• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 5.1 Data Penelitian

5.4 Progresifitas Psikoterapi

Tabel 4. Tabel Progresifitas Psikoterapi

a : Nilai rerata sebelum kemoterapi < Nilai rerata setelah kemoterapi III. b : Nilai rerata sebelum kemoterapi > Nilai rerata setelah kemoterapi III. c : Nilai rerata sebelum kemoterapi = Nilai rerata setelah kemoterapi III.

Nilai Rerata (mean) Sebelum

Kemoterapi Setelah Kemoterapi III Wilcoxon Signed Test Rank Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Aktifitas Normal dengan Rasa

Nyaman (CPAQ)

63.96 50.79 57.96 74.38 24a 24b

PEACE :

Peacefull Acceptance 10.33 16.92 9.33 18.67 24a 20b, 1a, 3c

Struggle With Illness 25.5 11.25 26.25 7.46 24b 20a, 4c

0 5 10 15 20 25 Kelompok Kontrol a b c 0 10 20 30 Kelompok Perlakuan a b c Distribusi subyek 24 24 24 24 20 1 3 20 4 Distribusi subyek

Gambar 11. Grafik Progresifitas psikoterapi kelompok kontrol pada wanita dengan LABC

Gambar 12. Grafik Progresifitas psikoterapi kelompok perlakuan pada wanita dengan LABC

Aktifitas dengan normal dan perasaan nyaman yang digambarkan skor pada CPAQ terdapat perbedaan yang bermakna di antara kelompok kontrol maupun perlakuan baik saat sebelum ataupun setelah kemoterapi III. Perbedaannya adalah skor rerata CPAQ pada 24 subyek kelompok kontrol pada saat sebelum kemoterapi lebih tinggi dibandingkan dengan saat setelah kemoterapi III, artinya subyek cenderung sulit beraktifitas normal dan cenderung merasa tidak nyaman. Berkebalikan dengan kelompok perlakuan, 24 subyek memiliki nilai rerata lebih besar pada saat setelah kemoterapi dibandingkan dengan yang sebelum kemoterapi, hal ini bermakna subyek cenderung merasa nyaman dan bisa beraktifitas normal atau mendekati normal. Skor Peacefull Acceptance pada kelompok kontrol dan perlakuan senada dengan skor CPAQ yang telah dijelaskan sebelumnya yang artinya 24 subyek pada kelompok kontrol masih cenderung dalam kondisi menolak atau denial, sedangkan kelompok perlakuan, 20 subyek cenderung dalam kondisi menerima atau acceptance, 1 subyekcenderung denial, dan 3 sampel stagnan. Skor struggle with illness memiliki makna berkebalikan dengan 2 jenis skor yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada kelompok kontrol 24 subyek memiliki skor rerata lebih rendah pada saat sebelum kemoterapi dibandingkan dengan yang setelah kemoterapi (gambar10). Hal ini bermakna 24 subyek dalam kelompok kontrol masih cenderung menolak dengan kondisinya sekarang. Berkebalikan pada kelompok perlakuan, skor reratanya 20 subyek memiliki nilai lebih tinggi saat sebelum kemoterapi dibanding setelah kemoterapi, 4 subyek memiliki nilai rerata yang stagnan,Hal ini bermaknasebagian besar subyek telah menerima kondisinya apa adanya dan bersiap dalam kondisi terburuk apapun (gambar 11).

5.5 Pengaruh Psikoterapi Terhadap Respon Klinis

Respon Klinis pada penelitian ini dibagi atas respon baik dan tak ada respon yang dinilai dari kelompok kontrol dan perlakuan. Respon baik yang dimaksud adalah Partial Response (PR) danComplete Response (CR) sedangkan Tak ada Respon adalah Stable Disease (SD) danProggresive Disease (PD). Pada kelompok kontrol respon baik hanya berkisar 8 subyek (33%) dan yang tak ada respon 16 subyek (66.7%). Pada kelompok perlakuan 21 subyek (87.5%)berespon baik dan hanya 3 subyek (12.5%) yang tak ada respon (gambar 12). Uji statistik dilakukan dengan Fischer’s Exact Test karena kedua jenis variabel data merupakan data nominal dan hasilnya adalah perbedaan yang bermakna diantara kedua variabel tersebut. Hasil α yang dihasilkan bernilai 0.00 sedangkan kriteria disebut berbeda bermakna yakni α < 0.05 (tabel 5).

Respon baik terdiri dari CR dan PR sedangkan Tak ada Respon terdiri dari SD dan PD. Kelompok perlakuan memiliki CR 3 subyek (12.5%) dan telah dikonfirmasi 4 minggu kemudian paska evaluasi terakhir, PR sebanyak 18 subyek (75%), dan SD 3 subyek (12.5%). Tiga subyek dengan SD pada kelompok perlakuan 2 diantaranya mengalami gejala cemas dan depresi berat disertai permasalahan psiko-sosial berat yang mungkin memerlukan psikoterapi lebih dari 4 pertemuan. Dua puluh satu subyek lainnya pada kelompok perlakuan memiliki gejala cemas dan depresi pula tetapi cenderung membaik di akhir pertemuan saat evaluasi. Proses Denial menjadi Acceptance juga cenderung cepat pada 21 subyek yang berespon baik di kelompok perlakuan ini (gambar 13).

Kelompok kontrol sebagian besar terdiri dari SD sebanyak 16 subyek (66.7%) dengan PR sebanyak 8 subyek (33.3%) tanpa CR ataupun PD. Dua puluh empat subyek pada kelompok kontrol seluruhnya memiliki gejala cemas dan depresi disertai problem psiko-sosial tapi tak satupun disertai intensitas yang berat pada 2 hal tersebut.

Tabel 5. Tabel respon klinis beserta perbandingannya di antara kelompok kontrol dan perlakuan dengan uji statistik yang digunakan.

Respon Klinis Kelompok Total Σ (%) Fischer’s Exact Test (α) Kontrol Σ (%) Perlakuan Σ (%)

Respon Baik 8 (33.3) 21 (87.5) 29 (60.4)

0.00 Tak Ada Respon 16 (66.7) 3 (12.5) 19 (39.6)

Tabel 6. Rincian Respon klinis yang terdiri dari CR, PR, SD, dan PD pada masing-masing kelompok.

Rincian Respon Klinis Kelompok Total Σ (%)

Kontrol Σ (%) Perlakuan Σ (%)

CR 0 (0.0) 3 (12.5) 3 (6.2)

PR 8 (33.3) 18 (75) 26 (54.2)

SD 16 (66.7) 3 (12.5) 19 (39.6)

Gambar 13. Pengaruh Psikoterapi terhadap Respon Klinis

Gambar 14. Respon Klinis tiap kelompok.

Dari 23 subyek kelompok perlakuan dengan stadium IIIB, 20 (86.9%) subyek berespon baik terhadap kemoterapi sedangkan 3 (13.1%) subyek tak berespon. Satu subyek dengan stadium IIIC berespon baik terhadap kemoterapi. Pada kelompok kontrol dari 23 subyek dengan stadium IIIB, 7 (30.4%) subyek berespon baik dan 16 (70.6%) subyek tak berespon terhadap kemoterapi. Satu subyek dengan stadium IIIA berespon baik.Dari 13 subyek pada kelompok kontrol dengan histopatologi IDC, 4 (30.76%) subyek berespon baik dan 9 (69.24%) subyek berespon baik. Dari 11 subyek dengan histopatologi ILC pada kelompok kontrol, 4 (36.36%) subyek berespon baik dan 7 (63.64%) subyek tak berespon baik terhadap kemoterapi. Sedangkan dari kelompok perlakuan dari 20 subyek dengan histopatologi IDC, 17 (85%) sampel berespon baik dan 3 (15%) sampel tak berespon terhadap kemoterapi. Dari 4 subyek dengan histopatologi ILC seluruhnya berespon baik. Dari

0 5 10 15 20 25 Kontrol Psikoterapi

Pengaruh Psikoterapi Terhadap Respon Klinis

Respon Baik (RB) Tak Ada Respon (TAR)

0 5 10 15 20 25 30 Kontrol Psikoterapi

Respon Klinis Tiap Kelompok

Progressive Disease (PD) Stable Disease (SD) Partial Response (PR) Complete Respon ((CR) Jumlah Subyek Jumlah Subyek 8 (33.3%) 16 (66.7%) 21 (87.5%) 3 (12.5%) 16 (66.7%) 8 (33.3%) 3 (12.5%) 18 (75%) 3 (12.5%)

19 subyek dari kelompok perlakuan dengan ER/PR (+), 15 (78.9%) subyek berespon baik dan 4 (21.1%) subyek tak berespon dengan kemoterapi. Dari 5 subyek dengan ER/PR (-) kelimanya berespon baik. Sedangkan dari kelompok kontrol, 21 subyek dengan ER/PR (+), 6 (28.57%) subyek berespon baik dan 15 (71.43%) subyek lainnya tak berespon. Dari 3 subyek dengan ER/PR (-), 1 (33.3%) subyek berespon baik dan 2 (66.7%) lainnya tidak berespon. Kelompok kontrol dengan Her2-neu positif dari 10 subyeknya, 4 (40%) subyek berespon baik dan 6 lainnya (60%) tidak. Kelompok kontrol dengan Her2-neu negatif dari 14 subyek, 4 (28.57%) subyek berespon baik dan 10 (71.43%) subyek lainnya tidak menunjukkan respon yang baik. Pada kelompok perlakuan dengan Her2-neu positif dari 10 subyek, semuanya berespon baik, kemudian 14 subyek dengan Her2-neu negatif, 11 ( 78.57%) subyek berespon baik dan 3 (21.43%) lainnya tak berespon. Kelompok perlakuan dengan triple negatif yakni 3 subyek semuanya berespon baik dengan kemoterapi, sedangkan yang bukan triple negatif dari 21 subyeknya, 3 (14.28%) subyek tak berespon dan 18 (85.72%) lainnya berespon baik. Dari kelompok kontrol dengan 1 subyek triple negatif berespon baik, sedangkan dari 23 subyek yang bukan triple negatif, 7 (30.43%) subyek berespon baik dan 16 (69.57%) subyek lainnya tidak. Pada kelompok kontrol sampel yang terdiri dari 24 subyek adalah belum menopause dengan distribusinya 8 (30%) berespon baik dan 16 (70%) sisanya tidak. Sedangkan pada kelompok perlakuan didapatkan 20 subyek belum menopause dengan distribusi 3 (15%) subyek tak berespon baik dan 17 (85%) subyek berespon baik. Empat subyek telah mengalami menopause dengan berespon baik semuanya. Kelompok perlakuan dengan obesitas sebanyak 21 subyek, 2 (9.53%) diantaranya tak berespon terhadap kemoterapi dan 19 (90.47) subyek berespon baik. Sedangkan yang bukan obesitas sebanyak 3 subyek distribusinya 2 (70%) subyek berespon baik dan 1 (30%) subyek lainnya tidak. Pada kelompok kontrol yang mengalami obesitas sebanyak 17 subyek, 4 (23.52%) subyek berespon baik dan 13 ( 76.48%) lainnya tidak. Yang tidak mengalami obesitas dari 7 subyek 4 (57.14%) diantaranya berespon baikdan 3 (42.86%) lainnya tidak. Pada kelompok perlakuan yang mengalami obesitas sebanyak 38 subyek dengan distribusi 2 (5.3%) subyek tak berespon baik dan 36( 94.7%) lainnya berespon baik sedangkan yang tak mengalami obesitas sebanyak 3 subyek 1 (30%) diantaranya tak berespon sedangkan sisanya berespon baik(70%). Kelompok perlakuan 21 subyek mendapat kemoterapi CAF dengan distribusi respon baik sebanyak 19 (90.47%) subyek dan tak ada respon sebanyak 2 (9.53%) subyek. Sedangkan regimen CP diberikan pada 3 subyek dengan komposisi respon baik sebanyak 2 (70%) subyek dan tak ada respon sebanyak 1 (30%) subyek. Pada kelompok kontrol, CAF

16 (72.72%) subyek tidak berespon terhadap kemoterapi. Regimen CP diberikan kepada 2 subyek dengan semuanya berespon baik.

BAB 6 PEMBAHASAN

Kanker payudara stadium III atau yang disebut Locally Advanced Breast Cancer(LABC) insidennya semakin hari semakin meningkat dengan hasil terapi yang belum memuaskan hingga saat ini. Walaupun perkembangan tata laksana kanker payudara sudah sedemikian pesatnya, dimulai dari terapi lokal seperti pembedahan dan radioterapi hingga terapi sistemik dengan menggunakan kombinasi kemoterapi, hormonal terapi, targeting therapy, dan imuno-modulator therapybaik bersifat adjuvan atau dengan kombinasi neo-adjuvan, hasil akhir terapi pada LABC sebagian besar selalu berakhir tidak memuaskan terutama dari segi respon kemoterapi.Banyak variabel intrinsik yang berperan seperti jenis histopatologi, ada/tidaknya reseptor hormonal, baik/buruknya kondisi umum, obesitas, dan status menopause/pre menopause menentukan respon kemoterapi yang diberikan, bahkan pada pemberian kemoterapi itu sendiri telah terbukti merupakan salah satu faktor terjadinya sel kanker menjadi lebih resisten kemoterapi, merangsang angiogenesis, menurunkan aktifitas sel NK dan memacu progresifitas sel kanker. Banyak teori yang digunakan bagaimana suatu kanker dapat menjadi progresif tetapi satu teori yang paling banyak dianut berdasar banyak studi kasus berbasis bukti (evidence based medicine) yang telah ada yakni inflamasi kronis pada lingkungan kecil (micro-environment) sel, yang akan memicu terjadinya degenerasi maligna, angiogenesis, hingga replikasi sel kanker itu sendiri. Inflamasi kronis ini merupakan suatu respon diakibatkan oleh sitokin-sitokin, baik yang diproduksi oleh sel kanker ataupun oleh endotel pembuluh darah dan makrofag yang ada diseluruh tubuh dengan mekanisme HPA-axis.37,43

Pada LABC proses inflamasi akan terus berjalan dan diperparah oleh variabel intrinsik dan pemberian kemoterapi yang akan diberikan. Setiap pasien dengan LABC rerata memiliki lebih dari 1 variabel intrinsik. Selain variabel intrinsik dan regimen kemoterapi yang diberikan, faktor psikis juga menjadi pemegang peranan penting untuk menyebabkan proses inflamasi tersebut. Terbukti dari banyak penelitian bahwa setiap individu yang terdiagnosis LABC atau kanker payudara yang telah bermetastase akan menderita gejala cemas dan depresi dengan gradasi yang berbeda-beda hingga akhir hidupnya. Namun dari berbagai studi kasus berbasis bukti yang telah ada mengenai terbuktinya peran stres terhadap

progresifitas tumor, intervensi psikis terhadap penderita masih terabaikan hingga saat ini.4,38,39

Atas hal tersebut, maka peneliti bekerjasama dengan pihak psikiatri untuk melakukan intervensi psikis penderita LABC yang akan dilakukan kemoterapi neo-adjuvan dengan pemberian psikoterapi dan membuktikan respon kemoterapinya dari respon klinis yang diukur yakni perbandingan diameter terbesar tumor saat sebelum kemoterapi dengan saat 2 minggu paska kemoterapi III berdasarkan kriteria dari RECIST. Dari seluruh sampel yang ada yakni 48 sampel akan terbagi menjadi 2 kelompok masing-masing dengan 24 sampel. Selama proses penelitian sebagian besar sampel datang tepat waktu, hanya sebagian kecil sampel yang datang terlambat 1-2 hari dari jadwal dikarenakan problem psiko-sosial yakni berhalangannya keluarga pengantar. Tidak ada subyek yang dropped out dalam penelitian ini. Dari jumlah sampel total yang berjumlah 48, seluruhnya mengalami gejala cemas dan depresi dengan gradasi yang berbeda-beda, 2 diantaranya mengalami gejala cemas dan depresi berat disertai permasalahan psiko-sosial berat dan keduanya berada di dalam kelompok perlakuan.

Dari penilaian skor rerata CPAQ pada kelompok kontrol, skor cenderung menurun dari saat sebelum kemoterapi hingga saat paska kemoterapi III. Pada kelompok perlakuan terjadi kebalikannya yakni cenderung meningkat. Skor rerata acceptance pada kelompok kontrol juga cenderung menurun sedangkan pada kelompok perlakuan cenderung meningkat. Skor rerata struggle pada kelompok kontrol cenderung meningkat sedangkan pada kelompok perlakuan cenderung menurun. Hal-hal tersebut diatas menjelaskan peran psikoterapi untuk menimbulkan rasa nyaman, bebas dari rasa nyeri sehingga dapat beraktifitas normal dan mengarahkan penderita ke sikap yang positif yaknisikap menerima dan pasrah terhadap kondisi yang ada.19

Respon klinis pada kelompok kontrol dominan pada Stable disease (66.7%) sedangkan pada kelompok perlakuan yang paling dominan adalalah partial response (75%) dengan 3 subyek mengalami complete response dan 3 subyek lainnya stable disease. Dari 3 pasien dengan SD pada kelompok perlakuan, 2 diantaranya yang memiliki gejala cemas dan depresi berat disertai permasalahan psiko-sosial berat dengan skor rerata CPAQ cenderung menurun dari saat sebelum kemoterapi hingga selesai kemoterapi, skor rerataacceptance

menurun juga, dan skor rerata struggle meningkat. Subyek dengan kanker stadium IIIB sebagian besar berespon lebih baik di kelompok perlakuan daripada kontrol hal ini dikarenakan dampak psikologis di kelompok perlakuan lebih baik daripada kontrol, walaupun

di stadium IIIA dan IIIC memerlukan jumlah sampel yang lebih besar agar tahu sebesar apa pengaruh psikoterapi di masing-masing stadium. Pada histopatologi IDC dan ILC, kelompok perlakuan menjadi lebih dominan berespon baik daripada kelompok kontrol. Untuk histopatologi IBC dan DCIS hal itu memerlukan penelitian lebih lanjut dikarenakan jumlah subyek dengan histopatologi tersebut tidak ada sehingga perlunya jumlah sampel yang berimbang dari masing masing sub kategori histopatologi yang telah dibahas sebelumnya. Pada penilaian ER/PR dan Her2-neu dimana jumlah sampel imbang diantara 2 kelompok, semua menjadi lebih baik dari segi respon pada kelompok perlakuan dibanding kontrol. Pada triple negatif karena jumlah sampel terlalu sedikit maka perlu ditingkatkan lagi jumlah sampelnya agar memperoleh hasil perbandingan yang lebih baik di sub kategori triple negatif. Pada kelompok menopause, jumlah yang didapat sedikit dibanding yang belum menopause walaupun homogen. Subyek obesitas pada penelitian ini secara keseluruhan mencapai 80% dengan proporsi respon baik di kelompok perlakuan lebih besar daripada kelompok kontrol, hal ini menjelaskan kemungkinan peranan obesitas pada terjadinya progresifitas tumor walaupun hal tersebut perlu diteliti lebih lanjut. Peranan kemoterapi juga menjelaskan terjadinya inflamasi kronis pada penderita kanker payudara walaupun perlu ditelaah lebih lanjut sebesar apa preparat CAF dibanding CP dalam menimbulkan progresifitas tumor.

Dari yang telah dibahas di atas, hal ini membuktikan bahwa stres merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya progresifitas tumor dan resistensi kemoterapi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya gangguan jiwa yang muncul pada pasien kanker payudara dapat dalam bentuk perasaan cemas, depresi dan gangguan jiwa lainnya dengan secara keseluruhan berprevalensi 33% timbul pada diagnosis awal, 15% pada satu tahun paska diagnosis awal, dan 45% bila terjadi rekurensi.Penderita kanker payudara rata-rata mengalami paparan stres pada saat setelah didiagnosis dan bisa menghebat dalam 3 bulan kedepannya sesaat sebelum operasi, paska operasi, serta pada saat mendapat kemoterapi kemudian menurun dalam 3 bulan berikutnya meskipun beberapa pasien hal ini tetap berlanjut hingga beberapa bulan atau tahun berikutnya. Pada penelitian ini ditemukan seluruh subyek mengalami gejala cemas dan depresi walaupun dengan gradasi yang berbeda-beda dan selama observasi pada kelompok kontrol tren respon terhadap stres semakin buruk dibandingkan kelompok perlakuan. Hal ini dikhawatirkan akan terus memburuk bila tidak diintervensi. Oleh karena itu sangat diperlukan suatu intervensi dalam hal ini psikoterapi yang terbukti menurunkan beban (burden) psikis penderita sehingga progresifitas tumor dapat dihambat dan respon kemoterapi menjadi lebih baik dan harapannya program terapi berikutnya menjadi lebih efektif dan efisien serta

meningkatkan kepatuhan pasien. Intervensi psikoterapi memberikan hasil yang bermakna dalam meningkatkan respon kemoterapi, berkebalikan dengan pemberian kemoterapi saja yang memberikan hasil sebagian besar stable disease walaupun pada kelompok perlakuan masih terdapat stable disease yang memberi kemungkinan apakah psikoterapi gagal atau terjadi mutasi di variabel intrinsik masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Banyaknya

partial responsedi banding complete response pada penelitian ini menjelaskan apakah masih ada ganjalan psikologis di masa lampau subyek yang masih belum teratasi. Pada kelompok kontrol juga masih dijumpai partial respon sehingga perlu ada dasar pemikiran apakah subyek memiliki dasar psikologi yang baik atau manajemen stres yang lebih baik dibanding subyek yang lain dalam penelitian ini. Bagaimanapun secara umum penelitian ini membuktikan psikoterapi meningkatkan respon kemoterapi dan menghambat progresifitas tumor walaupun pemeriksaan marker biokimia seperti kortisol dan TNF-α sebelum dan setelah kemoterapi , serta pemeriksaan bio-marker untuk memantau status imun juga dapat dijadikan acuan tambahan untuk memperkuat data-data yang telah ada. Dua pasien pada kelompok perlakuan yang respon kemoterapinya tak ada ternyata memiliki komorbid psikiatri sebelumnya dengan permasalahan psiko-sosial berat yakni kondisi keuangan buruk dan kasus kekerasan dalam rumah tangga sehingga intervensi psikoterapi yang telah dilakukan mungkin belumlah optimal.4,21,38,43

BAB 7

Dokumen terkait