BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
3. Program Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan Pendidikan Karakter merupakan gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter melalui proses pembentukan, transformasi, transmisi, dan pengembangan potensi peserta didik dengan cara harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestetik) sesuai falsafah hidup Pancasila. Implementasi Program Penguatan Pendidikan Karakter dilakukan melalui basis kelas, budaya sekolah, dan masyarakat.
4. Program Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas
Pendidikan karakter berbasis kelas merupakan proses pembentukan karakter di dalam lingkungan kelas. Pembentukan karakter di dalam lingkungan kelas dapat dilakukan dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK ke dalam proses pembelajaran dalam setiap mata pelajaran. 5. Program Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah
Pendidikan karakter berbasis budaya sekolah merupakan kegiatan yang mendukung praksis PPK ke dalam lingkup budaya sekolah. PPK berbasis budaya sekolah hanya berfokus pada pembiasaan dan pembentukan budaya yang mempresentasikan nilai-nilai utama PPK.
6. Program Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat
Penguatan Pendidikan Karakter berbasis masyarakat merupakan kolaborasi atau kerja sama antar komunitas dan satuan pendidikan diluar sekolah untuk membantu program penguatan pendidikan karakter.
7. Sekolah Dasar
Sekolah Dasar merupakan jenjang paling dasar pendidikan formal yang ditempuh dalam waktu 6 tahun dari kelas I sampai dengan kelas VI.
8. Kecamatan Mantrijeron
Kecamatan Mantrijeron merupakan sebuah kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia yang berbatasan dengan Kecamatan Kraton di sebelah Utara, Kecamatan Umbulharjo di sebelah Timur, Kecamatan Tegalrejo di sebelah Barat, dan Kecamatan Jetis.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tiga bagian pendahuluan dari penelitian ini, yaitu teori yang mendukung, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian. Bagian-bagian tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.
A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Karakter
Karakter adalah sifat khas manusia meliputi kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan Philips (dalam Syarbini 2008: 4). Karakter dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari kepribadian seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan sejak lahir (Koesoema, 2007: 16).
Kurniawan (2013: 60) mengemukakan bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan personality. Seseorang harus bisa disebut orang yang berkarakter apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.
Lickona (2012: 81-82) mengatakan bahwa karakter merupakan salah satu dari lingkup pendidikan yang memiliki nilai operatif yaitu nilai dalam
tindakan. Manusia berproses dalam karakternya, seiring suatu nilai menjadi suatu kebaikan, suatu disposisi batin yang dapat diandalkan untuk menanggapi situasi dengan cara yang menurut moral itu baik. Karakter tersebut memiliki tiga bagian yang saling berhubungan: pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik yang meliputi kebiasaan dalam cara berpikir, kebiasaan dalam hati dan kebiasaan dalam tindakan.
Pendapat para ahli di atas mengungkapkan bahwa karakter mencangkup kepribadian moral, dan nilai. Untuk memahami pengertian karakter, kita perlu melihat hubungan karakter dengan kepribadian, moral dan nilai. a. Hubungan Karakter dan Kepribadian
Suprihadi (1982: 6) mengatakan bahwa kepribadian merupakan sekumpulan sikap-sikap yang dimiliki setiap orang sebagai latar belakang terhadap tindakan sosial yang dilakukannya terhadap lingkungan sekitar. Lindzy (1993: 26) mengatakan bahwa kepribadian merupakan istilah untuk menunjukkan hal-hal khusus tentang individu dan yang membedakannya dari orang lain.
Pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan identitas seseorang melalui perilaku-perilaku yang dimilikinya. Karakter dan kepribadian merupakan isitilah yang memiliki kesamaan yaitu sama-sama bermakna sebagai identitas seseorang yang dinilai orang lain melalui sikap dan perilaku yang dimilikinya. Kepribadian lebih menekankan sekumpulan sikap-sikap
yang membentuk, sedangkan karakter lebih menekankan pada sifat khas dari setiap orang yang terbentuk oleh sekumpulan sikap-sikap tersebut. b. Hubungan karakter dengan moral
Suprihadi (1982: 5) mengatakan bahwa moral adalah sesuatu hal yang membahas mengenai perilaku yang benar atau salah. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila seringkali mendengar perkataan orang tentang orang lain sebagai bermoral atau tidak bermoral baik, ada pula yang menyebut orang lain sebagai rusak moralnya. Hal itu mengasumsikan penilaian terhadap tingkah laku yang nampak, memberi nilai atas kelakuan atau tindak-tanduk setiap orang. Kaelan (2001: 180) mengatakan bahwa moral merupakan suatu ajaran atau wejangan, patokan atau kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
Pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa moral merupakan kumpulan peraturan mengenai perilaku yang baik dan yang buruk. Moral memiliki arti yang berbeda dengan karakter. Karakter merupakan pola pikir, sikap atau tindakan yang melekat pada diri seseorang, sedangkan moral merupakan berbagai macam hal yang secara umum diterima oleh masyarakat; menunjukkan mana yang baik dan mana yang tidak baik bagi kehidupan, sehingga karakter yang perlu diwujudkan adalah karakter yang bermoral baik, yang secara umum diterima masyarakat.
c. Hubungan karakter dengan nilai
Suprihadi (1982: 11) mengatakan bahwa nilai adalah gambaran mengenai suatu hal yang diinginkan, berharga, pantas, dan dapat mempengaruhi perilaku sosial setiap individu yang mempunyai nilai tersebut. Menurut Kartawisatra (dalam Rukiyanto 2013: 16) nilai merupakan bagian dari potensi manusia yang berada dalam dunia rohani, tidak berwujud namun sangat kuat pengaruhnya dalam setiap perbuatan dan penampilan seseorang. Nilai akan menjadikan pribadi seseorang berkualitas apabila diwujudkan, sehingga pribadi seseorang akan memiliki karakter yang lebih baik.
Pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Karakter sesorang terbentuk oleh nilai-nilai yang biasa diwujudkan dalam hidupnya. Nilai akan muncul berdasarkan karakter seseorang, dimana karakter seseorang akan mempengaruhi nilai dari pandangan orang lain terhadap seseorang tersebut, sehingga nilai-nilai tersebut dapat dilakukan.
2. Pengertian Pendidikan Karakter
Zubaedi (2011: 25) mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yang intinya merupakan program pengajaran yang bertujuan mengembangkan watak dan tabiat peserta didik dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya yang berupa kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah afektif (perasaan/sikap) tanpa meninggalkan
ranah kognitif (berpikir rasional), dan ranah skill (keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerjasama).
Berkowitz (dalam Kurniawan, 2013: 2-3) mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah gerakan nasional dalam menciptakan sekolah untuk mengembangkan peserta didik dalam memiliki etika, tanggung jawab, dan kepedulian dengan menerapkan dan mengajarkan karakter-karakter yang baik melalui penekanan pada nilai-nilai universal. Pendidikan karakter adalah usaha yang disengaja, proaktif dilakukan oleh sekolah dan pemerintah untuk menanamkan nilai-nilai inti, etis seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan penghargaan terhadap diri dan orang lain, sehingga diharapkan terbentuk kepribadian yang memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai yang ditanamkan.
Maksudin (2013: 83) mengatakan bahwa pendidikan karakter bukan sekedar mengenalkan nilai-nilai kepada siswa (logos), akan tetapi pendidikan karakter juga harus mampu menginternalisasikan nilai-nilai agar tertanam dan berfungsi sebagai muatan hati nurani sehingga mampu membangkitkan penghayatan tentang nilai-nilai (etos) dan bahkan sampai pada pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari (patos). Nilai-nilai yang telah menjadi muatan hati nurani inilah yang pada waktunya akan berfungsi sebagai penyaring dan penangkal manakala terjadi pertemuan antar nilai yang saling berbenturan. Pendidikan karakter perlu diimbangi dengan serius untuk mengimplementasikannya dalam ranah pendidikan karakter.
Pendapat para ahli di atas mengungkapkan bahwa pendidikan karakter merupakan suatu tindakan yang dilakukan manusia untuk memperoleh
pengetahuan tentang nilai-nilai moral, komitmen terhadap nilai-nilai moral, dan mewujudkan nilai-nilai moral dengan tindakan nyata.
3. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
a. Latar Belakang Program Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan Pendidikan Karakter merupakan sebuah gerakan yang dibentuk oleh pemerintah untuk revolusi karakter. Penguatan Pendidikan Karakter terinspirasi oleh salah satu tokoh yaitu Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan karakter dan pikiran (Samani dan Hariyanto, 2012: 33). Pendidikan karakter menurut Ki Hajar Dewantara dilakukan dengan konsep pendidikan ing ngarsa sung tuladha (jika di depan memberikan teladan), ing madya mangun karsa (jika di tengah-tengah atau sedang bersama-sama menyumbangkan gagasan, maknanya di samping guru memberikan ide, siswanya mengembangkan ide atau gagasan dari guru), dan tut wuri handayani (jika berada di belakang menjaga agar tujuan pendidikan tercapai dan peserta didik diberi motivasi untuk mencapai tujuan pendidikan) sebenarnya sarat akan nilai-nilai karakter (Samani dan Hariyanto, 2012: 33).
Gerakan nasional pendidikan karakter pada tahun 2010 semakin diteruskan atau dilakukan secara sungguh-sungguh dengan dicanangkannya kebijakan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter berlandaskan Rencana Aksi Nasional (RAN). Hal tersebut perlu dilanjutkan, dioptimalkan, diperdalam dan bahkan diperluas sehingga
diperlukan penguatan pendidikan karakter bangsa. Oleh sebab itu Gerakan PPK perlu dilaksanakan karena gerakan PPK dimaknai sebagai pengejawantahan Gerakan Revolusi Mental sekaligus bagian integral Nawacita (TIM PPK Kemendikbud, 2017: 5).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter merupakan sebuah gerakan yang dibentuk oleh pemerintah untuk revolusi karakter karena program Penguatan Pendidikan Karakter dimaknai sebagai pengejawantahan Gerakan Revolusi Mental sekaligus bagian integral Nawacita.
b. Pengertian Program Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan Pendidikan Karakter merupakan gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter melalui proses pembentukan, transformasi, transmisi, dan pengembangan potensi peserta didik dengan cara harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestetik) sesuai falsafah hidup Pancasila. Maka dari itu perlu dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 17).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter adalah sebuah program dari pemerintah yang berasal dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) untuk mengembangkan dan memperkuat karakter peserta didik yang disesuaikan dengan nilai-nilai utama Penguatan Pendidikan
Karakter yaitu nilai religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas.
c. Tujuan Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan Pendidikan Karakter memiliki tujuan sebagai berikut (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 16) :
1) Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan makna dan nilai karakter sebagai jiwa atau generator utama penyelenggaraan pendidikan.
2) Membangun dan membekali Generasi emas Indonesia 2045 menghadapi dinamika perubahan di masa depan dengan keterampilan abad 21.
3) Mengembalikan pendidikan karakter sebagai ruh dan fondasi pendidikan melalui harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestetik).
4) Merevitalisasi dan memperkuat kapasitas ekosistem pendidikan (kepala sekolah, giri, siswa, pengawas, dan komite sekolah) untuk mendukung perluasan implementasi pendidikan karakter.
5) Membangun jejaring pelibatan masyarakat (publik) sebagai sumber-sumber belajar di dalam dan di luar sekolah.
6) Melestarikan kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia dalam mendukung Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, tujuan Penguatan Pendidikan Karakter adalah membantu peserta didik
untuk memperkuat karakter yang berbudi luhur guna menyiapkan peserta didik menghadapi tantangan dimasa depan dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila. d. Nilai-nilai Utama Penguatan Pendidikan Karakter
Berdasarkan Permendikbud No.20 tahun 2018, ada lima nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas gerakan PPK. Kelima nilai utama karakter bangsa yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Religiusitas
Nilai karakter religiusitas mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung sikap toleran. Nilai karakter religiusitas ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Subnilai religiusitas antara lain cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, antibuli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, dan melindungi yang kecil dan tersisih.
2) Nasionalisme
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Subnilai nasionalisme antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
3) Kemandirian
Nilai karakter kemandirian merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai kemandirian antara lain etos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
4) Gotong Royong
Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan / pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong-menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.
5) Integritas
Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral). Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas). e. Prinsip-prinsip Pengembangan dan Implementasi PPK
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dikembangkan dan dilaksanakan dengan menggunakan prinsi-prinsip sebagai berikut (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 10):
1) Nilai-nilai Moral Universal
Gerakan PPK diharapkan dapat berfokus pada penguatan nilai-nilai moral universal yang prinsip-prinsipnya dapat didukung oleh segenap individu dari berbagai macam latar belakang agama, keyakinan, sosial, dan budaya.
2) Holistik
Gerakan PPK diharapkan dapat dilaksanakan secara holistik, dalam arti pengembangan fisik (olah raga), intelektual (olah pikir), etika dan spiritual (olah hati) dilakukan secara utuh menyeluruh dan serentak, baik melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, berbasis pada
pengembangan budaya sekolah maupun melalui kolaborasi dengan komunitas-komunitas di luar lingkungan pendidikan.
3) Terintegrasi
Gerakan PPK sebagai poros pelaksanaan pendidikan nasional terutama pendidikan dasar dan menengah dikembangkan dan dilaksanakan dengan memadukan, menghubungkan, dan mengutuhkan berbagai elemen pendidikan, bukan merupakan program tempelan dan tambahan dalam proses pelaksanaan pendidikan.
4) Partisipatif
Gerakan PPK dilakukan dengan mengikutsertakan dan melibatkan publik seluas-luasnya sebagai pemangku kepentingan pendidikan sebagai pelaksana Gerakan PPK. Kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, dan pihak-pihak lain yang terkait dapat menyepakati prioritas nilai-nilai utama karakter dan kekhasan sekolah yang diperjuangkan dalam Gerakan PPK, menyepakati bentuk dan strategi pelaksanaan Gerakan PPK, bahkan pembiayaan Gerakan PPK.
5) Kearifan Lokal
Gerakan PPK bertumpu dan responsif pada kearifan lokal nusantara yang demikian beragam dan majemuk agar kontekstual dan membumi. Gerakan PPK harus bisa mengembangkan dan memperkuat kearifan lokal nusantara agar dapat berkembang dan
berdaulat sehingga dapat memberi identitas dan jati diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia.
6) Kecakapan Abad XXI
Gerakan PPK mengembangkan kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk hidup pada abad XXI, antara lain kecakapan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kecakapan berkomunikasi (communication skill), termasuk penugasan bahasa internasional, dan kerja sama dalam pembelajaran (collaborative learning).
7) Adil dan inklusif
Gerakan PPK dikembangkan dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keadilan, non-diskriminasi, non-sektarian, menghargai kebinekaan dan perbedaan (inklusif), dan menjunjung harkat dan martabat manusia.
8) Selaras dengan Perkembangan Peserta Didik
Gerakan PPK dikembangkan dan dilaksanakan selaras dengan perkembangan peserta didik baik perkembangan biologis, psikologis, maupun sosial, agar tingkat kecocokan dan keberterimaannya tinggi dan maksimal. Dalam hubungan ini kebutuhan-kebutuhan perkembangan peserta didik perlu memperoleh perhatian intensif.
9) Terukur
Gerakan PPK dikembangkan dan dilaksanakan berlandaskan prinsip keterukuran agar dapat diamati dan diketahui
proses dan hasilnya secara objektif. Dalam hubungan ini komunitas sekolah mendeskripsikan nilai-nilai utama karakter yang menjadi prioritas pengembangan di sekolah dalam sebuah sikap dan perilaku yang dapat diamati dan diukur secara objektif, mengembangkan program-program penguatan nilai-nilai karakter bangsa yang mungkin dilaksanakan dan dicapai oleh sekolah, dan mengerahkan sumber daya yang dapat disediakan oleh sekolah dan pemangku kepentingan pendidikan.
f. Basis Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan Pendidikan Karakter dapat dilaksanakan dengan berbasis struktur kurikulum yang sudah ada dan mantap dimiliki oleh sekolah, yaitu pendidikan karakter berbasis kelas, budaya sekolah, dan masyarakat.