• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

II.4.4. Prosedur pemilihan media belajar

Ada beberapa prinsip yang perlu perhatikan dalam pemilihan media,

meskipun caranya berbeda-beda,yaitu:

a. Pertama, define (pembatasan), dalam fase ini menyangkut rumusan tujuan,

rancangan media apa yang akan dikembangkan, beberapa persiapan awal

dalam perancangan media yang menyangkut: bahan, materi, dana serta

aspek perancangan lainnya.

b. Kedua, develop (pengembangan), dalam fase ini sudah dimulai proses

pembuatan media yang akan dikembangkan, sesuai dengan fase pertama.

c. Ketiga, evaluation (evaluasi), yaitu fase terakhir untuk menilai media yang

sudah dikembangkan/dibuat, setelah melalui tahap uji coba, revisi, kajian

Selain pertimbangan di atas, menurut Diknas (2008: 13) memilih media

pembelajaran yang tepat dapat kita rumuskan dalam satu kata ACTION, yaitu:

a. Access adalah kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam

memilih media. Media yang kita perlukan itu tersedia, mudah dan dapat dimanfaatkan oleh murid. Akses juga menyangkut aspek kebijakan, misalnya murid diizinkan untuk menggunakannya.

b. Cost adalah biaya juga harus dipertimbangkan. Banyak jenis media yang

dapat menjadi pilihan kita. Media canggih biasanya mahal. Namun, mahalnya biaya itu harus kita hitung dengan aspek manfaatnya. Semakin banyak yang menggunakan, maka unit cost dari sebuah media akan semakin menurun.

c. Technology adalah mungkin saja kita tertarik kepada satu media tertentu,

namun perlu diperhatikan teknologinya tersedia dan mudah menggunakannya.

d. Interactivity adalah media yang baik adalah yang dapat memunculkan

komunikasi dua arah atau interaktivitas. Setiap kegiatan pembelajaran yang anda kembangkan tentu saja memerlukan media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut.

e. Organization adalah pertimbangan yang juga penting adalah dukungan

organisasi.

f. Novelty adalah pembaharuan dari media yang dipilih juga harus menjadi

pertimbangan. Media yang lebih baru biasanya lebih baik dan lebih menarik bagi siswa.

II.5. Kompetensi Belajar

Seseorang dikatakan memiliki kompetensi dalam belajar apabila ia bukan

hanya sekedar tahu mengenai suatu hal, tetapi bagaimana implikasi dan

implementasi pengetahuan itu dalam pola perilaku atau tindakan yang ia lakukan.

Kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan dan sikap

yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak (Sanjaya, 2005: 7).

Dalam pembelajaran yang mengedepankan kompetensi maka hasil akhir

yang ingin dicapai adalah bagaimana siswi memiliki kecakapan hidup (life skill)

yang bertujuan

a. Mengaktualisasi potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk

b. Memberi kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan

pembelajaran yang fleksibel.

c. Mengoptimalkan pemanfaatn sumber daya lingkungan sekolah dengan

memberikan peluang pemanfatan sumber daya yang ada di masyarakat.

Dalam pengembangan kompetensi belajar siswa, maka pendidik memiliki

prinsip yakni:

a. Kesamaan memperoleh kesempatan

Dengan adanya perhatian dalam pengembangan kemampuan peserta didik,

maka setiap siswa memperoleh kesempatan yang sama dalam ilmu

pengetahuan, keterampilan dan sikap. Seluruh peserta didik dari berbagai

kelompok, termasuk di dalamnya yang kurang beruntung secara ekonomi dan

sosial, yang memerlukan bantuan khusus, berbakat dan unggul berhak

menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan

kecepatannya.

b. Berpusat pada anak didik

Upaya mendirikan peserta didik untuk belajar, bekerja sama dan menilai

diri sendiri diutamakan agar peserta didik mampu membangun kemauan,

pemahaman dan pengetahuan. Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat

peserta didik perlu terus-menerus diupayakan. Penilaian berkelanjutan dan

komprehensif menjadi sangat penting dalam rangka pencapaian usaha

tersebut. Penyajiannya disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan peserta

c. Pendekatan menyeluruh dan kemitraan

Pendekatan yang digunakan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar

berfokus kepada kebutuhan peserta didik yang bervariasi dan

mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu. Hal ini menurut kerjasama antar

semua pihak dan tanggungjawab bersama peserta didik, guru, sekolah, orang

tua dan masyarakat.

d. Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksaan

Standart kompetensi yang ditetapkan pemerintah (UU No. 20 Tahun

2003) dan cara pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan

kemampuan masing-masing sekolah. Standart kompetensi dapat dijadikan

acuan penyusunan kurikulum berdiversifikasi berdasarkan pada satuan

pendidikan, potensi daerah dan peserta didik, serta taraf internasional.

Hal yang menjadi dasar kompetensi siswa di dalam belajar adalah terutama

terletak pada motovasi belajar siswa. Menurut Dr. Clark hal yang menjadi

motivasi yang baik dari orang-orang yang meraih prestasi tinggi di SMA dan

tingkat-tingkat sekolah dasar yang berasal dari keluarga-keluarga yang

berpendapat rendah. Penelitiannya membimbing pada kesimpulan bahwa yang

membuat perbedaan bagi murid-murid seperti itu adalah bahwa mereka berasal

“Keluarga yang efektif memperlihatkan sejumlah sikap dan kebiasaan yang

positif terhadap anak-anak yang membantu keberhasilan mereka di sekolah dan di

kehidupannya” (Wlodkowski, 2004: 28). Adapun ciri-ciri keluarga efektif di

antaranya:

1. Perasaan kontrol akan kehidupan

Orang tua yang efektif percaya bahwa mereka bisa membuat sebuah

perbedaan dalam perkembangan akademis dan pribadi anak-anaknya. Mereka

tidak kewalahan dengan keadaan mereka. Bahkan ketika mereka hidup dalam

kemiskinan, mereka tetap menjaga suatu harapan. Mereka mendengarkan impian

anak mereka dan mewakili waktu berbagi dengan mereka.

2. Sering mengkomunikasikan harapan yang tinggi kepada anak-anak

Artinya bukan menggantungkann harapan kosong yang setinggi-tingginya.

Tapi kerap mengkomunikasikan kehidupan yang lebih baik dengan ilmu dan

pengetahuan. Anak-anak tahu bahwa keinginan berhasil di sekolah adalah alasan

dan sikap yang tepat untuk dimilikinya.

3. Impian keluarga untuk berhasil di masa depan

Mereka memiliki pandangan untuk keberhasilan pribadi bagi setiap anak dan

suatu rencana untuk mewujudkan impian tersebut. Anak-anak diberitahu bahwa

pendidikan yang baik adalah bagian utama dari rencana ini.

4. Pandangan bahwa kerja keras merupakan kunci keberhasilan

Orang tua menegaskan bahwa yang utama membuat perbedaan bukanlah

faktor nasib atau keturunan atau penampilan melainkan kerja keras. Anak mereka

percaya keberhasilan akan datang dari motivasi dan komitmen dalam diri mereka

5. Sebuah gaya hidup yang aktif

Mereka menyingkirkan kemalasan dan membantu mengarahkan waktu

anak-anak mereka ke dalam aktivitas yang bermanfaat. Mereka mendorong anak-anak-anak-anak

untuk memanfaatkan sekolah dan sumber-sumber masyarakat; mendorong

anak-anak mereka untuk bergaul dengan anak-anak-anak-anak yang memiliki nilai-nilai

penghargaan yang sama terhadap kerja dan sekolah.

6. Menetapkan 25 sampai 35 jam untuk belajar di rumah setiap minggu

Termasuk di dalamnya waktu untuk membersihkan rumah dan membaca di

waktu luang.

7. Memandang keluarga sebagai unit sistem pendukung dan pemecahan masalah

Anak-anak menyadari bahwa mereka dibutuhkan dan bisa memberikan

kontribusi bagi keluarganya.

8. Memahami aturan-aturan rumah tangga dengan jelas dan melaksanakan secara

konsisten

Orang tua yang efektif pembatasan-pembatasan dan sanksi yang mereka

tetapkan dengan standar yang pantas. Dalam perselisihan atau konflik, mereka

biasanya memberikan kesempatan pada anak-anak untuk mencari pemecahannya,

serta biasanya dilaksanakan dengan suasana adil dan kasih sayang.

9. Sering berhubungan dengan para guru

Mereka terlibat dalam kelompok-kelompok orang tua dan guru serta dalam

aktivitas-aktivitas sekolah. Mereka bekerja sama dengan para guru memeriksa

kemajuan anak-anaknya. Mereka mencari tahu hal-hal yang dapat mendukung

orang tua dan guru sebagai kekuatan yang bersatu untuk membantu keberhasilan

mereka.

10.Memberikan penekanan pada pertumbuhan spiritual

Mereka mendorong dan mengilhami anak-anak untuk berjuang demi

kedamaian dan cinta dari dalam dirinya. Anak-anak percaya mereka bisa meraih

kekuatan untuk mengatasi rasa takutnya serta menangani konflik-konflik dan

stress.

II.6. Sikap

“Sikap atau attitude pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer di tahun

1962 yang berarti status mental seorang” (Azwar, 2005: 3) “Attitude is a learnerd

predisposition to behave in a consistently favorable or unfavorable way with respect to a given object” (Schiffman, 2000: 200). Severin dan Tankard (2001:

151) berpendapat bahwa “sikap pada dasarnya adalah tendensi manusia terhadap

sesuatu. Sikap merupakan suatu evaluasi terhadap objek sikap dimana evaluasi

rasa suka dan tidak suka terhadap objek sikap adalah inti sikap”. Sikap seseorang

terhadap suatu objek selalu berperan sebagai perantara antara respon dan objek

bersangkutan. “Sikap ini merupakan kecenderung bertindak, berpersepsi, berpikir,

merasa pada suatu objek tertentu” (Sunarjo, 1995: 27). Sedangkan menurut Cutlip

dan Center dalam buku Opini Publik, “sikap atau attitude adalah kecenderungan

untuk memberikan respons terhadap suatu masalah atau suatu situasi yang

tertentu”. Baron dan Byrne mendefinisikan “sikap sebagai sekumpulan perasaan,

keyakinan dan kecenderungan perilaku yang diarahkan kepada orang, gagasan,

Dokumen terkait