• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyiapan kolom detonasi.

Bom dirakit oleh teknisi PT. DAHANA TASIKMALAYA Jawa Barat dengan cara sebagai berikut:

a. Kontainer yang terbuat dari pipa galvanis dipotong-potong dengan panjang masing-masing 60 cm.

b. Salah satu ujung pipa ditutup dengan galvanis dan dengan jarak antara 5 sampai dengan 10 cm dari ujung yang telah ditutup dibuat dua buah lobang dengan jarak 10 cm sesuai ukuran blasting cap.

c. Terhadap kedua lobang yang berjarak 10 cm tersebut dipasang blasting cap

kemudian dihubungkan dengan detonating cord dengan panjang 2 meter yang dilewatkan melalui plat Pb yang panjangnya sekitar 20 cm, dan kedua ujungnya diikat dimana salah satu ujung ikatan tersebut merupakan pusat dari panjang

detonating cord.

d. Kontainer pipa tersebut diatas disebut dengan kolom detonasi dan telah siap untuk diisi dengan bahan peledak yang digunakan pada pengukuran kecepatan detonasi.

e . Kontainer pipa yang digunakan untuk diledakkan dalam bejana atau wadah baja dipersiapkan tanpa menggunakan peralatan Dautriche Methode dan hanya dalam bentuk pipa panjang 60 cm.

3.3.2. Penyiapan bahan peledak

a. Bahan peledak yang digunakan adalah berupa campuran dari tepung kalium klorat, sulfur dan aluminium dengan berat total 450 gram dan variasi perbandingan dalam % berat/berat (w/w).

b. Penyiapan bahan peledak yang digunakan adalah sebagai berikut :

Pertama sekali bahan peledak kalium klorat dan sulfur masing-masing digerus secara terpisah dengan hati-hati kemudian diayak atau di Shaker dengan mesh 60, 70, 80, 100 dan 120 sampai diperoleh sejumlah berat yang diinginkan.

Untuk tepung Aluminium yang digunakan adalah standar pabrik yaitu dengan ukuran partikel mesh 120.

Kalium klorat, sulfur dan aluminium tersebut butir a,b dan c tersebut diatas digunakan untuk campuran bahan peledak untuk diukur kecepatan detonasinya sesuai dengan rancangan yang dibuat.

3.3.3. Penentuan mesh dan komposisi bahan peledak.

a. Bahan peledak tepung kalium klorat, sulfur dan aluminium dengan mesh 60, 70, 80, 100, dan 120 masing-masing ditimbang dengan berat sesuai komposisi 65 : 20 : 15 , kemudian dimasukkan kedalam kolom detonasi dan dirakit dengan menggunakan detonator pabrik, selanjutnya di ledakkan dalam bunker dan ditentukan kecepatan detonasi masing-masing. Untuk kecepatan detonasi tertinggi ditetapkan sebagai ukuran partikel atau mesh bahan peledak yang terbaik.

b. Bahan peledak dengan mesh yang terbaik tersebut butir a selanjutnya digunakan untuk menentukan komposisi atau campuran bahan peledak karena yang terbaik yaitu dengan membuat beberapa variasi, hal ini sangat penting dilakukan untuk mencari kondisi reaksi yang terbaik yang didasarkan pada kesetimbangan oksigen (oxygenbalance) campuran bahan peledak tersebut yaitu kesetimbangan oksigen paling kecil atau yang mendekati atau sama dengan nol.

Oleh karena itu dibuat komposisi bahan peledak dengan perbanding seperti yang terlihat pada Tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1. Komposisi bahan peledak %(b/b)

Dengan komposisi bahan peledak tersebut diatas kemudian dirakit sesuai dengan butir a dan diledakkan dalam bunker serta ditentukan kecepatan detonasi masing-masing dan pada kecepatan detonasi tertinggi ditetapkan komposisi yang terbaik untuk digunakan pada peledakan sesuai rancangan yang dibuat.

3.3.4. Perakitan dan peledakan bom sesuai rancangan

Rancangan bom rakitan yang dibuat adalah seperti yang terlihat pada Gambar 3.1 berikut ini :

Gambar 3.1. Rancangan mekanisme peledakan bom rakitan dengan beberapa sumber pemicu ledakan

a. Peledakan dengan detonator rakitan ( Rancangan 1)

Peledakan ini menggunakan detonator rakitan yang dibuat dari bahan batang spidol kosong yang diisi dengan campuran tepung kalium klorat,sulfur dan aluminium yang sama dengan main charge seberat 2,0 gram dengan perbandingan yang terbaik sesuai butir 3.3.3 b lalu dihubungkan dengan filamen berupa pecahan bola lampu led, selanjutnya diledakkan dalam bunker dan diukur kecepatan detonasinya dengan 3 kali pengulangan serta dilakukan peledakan dalam bejana atau wadah baja sekali ledakan untu dilakukan collecting residu.

b. Peledakan dengan detonator pabrik ( Rancangan 2)

Pada peledakan ini sebagai pemicu ledakan digunakan detonator pabrik diameter 6 mm dan dirakit dengan menggunakan main charge terbaik yang diperoleh pada butir 3.3.3 b, kemudian peledakan dan perlakuan selanjutnya sesuai butir 3.3.4 a.

c. Peledakan dengan tandem booster TNT ( Rancangan 3)

Ledakan ini menggunakan pemicu ledakan detonator pabrik diameter 6 mm dengan main charge dan perlakuan yang sama dengan butir 3.3.4 c.

Kemudian juga dilakukan modifikasi peledakan yaitu antara booster dengan main charge di beri rongga (space) 10 cm kemudian perlakuan selanjutnya sama dengan butir 3.3.4 c.

d. Peledakan dengan tandem booster TNT + plat logam( Rancangan 4). Peledakan ini merupakan modifikasi dari ledakan dengan tandem booster TNT yaitu antara booster TNT dengan main charge dibatasi dengan plat logam Pb setebal 3,0 mm dan 6,0 mm, kemudian masing-masing diledakkan dan perlakuan selanjutnya sama dengan butir 3.3.4 d.

e. Peledakan dengan tandem booster TNT + logam Pb dan rongga 10 cm.

Peledakan ini adalah modifikasi peledakan butir 3.3.4.d, tetapi antara booster dengan lapisan logam diberi rongga (space 10 cm) kemudian diledakkan dan perlakuan selanjutnya sama dengan sama dengan butir 3.3.4.d.

3.3.5. Analisa Residu Pasca Ledakan

Pertama sekali dilakukan pengumpulan dan pengambilan residu ledakan dari bejana (wadah) baja yaitu seluruh residu ledakan disatukan dan selanjutnya disampling hingga mewakili seluruh residu.

Residu ledakan dimasukkan kedalam kantong kertas dan diberi nomor sesuai dengan mekanisme ledakan masing-masing dan disimpan ditempat yang aman sebelum dilakukan analisa baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

a. Residu yang tidak meledak.

Residu bahan peledak ini ditemukan dalam bentuk bahan peledak murni, dan terhadap bahan peledak ini dilakukan analisis kualitatif maupun analisa kuantatif.

- Analisa kualitatif terhadap booster TNT yang tidak habis meledak dilakukan dengan instrumen Ion Scan untuk menegetahui apakah booster tersebut masih ada yang tersisa atau tidak meledak.

- Terhadap kalium klorat, yang tidak meledak dilakukan analisa dengan spot test dengan menggunakan reaksi kimia(reaksi warna) menggunakan pereaksi Manganous sulfat.

- Analisa kwantitatif terhadap ion klorat dilakukan dengan metode kromatografi Ion.

b. Residu hasil ledakan.

Terhadap residu ledakan juga dilakukan analisa kuantitatif yaitun terhadap ion-ion yang terbentuk dari proses ledakan yaitu dengan menggunakan metode Kromatografi Ion terutama terhadap ion kalium, ion klorida , ion sulfat dan, ion nitrat, karena ion-ion tersebut kemungkinan besar dihasilkan pada ledakan dari campuran bahan peledak yang digunakan.

Pertama sekali dilakukan ekstraksi dengan air terhadap reisidu ledakan dan terhadap filtrat kemudian dilakukan analisa kuantitatif dengan metode kromatografi ion.

BAB IV

Dokumen terkait