• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran 2. Prosedur Analisis Karakterisitik Kimia 1 Kadar Air (Kusnandar et al 2011)

a. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram kemudian

dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya.

b. Bahan yang dikeringkan dalam oven suhu 100-1050C selama 3-5 jam,

selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan.

c. Dihitung kadar airnya dengan rumus:

Kadar air (%bk) = (berat awal – berat setelah pengeringan) `x100%

berat awal

2. Kadar Abu (Kusnandar et al. 2011)

Metode yang digunakan untuk menganalisis kadar abu adalah metode pengabuan kering. Metode ini dilakukan dengan cara mendestruksi pengabuan komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan, tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan terjadi. Sampel yang digun pada metode pengabuan kering ditempatkan dalam suatu cawan pengabuan yang dipilih berdasarkan sifat bahan yang dianalisis. Suhu pengabuan yang dianggap aman dari kehilangan sejumlah mineral

karena penguapan adalah 500˚C. Kadar abu dalam sampel dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% Abu = W2 - W0 x 100% W1 - W0

Keterangan: W2 = Berat cawan dan sampel setelah pengabuan (g)

W0 = Berat cawan kosong konstan (g)

3. Penetapan kadar protein dengan metode Mikro Kjeldahl (Kusnandar et al. 2011)

Contoh yang digunakan untuk analisis protein merupakan padatan yang berupa serbuk. sebanyak 1-3 gram contoh ditimbang. Contoh tersebut dimasukan kedalam labu Kjeldahl. Berturut-turut dimasukan juga sekitar 1 ujung sudip

selenium mi, 25 ml H2SO4 dan beberapa butir batu didih untuk mencegah

terbentuknya gelembung. Labu Kjeldahl tersebut kemudian didihkan di atas pemanas listrik selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Pembentukan cairan jernih menunjukan bahwa semua komponen organik yang terdapat didalam contoh sudah dihancurkan, dan nitrogen sudah terbebas. Setelah didinginkan, lalu ditambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan. Pada saat penambahan air harus hati-hati, karena larutan menjadi panas.

Setelah larutan dalam labu dingin kembali, larutan tersebut dituangkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dibilas dengan air 5-6 kali dengan menambahkan air untuk memastikan bahwa tidak ada larutan hasil destruksi yang tertinggal. Pada alat destilasi di bawah kondensor kemudian dipasangkan

erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 mL lautan H3BO3 dan 2 tetes indikator MM-

MB. Tambahkan juga air untuk memastikan ujung dari alat destilator terendam larutan asam borat. Kemudian tambahkan 20 ml larutan NaOH 30% ke dalam alat destilasi, lalu dilakukan proses destilasi sehingga tertampung kira-kira 75 mL destilat dalam erlenmeyer. Destilat yang tertampung didalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan menggun larutan HCl 0,1 N yang sebelumnya telah distandarisasi menggun boraks sampai terjadi perubahan warna menjadi merah seulas yang menand titik akhir titrasi. Persen nitrogen dan persen protein pada contoh dapat dihitung dengan menggun rumus sebagai berikut :

% N = (ml HCL contoh – blangko) x Normalitas x 14,007 x 100)

mg contoh

%Protein = %N x F,

dimana F = faktor konversi = 100/(%N dalam protein contoh)

4. Penetapan kadar lemak dengan metode Ekstraksi Soxhlet(Kusnandar et al. 2011)

Metode ekstraksi soxhlet merupakan metode analisi kadar lemak secara langsung dengan cara mengekstrak lemak dari bahan dengan pelarut organik seperti heksana, petrolium eter, dan dietil eter. Prisip analisis yaitu lemak diekstrak menggun pelarut organik. Setelah pelarutnya diuapkan, lemak dari bahan dapat ditimbang dan dihitung presentasenya. Prosedur kerja yaitu 3,5 mg sampel ditimbang dan dibungkus timbal dengan kertas isap. Timbal sampel kemudian diletakkan didalam tabung soxhlet yang sudah terpasang kondensor. Dibagiah bawah pasangkan labu lemak yang berisi 60mL pelarut Heksana. Panaskan kurang lebih selama 5 jam pada suhu 80oC atau sampai pelarut heksana yang mengalir sudah jernih tidak melarutkan lemak pada sampel. Labu lemak yang sudah disuling heksananya kemudian dikeringkan kedalam oven suhu 1050C dan dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak diukur dengan rumus berikut:

% Lemak = (Wc - Wa) x 100%

Keterangan :

Wa : berat labu awal konstan

Wb : berat sampel

Wc: berat labu akhir+lemak

5. Penetapan kadar karbohidrat dengan metode Karbohidrat by difference

(Kusnandar et al.2011)

Di dalam tabel komposisi bahan pangan, kandungan karbohidrat biasanya diberikan sebagai karbohidrat total by difference, artinya kandungan tersebut diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan presentasi komponen lain (air, abu, lemak, dan protein). Bila hasil pengurangan ini dikurangi dengan persentasi serat, maka diperoleh kadar karbohidrat yang dapat dicerna.

6. Penetapan serat pangan dengan metode Enzimatis (Kusnandar et al.2011)

Sebanyak 1 gram sampel dimasukan kedalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml larutan buffer Na-fosfat 0,1 M pH 6 dan dibuat menjdai suspensi kemudian ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air bersuhu 100˚C

selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Sampel diangkat dan didinginkan ditambahkan 20 ml air destilata. pH diatur 1,5 dengan menggunakan HCl. Selanjutnya ditambahkan 100 mg enzim pepsin. Erlenmayer ditutup dan diinkubasikan dalam penangas air bergoyang bersuhu 40˚C selama 60 menit. kemudian ditambahkan 20 ml air destilata. pH diatur menjadi 6,

8 dengan NaOH lalu ditambahkan 100 mg pankreatin. Tutup erlenmeyer dan

diinkubasikan dalam penangas air bergoyang pada suhu 40˚C selama 60 menit. Kemudian pH diatur menjadi 4,5 menggunakan HCl. Larutan sampel disaring melalui crucible. Pada penyaringan dilakukan pencucian dengan 2x10 ml air destilata.Residu di cuci dengan 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Kemudian dikeringkan pada suhu 105˚C sampai mencapai berat kostan (semalam). Setelah didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (D1). Diabukan pada suhu 550˚C selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator, ditimbang (I1)

Filtrat awal kemudian diatur menjadi 100 ml. Kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60˚c). Biarkan mengendap selama 1 jam. Disaring dengan crucible. Dicuci dengan 2x10 ml etanol 78%, 2x10 ml etanol 95%, 2x10 ml aseton. Dikeringkan pada suhu 105˚C sampai mencapai berat konstan (semalam). Setelah didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (D2). Diabukan pada

suhu 550˚C selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator, ditimbang (I2). Blanko diperoleh dengan cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1 dan B2).

Perhitungan :

% Serat tidak larut (IDF) = ((D1-I1-B1) x 100 %)/ berat sampel % Serat larut (SDF) = ((D2-I2-B2) x 100 %)/ berat sampel % Serat pangan (TDF) = %IDF + %SDF

Keterangan :

D = berat setelah pengeringan I = berat setelah pengabuan B = berat blanko bebas abu

7. Pengujian Toksisitas / Larva Udang (Biofarmaka IPB 2014) 1. Penetasan +Lampu +Aerator 2. Pembuatan Ekstrak + tween 80% Telur Udang 10 mg 250 ml Air laut Diamkan 2 x 24 jam Larva udang 20 mg sampel 10 ml Air laut Homogenasi Stok sampel 2000 ppm

3. Pengujian

+ 500 ml + 900 ml

+990ml

Air laut Air laut 1000 l air laut Vial ukuran 2000 l 1000 l Stok sampel 2000 ppm 500 l Stok sampel 2000 ppm 100 l Stok sampel 2000 ppm 10 l Stok Larutan uji 1000ppm Larutan uji 500ppm Larutan uji 100ppm Larutan uji 10ppm

Diamkan selama 24 jam

Dokumen terkait