Penyerapan pinjaman proyek sebesar Rp 17.002,50 miliar dan pinjaman program sebesar Rp 19.005,00 miliar.

(3)

8. Nilai pembayaran cicilan pokok utang dalam negeri sebesar Rp 61.536,44 miliar, bunga utang dalam negeri sebesar Rp 53.470,48 miliar, cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp 57.922,46 miliar, bunga utang luar negeri sebesar Rp 25.727,84 miliar.

9. Berkaitan dengan reformasi birokrasi telah dilaksanakan

penyusunan/penyempurnaan business process, meliputi: penyusunan 791 Uraian Jabatan (Job Descriptions), 91 SOP (Standard Operating and

Procedures), 182 data ABK (Analisis Beban Kerja-Work Load Analisys), Kode

Etik, KPI (Key Performance Indicators), Standar Kompetensi Jabatan, dan pembangunan Assesment Center.

Disamping beberapa kegiatan yang terlaksana sesuai rencana dan target, terdapat beberapa kegiatan lain yang hingga akhir tahun 2007 belum terselesaikan, yaitu:

1. Belum disahkannya RUU PHLN, RUU SBSN, dan RPP tentang pinjaman dalam negeri.

2. Belum terintegrasi sepenuhnya instrumen utang SBN dan Pinjaman yang mengakibatkan belum terselesaikannya rumusan strategi pengelolaan utang jangka panjang dan menengah, rumusan kerangka kerja manajemen risiko, dan

portfolio performance monitoring.

3. Sistem Infomasi Utang yang diharapkan akan meningkatkan optimalisasi penggunaan pinjaman masih dalam tahap pembangunan.

4. Belum adanya gedung kantor yang dapat menampung seluruh pegawai dalam satu lokasi. Lokasi gedung kantor masih terpisah yaitu sebagian di Gedung Utama, Gedung Perbendaharaan I dan IV.

5. Keterbatasan SDM, jumlah seluruh pegawai yang ada baru berjumlah 187 pegawai.

Berbagai keberhasilan kinerja yang telah dicapai diatas kiranya dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan pada tahun-tahun selanjutanya. Sementara untuk beberapa program/kegiatan yang capaian kinerjanya belum mencapai sebagaimana yang diharapkan dapat ditingkatkan, sehingga dapat lebih memberi manfaat kepada masyarakat maupun berbagai pihak yang berkepentingan dengan organisasi pengelola utang.

(4)

DAFTAR ISI

IKHTISAR EKSEKUTIF... i

DAFTAR ISI ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tugas dan Fungsi ... 6

C. Organisasi ... 7

D. Sistematika Penyajian LAKIP... 10

II. RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA ... 11

A. Alur Pikir ... 11

B. Rencana Strategis ... 11

C. Rencana Kinerja Tahun 2007... 17

III. KEBIJAKAN BIDANG PENGELOLAAN UTANG ... 18

A. Kebijakan Pokok Pengelolaan Utang... 18

B. Kebijakan Pengelolaan Utang Tahun 2007 ... 20

IV. AKUNTABILITAS KINERJA ... 23

A. Capaian Kinerja Program, Sasaran, dan Kegiatan Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Tahun 2007... 25 B. Evaluasi dan Analisis Pencapaian Kinerja... 36

C. Akuntabilitas Keuangan ... 37

V. PENUTUP ... 39 Lampiran

1. Tabel Pengukuran Kinerja Kegiatan Tahun 2007

(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengelolaan keuangan meliputi aktivitas merencanakan pengeluaran dan cara pembiayaannya dari berbagai sumber penerimaan, yang prosesnya melibatkan estimasi atas kejadian di masa depan dan pengalaman di masa lalu. Dalam kaitannya dengan pegelolaan keuangan negara, Menteri Keuangan bertindak sebagai Chief Financial Officer (CFO) dan Menteri/Ketua Lembaga bertindak sebagai Chief Operational Officer (COO) atas suatu bidang tertentu pemerintahan. Selain daripada itu, Menteri Keuangan juga selaku Bendahara Umum Negara dan berperan sebagai pengelola keuangan negara dalam arti seutuhnya, melaksanakan tugas sebagai kasir sekaligus pengawas dan manajer keuangan. Sehingga, Menteri Keuangan berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran.

Menteri Keuangan memiliki

fungsi utama merencanakan

perolehan dana, menggunakan dana, dan mengendalikan dana

tersebut dalam rangka

mengoptimalkan fungsi

Departemen Keuangan. Dana yang didapat digunakan untuk keperluan pembiayaan anggaran

negara guna menciptakan

semaksimal mungkin

peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

Sumber-sumber pembiayaan negara berasal dari dalam dan luar negeri, dalam bentuk pajak dan bukan pajak (non utang) serta pembiayaan yang berasal dari utang negara.

Kebijakan umum pembiayaan anggaran antara lain meliputi penetapan sasaran surplus/defisit anggaran berdasarkan proyeksi realisasi penerimaan negara maupun rencana alokasi belanja negara. Penetapan defisit/surplus anggaran tergantung pada kebijakan fiskal yang diambil Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)-sebagai hak budget DPR. Dalam hal pembiayaan defisit, anggaran beserta kebutuhan pembiayaan untuk investasi dan penyertaan modal negara, ditutup melalui pembiayaan anggaran yang berasal dari utang dan non-utang. Dalam hal pembiayaan surplus, anggaran akan di arahkan kepada upaya lebih meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan tabungan pemerintah.

Pembiayaan anggaran, termasuk pembiayaan melalui utang, memerlukan strategi, agar dapat dilakukan secara tepat dan hati-hati, sehingga sumber-sumber pembiayaan dapat digunakan seoptimal mungkin dan mampu menghindari terjadinya penumpukan beban fiskal di masa mendatang yang berpotensi mengganggu kesinambungan pembiayaan (fiscal sustainability). Kesalahan di dalam pengelolaan utang akan mengakibatkan dampak negatif terhadap berbagai sisi perekonomian, antara lain ketidakmampuan dalam

(6)

membayar kewajiban utang, membengkaknya kewajiban utang di luar perkiraan, menurunnya kepercayaan investor dan kreditor, terjadinya penurunan peringkat utang (credit rating), terganggunya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), terhambatnya kegiatan pemerintahan akibat tidak terjaminnya sumber pembiayaan, bahkan default.

Gambar 1

Perencanaan Pembiayaan • Perencanaan Kebutuhan • Strategi pinjaman

pemerintah

Pengelolaan Hibah & Utang • Penyerapan pinjaman LN • Penatausahaan pinjaman

DN&LN

• Pengelolaan portofolio SUN Kebijakan Pembiayaan

• Kebijakan Penurunan Defisit dan Stok Utang • Kebijakan pembiayaan

Pusat

• Kebijakan pembiayaan Daerah

FOKUS STRATEGI: PEMBIAYAAN ANGGARAN

FOKUS STRATEGI: PEMBIAYAAN ANGGARAN

P e rs p e kt if S ta k e h o ld e rs P e rs p e kt if In te rn a l P e rs p e kt if K e u a n g a n P e rs p e kt if P e m b e la ja ra n & P e rt u m b u h a n SDM • •Kompetensi PengelolaK Utang Organisasi

Organisasi yang terkoordinasi dengan pihak internal dan eksternal

S a r a n a d a n P r a s a r a n a

• Sistem informasi dan manajemen SUN •Treasury Management Information System Informasi Strategy & Policy Goals Optimalisasi Pemanfaatan Hibah & Utang

Optimalisasi Pemanfaatan Hibah & Utang

Citra Citra Biaya rendah Biaya rendah Penurunan Stok Utang Penurunan Stok Utang Rasa Aman Rasa Aman Int a ng ib le A s se ts T a ng ibl e A s se ts C a p ac it y B u il d in g Objectives

Strategi pengelolaan utang, yang dilaksanakan melalui ketentuan mengenai kehati-hatian dalam pengelolaan utang, mengembangkan pasar Surat Berharga

Negara di dalam negeri

(domestik), efisiensi

pemanfaatan pinjaman luar

negeri, dan mengelola

portofolio utang secara efektif

ditetapkan dalam rangka

mencapai tujuan jangka

panjang pengelolaan utang

pemerintah, yaitu

mengoptimalkan pengelolaan

utang dan merumuskan

pembiayaan defisit, agar

diperoleh sumber

pembiayaan dengan biaya rendah dengan tingkat risiko yang dapat ditolerir, dengan mengedepankan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.

(7)

Gambar 2

8 Target maximum

tambahan bersih utang (pinjaman & penerbitan surat berharga negara) +1% dari PDBMemberikan prioritas pada penerbitan surat berharga negara di pasar domestik untuk kepentingan pembiayan defisit dan pembayaran kembali utang (refinancing)Membiayai proyek yang cost

recoveryMemperbaiki project readiness criteriaMembiayai proyek dalam rangka Millenium Developemnt Goals (MDGs)Diversifikasi instrumen utang dan perluasan basis investorMengembangkan infrastruktur pasardalam rangka mendukung efisiensi pasarMenerbitkan obligasi benchmark secara reguler (E.g. 5, 7, 10 and 20 years)Melakukan penukaran obligasi (debt switching) secara lebih aktif dalam rangka memperpanjang jatuh tempoMelakukan pembelian kembali untuk mengurangi outstanding dan mendukung stabilitas pasar Pengembangan Pasar Domestik Ketentuan mengenai kehati-hatian Pinjaman Luar Negeri Pengelolaan Portofolio Utang Mengelola utang pada biaya yg rendah dalam

jangka panjang pada risiko yg terkendali

Tujuan :

Koordinasi yang Efektif antara kebijakan Fiskal, Moneter dan Pengawas Pasar Keuangan

Strategi Pengelolaan Utang

Optimalisasi penggunaan utang merupakan kegiatan menentukan kapasitas utang dalam kerangka struktur pendanaan anggaran. Kegiatan tersebut termasuk didalamnya mengantisipasi timbulnya biaya utang, yang terdapat implikasi adanya suatu jumlah optimum atas utang, dalam penetapannya jumlah optimum tersebut dilakukan secara incremental dan kemudian menjadi target tingkat utang (target debt level) pemerintah.

Sejak ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor

466/KMK.01/2006, telah dibentuk Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU). Pembentukan DJPU dimaksudkan untuk mengintegrasikan pengelolaan portofolio utang negara, yaitu Surat Berharga Negara (SBN) serta Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN). DJPU mengambil peran sebagai institusi pengelola utang di Departemen Keuangan dan efektif beroperasi pada tahun 2007.

UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah

mengubah secara mendasar

sistem pengelolaan keuangan

negara. Perubahan yang

signifikan dari reorganisasi

tersebut antara lain

digunakannya prinsip

pengelompokkan tugas dan

fungsi, yaitu kebijakan (policy),

perencanaan (planning), dan

pelaksanaan (implementation),

selain fungsi fiscal research yang secara praktikal ada di Departemen Keuangan.

(8)

Gambar 3

Kegiatan pengelolaan utang melibatkan beberapa instansi yaitu Departemen Keuangan, Bappenas, Bank Indonesia, dan Menko Perekonomian.

Departemen Keuangan merupakan

core unit dalam kegiatan pengelolaan

utang, dimana tugas dan

kewenangannya antara lain

mencakup penyusunan rencana dan strategi utang, pengadaan utang,

eksekusi transaksi, pengelolaan

portofolio dan risiko utang,

pengembangan instrumen utang,

pengembangan pasar, penyiapan

infrastruktur, dan penyelesaian

kewajiban utang.

Bappenas berwenang dalam melakukan penilaian kelayakan, pemantauan, dan penentuan prioritas program atau kegiatan yang diusulkan oleh Executing

Agencies untuk dibiayai dengan pinjaman, melalui berbagai dokumen seperti Blue Book, Green Book, dan Brown Book.

Bank Indonesia (BI), selaku otoritas moneter, merupakan mitra koordinasi bagi Pemerintah yang berperan sebagai otoritas fiskal, agar kebijakan fiskal-moneter yang berkaitan dengan utang tidak saling bertentangan. Saat ini, BI juga diberi peran sebagai agen fiskal dan penyedia infrastruktur pendukung dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan utang yang dilaksanakan Pemerintah.

Sedangkan Kementerian Koordinator Perekonomian (Menko Perekonomian) bertugas melakukan koordinasi secara umum terhadap pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter dalam rangka menjaga tercapainya sasaran dan tujuan kebijakan ekonomi.

UU Keuangan Negara Perbendaharaan UU

Negara

Fiscal Policy ImplementationFiscal ExecutionBudget

P r o s e s

P r o s e s

P r o s e s

Perumusan kerangka ek. makro dan

pokok-pokok kebijakan fiskal -Asumsi dasar ekonomi makro - Pokok-pokok kebijakan fiskal Perencanaan dan Penyusunan APBN - UU APBN - Keppres Rincian APBN Pelaksanaan dan Pertanggung-jawaban APBN - DIPA/SKO - PAN & NERACA Pengkajian kebijakan ekonomi, keuangan dan fiskal Kajian ekonomi dan rekomendasi kebijakan fiskal Fiscal Research

PEMBAGIAN WEWENANG

PEMBAGIAN WEWENANG

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

(9)

Gambar 4

PENGELOLA UTANG

PENGELOLA UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN KEMENTERIAN LEMBAGA KEMENTERIAN LEMBAGA BANK INDONESIA BANK INDONESIA BAPPENAS BAPPENAS MENKO PEREKONOMIAN MENKO PEREKONOMIAN DEPARTEMEN KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN KEMENTERIAN LEMBAGA KEMENTERIAN LEMBAGA BANK INDONESIA BANK INDONESIA BAPPENAS BAPPENAS MENKO PEREKONOMIAN MENKO PEREKONOMIAN

Posisi DJPU pada Departemen Keuangan sebagai pengelola utang, dengan tugas dan fungsi merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan utang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

DJPU adalah unit yang paling dominan dalam mengelola utang negara. DJPU dituntut agar dapat melaksanakan pengelolaan utang secara accountable, mampu berdaya guna dan berhasil guna, bersih dari bentuk penyalahgunaan wewenang, dan transparan.

Fokus strategi DJPU saat ini adalah menjabarkan tugasnya di sisi

penyediaan pembiayaan agar tercapai

tingkat penyerapan anggaran secara lebih

baik, terutama untuk program yang

didalamnya didanai dari utang. Rendahnya penyerapan anggaran (yang sebagian besar berasal dari utang) menunjukan bahwa saat ini perumusan strategi pembiayaan yang

dibutuhkan masyarakat masih belum

sempurna dan pemerintah dianggap belum dapat mengukur kemampuan internalnya dalam merealisasikan komitmen utang yang telah dianggarkan tersebut menjadi program yang nyata bermanfaat. Rendahnya penyerapan anggaran dengan sendirinya akan membuat roda pembangunan berjalan tersendat-sendat.

Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan portofolio dan risiko utang yang baik dan tepat serta dituangkan dalam suatu dokumen perencanaan, yaitu strategi utang (debt strategy), baik strategi jangka menengah maupun jangka pendek.

Debt strategy antara lain meliputi aspek: nominal, biaya, risiko, struktur

portofolio, instrumen, mata uang, mekanisme transaksi, pasar, dan

lender/investor, infrastruktur, dan rasio-rasio (misal: Debt to GDP, Debt to Service, Debt to Export Ratio, dan Short Term Debt to Reserve).

(10)

LAKIP DJPU Tahun 2007 disusun sebagai pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Keputusan Kepala LAN Nomor 589/IX/6/Y/99 tentang Pedoman Penyusunan

Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang terakhir

disempurnakan dengan Surat Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003.

LAKIP ini juga memedomani UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional), Road-Map Departemen Keuangan Tahun 2005–2009, dan Rencana Strategis Departemen Keuangan Tahun 2005–2009 yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pokok sesuai dengan tugas dan fungsi Departemen Keuangan.

B. Tugas dan Fungsi

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2006 j.o.

Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen

Keuangan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK Nomor 55/PMK.01/2007, DJPU mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan utang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugasnya DJPU menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang pengelolaan utang; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan utang; 3. Penyusunan standar, norma, pedoman,

kriteria, dan prosedur di

bidang pengelolaan

utang;

4. Pemberian bimbingan

teknis dan evaluasi; 5. Pelaksanaan

(11)

C. Organisasi

1. Struktur Organisasi

DJPU terdiri dari 6 (enam) unit eselon II yaitu 1 (satu) sekretariat direktorat jenderal dan 5 (lima) direktorat dengan susunan sebagai berikut: a. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan

pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal;

b. Direktorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri mempunyai tugas menyiapkan perumusan pelaksanaan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; c. Direktorat Surat Berharga Negara mempunyai tugas melaksanakan

pengelolaan portofolio, pengembangan pasar, analisis keuangan dan pasar, merumuskan dan menyiapkan peraturan, dan kebijakan operasional Surat Berharga Negara berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal;

d. Direktorat Portofolio dan Risiko Utang mempunyai tugas mengkaji, merumuskan dan merekomendasikan strategi struktur portofolio utang dan pengendalian risiko yang optimal, melakukan evaluasi terhadap kepatuhan dalam melaksanakan kebijakan operasional, mengkaji dan mengembangkan instrumen utang yang dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN.

e. Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah mempunyai tugas melaksanakan perencanaan dan kebijakan portofolio serta melakukan pengembangan instrumen pembiayaan syariah, melakukan analisis keuangan dan pasar keuangan syariah, melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan pihak-pihak di dalam maupun luar negeri dalam rangka pengembangan infrastruktur dan kebijakan pembiayaan syariah, melakukan pengkajian peraturan dan prosedur standar dalam rangka kebijakan pembiayaan syariah berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal;

f. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen mempunyai tugas mengumpulkan dan menganalisa kinerja perkembangan pelaksanaan pinjaman dan hibah luar negeri, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap cakupan pencairan pinjaman (disbursement ratio) dan efektifitas pinjaman dan hibah luar negeri (aid effectiveness), serta merekomendasikan action plan percepatan pelaksanaan pinjaman dan hibah luar negeri, melaksanakan penyelesaian kewajiban atas pengelolaan portofolio utang, menyelenggarakan fungsi akuntansi, konsolidasi data, penyajian dan publikasi laporan utang, serta mengembangkan sistem informasi utang berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal.

(12)

Gambar 5 STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DIREKTORAT DIREKTORAT SURAT BERHARGA SURAT BERHARGA NEGARA NEGARA DIREKTORAT DIREKTORAT PORTOFOLIO PORTOFOLIO

DAN RISIKO UTANG

DAN RISIKO UTANG

DIREKTORAT DIREKTORAT KEBIJAKAN KEBIJAKAN PEMBIAYAAN PEMBIAYAAN SYARIAH SYARIAH DIREKTORAT DIREKTORAT

PINJAMAN DAN HIBAH

PINJAMAN DAN HIBAH

LUAR NEGERI LUAR NEGERI DIREKTORAT DIREKTORAT EVALUASI, EVALUASI, AKUNTANSI DAN AKUNTANSI DAN SETELMEN SETELMEN SEKRETARIAT SEKRETARIAT DIREKTORAT

DIREKTORAT JENDERALJENDERAL

SUBDIT. PHLN MULTILATERAL I SUBDIT. PHLN MULTILATERAL II SUBDIT. PHLN BILATERAL I SUBDIT. PHLN BILATERAL II SUBDIT. PENGELOLAAN PORTOFOLIO SBN SUBDIT. PENGEMBANGAN PASAR SUBDIT. ANALISIS KEUANGAN & PASAR SBN SUBDIT. PERATURAN & PROSEDUR STANDAR SUBDIT. PERENCANAAN & STRATEGI UTANG

SUBDIT. INSTRUMEN PEMBIAYAAN UTANG SUBDIT. PORTOFOLIO UTANG SUBDIT. RISIKO UTANG

SUBDIT. PERENCANAAN & KEBIJAKAN PORTOFOLIO PEMBIAYAAN SYARIAH SUBDIT. PENGEMBANGAN

INSTRUMEN DAN HUB KELEMBAGAAN SUBDIT. PENGKAJIAN PERATURAN DAN KEBIJAKAN OPERASIONAL SUBDIT. MONITORING & EVALUASI PHLN SUBDIT. VERIFIKASI DAN ADMINISTRASI PHLN SUBDIT. SETELMEN TRANSAKSI SUBDIT. AKUNTANSI DAN PELAPORAN SUBDIT. SISTEM INFORMASI UTANG

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

2. Sumber Daya Manusia

Sampai dengan Desember 2007 pegawai yang bertugas di DJPU sebanyak 187 pegawai (lihat tabel 1), secara kuantitas dan kualitas jumlah SDM ini dirasakan belum mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DJPU. Untuk memenuhi kebutuhan SDM tersebut, sedang dilakukan permintaan pegawai kepada Biro SDM Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan dan diadakan capacity building untuk meningkatkan kualitas pegawai.

(13)

Tabel 1 PEGAWAI DJPU

MENURUT ESELON, GOLONGAN, PENDIDIKAN FORMAL, DAN USIA

Posisi Desember 2007

No. Unit Eselon Golongan

I II III IV Non IV III II I ∑ 1. Direktorat Jenderal 1 - - - - 1 1 - - - 1 2. Sekretariat Direktorat Jenderal - 1 4 11 8 24 3 19 2 - 24 3. Direktorat Pinjaman dan Hibah Luar

Negeri - 1 3 14 38 56 4 37 15 - 56 4. Direktorat Surat Berharga Negara - - 4 11 13 28 1 18 9 - 28 5. Direktorat Portofolio dan Risiko Utang - - 4 10 3 17 1 15 1 - 17 6. Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah - 1 3 10 4 18 4 11 3 - 18 7. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan

Setelmen - 1 4 19 19 43 4 27 12 - 43

TOTAL 1 4 22 75 85 187 18 127 42 - 187 No. Unit

Pendidikan Formal Usia S-3 S-2 S-1 /D-IV D-III SMU 0 -25 26 -35 36 -45 46 -55 56 -60 1. Direktorat Jenderal 1 - - - - 1 - - - 1 - 1 2. Sekretariat Direktorat Jenderal - 7 9 1 7 24 - - 15 7 2 24 3. Direktorat Pinjaman dan

Hibah Luar Negeri 1 6 22 12 15 56 12 10 17 17 - 56 4. Direktorat Surat Berharga

Negara - 9 10 7 2 28 7 14 7 - - 28 5. Direktorat Portofolio dan

Risiko Utang - 7 9 - 1 17 - 10 6 1 - 17 6. Direktorat Kebijakan

Pembiayaan Syariah - 7 6 1 4 18 1 5 10 2 - 18 7. Direktorat Evaluasi,

Akuntansi, dan Setelmen - 7 19 7 10 43 7 17 10 9 - 43

(14)

D. Sistematika Penyajian LAKIP

LAKIP ini bertujuan untuk mengkomunikasikan pencapaian kinerja DJPU selama tahun 2007. Capaian kinerja (performance results) tahun 2007 tersebut selanjutnya akan diperbandingkan dengan rencana kinerja (performance plans) tahun 2007 sebagai tolok ukur keberhasilan tahunan organisasi DJPU.

Analisis atas capaian kinerja terhadap rencana kinerja ini memungkinkan teridentifikasikannya sejumlah celah kinerja (performance gap) sebagai umpan balik perbaikan kinerja di masa datang. Dengan pola pikir seperti itu, sistematika penyajian LAKIP tahun 2007 adalah sebagai berikut:

Bab I – Pendahuluan, menjelaskan secara ringkas latar belakang, aspek strategis DJPU, dan struktur organisasi.

Bab II – Rencana Strategis dan Rencana Kinerja, menjelaskan muatan

rencana strategis DJPU untuk periode 2005 - 2009 dan rencana kinerja tahunan 2007.

Bab III – Kebijakan Dibidang Pengelolaan Utang, menjelaskan berbagai

kebijakan umum di bidang pengelolaan utang yang telah, sedang, dan akan diterapkan.

Bab IV – Akuntabilitas Kinerja, menjelaskan analisis pencapaian kinerja DJPU dikaitkan dengan pertanggungjawaban publik terhadap pencapaian sasaran strategis untuk tahun 2007.

Bab V – Penutup, menjelaskan simpulan menyeluruh dari LAKIP DJPU tahun

2007 dan menguraikan rekomendasi yang diperlukan bagi perbaikan kinerja di masa datang.

Lampiran-lampiran: Formulir PKK

Formulir PPS

(15)

BAB II

RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA

A. Alur Pikir

B. Rencana Strategis

Rencana strategis (Renstra) merupakan serangkaian rencana tindakan dan

kegiatan yang bersifat mendasar dan dibuat secara integral, efisien, dan

koordinatif serta disusun mengikuti alur pikir sebagaimana bagan di atas.

LANDASAN

UU Nomor 25 Tahun 2004 Tentang SSPN; Inpres 7 Tahun 1999 tentang AKIP;

Road Map Departemen Keuangan Tahun 2004-2009; Renstra Departemen Keuangan Tahun 2004-2009.

TUGAS DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

Merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan utang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

RENSTRA DJPU TAHUN 2005-2009

Visi Misi Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Program Kegiatan Pokok

RKT DAN PK DJPU TAHUN 2007

LAKIP DJPU TAHUN 2007

Umpan

Balik

Umpan Balik

(16)

Sejak bergulirnya reformasi muncul tuntutan untuk melakukan reformasi di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang meliputi aspek politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Tuntutan untuk segera melaksanakan reformasi tersebut secara nyata nampak dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Dorongan dan tuntutan untuk melakukan reformasi di segala bidang telah menghasilkan dasar-dasar perubahan di bidang manajemen pemerintahan berupa perlunya penyelenggaraan pemerintahan didasarkan pada prinsip-prinsip good governance yang dilandasi 3 prinsip-prinsip/pilar yaitu transparansi,

partisipasi, dan akuntabilitas. Prinsip transparansi menghendaki semua

kegiatan, kebijakan yang digariskan dan keputusan yang diambil pemerintah dapat diketahui oleh masyarakat luas. Sementara itu setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan umum, harus memberikan kesempatan partisipasi yang seluas-luasnya kepada pihak-pihak yang akan dipengaruhi oleh keputusan yang diambil. Demikian juga bahwa pemerintah berkewajiban memberikan pertanggungjawaban yang jelas, tepat, dan legitimate atas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Berkaitan dengan upaya menciptakan akuntabilitas atas penyelenggaraan kinerja instansi pemerintah, Inpres Nomor 7 Tahun 1999 mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi yang diembannya serta pengelolaan sumber daya dan kebijakan yang diambil berdasarkan Renstra yang disusun sebelumnya.

Suatu Renstra memuat visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi yang akan ditempuh untuk mencapai visi misi yang diemban. Renstra merupakan dokumen yang menggambarkan suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan dari pembuatan keputusan manajerial, dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya pengetahuan antisipatif melalui analisis lingkungan internal dan eksternal, mengorganisasikan usaha-usaha pelaksanaan pencapaian sasaran, melakukan pengelolaan risiko, dan mengukur hasilnya sebagai umpan balik dalam mengevaluasi kinerja di masa akan datang.

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas programnya, serta agar mampu eksis dan unggul dalam persaingan yang semakin ketat dalam lingkungan yang berubah sangat cepat seperti dewasa ini, maka suatu instansi pemerintah harus terus-menerus melakukan perubahan menuju perbaikan. Perubahan tersebut harus disusun dalam suatu tahapan yang konsisten dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas dan kinerja yang berorientasi kepada pencapaian hasil. Perubahan yang dapat dilakukan antara lain mencakup

reengineering, restructuring, quality program, mergers and acquisition, strategic change, and cultural change.

Selaku organisasi, dalam menjawab tantangan yang berat sebagai konsekuensi dari posisinya, DJPU harus berupaya meningkatkan kualitas kinerjanya agar lebih profesional dan mencapai tingkat kesetaraan di pasar global. Disisi lain, setiap pegawai DJPU harus mampu untuk lebih meningkatkan integritas dan kredibilitasnya agar dapat dipercaya dan dibanggakan masyarakat, melalui cara bekerja yang profesional dan efisien.

(17)

1. Peran strategis DJPU, antara lain:

a. Mencukupi sebagian pembiayaan defisit APBN

Hingga saat ini peranan utang, baik yang bersumber dari dalam

maupun luar negeri sebagai

sumber utama pembiayaan defisit APBN masih dominan. Selain pajak dan bukan pajak, utang mempunyai peranan yang penting

dalam menjamin keberlanjutan

pelaksanaan kegiatan

pemerintahan dalam berbagai

pelaksanaan kegiatan

pembangunan guna memberikan pelayanan kepada masyarakat.

b. Mengembangkan pasar keuangan domestik, baik pasar keuangan

konvensional maupun pasar keuangan syariah.

Pengembangan pasar keuangan domestik, ini dilakukan melalui penerbitan SBN (khususnya SUN) secara teratur dan terencana

diperlukan untuk membentuk suatu benchmark yang dapat

dipergunakan dalam menilai kewajaran suatu harga aset keuangan atau surat berharga. Sehingga pada akhirnya pasar keuangan nasional akan menjadi efisien dan likuid. Adanya pasar keuangan yang efisien dan likuid akan memberikan beberapa manfaat, antara lain:

1) Memberikan peluang dan partisipasi yang lebih besar kepada pemodal untuk melakukan diversifikasi portofolio investasinya; 2) Membantu terciptanya suatu tata kelola yang baik (good

governance) dikarenakan adanya tingkat transparansi informasi

keuangan yang tinggi dalam pasar keuangan;

3) Membantu terwujudnya suatu sistem keuangan yang stabil karena berkurangnya risiko sistemik (systemic risk) akibat menurunnya ketergantungan pada modal yang berasal dari sistem perbankan. Selain SUN, saat ini DJPU sedang intensif dalam mempersiapkan penerbitan SBSN. Sebagai instrumen keuangan berbasis syariah yang diterbitkan oleh negara, SBSN juga menjadi benchmark bagi instrumen keuangan berbasis syariah lain yang diterbitkan oleh korporasi. Dengan demikian penerbitan SBSN secara teratur dan terencana akan menjadi pelopor pengembangan pasar keuangan syariah di Indonesia. Dengan berkembangnya pasar keuangan syariah dalam negeri ini, akan semakin memberikan keleluasaan dan memperluas basis investor dalam rangka mobilisasi dana bagi issuer, baik Pemerintah maupun korporasi, serta memperluas diversifikasi portofolio investasi bagi masyarakat.

c. Mengelola utang negara;

Peran strategis DJPU lainnya adalah mengelola utang itu sendiri. Sebagai gambaran, total jumlah nominal utang saat ini mencapai Rp 1.393.380.926,44 juta rupiah, baik dalam bentuk instrumen pinjaman maupun SBN. Jumlah yang besar tersebut tentu saja mutlak

(18)

memerlukan pengelolaan secara cermat dan berhati-hati. Karena apabila terjadi kesalahan di dalam pengelolaan utang, akan mengakibatkan berbagai dampak antara lain terganggunya fiscal

sustainability, default, penurunan kepercayaan investor/kreditor,

penurunan peringkat kredit, terhambatnya kegiatan pemerintahan, terhambatnya pelayanan masyarakat, dan pada akhirnya terhambatnya kegiatan pembangunan.

Pengelolaan utang tidak

hanya terbatas pada

kegiatan pencarian sumber

pembiayaan untuk

memperoleh dana melalui utang sesuai target, namun

juga harus

mempertimbangkan aspek

lain meliputi struktur

portofolio utang yang

optimal, pertimbangan biaya

dan risiko, pemilihan

instrumen utang, target utang optimal (debt level optimum). Hal ini adalah dalam rangka mencapai tujuan utama pengelolaan utang yaitu memenuhi kebutuhan pembiayaan melalui utang dengan biaya minimum dan pada tingkat risiko yang terkendali.

Tujuan pengelolaan utang tersebut mempunyai arti bahwa disamping dapat mencapai target financial requirement utang, untuk membiayai defisit APBN, namun di sisi lain biaya dan risiko yang timbul dari pengadaan utang tersebut dijaga agar tetap dalam batas-batas yang wajar dan dapat dikendalikan. Dengan adanya pengelolaan yang baik tersebut, maka utang tidak serta merta menjadi beban bagi fiskal negara baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, namun justru menjadi pendorong terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara umum.

2. Visi dan Misi

a. Visi

”Menjadi Pengelola Utang Pemerintah yang Profesional dan Handal sesuai Standar Internasional”

b. Misi

Dalam rangka pencapaian Visi di atas, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang menetapkan Misi sebagai berikut:

1) Mewujudkan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel;

2) Mewujudkan Pengelolaan Surat Berharga Negara yang profesional dan akuntabel;

3) Mewujudkan Strategi Pengelolaan Portofolio dan Risiko Utang yang mampu meminimalkan biaya pada profil risiko yang dapat diterima;

(19)

4) Mewujudkan suatu Kebijakan Pembiayaan Syariah yang tepat dan sesuai dengan prinsip-prinsip Keuangan Syariah;

5) Mewujudkan Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Pengelolaan Utang yang tepat, akurat, profesional dan bertanggung jawab serta menyediakan informasi tentang utang kepada para pengambil keputusan secara akurat dan tepat waktu.

3. Tujuan

Tujuan merupakan implementasi atau penjabaran dari misi dan merupakan sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun waktu tertentu, 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun kedepan. Berdasarkan visi dan misi di atas, tujuan yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut:

a. Mengoptimalkan pengelolaan utang dan perumusan pembiayaan defisit

agar diperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dan tingkat risiko yang dapat ditolerir;

b. Menyempurnakan mekanisme penyaluran pinjaman;

c. Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana direktorat jenderal;

d. Mewujudkan kelembagaan direktorat jenderal yang efektif dan efisien;

e. Meningkatkan kualitas administrasi dan pembinaan kepegawaian;

f. Melaksanakan program dan kegiatan secara tertib administrasi

keuangan;

g. Melaksanakan pelayanan prima terhadap tugas/kegiatan direktorat

jenderal. 4. Sasaran

Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan dicapai secara nyata dalam jangka waktu tahunan, semesteran atau bulanan. Sasaran harus bersifat spesifik, dapat dinilai, diukur, dan menantang namun dapat dicapai, berorientasi pada hasil, dan dapat dicapai dalam periode 1 (satu) tahun mendatang. Berdasarkan hal di atas sasaran yang telah ditetapkan pada tahun 2007 adalah sebagai berikut:

a. Terselesaikannya peraturan tentang pengelolaan utang;

b. Meningkatnya efisiensi pengelolaan pinjaman luar negeri;

c. Terselenggaranya pengelolaan portofolio utang pemerintah sesuai

dengan aturan hukum dalam rangka mendukung kebutuhan pembiayaan APBN;

d. Tersedianya strategi pengelolaan utang pada tingkat risiko yang

terkendali dan tingkat biaya yang dapat diterima;

e. Terlaksananya perencanaan dan kebijakan pembiayaan syariah

sebagai alternatif instrumen pembiayaan APBN;

f. Terwujudnya pengamanan rencana penyerapan pinjaman luar negeri

(disbursement) baik pinjaman program maupun pinjaman proyek;

g. Tercapainya peningkatan SDM pengelola utang yang handal dan

(20)

h. Meningkatnya kualitas pembinaan administrasi dan pengelolaan sarana dan prasarana direktorat jenderal;

i. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan ketatalaksanaan direktorat

jenderal;

j. Tercapainya pembinaan teknis administrasi dan peningkatan

kemampuan SDM dalam penyelengaaraan administrasi kegiatan;

k. Meningkatkan kualitas perencanaan program dan keuangan,

pengelolaan keuangan, dan laporan keuangan direktorat jenderal;

l. Meningkatnya kualitas pelayanan kerumahtanggaan pengelolaan

pemeliharaan sarana gedung, peralatan, dan kendaraan dinas direktorat jenderal;

m. Terselenggaranya tugas pimpinan dan fungsi manajemen dalam melaksanakan penyelenggaraan kenegaraan dan kepemerintahan. 5. Strategi Pokok Pengelolaan Utang

Strategi pengelolaan utang secara garis besar ditetapkan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan ketentuan mengenai kehati-hatian dalam mengelola

utang, melalui:

1) Mengupayakan pencapaian target maksimum tambahan bersih

utang (pinjaman & penerbitan surat berharga negara) +1% dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto);

2) Memprioritaskan penerbitan surat berharga negara di pasar

domestik untuk kepentingan pembiayan defisit dan pembayaran kembali utang (refinancing).

b. Pengembangan Pasar Domestik

SBN, melalui:

1) Diversifikasi instrumen utang

dan perluasan basis investor;

2) Mengembangkan infrastruktur

pasardalam rangka

mendukung efisiensi pasar.

c. Pengelolaan Pinjaman Luar

Negeri yang efektif, melalui:

1) Membiayai proyek yang cost recovery;

2) Memperbaiki project readiness criteria;

3) Membiayai proyek dalam rangka Millenium Development Goals

(MDGs).

d. Pengelolaan Portofolio SBN yang credible, melalui:

1) Menerbitkan obligasi benchmark secara reguler (E.g. 5, 7, 10 and

20 years);

2) Melakukan penukaran obligasi (debt switching) secara lebih aktif

(21)

3) Melakukan pembelian kembali (buy back) untuk mengurangi

outstanding dan mendukung stabilitas pasar.

C. Rencana Kinerja Tahun 2007

Pada awal tahun 2007, DJPU telah menyusun dokumen perencanaan kinerja berupa RKT dan Penetapan Kinerja (PK) sebagai dasar penyusunan laporan pertanggungjawaban kinerja di akhir tahun 2007 berupa LAKIP 2007.

RKT memuat kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun 2007, meliputi kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh unit-unit kerja di lingkungan DJPU. Informasi penting yang dimuat dalam RKT 2007 meliputi berbagai kegiatan, indikator kinerja inputs, outputs, dan outcomes. Demikian pula, sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan-kegiatan tersebut harus teridentifikasi dengan jelas, sehingga kegiatan yang dilaksanakan maupun sasaran yang ingin dicapai mengarah pada keberhasilan pencapaian program yang menjadi tanggung jawab DJPU di tahun 2007.

1. Program Pokok Tahun 2007: Pengelolaan dan Pembiayaan Utang

Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan utang dan perumusan pembiayaan defisit agar diperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dan tingkat tingkat risiko yang dapat ditolerir, dilaksanakan dengan 1 (satu) kegiatan, yaitu: Pengelolaan dan Pembiayaan Utang.

Kegiatan pengelolaan dan pembiayaan utang terdiri dari sub kegiatan sebagai berikut :

a. Pendidikan dan Pelatihan Teknis;

b. Penyediaan Sarana dan Prasarana Operasi; c. Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri; d. Pengelolaan Surat Berharga Negara;

e. Pengelolaan Portofolio dan Risiko Utang; f. Penyusunan Kebijakan Pembiayaan Syariah;

g. Pelaksanaan Evaluasi Akuntansi dan Setelmen Utang;

h. Penyusunan Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Utang.

2. Program Penunjang Tahun 2007: Penyelenggaraan Pimpinan

Kenegaraan dan Kepemerintahan

Program ini bertujuan untuk memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal, dilaksanakan dengan 3 (tiga) kegiatan sebagai berikut:

a. Kegiatan Pengelolaan Gaji, Honorarium, dan Tunjangan; b. Kegiatan Penyelenggaraan Operasional Perkantoran; c. Kegiatan Penyelenggaraan Pembinaan Teknis Administrasi.

(22)

BAB III

KEBIJAKAN DI BIDANG PENGELOLAAN UTANG

A. Kebijakan Pokok Pengelolaan Utang

Dalam menutupi pembiayaan defisit APBN dan mengurangi ketergantungan pembiayaan defisit APBN pada utang luar negeri, pemerintah akan semakin beralih pada instrumen pasar berupa obligasi khususnya dalam mata uang rupiah, hal ini dikarenakan pembiayaan melalui penerbitan obligasi lebih menguntungkan daripada pinjaman luar negeri. Keuntungan tersebut antara lain penerbitan obligasi lebih transparan karena mudah untuk mendapatkan

benchmark price di pasar modal yang selalu updated setiap saat, lebih fleksibel

karena dapat dilakukan setiap saat dengan instrumen yang semakin beragam,

lebih akuntabel karena melalui public offering – tanpa proses negosiasi yang

lama dan eksklusif, lebih murah karena struktur biaya obligasi lebih sederhana dibandingkan dengan pinjaman luar negeri pada umumnya dan diterbitkan melalui mekanisme pasar, serta lebih mudah untuk direstruktur maupun dikelola risikonya.

Kebijakan pemerintah dalam rangka menutup pembiayaan defisit APBN melalui penerbitan obligasi untuk mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri ini bukan tanpa masalah, sebab ditengarai dapat memunculkan beban baru. Dengan semakin meningkatnya jumlah obligasi pemerintah yang beredar, pemerintah setiap tahun tentunya harus membayar bunga oblligasi dan pokok utang, yang jika tidak dikelola dengan baik, pada saat jatuh tempo akan terdapat kewajiban pemerintah dalam jumlah besar untuk membayar bunga oblligasi dan pokok utang. Untuk mengurangi risiko default dan refinancing risk, maka pemerintah harus melakukan restrukturisasi atas utang obligasi tersebut. Beberapa alternatif restrukturisasi utang diantaranya adalah reprofiling, buyback dan debt swap.

Kebijakan pemerintah dalam rangka menutup pembiayaan defisit APBN melalui pengelolaan pinjaman luar negeri,

yang ternyata sampai dengan saat ini masih

diperlukan, dilakukan dengan lebih

mengutamakan pinjaman lunak resmi

berjangka panjang dari ADB, Bank Dunia dan Jepang. Selain itu, terhadap pinjaman komersial pemerintah tetap akan konsisten mengurangi pinjaman berupa fasilitas kredit

ekspor dengan mengganti sumber

pembiayaan proyek industri strategis yang selama ini dibiayai kredit ekspor.

Dalam rangka upaya pengurangan beban utang, pemerintah memilih strategi untuk rescheduling utang dan debt swap. Rescheduling sudah dilakukan beberapa kali, debt swap juga demikian. Untuk opsi yang terakhir ini pemerintah sedang mengusahakan untuk mendapat debt swap dari beberapa negara antara lain Jerman, Australia, Perancis dan Amerika Serikat. Debt Swap dinilai cukup efektif dibandingkan dengan penghapusan utang karena resiko ekonomi politiknya lebih ringan sebab didahului dengan adanya program kesepakatan antara kreditor dan debitor.

(23)

Nilai Utang Pemerintah Indonesia per 31 Desember 2007 mencapai Rp 1.393.380.926,44 juta rupiah yang terdiri dari pinjaman luar negeri (PLN)

sebesar Rp 590.322.386,60 juta rupiah (lihat tabel 2) dan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 803.058.539,84 juta rupiah (lihat tabel 3).

Nilai utang yang demikian besar akan menyebabkan beban yang besar pula bagi APBN, yaitu dalam hal pembayaran cicilan pokok dan bunga atas pinjaman dan atau pembelian kembali obligasi dan pembayaran kupon atas obligasi.

Tabel 2

Posisi Pinjaman Luar Negeri Pemerintah berdasarkan Sumber Pinjaman Per 31 Desember 2007

(dalam juta rupiah)

No Uraian Pokok Bunga Total

1. Bilateral 302.733.290,22 1.403.182,51 304.136.472,73 2. Multilateral 179.474.862,56 1.896.407,46 181.371.270,02 3. Export Credit 103.452.645,06 659.525,07 104.112.170,13 4. Commercial Credit 547.253,60 5.812,77 553.066,37 5. Leasing 148.387,72 1.019,63 149.407,35 Total 586.365.439,16 3.965.947,44 590.322.386,60

Catatan: berdasarkan kurs tengah 31 Desember 2007; USD 1= Rp 9.419,-

Tabel 3

Posisi Surat Utang Negara Per 31 Desember 2007

(dalam juta rupiah)

No Seri Total 1. Tradable Securities a. Denominasi Rupiah 1) Zero Coupon 14.668.800,00 2) Fixed Coupon 294.452.587,00 3) Variable Coupon 168.625.188,00 b. Denominasi US $ 1) Fixed Coupon 65.933.000,00

2. Non Tradable Securities

a. Fixed Coupon 256.941.780,04

b. Variable Coupon 2.437.184,80

Total 803.058.539,84

Catatan: berdasarkan kurs tengah 31 Desember 2007; USD 1= Rp 9.419,-

Kebijakan pengelolaan utang tahun 2007-2009 difokuskan pada upaya pemenuhan kebutuhan pembiayaan defisit anggaran. Dalam periode ini, pemerintah lebih mengedepankan prinsip kemandirian di bidang pembiayaan, dengan memprioritaskan pendanaan yang bersumber dari dalam negeri. Kebijakan pokok penurunan stok utang dalam negeri dilakukan melalui pengelolaan utang secara baik dengan kematangan perhitungan (sound and

(24)

B. Kebijakan Pengelolaan Utang Tahun 2007

Pemerintah di tahun 2007 menjabarkan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan utang dan merumuskan pembiayaan defisit agar diperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dengan tingkat risiko yang dapat ditolerir.

Kebijakan yang ditetapkan DJPU pada tahun 2007 adalah sebagai berikut:

a. Mempercepat proses

penyusunan draft RUU,

serta mengusulkan

penetapan hukum dan

peraturan perundang-undangan di bidang PHLN; b. Mempercepat proses penyusunan draft RPP, serta mengusulkan

penetapan hukum dan

peraturan

perundang-undangan di bidang

PHLN;

c. Menyusun dan mereviu peraturan dan dokumen hukum yang berkaitan

dengan pengelolaan SBN (Surat Berharga Negara);

d. Melakukan penyusunan ketentuan antara lain tentang pembayaran utang

luar negeri, utang dalam negeri, subsidi, dan pembayaran kepada surveyor;

e. Melakukan optimalisasi, efisiensi, dan efektifitas penggunaan pinjaman luar

negeri;

f. Meningkatkan sistem penatausahaan pinjaman luar negeri secara tertib

dan teratur;

g. Melakukan pengendalian intern (sisdur dan kelembagaan) administrasi

pinjaman luar negeri yang lebih intensif;

h. Menyusun peraturan mengenai penyaluran dan pengelolaan pinjaman;

i. Mengkaji komposisi penerbitan SBN dalam rupiah dan mata uang asing

dengan mempertimbangkan aspek biaya dan risiko bagi pemerintah;

j. Melakukan penerbitan SBN secara regular;

k. Mengurangi stok utang melalui pembelian kembali obligasi negara sebelum

jatuh tempo;

l. Meningkatkan durasi portofolio SBN melalui program pertukaran (debt

switching);

m. Memperbaiki likuiditas obligasi negara di pasar sekunder;

n. Membangun kepercayaan pasar dan daya tarik SBN;

o. Menerbitkan SBN yang dapat dijadikan benchmark dan likuid di pasar

(25)

p. Meningkatkan frekuensi

komunikasi dengan

otoritas moneter dalam

bentuk pertukaran

informasi dan dialog,

serta menyelaraskan SBN program dengan kebijakan moneter; q. Mengembangkan infrastruktur yang dibutuhkan bagi pengembangan pasar

yang aktif dan likuid;

r. Mengembangkan komunikasi yang baik dengan para pelaku pasar SBN

untuk mendapatkan informasi pasar yang akurat;

s. Memantau perdagangan SBN di pasar sekunder untuk mengetahui seri

SBN yang diminati pelaku pasar;

t. Meningkatkan kerjasama dengan investor institusi dan regulator pasar

keuangan untuk memperluas basis investor;

u. Mengembangkan kerjasama yang baik dengan BI selaku pelaksana kliring,

setelmen, dan registrasi;

v. Mengoptimalkan akses pasar informasi melalui penyedia jasa informasi

keuangan seperti Bloomberg, PIPU, dll; w. Menerbitkan berita triwulanan;

x. Menyelanggarakan kegiatan sosialisasi SBN ke berbagai kalangan;

y. Menyeimbangkan profil jatuh tempo obligasi negara;

z. Meningkatkan tertib administrasi pembayaran pinjaman luar negeri;

å. Menyempurnakan sistem pengadministrasian pinjaman yang efektif dan

efisien;

ä. Menyempurnakan pelaksanaan pengadministrasian dan penagihan

pinjaman;

ö. Melakukan penutupan perjanjian pinjaman secara tepat waktu;

aa. Meningkatnya kualitas monitoring dan evaluasi pendanaan proyek yang dibiayai PHLN, serta pelaksanaan replenishment oleh Executing Agency (EA);

bb. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia (BI) dan unit terkait intern Departemen Keuangan dalam proses pembayaran bunga dan pokok SBN;

cc. Meningkatkan koordinasi dalam rangka penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan direktorat jenderal;

dd. Menerapkan prinsip-prinsip good governance;

gg. Menyelenggarakan analisis kebutuhan SDM dalam rangka rekruitmen pegawai;

(26)

ee. Melaksanakan penempatan pegawai sesuai kebutuhan unit;

ff. Menyelenggarakan kajian pola mutasi kepegawaian;

gg. Menyusun standar kompetensi jabatan;

kk. Mengikutsertakan para pegawai dalam berbagai program pelatihan;

ii. Mengembangkan aplikasi sistem informasi kepegawaian;

jj. Menyelenggarakan pertemuan rutin dengan unit terkait dalam rangka

koordinasi pembinaan kepegawaian;

kk. Meningkatkan pembinaan dan koordinasi dalam rangka menyusun rencana kerja anggaran, dan pelaksanaannya;

ll. Meningkatkan pelayanan pelaksanaan pembayaran gaji dan tunjangan;

mm. Melaksanakan pengelolaan sarana dan prasarana direktorat jenderal; nn. Meningkatkan sarana dan prasarana di lingkungan direktorat jenderal.

(27)

BAB IV

AKUNTABILITAS KINERJA

Terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi DJPU, prestasi yang patut dicatat dalam tahun anggaran 2007 yaitu terjadinya perubahan yang cukup signifikan dalam pengelolaan utang luar negeri pemerintah, setidaknya teridentifikasi dari rasio utang terhadap PDB yang semakin menurun, pada tahun 2000 sekitar 88% dan pada tahun 2007 pada posisi 35,25% (lihat tabel 4). Dalam pencapaian penurunan rasio utang tersebut, ada 3 faktor penting yang turut mempengaruhi yaitu: Pertama, karena adanya pertumbuhan ekonomi yang cenderung meningkat. Kedua, nilai rupiah yang relatif stabil atau cenderung menguat. Ketiga, adanya penurunan total utang luar negeri pemerintah. Faktor yang ketiga menunjukan adanya konsistensi pemerintah dalam berkomitmen untuk menurunkan nilai utang Pinjaman Luar Negeri.

Tabel 4 Debt to GDP Ratio Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007* 2008** Rasio utang terhadap PDB 88% 77% 67% 61% 56% 47% 39,62% 35,25% 33% *unofficial number; **Preliminary

Selain itu dalam rangka mengetahui tingkat kepercayaan masyarakat

terhadap pengelolaan utang Indonesia, perlu kiranya dicermati setiap

perkembangan penetapan posisi peringkat utang Indonesia di mata dunia internasional. Hal ini penting mengingat peringkat utang (credit rating) merefleksikan tingkat kepercayaan masyarakat ekonomi dunia terhadap kapasitas dan kredibilitas pengelolaan utang dan pengelolaan ekonomi makro Indonesia. Perkembangan peringkat utang Indonesia dari beberapa lembaga pemeringkat utang internasional (Fitch Ratings, Moody’s, dan S&P’s Rating) memiliki kecenderungan perbaikan dari tahun ke tahun (lihat tabel 5).

Tabel 5

Peringkat Kredit Indonesia Per 2007

Tahun Rating Agencies 2003 2004 2005 2006 2007 S&P’s CCC+ B B+ B + BB - Fitch’s B B+ BB- BB- BB- Moody’s B3 B2 B2 B2 B1

Dalam tahun 2007, berbagai kinerja telah dihasilkan oleh unit-unit di lingkungan DJPU dalam rangka pencapaian tujuan program yang menjadi tanggung jawab DJPU. Berbagai kinerja yang telah dicapai dalam tahun 2007 terkait dengan

(28)

penyusunan berbagai peraturan di bidang pengelolaan utang, berupa Rancangan Undang-Undang (RUU) Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, RUU tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Hibah Luar Negeri, RPP Perusahaan Penerbit, RPP tentang pinjaman dalam negeri. Demikian juga dalam tahun 2007 telah disusun 5 Peraturan Menteri Keuanga (PMK).

Tujuan penyusunan berbagai peraturan di bidang pengelolaan utang adalah: 1. Menyediakan landasan hukum bagi setiap kebijakan dan strategi pengelolaan

utang;

2. Agar kebijakan dan strategi utang yang akan ditetapkan tidak bertentangan dengan peraturan di bidang lain yang terkait;

3. Memberikan kejelasan arah dan kepastian bagi para pihak yang terlibat di dalam kegiatan pengeloalan utang, yaitu Pemerintah, stakeholder, lender, investor, dan para pelaku pasar keuangan lainnya.

Berbagai peraturan yang telah dihasilkan dan kebijakan terkait dengan tugas dan fungsi DJPU, agar dapat dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan

(stakeholder) perlu disosialisasikan dalam bentuk kegiatan sosialisasi, bimbingan

teknis, pelatihan/training sehingga diperoleh pemahaman yang benar dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi DJPU serta instansi pemerintah di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga.

Disamping kinerja pokok yang telah tercapai sebagaimana tersebut di atas,

sebagai kelanjutan pelaksanaan

reformasi di bidang keuangan negara, mewujudkan tata kelola pemerintah

yang baik (good governance),

meningkatkan kualitas pelayanan

kepada masyarakat, serta meningkatkan kinerja pengelolaan dan pembiayaan utang, maka berdasarkan Keputusan

Dirjen PU Nomor Kep-05/PU/2007

DJPU telah dilaksakan reformasi birokrasi yang meliputi beberapa aspek, antara lain mencakup:

1. Penataan organisasi;

2. Penyusunan/penyempurnaan business process, meliputi: analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan SOP, dan analisis beban kerja;

3. Pengembangan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), meliputi: menyiapkan dan menyampaikan data kepegawaian guna pelaksanaan pengintegrasian Sistem Informasi Kepegawaian Departemen Keuangan, menyusun pola mutasi, membangun assesment center, dan menyusun kode etik pegawai DJPU.

(29)

A. Capaian Kinerja Program, Sasaran, dan Kegiatan Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Tahun 2007

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan evaluasi kinerja yang dilakukan terhadap keberhasilan pencapaian kinerja dalam RKT tahun 2007, di bidang pengelolaan utang telah dicapai kinerja program, sasaran, dan kegiatan sebagai berikut:

1. Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Kegiatan Pengelolaan dan Pembiayaan Utang

a. Sub Kegiatan Penyusunan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Utang, dalam rangka pencapaian sasaran terselesaikannya peraturan tentang pengelolaan utang, dengan indikator kinerja sasaran dan capaiannya sebagai berikut:

Indikator Kinerja Sasaran Target Realisasi

Terselesaikannya RUU PHLN pada tingkat menteri

100% 100% Terselesaikannya RPP HLN pada tingkat tim 100% 100% Tersedianya perangkat peraturan

perundang-undangan di bidang pembiayaan syariah

100% 75% Tersusunnya RPP tentang pinjaman dalam

negeri

100% 0% Tersedianya perangkat hukum pengelolaan

SUN yang transparan dan akuntabel

100% 100%

1) Penyelesaian penyusunan peraturan di bidang PHLN (Pinjaman

dan Hibah Luar Negeri), outputs yang dihasilkan adalah:

a) RUU PHLN (Pinjaman dan Hibah Luar Negeri) pada tingkat Menteri, dan:

b) RPP HLN (Hibah Luar Negeri) pada tingkat Tim;

Meskipun target tersebut telah tercapai 100%, yang seharusnya akan dilanjutkan pada target kepada penyampaian RUU PHLN/RPP HLN pada tingkat yang lebih tinggi, namun kegiatan

tersebut ternyata belum terselesaikan karena dalam

pelaksanaannya terdapat keinginan pemerintah untuk

mengakomodir penambahan substansi materi mengenai

pengaturan pinjaman luar negeri swasta dan penjaminan pinjaman luar negeri.

Untuk menyempurnakan penambahan materi tersebut dan penuangan substansi materi ke dalam konsep RUU PHLN/RPP HLN, diambil langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menambah frekuensi pembahasan Tim PAD (Panitia Antar Departemen) RUU PHLN;

b) Menyelenggarakan diskusi, menghadirkan konsultan/

(30)

2) Penyelesaian penyusunan peraturan perundangan-undangan dibidang pembiayaan syariah, yang ditandai dengan adanya konsep-konsep peraturan sebagai outputs yang dihasilkan, sebagai berikut:

a) RUU Tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dan telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 13 Februari 2007, dan diharapkan akan dibahas di awal tahun 2008.

b) RPP Tentang Perusahaan Penerbit;

c) RPMK Tentang Penerbitan SBSN Di Pasar Perdana Dalam Negeri;

d) RPMK Tentang Penerbitan SBSN Dalam Valuta Asing Di Pasar Perdana Internasional.

Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut terdapat hambatan yaitu belum dibahasnya RUU SBSN di DPR yang menyebabkan terhambatnya penyelesaian perangkat peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan penerbitan SBSN seperti RPP dan RPMK serta menyebabkan tertundanya penerbitan SBSN.

Langkah-langkah yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut antara lain:

a) Melakukan persiapan-persiapan dalam rangka pembahasan RUU Tentang SBSN;

b) Melakukan pembahasan dan konsultasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka penyempurnaan draft RPP dan RPMK;

3) Penyelesaian penyusunan peraturan perundangan-undangan

dibidang pinjaman dalam negeri, outputs yang dihasilkan adalah: RPP tentang pinjaman dalam negeri

RPP tentang pinjaman dalam negeri telah disampaikan kepada Departemen Hukum dan HAM, untuk dilakukan harmonisasi serta dibahas pada tingkat PAD (Panitia Antar Departemen). Diharapkan sebelum pertengahan tahun 2008, RPP sudah ditetapkan menjadi PP. Sehingga dapat segera disusun berbagai peraturan pelaksanaannya.

4) Penyelesaian penyusunan peraturan perundang-undangan tentang

pengelolaan Surat Utang Negara (SUN), telah tersusun draft terkait pengelolaan SUN (PP, Perpres, dan PMK), dengan realisasi

outputs sebanyak 5 buah PMK dan 1 buah Perdirjen, yaitu:

a) PMK Nomor 10/PMK.08/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.06/2006 tentang Penjualan Obligasi Negara Ritel di Pasar Perdana;

b) PMK Nomor 26/PMK.08/2007 tentang Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana;

c) PMK Nomor 27/PMK.08/2007 tentang Lelang Pembelian Kembali Obligasi Negara;

(31)

d) PMK Nomor 108/PMK.08/2007 tentang Sistem Dealer Utama; e) PMK Nomor 15/PMK.08/2007 tentang Perubahan Atas KMK

Nomor 22/KMK.01/2004 tentang Penjualan Obligasi Negara Dalam Valuta Asing Di Pasar Perdana Internasional;

f) Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Nomor PER-02/PU/2007 tentang Pedoman Penggunaan Infrastruktur Perdagangan Sistem Dealer Utama.

Dari 6 buah peraturan perundangan tersebut di atas, 3 diantaranya yaitu PMK Nomor 26/PMK.08/2007 tentang Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana, PMK Nomor 27/PMK.08/2007 tentang Lelang Pembelian Kembali Obligasi Negara, dan PMK Nomor 108/PMK.08/2007 tentang Sistem Dealer Utama adalah penetapan kembali Peraturan Menteri Keuangan yang telah ada dalam rangka mengakomodir dinamika atau perubahan-perubahan yang terjadi di pasar keuangan serta untuk lebih menjamin kepastian hukum. b. Sub Kegiatan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, dalam

rangka pencapaian sasaran meningkatnya efisiensi pengelolaan pinjaman luar negeri, dengan indikator kinerja sasaran dan capaiannya sebagai berikut:

Indikator Kinerja Sasaran Target Realisasi

Tersusunnya materi NPPHLN yang tidak merugikan pemerintah

100% 100% Tertatanya dokumen/arsip PHLN 95% 5%

1) Penyelesaian penyusunan materi NPPHLN yang tidak merugikan

pemerintah, dengan pencapaian kinerja outputs sebesar 100%, yang ditandai dengan telah ditandatanganinya Perjanjian Pinjaman dan Hibah Luar Negeri untuk tahun 2007 sebanyak 59 buah naskah dengan nilai sebesar Rp. 51,51 triliun rupiah (lihat tabel 6).

Tabel 6

Jumlah dan Nilai NPPHLN yang Ditandatangani pada Tahun 2007

Menurut Jenis Pinjaman

(dalam juta rupiah)

No. Jenis Pinjaman

Jumlah NPPHLN yang ditandatangani

Nilai NPPHLN*)

1 Pinjaman Program 8 Naskah 19.167.349,45 2 Pinjaman Proyek 23 Naskah 18.950.382,04 3 Kredit Ekspor 8 Naskah 10.737.529,60 4 Hibah 18 Naskah 1.836.984,42

5 Debt Swap 2 Naskah 819.915,56

Jumlah 59 Naskah 51.512.161,07

(32)

2) Sementara untuk penatausahaan arsip belum dapat terlaksana dengan baik dikarenakan belum adanya kepastian tempat/ruang kerja, sehingga outputs kegiatan penatausahaan arsip tidak dapat terealisasi sebagaimana-mestinya.

Langkah-langkah yang diambil dalam menyelesaikan hambatan tersebut antara lain:

a) Mengusahakan kepastian tempat/ruang kerja kepada

Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan;

b) Mengoptimalkan penatausahaan dengan menggunakan sarana dan prasarana yang ada.

c. Sub Kegiatan Pengelolaan Surat Berharga Negara, dalam rangka pencapaian sasaran terselenggaranya pengelolaan portofolio utang pemerintah sesuai dengan aturan hukum dalam rangka mendukung kebutuhan pembiayaan APBN, dengan indikator kinerja sasaran dan capaiannya sebagai berikut:

Indikator Kinerja Sasaran Target Realisasi

Terlaksananya pembiayaan APBN melalui pengelolaan portofolio SBN

100% 100% Terlaksananya koordinasi antar unit terkait

pengelolaan SBN

100% 100% Terselenggaranya sosialisasi SBN 100% 100% Terselenggaranya pengembangan pasar SBN 100% 100% Tersusunnya laporan terkait pengelolaan SBN

pengelolaan SBN

100%

100%

Dalam pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN), outputs yang dihasilkan, adalah:

1) Nilai target netto Pembiayaan APBN pengelolaan portofolio SBN

Dalam APBN Tahun 2007 telah ditetapkan bahwa target pembiayaan dari SUN adalah sebesar Rp40,6 triliun yang kemudian direvisi melalui APBN Perubahan Tahun 2007 menjadi Rp58,5 triliun. Jumlah tersebut merupakan target netto, dan dilaksanakan melalui:

a) Penerbitan Obligasi Negara (ON)

Penerbitan ON secara reguler dilakukan dengan cara lelang di pasar perdana. Pada setiap penerbitan, selalu terjadi

oversubscription, yaitu jumlah penawaran yang masuk melebihi

jumlah target indikatif yang diumumkan. Oversubscription berkisar dari 1,12 kali sampai 7,07 kali dengan rata-rata sekitar 4,47 kali. Hal ini merupakan salah satu indikator masih cukup tingginya kepercayaan investor terhadap ON.

Total nilai nominal ON dengan kupon berdenominasi Rupiah yang diterbitkan secara reguler oleh Pemerintah tahun 2007 mencapai Rp66,61 triliun, dengan kupon berkisar antara 9,00% sampai 10,25%, dan waktu jatuh temponya pada umumnya berjangka menengah dan panjang, yaitu antara tahun 2017 dan 2037.

Gambar

Gambar 4  PENGELOLA UTANGPENGELOLA UTANG DEPARTEMEN  KEUANGAN DEPARTEMEN  KEUANGAN KEMENTERIAN  LEMBAGA KEMENTERIAN  LEMBAGA BANK INDONESIA BANK INDONESIABAPPENASBAPPENASMENKO PEREKONOMIANMENKO PEREKONOMIANDEPARTEMEN KEUANGANDEPARTEMEN KEUANGAN KEMENTERIAN
Gambar 5  STRUKTUR ORGANISASI  DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DIREKTORATDIREKTORAT SURAT BERHARGASURAT BERHARGA NEGARANEGARA DIREKTORAT DIREKTORAT  PORTOFOLIO  PORTOFOLIO   DAN RISIKO UTANGDAN RISIKO UTANG
Tabel 4  Debt to GDP Ratio  Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007* 2008** Rasio  utang  terhadap  PDB 88% 77% 67% 61% 56% 47% 39,62% 35,25% 33%  * unofficial number;  **Preliminary

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Besar dari angka-angka diatas masih merupakan analisis kasar terhadap kekuatan finansial dari armada yang akan menjadi masukan bagi pihak manajemen sebagai bahan pertimbangan

Aksi mitigasi yang direncanakan dari penyebab risiko teratas pada kehalalan UMKM Keripik Bawang yaitu Melakukan pembersihan peralatan dan mesin secara rutin untuk mencegah

Rumusan Program dan kegiatan Dinas Sosial Kota Salatiga Tahun 2022 dilaksanakan dalam rangka melanjutkan perencanaan pembangunan tahun sebelumnya dan mengacu pada RPJMD Kota

Dengan mengevaluasi kandidat solusi cloud dalam konteks masing- masing komponen dari kerangka ERM COSO, manajemen singkat dapat meng- identifikasi resiko yang terkait

 Dalam mendukung peningkatan sistem manajemen kinerja, sejak tahun 2017, telah diterapkan sistem aplikasi pemantauan dan penilaian kinerja berbasis IT

Dewan Direksi memiliki tanggung jawab keseluruhan dalam penentuan tujuan manajemen risiko perusahaan dan kebijakan, dan pada saat yang sama mempertahankan tanggung