• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Permasalahan

- Permintaan daging ayam yang lebih tinggi penawarannya Impor

Jagung

Impor CLQ Usaha Ayam Broiler

- Harga pakan mahal

Peningkatan Produksi dan Efisiensi

Integrasi Penanaman Jagung Pabrik Pakan Peternakan Ayam Brolier

Analisis Kelayakan Finansial a. Analisis NPV

b. Analisis IRR c. Analisis B/C Ratio d. Analisis Payback Period e. Analisis Sensitivitas

Tidak layak Interpretasi Hasil Data

Layak

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan sebagai salah satu sub sektor pertanian berperan dalam mewujudkan ketahanan dan keamanan pangan, khususnya pangan asal hewan. Sektor peternakan memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi sektor peternakan terhadap PDB Pertanian pada tahun 2003 sebesar 3,97 persen atau 1,9 persen terhadap PDB Nasional. PDB Sektor Peternakan pada tahun 2002 – 2006 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 peningkatan sebesar 3,97 persen dibandingkan tahun 2002.

Salah satu sumbangan terbesar dari PDB Sub Sektor Peternakan adalah daging ayam. Daging ayam merupakan pilihan utama bagi konsumen dalam pemenuhan protein hewani yang berasal dari ternak. Hal ini dikarenakan harga daging ayam relatif lebih murah dibandingkan harga daging dari ternak lain.

Data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Peternakan menunjukkan bahwa konsumsi daging ayam pada tahun 2005 adalah sebanyak 824.560 ton atau 73,6 persen dari konsumsi daging nasional. Sementara produksi pada tahun yang sama hanya sebesar 779.106 ton (Tabel 1). Adanya kekurangan suplai ini, menyebabkan masuknya daging ayam broiler yang sebagian besar dalam bentuk paha (chicken leg quarter) dari Amerika Serikat.

Tabel 1 Produksi Daging Ayam Broiler Tahun 2003-2007 di Indonesia

Tahun Produksi (Ton)

2003 771.112 2004 846.097 2005 779.106 2006 861.263 2007 918.478 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2007)

Impor daging ayam pada tahun 2003 – 2005 meningkat cukup tinggi, kenaikan berkisar antara 140,6 – 202,8 persen. Tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 12,8 persen tetapi impor masih dilakukan karena belum mencukupi kebutuhan dalam negeri (Dirjen Peternakan, 2007). Keadaan ini bila dibiarkan, akan menyebabkan merosotnya peternakan ayam broiler nasional pada periode mendatang.

Salah satu upaya menanggulangi volume impor yang tinggi adalah meningkatkan produksi ayam broiler nasional dan ini merupakan suatu peluang. Peluang pengembangan ayam broiler cukup besar mengingat konsumsi masyarakat terhadap ayam broiler akan terus meningkat seiring peningkatan pendapatan. Selain itu siklus produksi ayam broiler relatif singkat, biasanya dipanen pada umur 35 hari sehingga perputaran modal cepat.

Salah satu kendala dalam usaha pengembangan ayam broiler adalah mahalnya harga pakan ayam broiler. Total biaya pakan mencapai sekitar 70 persen dari seluruh biaya produksi. Mahalnya pakan ini disebabkan sebagian dari bahan bakunya masih impor termasuk jagung. Jagung merupakan bahan baku utama yang dalam penyusunan pakan ayam diperlukan sebesar 40 - 50 persen, sementara bahan baku yang lain seperti dedak, bungkil kelapa, tepung ikan, premiks proporsinya relatif lebih kecil. Permintaan jagung sebagai bahan baku

pakan terus meningkat dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu diperlukan terobosan untuk mengurangi ketergantungan impor jagung yang semakin meningkat.

1.2 Perumusan Masalah

Adanya kecenderungan impor paha ayam yang terus meningkat dengan harga yang lebih rendah dibanding harga dalam negeri menjadi ancaman bagi industri perunggasan nasional. Hal ini menuntut upaya untuk meningkatkan produksi dalam negeri melalui efisiensi sehingga dihasilkan produk yang memiliki daya saing di pasaran. Efisiensi usaha ayam broiler tidak hanya terkait dengan usaha ternaknya saja tetapi juga dengan harga input produksinya dalam hal ini jagung. Di lain pihak, jagung yang merupakan bahan baku pakan masih impor sehingga harga pakan mahal.

Selama ini pendapatan peternak dari usaha ayam broiler berfluktuasi. Hal ini dikarenakan harga jual daging ayam di pasaran berfluktuasi pula dan tidak bisa diprediksi secara tepat, sementara harga pakan terus mengalami peningkatan. Dari Januari 2007 sampai 2008 harga pakan ayam broiler terus meningkat mulai harga Rp 3.000 sampai Rp 4.000 per kg. Peningkatan ini seiring dengan meningkatnya salah satu harga bahan baku pakan yaitu jagung sebesar 28 persen dari Nopember 2006 sampai Januari 2008, sehingga banyak peternak yang dirugikan dengan kondisi seperti ini (GPMT, 2008).

Salah satu alternatif peningkatan pendapatan usaha ayam broiler adalah melalui integrasi dengan usaha produksi jagung, yaitu melakukan peternakan terpadu. Melalui peternakan terpadu, seluruh aktivitas dipandang sebagai satu sistem yang memiliki ketergantungan dan interaksi di dalamnya. Peningkatan pendapatan bisa dicapai dengan mengkombinasikan input-input produksi dengan

sumberdaya yang tersedia. Ketersediaan sumberdaya mempengaruhi pengelolaan dalam peternakan terpadu. Sebenarnya berapa luasan yang dibutuhkan untuk tanaman jagung dan usaha ayam broiler dan kapasitas pabrik pakan yang dapat memenuhi kebutuhan ayam broiler.

Dengan mengintegrasikan ternak dan kegiatan penanaman jagung kemudian diolah menjadi pakan ternak diharapkan akan menghasilkan efisiensi produksi yang tinggi. Ayam broiler menghasilkan kotoran yang dapat diubah menjadi pupuk organik yang dapat menyuburkan tanah dan meningkatkan produksi jagung. Dari sisi ternaknya dapat diperoleh penyediaaan pakan yang berkesinambungan.

Pengembangan peternakan terpadu ayam broiler membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai investasi jangka panjang. Diperlukan perencanaan yang tepat agar dana yang diinvestasikan memberikan keuntungan dan manfaat bagi pihak yang terlibat. Analisis kelayakan usaha perlu dilakukan guna mendukung perencanaan ini.

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pengembangan peternakan ayam broiler terpadu layak secara finansial pada kapasitas 10.000 dan 25.000 ekor?

2. Bagaimana tingkat kelayakan finansial tersebut untuk berbagai kombinasi model pengembangan dari peternakan ayam broiler?

3. Sejauhmana usaha masih tetap layak jika terjadi perubahan kenaikan harga DOC atau penurunan harga jual ayam broiler?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kelayakan finansial peternakan ayam broiler terpadu pada kapasitas 10.000 dan 25.000 ekor.

2. Membuat simulasi kelayakan finansial peternakan ayam broiler terpadu untuk berbagai kombinasi model pengembangan dari peternakan ayam broiler.

3. Menganalisis pengaruh perubahan kenaikan harga DOC dan penurunan harga jual ayam broiler terhadap kelayakan finansial.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai: 1. Bahan referensi dan masukan untuk penelitian lebih lanjut.

2. Memberikan gambaran mengenai manfaat investasi bagi investor yang berminat dalam mengembangkan usaha ini.

3. Informasi kepada peternak untuk memanfaatkan dan mengolah sumberdaya yang ada secara optimal sehingga peternak mencapai tujuan usaha yaitu memperoleh keuntungan yang maksimal.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada penilaian kelayakan finansial dari aspek pasar, teknis dan finansial. Penelitian dilakukan pada tiga model, yaitu peternakan ayam broiler, kombinasi peternakan ayam broiler dan pabrik pakan serta kombinasi peternakan ayam broiler, pabrik pakan dan budidaya jagung untuk kapasitas 10.000 dan 25.000 ekor ayam broiler.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ayam Broiler

Ayam broiler merupakan ayam pedaging yang dijual pada umur sekitar tujuh minggu. Umumnya ayam broiler dijual saat bobot badan mencapai sekitar 1,8 kg (North dan Bell, 1990). Istilah broiler berasal dari kata to broil artinya dipanggang. Menurut Hardjosworo dan Rukmiasih (2000), ayam broiler di Indonesia adalah ayam ras pedaging jantan atau betina yang dipotong pada umur 5 – 6 minggu dengan bobot hidup berkisar antara 1,7 – 2 kg.

Pakan ayam broiler terdiri dari pakan starter diberikan pada ayam berumur 0 sampai 3 minggu, pakan finisher diberikan umur 4 minggu sampai panen. Menurut Bell dan Weaver (2002) standar FCR broiler yang dipelihara selama 35- 38 hari adalah lebih kecil dari 1,83. Artinya untuk mendapatkan ayam dengan bobot hidup 1 kg diperlukan pakan sejumlah 1,83 kg.

Ayam selain menghasilkan produk utama juga menghasilkan ikutan berupa ekskreta, yaitu merupakan bahan campuran hasil ekskresi tubuh yang berasal dari pakan tidak tercerna dalam saluran pencernaan ditambah sisa hasil metabolisme (Ensminger, 1992). Jumlah ekskreta murni tanpa adanya litter dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah Ekskreta Murni pada Beberapa Jenis Unggas Jenis Unggas Jumlah Ternak (ekor) Rata-rata Bobot Badan (kg) Waktu Periode Jumah Ekskreta (kg) Jumlah Eksreta (g/ekor/hari/ BB) Ayam Petelur 100 2,0 12 bulan 1.091 15 Ayam Broiler 1.000 1,8 9 minggu 1.227 11 Kalkun 1.000 3,6 16 minggu 1.964 4,9 Sumber : Ensminger (1992) 2.2 Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L.) termasuk ke dalam famili rumput- rumputan (Graminae). Jagung adalah tanaman semusim, yang tinggi, tegap, biasanya dengan batang tunggal yang dominan, walaupun ada beberapa cabang pangkal pada beberapa genotipa dan lingkungannya. Merupakan tanaman berumah satu, seluruh tongkol terbungkus, sering kali sangat rapat, oleh pelepah- pelepah daun yang berubah disebut kelobot (Goldsworthy, Peter R dan N.M Fisher, 1996).

Penggunaan jagung dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu bahan pangan, bahan baku pakan ternak dan bahan baku industri. Hampir seluruh bagian tanaman jagung dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Batang dan daun tanaman yang masih muda bisa digunakan untuk pakan ternak ruminansia, yang sudah tua dapat digunakan untuk pakan, pupuk hijau, industri kertas dan kayu bakar (Purwono dan Heni P, 2007). Buah jagung yang masih muda banyak digunakan sebagai bahan sayuran. Kegunaan lain jagung ialah sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak (unggas), bahan baku industri bir, industri farmasi, dextrin termasuk untuk perekat dan industri tekstil (Warisno, 1998).

Untuk penanaman komersial, jagung diperbanyak dengan biji (benih) (Purwono dan Heni P, 2007). Dengan adanya perkembangan teknologi pemuliaan tanaman jagung yang semakin maju, telah banyak dilepas berbagai macam varietas unggul jagung terutama jagung hibrida. Jagung hibrida bisa diperoleh dari hasil seleksi kombinasi atau biasa disebut hibridisasi. Hal ini dapat menciptakan suatu jenis atau spesies baru yang dapat meningkatkan produksi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, umur pendek dan sebagainya. Produksi jagung hibrida bisa mencapai lebih dari enam ton pipilan kering per hektar. Bila dibandingkan dengan jagung lokal yang rata-rata hasilnya di bawah dua ton per hektar dan jagung komposit 2,5 – 3,5 ton per hektar (Warisno, 1998). Varietas unggul yang ada di Indonesia memiliki umur panen bervariasi mulai 85 hari sampai 118 hari (Purwono dan Heni P, 2007).

Poduktivitas jagung nasional pada tahun 2007 sebesar 35,88 kuintal per hektar. Selama kurun waktu 1969-2007 produksi jagung yang tertinggi dicapai pada tahun 2005 yaitu sebesar 12.524 ribu ton. Berdasarkan angka tetap tahun 2006, produksi jagung turun sebesar 7,30 persen menjadi 11.609 ribu ton, kemudian menurut angka ramalan tahun 2007 produksi meningkat kembali menjadi 12.446 ribu ton. Penurunan produksi jagung terutama disebabkan oleh penurunan luas panen, sedangkan produktivitas meningkat karena penggunaan benih jagung hibrida (Deptan, 2007).

2.3 Pupuk Kandang

Pupuk organik dari kotoran hewan disebut sebagai pupuk kandang. Pupuk kandang mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman karena mengandung unsur makro seperti nitrogen, fosfor serta kalium

dan unsur mikro seperti kalsium, magnesium dan sulfur (Sutanto, 2006). Kandungan unsur hara dan air pada pupuk yang berasal dari kotoran ayam adalah nitrogen 1,00 %, fosfor 0,80 %, kalium 0,40 %, air 55,00 % (Setiawan, A.I, 2007). Pupuk kandang membuat tanah lebih subur, gembur dan lebih mudah diolah. Kegunaan ini tidak dapat digantikan oleh pupuk buatan (Setiawan, A.I, 2007). Penggunaan pupuk kandang kering dianjurkan berdasarkan alasan dapat mengurangi pengaruh kenaikan temperatur selama proses dekomposisi dan terjadinya kekurangan nitrogen yang diperlukan tanaman (Sutanto, 2006). Kotoran ayam dapat dijadikan sebagai bahan organik bisa dikomposkan dan mengandung nitrogen, cocok dicampur dengan bahan yang kaya carbon. Penggunaan pupuk kandang untuk tanaman jagung sebanyak 20-25 ton per hektar (Yuwono, 2005).

2.4 Pertanian Terpadu

Konsep pertanian terpadu adalah integrasi kegiatan untuk mencapai kombinasi optimal yang memiliki sifat saling melengkapi dan berhubungan dalam interaksi yang bersifat sinergis dan berkelanjutan. Interaksi dalam sistem integrasi ini dapat meningkatkan efisiensi produksi, produksi optimal, peningkatan daya saing produk, peningkatan pendapatan sekaligus keseimbangan alam yang lestari.

Tiga hal penting dalam pertanian terpadu adalah 1) pertanian harus diarahkan pada penggunaan sumber daya yang lebih produktif dan efisien, 2) proses biologis dalam sistem pertanian harus lebih terkendali dalam arti mengurangi penggunaan input luar seperti pestisida, pupuk anorganik, 3) siklus hara dalam farm harus tersedia (Edwards, C.A, 1990).

Kotoran

Ternak Tanaman Pakan Ternak

Produksi Ternak

Residu Tanaman Pangan Produksi Tanaman Pangan

Gambar 1. Integrasi Tanaman Pangan dan Produksi Ternak Sumber : Edwars (1990)

2.5 Tinjauan Terdahulu

Penelitian tentang keterpaduan antara ternak dan tanaman pangan pernah dilakukan oleh Abduh, U et al (2004). Penelitiannya berjudul integrasi ternak itik dengan sistem usahatani berbasis padi di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. Sebanyak delapan orang peternak itik dibagi dua kelompok yaitu kelompok satu terdiri dari empat orang peternak yang masing-masing memiliki 100 ekor diberi pakan pelengkap dan pakan tambahan, sedangkan kelompok dua sebagai kontrol.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ternak itik yang digembalakan di sawah dan diberi pakan tambahan produksinya lebih tinggi dibanding itik yang digembalakan di sawah tanpa pakan tambahan masing-masing 60,2 persen Hen Day (HD) dan 34,2 persen HD. Produksi padi pada sawah dengan penggembalaan itik adalah 6.270 kg/ha/musim sedangkan sawah tanpa penggembalaan sebesar 6.000 kg/ha/musim. Analisis pendapatan pada sawah dengan penggembalaan itik dan sawah tanpa penggembalaan itik masing-masing Rp 3.779.500 dan Rp 3.365.000. Hal ini memberikan kenyataan bahwa integrasi itik dan sawah memberikan keuntungan dari segi produksi telur maupun produksi padi yang lebih baik. Hasil yang lebih baik didukung oleh adanya manfaat timbal balik (interaksi) dari keterpaduan usahatani terpadu antara itik dan padi.

Yadnya, T.G.B (2004) melakukan penelitian dengan judul integrasi beternak itik dengan tanaman pangan yang merupakan pencerminan usaha pertanian berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Penelitian dilakukan pada lahan pekarangan yang luasnya 8 are terdiri dari 2 are untuk tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan ketela, 5 are untuk bangunan rumah dan 1 are untuk ternak itik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan tanaman jagung pada lahan seluas dua are hanya bisa memenuhi sekitar 25 ekor itik.

Produksi kotoran yang dihasilkan 45 ekor itik selama delapan minggu yang diubah menjadi pupuk bokhasi adalah 182.479,65 gram. Selanjutnya pemberian pupuk bokhasi pada tanaman jagung atau yang dikombinasikan dengan ketela pohon dapat meningkatkan jerami tanaman jagung (daun dan batang), produksi biji jagung, daun ketela maupun berat umbi ketela pohon. Tanaman pangan (ketela + jagung) dengan ternak itik terjadi hubungan erat yang bersifat timbal balik, karena tanaman tersebut dapat menyediakan daun ketela dan biji jagung sebagai bahan ransum untuk kebutuhan ternak itik. Dilain pihak ternak sendiri dapat menghasilkan kotoran sebagai bahan pembuatan pupuk bokhasi untuk penyediaan unsur hara bagi tanaman ketela dan jagung, sehingga nampak tidak ada bahan yang terbuang.

Djajanegara, et al (1990) melakukan penelitian dengan judul kajian sistem usahatani tanaman-ternak di lahan kering transmigrasi Batumarta. Empat model usahatani yang ditemukan dan diuji, terdiri dari Model A yaitu usahatani yang ada tanpa ternak, Model B usahatani yang ada dengan ternak, Model C peningkatan bertahap dari Model A dengan penambahan ternak dan Model D usahatani tanaman-ternak dengan jumlah ternak yang ditingkatkan. Setiap model usaha

mengikutsertakan lima petani koperator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani model C paling cocok untuk dikembangkan. Analisis arus tunai usahatani secara keseluruhan dari Model C dengan menggunakan discount factor sesuai dengan suku bunga modal (18,4%) menunjukkan indeks keuntungan seluruh usaha sebesar 140,4 persen, NPV sebesar Rp 3.122.063, IRR 30,6 persen dan jangka waktu pengembalian lima tahun.

Hasil penelitian Gustriyeni (2007) menunjukkan bahwa nilai NPV yang diperoleh dengan menggunakan suku bunga deposito 7,00 persen per tahun pada usaha peternakan ayam broiler adalah sebesar Rp 561.050.879,94 dan IRR 41 persen. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas maka usaha peternakan ayam broiler akan mengalami kerugian jika terjadi peningkatan harga DOC lebih dari 38,26 persen, peningkatan harga pakan lebih dari 10,47 persen dan jika terjadi penurunan harga jual ayam lebih dari 6,74 persen.

Penelitian berjudul Kelayakan Finansial Peternakan Ayam Broiler Terpadu memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu, seperti tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Persamaan dan Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu

No Peneliti Persamaan Perbedaan

1 Djajanegara, et al (1990)

Menganalisis kelayakan finansial pertanian terpadu

Masalah yang diteliti berbeda dan jenis

komoditas lebih beragam 2 Abduh, U

(2004)

Menganalisis keterpaduan antara ternak dan tanaman pangan

Masalah yang diteliti dan jenis komoditas berbeda 3 Yadnya, T.G.B

(2004)

Menganalisis keterpaduan antara ternak dan tanaman pangan

Masalah yang diteliti dan jenis komoditas berbeda 4 Gustriyeni

(2007)

Menganalisis kelayakan finansial pada komoditas yang sama

Menganalisis hanya pada satu kegiatan usaha

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Fungsi Produksi

Menurut Doll dan Orazem (1984), fungsi produksi menggambarkan hubungan input dan output. Ini menggambarkan tingkat penggunaan sumberdaya yang dapat diubah menjadi produk. Ada sejumlah hubungan input output dalam pertanian karena tingkat penggunaan input yang dapat diubah menjadi output bervariasi tergantung tipe tanah, jenis ternak, teknologi yang digunakan, jumlah curah hujan dan sebagainya

Fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Y = f (X1, X2,...,Xn)

Y merupakan output dan X1 ... Xn adalah input yang berbeda yang merupakan bagian untuk menghasilkan Y. Fungsi produksi digunakan untuk memperoleh jumlah output yang maksimal dengan menggunakan input yang jumlahnya terbatas.

Hubungan antara output-output terdiri dari : a. Produk Kompetitif

Produk disebut kompetitif apabila output dari satu produk dapat ditingkatkan hanya melalui penurunan output dari produk lain. Produk disebut kompetitif karena memerlukan input-input yang sama dalam waktu yang sama.

b. Produk Komplementer

Dua produk disebut komplementer jika peningkatan dalam satu produk menyebabkan peningkatan produk kedua, ketika jumlah input-input yang digunakan pada keduanya konstan.

c. Produk Suplementer

Dua produk dikatakan suplementer jika jumlah produk yang satu meningkat tanpa menyebabkan perubahan pada produk yang lain.

d. Joint Product

Produk yang dihasilkan dari proses produksi yang sama. Secara konseptual, join produk yang dihasilkan dalam proporsi tetap dan dapat dianggap sama manajemennya dengan memproduksi output tunggal.

Y2 Y2 Y1 0 A Y1 B 0

a. Produk Kompetitif b. Produk Komplementer

Y2 Y1 0 Y2 H 0 Y1 E

c. Produk Suplementer d. Joint Product

Gambar 2 Kurva Kemungkinan Produksi yang Menunjukkan Kemungkinan Hubungan Antar Produk

Sumber : Doll dan Orazem (1984) 3.1.2 Siklus Proyek

Proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber- sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (Kadariah et al. 1976). Menurut

Pudjosumarto (1991), proyek merupakan suatu rangkaian aktivitas yang dapat direncanakan, di dalamnya menggunakan sumber-sumber (input) untuk mendapatkan manfaat di masa yang akan datang. Siklus proyek merupakan tahap-tahap atau urutan yang dilalui dalam kegiatan suatu proyek.

Tahapan untuk melakukan proyek investasi adalah : 1. Identifikasi

Pada tahap ini sponsor proyek melihat adanya kesempatan investasi yang mungkin menguntungkan. Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan untuk memperkirakan kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut (Pudjosumarto, 1991). Pada tahap ini dilakukan dengan maksud mendapatkan proyek-proyek yang potensial. Usulan-usulan dapat datang dari para ahli dalam bidang teknis dan pimpinan-pimpinan setempat yang dikenal (Gittinger, 1986).

2. Persiapan dan Analisa

Proses ini meliputi semua pekerjaan yang perlu dilakukan untuk membawa proyek sehingga bisa dilakukan pengamatan atau penilaian ulang dengan hati- hati. Proyek apabila telah ditentukan menjadi suatu proyek yang baik, maka proyek tersebut bisa segera dilaksanakan. Dalam persiapan dan analisa proyek, pertimbangan akan diberikan terhadap tiap-tiap aspek.

Langkah pertama dalam tahap ini adalah melakukan studi kelayakan yang akan memberikan informasi yang cukup untuk menentukan dimulainya perencanaan yang lebih lanjut. Perincian daripada studi kelayakan akan tergantung pada kerumitan proyek serta seberapa banyak usulan yang diketahui. Studi kelayakan akan memberikan kesempatan untuk menyusun proyek agar

bisa cocok dengan lingkungan fisik dan sosialnya dan memastikan bahwa proyek tersebut akan memberi hasil yang optimal (Gittinger, 1986).

3. Penilaian

Pada tahap ini melakukan analisa dan menilai aspek pasar, teknik, keuangan dan perekonomian (Husnan dan Suwarsono, 2000). Suatu proyek setelah dipersiapkan, biasanya dilakukan suatu pengkajian atau suatu penilaian tersendiri. Hal ini memberikan kesempatan untuk memeriksa kembali tiap-tiap aspek dari rencana suatu proyek. Selain itu, mungkin akan melibatkan informasi baru apabila spesialis-spesialis dari tim penilaian merasa bahwa sebagian data diragukan atau sebagian dari asumsi itu tidak tepat. Apabila tim penilai menyimpulkan bahwa rencana proyek tersebut masuk akal, investasi bisa diteruskan. Apabila tim penilai menemukan kekurangan yang cukup serius, kemungkinan perlu bagi analis untuk merubah rencana proyek atau mengembangkan suatu rencana yang sama sekali baru (Gittinger, 1986).

4. Pelaksanaan

Tahap ini merupakan bagian yang terpenting dari siklus proyek. Adanya rencana proyek yang lebih baik dan lebih realistis akan lebih memungkinkan untuk dilaksanakan dan keuntungan yang diharapkan dapat diwujudkan. Hal ini menekankan perlunya perhatian yang seksama terhadap tiap aspek dari perencanaan dan analisa suatu proyek.

Pelaksanaan suatu proyek harus luwes. Manajer proyek harus bisa memberikan reaksi yang tepat terhadap keadaan yang selalu berubah. Dengan lebih besarnya ketidakpastian berbagai aspek dari suatu proyek menyebabkan lebih besarnya kemungkinan perubahan yang harus dilakukan.

5. Evaluasi

Analisis ini mempelajari secara sistematis elemen-elemen yang mencapai sukses dan gagal dalam proyek yang telah dilaksanakan untuk memetik pelajaran bagi perencanaan di masa depan. Evaluasi tidak terbatas hanya pada proyek yang telah diselesaikan saja. Evaluasi adalah alat yang paling penting dalam proyek yang sedang berjalan dan lebih cenderung lagi evaluasi secara formal mungkin dilakukan beberapa kali selama pelaksanaan proyek tersebut.

Sasaran dari suatu proyek akan merupakan kriteria utama dalam melakukan suatu evaluasi. Sasaran tidak dapat diterima tanpa adanya kritik

Dokumen terkait