• Tidak ada hasil yang ditemukan

T b a e b l e 1. Jum Ju l m ah Kas K u as s u Ke K k e e k r e as r an t r e h r ad P r e e r m e p m u p an d In I d n on on s e i s a T h a u h n

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "T b a e b l e 1. Jum Ju l m ah Kas K u as s u Ke K k e e k r e as r an t r e h r ad P r e e r m e p m u p an d In I d n on on s e i s a T h a u h n"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Berdasarkan data WHO tahun 2010, diketahui bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan di daerah Asia Tenggara, Mediterania Bagian Timur, dan Afrika terbilang tinggi dibandingkan wilayah lain di dunia. Kekerasan yang dilakukan oleh orang dekat lebih banyak terjadi dibandingkan dengan kekerasan yang dilakukan oleh orang yang tak dikenal (Moreno & Pallito, 2010).

Kasus kekerasan di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, seperti yang tercantum pada Tabel 1.

Tabel Tabel

TabelTabel 1.1.1.1. JumlahJumlahJumlahJumlah KasusKasusKasusKasus KekerasanKekerasanKekerasanKekerasan terhadapterhadapterhadapterhadap PerempuanPerempuanPerempuanPerempuan didididi IndonesiaIndonesiaIndonesiaIndonesia Tahun

Tahun Tahun

Tahun JumlahJumlahJumlahJumlah KasusKasusKasusKasus

2004 14.020 2005 20.391 2006 22.512 2007 22.522 2008 54.425 2009 143.586 2010 105.103 2011 119.107 2012 216.156 2013 279.688 2014 293.220

Sumber: Komnas Perempuan, 2015

Sebanyak 68% dari 12.510 kasus yang ditangani lembaga perlindungan perempuan di tahun 2014 merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (Komnas Perempuan, 2015). Kekerasan yang terjadi berupa kekerasan fisik, seksual, psikis, ekonomi, intimidasi, dan pengisolasian seseorang dari lingkungan atau kegiatannya (Yuarsi, Kiswanto, & Prihandini, 2010). Kekerasan dalam rumah tangga juga merupakan kasus kekerasan terhadap perempuan yang paling banyak terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Di tahun 2013, terdapat 998 kasus KDRT dari 1509 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat, 2014).

Peristiwa kekerasan yang dialami membawa dampak negatif, yaitu trauma fisik, trauma psikologis, dan ketakutan. Seorang penyintas dapat mengalami kecemasan,

(2)

gangguan makan, keinginan bunuh diri, mengkonsumsi narkoba atau alkohol, depresi, dan Gangguan Stres Pasca Trauma (GSPT). Bila trauma yang ada tidak segera ditangani, kemampuan hidup penyintas menjadi berkurang dan dapat menimbulkan perilaku bunuh diri (Moreno & Pallito, 2010).

Gangguan emosional, seperti GSPT diawali dengan adanya peristiwa traumatis, seperti bencana alam, perang, kecelakaan, dan kekerasan (Maramis & Maramis, 2009). Seseorang yang mengalami gangguan ini akan mengalami distres psikologis. Seseorang akan memberikan reaksi maladaptif terhadap peristiwa traumatis yang dialami dalam waktu yang berkepanjangan. Reaksi maladaptif yang dimiliki seperti marah dan bersikap agresif (American Psychiatric Assosiation, 2013; Nevid, Rathus, & Greene, 2008).

Gangguan Stres Pasca Trauma (GSPT) membuat seseorang mengalamiintrution, avoiding, dan hypervigilance (Alfonso, dkk., 2006; Friedman, Keane, & Resick, 2014). Intrution merupakan kondisi terulangnya berkali-kali peristiwa traumatis yang dialami. Salah satu bentukintrution ialah mimpi buruk (Friedman, dkk., 2014; Davey, 2008; Nevid, dkk., 2008; Solomon & Mikulincer, 2007). Avoiding merupakan sikap dan perilaku melawan atau menghindar dari hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa traumatis yang dialami (Friedman, dkk., 2014; Nevid, dkk., 2008; Solomom & Mikulincer, 2007). Hal ketiga ialah hypervigilance, seseorang akan terus menerus terjaga, sehingga konsentrasi yang dimiliki dapat terganggu. Kondisi yang demikian turut membuat seseorang mengalami gangguan tidur dan mudah marah (Friedman, dkk., 2014, Nevid, dkk., 2008).

Berdasarkan A Procces Model of Posttraumatic Stress, GSPT terjadi karena adanya pandangan subjektif atau pemaknaan akan suatu peristiwa yang dirasa mengancam belief yang dimiliki (Strack, 2005). Sedangkan, menurut Emotional Processing Theory yang dikembangkan oleh Foa dan Kozak (1986), gangguan kecemasan terjadi karena terdapat memori ketakutan. Hal ini mencakup stimulus yang menyebabkan ketakutan, respon takut, dan makna yang berkaitan dengan

(3)

ketakutan. Munculnya ketakutan saat informasi tentang lingkungan sekitarnya sesuai dengan informasi yang dimiliki di dalam memori. Oleh karena itu, muncullah pemikiran, perilaku, dan reaksi kecemasan secara fisiologis. Respon ketakutan menjadi tidak adaptif saat asosiasi yang dilakukan tidak sesuai dengan realita yang dihadapi. Terjadi pula avoiding (respon untuk menghindar) dari stimulus tersebut. Selain itu, seseorang menjadi berlebihan dalam merespon suatu stimulus dan memaknai berbagai stimulus sebagai ancaman. Pengulangan peristiwa melalui mimpi, pemikiran, atau perasaan turut terjadi (Friedman, dkk., 2014; Solomon & Mikulincer, 2007).

Terdapat beberapa teknik yang telah digunakan untuk mengatasi GSPT, yaitu Hypnotherapy, Acupunture, Visualization (Wahbeh, Senders, Neuendorf, & Cayton, 2014), Psychodynamic Therapy (Barlow & Durant, 2012), dan Cognitive Behavioral Therapy (Brown, dkk., 2016). Semenjak tahun 2012 dikembangkan terapi lain untuk menurunkan tingkat GSPT yang merupakan pengembangan dari meditasimindfulness (Dutton, Bermudez, Matas, Majid, & Myers, 2013; Tesh, Learman, & Pullian, 2013), yaituMindfulness Based Stress Reduction (MBSR) (Goldsmith, dkk., 2014).

Program meditasi yang terdapat di dalam MBSR merupakan bentuk pengembangan latihan dari meditasi mindfulness yang berasal Agama Buddha (Ciesa, 2012; Shaw, 2006). Menurut Jon Kabat-Zinn (2003) mindfulness ialah sebuah proses mengarahkan perhatian yang dimiliki seseorang pada berbagai kondisi yang ada pada masa kini dengan penuh penerimaan. Di dalam keadaan yang penuh kesadaran, seseorang tidak lagi sibuk memikirkan masa lalu yang dimiliki dan tidak mengalami kecemasan serta membuat banyak pemikiran mengenai masa depan (Baumgardner & Crothers, 2009). Kesadaran, pengalaman masa kini, dan sikap menerima merupakan tiga komponen mendasar yang terdapat dalam mindfulness (Bishop, dkk., 2004; Brown, Ryan, Creswell, 2007; Germer, 2004).

Komponen pertama dari mindfulness ialah kesadaran. Banyak orang sering menanggapi berbagai stimulus, baik yang berada di dalam maupun di luar dirinya

(4)

tanpa disadari. Adanya kesadaran yang terus menerus dilatih, dapat mengurangi reflek maupun penolakan yang biasa dilakukan sebagai akibat dari kurangnya kesadaran. Kesadaran juga dapat mengurangi berbagai pandangan, ide, dan reaksi emosi yang muncul dalam diri kita yang dapat mempengaruhi reaksi seseorang terhadap sebuah stimulus (Brown, dkk., 2007).

Komponen kedua dari mindfulness ialah pengalaman akan masa kini. Hal ini berlawanan dengan karakteristik pikiran yang mudah berubah-ubah setiap waktu. Pikiran begitu mudah untuk berfantasi akan masa depan dan mengenang masa lalu. Tentunya karakteristik pikiran ini berbenturan dengan realita bahwa waktu yang dimiliki seseorang secara riil hanyalah saat ini (Brown, dkk., 2007). Perbedaan inilah yang menyebabkan munculnya ruminasi dalam pikiran dan kecemasan (Lang, dkk., 2012).

Mindfulness yang terus menerus dilatih membuat kesadaran dan atensi yang dimiliki lebih kuat. Pemikiran dan sikap menjadi tidak terlalu mendominasi dalam menanggapi berbagai stimulus yang muncul. Hal ini akan mengurangi penilaian berdasarkan pengalaman yang dimiliki, pengelompokan, pembandingan, merefleksikan, dan pandangan ilmiah. Dengan demikian, pandangan yang dimiliki oleh seseorang akan berbagai fenomena atau stimulus yang muncul lebih luas, penuh penerimaan. Inilah yang dimaksudkan dari sikap menerima yang merupakan komponen ketiga darimindfulness (Brown, dkk., 2007).

Gambar 1 menunjukkan cara kerja dari meditasi mindfulness dalam meningkatkan kualitas respon seseorang terhadap berbagai pengalaman yang dialami. Rutinitas bermeditasi meningkatkan kestabilan atensi dan kepekaan untuk menyadari kondisi saat ini dengan sikap menerima.

(5)

Gambar

GambarGambar 1.Gambar1.1.1. KerangkaKerangkaKerangkaKerangka teoriteori meditasiteoriteorimeditasimeditasimeditasimindfulnessmindfulnessmindfulnessmindfulness

Meditasi mindfulness terus dikembangkan menjadi sebuah terapi psikologi. Salah satu bentuk pengembangannya ialah MBSR. Program meditasi yang dibuat oleh Jon Kabat-Zinn ini dilaksanakan secara berkelompok dalam waktu 8 hingga 10 minggu berturut-turut (Chiesa, 2012). Setiap minggu diadakan satu kali pertemuan yang berlangsung selama dua jam 30 menit. Pada kehidupan sehari-hari, peserta diminta untuk berlatih meditasi setidaknya 45 menit setiap harinya (Blotcher, Hunsinger, Morgan, Fischer, & Carmody, 2013, Dobkin, 2008).

Program MBSR pun turut mengalami pengembangan dan ditemukan bahwa program dapat diberikan secara lebih ringkas dari delapan minggu menjadi empat

Respon terhadap stimulus internal dan stimulus eksternal dengan reaksi pikiran, emosi, dan perilaku yang tanpa kesadaran

Seseorang sering melakukan penilaian, pembandingan, membentuk pandangan subjektif

Respon pikiran, emosi, dan sikap yang penuh kecemasan terhadap pengalaman masa lalu dan masa yang akan datang

Seseorang rutin bermeditasi duduk (meditasi napas, meditasi deteksi tubuh, meditasi duduk, dan meditasi cinta kasih)

serta meditasi gerak (meditasi makan, meditasi

jalan, dan yoga

berkesadaran)

1. Peningkatan kestabilan atensi akan stimulus

2. Kepekaan untuk menyadari tanpa reaksi pikiran, emosi, dan perilaku berlebih

3. Munculnya sikap penuh penerimaan akan berbagai pengalaman yang terjadi

(6)

minggu. Selama masa itu, para peserta mengikuti kelas meditasi formal selama 90 menit setiap minggunya. Setiap hari para peserta melakukan meditasi formal maupun informal di dalam kehidupan sehari-hari (Pigeon, Allen, Possemato, Cico, & Treatman, 2014). Kegiatan meditasi meliputi meditasi napas,body scanning, meditasi cinta kasih, meditasi berjalan, dan yoga. Selain itu terdapat berbagai aktivitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran, seperti makan dan minum (Stahl & Golsdstein, 2010).

Melalui teknik yang diberikan, seseorang dapat mengembangkan kesadaran yang dimiliki (Foureur, Besley, Burton, Yu, & Crisp, 2013; Nyklicek & Kuijpers, 2008; Song & Lindquist, 2014). Seorang penyintas semakin fleksibel untuk menghadapi berbagai pengalaman yang dimiliki (Follete, Palm, & Pearson, 2006; Frye & Spates, 2012; Seligowski, Miron, & Orcutt, 2014). Seorang penyintas dapat lebih bersikap netral dan tidak melakukan penilaian berlebih terhadap berbagai hal yang dimiliki dibandingkan dengan orang yang tidak melatih mindfulness. Pelatihan meditasi turut meningkatkan sikap seseorang untuk menerima berbagai kondisi dengan netral yang ternyata mampu mengurangi sikap untuk menghindar (Branstrom, Kvillemo, & Moskowitz, 2011; Lang, dkk., 2012; Vujanovic, Youngwirth, Johnson, & Zvolensky, 2009).

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wahbeh, Lu, dan Oken (2011) ditemukan bahwa tingkat mindfulness memiliki keterkaitan dengan rendahnya beberapa simtom GSPT yang dimiliki (Kalill, Treanor, & Roemer 2014). Pada pelatihan yang dilakukan oleh Reber, dkk. (2013) ditemukan bahwa pelatihan mindfulness dapat meningkatkan kemampuan para subjek dalam melakukan observasi terhadap pikiran, emosi, dan sensasi yang dialami (Follete, dkk., 2006; Frye & Spates, 2012; Seligowski, Miron, & Orcutt, 2014).

Beberapa peneliti di Indonesia juga telah menguji meditasi mindfulness sebagai terapi psikologi. Dewi (2012) menggunakan meditasi mindfulness untuk meningkatkan pengelolaan stres pada orang dengan HIV/AIDS. Afandi (2007)

(7)

menggunakan meditasi mindfulness sebagai terapi untuk menurunkan kecemasan pada remaja. Khaerani (2008) pun menggunakan meditasi mindfulness untuk menurunkan kecemasan para penderita penyakit jantung. Meditasi mindfulness juga pernah digunakan sebagai terapi untuk menurunkan depresi para penderita lupus (Lestari, 2008).

Pada penelitian ini, peneliti melakukan modifikasi waktu dan kegiatan terhadap BMBSR (Pigeon, dkk., 2014) dan Pelatihan Manajemen Distres BerbasisMindfulness (MDBM) (Dewi, 2012). Program dijalankan selama tiga minggu dalam enam kali pertemuan. Hal ini didasarkan pada beberapa penelitian yang telah dilaksanakan di Indonesia bahwa program mindfulness dapat diberikan dalam waktu kurang dari satu bulan (Afandi 2007; Khaerani,2008).

Berdasarkan hasil kajian di atas, maka dapat disusun hipotesis bahwa Program Peningkatan Regulasi Diri Berbasis Mindfulness (PPRDBM) dapat menurunkan tingkat GSPT para perempuan penyintas KDRT. Seseorang yang mengalami GSPT dapat mengalami intrution (pengalaman trauma yang terus berulang), memiliki respon menghindar, terganggunya respon pikiran dan emosi, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, serta meningkatnya amarah. Melalui program yang diberikan, tingkatmindfulness dari seorang penyintas meningkat. Berbagai latihan meditasi yang diberikan dapat menaikkan kesadaran, kemampuan mengalami pengalaman masa kini, dan sikap menerima. Hal inilah yang membuat respon pikiran dan emosi yang dimiliki menjadi lebih terkendali. Simtom-simtom GSPT pun berkurang. Hal ini tercermin pada kerangka penelitian Program Peningkatan Regulasi Diri Berbasis Mindfulness untuk menurunkan GSPT pada para penyintas KDRT berikut ini.

(8)

Gambar Gambar

GambarGambar 2.2.2.2. KerangkaKerangkaKerangkaKerangka penelitianpenelitianpenelitianpenelitian programprogram peningkatanprogramprogram peningkatanpeningkatanpeningkatan regulasiregulasiregulasiregulasi diridiridiridiri berbasisberbasisberbasisberbasis mindfulness

mindfulness

mindfulnessmindfulness untukuntukuntukuntuk menurunkanmenurunkanmenurunkanmenurunkan GSPTGSPTGSPTGSPT padapada parapadapadaparaparapara penyintaspenyintaspenyintaspenyintas KDRTKDRTKDRTKDRT

METODE METODE METODE METODE PARTISIPAN PARTISIPAN PARTISIPANPARTISIPAN

Peneliti melakukan penelitian di salah satu LSM di Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti mengambil para perempuan penyintas KDRT yang memiliki kriteria inklusi sebagai berikut: Penyintas Penyintas Penyintas Penyintas KDRTKDRTKDRTKDRT Mengalami Mengalami Mengalami Mengalami GSPT:GSPT:GSPT:GSPT:

a. Intrution, pengalaman trauma yang terus berulang

b. Adanya respon menghindar atau bahkan menolak terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan peristiwa trauma yang dialami

c. Terganggunya respon pikiran, emosi menjadi terus menerus terjaga d. Gangguan tidur e. Meningkatnya amarah f. Gangguan konsentrasi Program Program Program

ProgramMindfulnessMindfulnessMindfulnessMindfulness a. Meningkatkan kesadaran b.Meningkatkan kemampuan mengalami pengalaman masa kini

c. Meningkatkan sikap menerima akan berbagai hal yang dialami

GSPT

GSPTGSPT yangGSPTyangyangyang DialamiDialamiDialamiDialami PenyintasPenyintas KDRTPenyintasPenyintasKDRTKDRTKDRT MenurunMenurunMenurunMenurun a. Berkurangnya pengalaman traumatik yang berulang

b. Respon lebih tenang dan tidak menghindar terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan peristiwa trauma

c. Mampu menyadari pikiran dan emosi, sehingga tidak terus terjaga d. Dapat tidur dengan lebih nyaman

e. Amarah berkurang f. Konsentrasi meningkat Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Gambar

Tabel Tabel 1. 1. 1. 1. Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Kasus Kasus Kasus Kasus Kekerasan Kekerasan Kekerasan Kekerasan terhadap terhadap terhadap terhadap Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan di di di di Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Tahun
Gambar Gambar Gambar 1. 1. 1. 1. Kerangka Kerangka Kerangka Kerangka teori teori teori teori meditasi meditasi meditasi meditasi mindfulness mindfulness mindfulness mindfulness
Gambar Gambar 2. 2. 2. 2. Kerangka Kerangka Kerangka Kerangka penelitian penelitian penelitian penelitian program program program program peningkatan peningkatan peningkatan peningkatan regulasi regulasi regulasi regulasi diri diri diri diri berbasis berba

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa pembelajaran yang bisa diambil dari penelitian Asuransi Indeks Iklim menurut Boer (2014) adalah: 1) mitra lokal dan penyuluh pertanian harus terlibat dalam desain

Perbedaan ini karena pemberian perlakuan F10 yang terdiri dari kombinasi (kotoran ayam 3 kg, air kelapa 300 ml, dedak 300 g, MOL 300 ml) memberikan respon

Ketidakmampuan manusia dalam menjalankan kehidupan sehari- hari akan mendorong manusia untuk selalu mengadakan hubungan timbal balik dengan sesamanya serta bertujuan

Informasi terkait adanya penambahan informasi terbuka pada Daftar Informasi Publik (Kepala) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian (Kepala) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Maret

3 Siswa dengan bimbingan guru baik dalam membuat kesimpulan tentang gabungan bangun datar yang membentuk balok.. 4 Siswa dengan bimbingan guru membuat sangat baik

Seorang wanita, usia 50 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan kaki tidak dapat berjalan sejak 3 minggu yang lalu. Riwayat sebelumnya pasien sering keputihan berbau

Untuk menumbuhkan minat dan motivasi mahasiswa, dosen dapat memberi rangsangan dan dukungan moral dalam belajar writing dengan bantuan media internet yaitu Facebook

Piezoelektrik pada penelitian ini memparalelkan 30 buah piezoelektrik diatas sebuah papan alas , setelah itu dilakukan perakitan lapisan sentuhan piezoelektrik yang tebuat