BAB III METODOLOGI PENELITIAN
D. Prosedur Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri literature, baik primer maupu sekunder yang membahas tentang pembentukan karakter dan pemahaman Tazkiyztu al-Nafs sebagai data-data yangdikumpulkan, kemudian dibuat ringkasan untuk menentukan batasan yang lebih khusus tentang objek kajian dari buku–buku, terutama yang berhubungan dengan pokok yang dibahas.
27
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Temuan Hasil Analisis Kritis Deskriptif 1. Riwayat Hidup Al-Ghazali
Masa hidup al-Ghozali adalah masa muculnya aliran – aliran, paham agama dan aspirasi-aspirasi pemikiran yang saling berlawanan. Dari satu segi lahir pula ahli ilmu kalam dan kebatinan yang menganggap bahwa mereka itu diberi keistimewaan dapat mengikuti imam yang mas’sum (tidak pernah salah) dan muncul juga para filosof dan tasawuf. Al-Ghozali sejak kecilnya dikenal sebagai seorang anak pencinta ilmu pengetahuan dan penggandrung pencari kebenaran.1
Al-Ghozali lengkapanya bernama Abu Hmid Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad bin Ta’us al Thusi al –Syafii dan secara
singkat Al-Ghozali atau Abu Hamid. Dalam bahasa latin, namanya sering ditulis dengan Algazel atau Abuhamet.
Al-Ghozali lahir pada tahun 445 H/1058 M. (tidakdikethui bulan dan tanggalnya), disuatu kampung kecil yang bernama Ghazala, kabupaten Thus Propinsai Khurasanm wilayah yang Persi (sekarang Iran), dari keluarga yang miskin. Ayahnya Muhammad seorang penenun dan mempunyai toko tenun di kampungnya, tetapi panghasilannya yang kecil tidaklah menutupi kebutuhan keluarganya. Walaupun hidup sangat miskin, ayahnya seorang pencinta ilmu yang bercita - cita besar. Dia selalu berdoa semoga Allah mengetahuinya putra- putra yang alim, yang berpengetahuan luas dan mempunyai ilmu yang banyak. Alangkah gembira hati keluarga itu, sewaktu mendapatkan dua orang putra, yang kemudian hari memenuhi harapan yang besar itu, yaitu :
1
Fhatiyah Hasan Sulaiman, Sistem pendidikan Versi al –Ghozali, (terj.) Fathur Rahman May dan Syamsudin Asyarafi, dari judul asli Al-Mazhabut Tarbawi
Inda al –Ghozali, ( Bandung : Al- Ma’ arif, 1986), Cet. I,hal:16
a. Anak tertua bernama Muhammad yang kemudian digelarkan “Abu
Hamid”, dan setelah besar terkrnal dengan Al-Ghozli.
b. Anak ke dua dan terakhir dinamakannya Ahmad yang kemudian digelarkan “Abu Futuh” dan dia adalah seorang juru dakwah yang besar, yang kemudian hari terkenal dengan“Mujiddudien“2
Sebutan Al–Ghozali bagi Hujjatul Islam, bukanlah namanya yang asli. Adapun namanya sejak dari kecil ialah Muhammmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad. Kemudian sesudah itu berumah tangga dan mendapat seorang putra laki-laki yang bernama
Hamid, maka dipanggilkan “Abu Hamid” (bapak si Hamid), tetapi
sayang sekali anaknya itu meninggal pada waktu masih kecil.
Tiga nama Muhammad berturut-turut, yaitu namanya sendiri, nama ayahnya, dan nama kakeknya, dan barulah diatasnya lagi bernama Ahmad. Maka kebiasaan orang Arab menghubungkan nama seseorang kepada ayahnya atau keluarganya dengan menyebut
“Ibnu”, tidaklah dilakukan pada diri al-Ghozali, misalnya nama Ibnu
Siena, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, dan nama lainnya lagi. Dalam hal ini Ghozali bersamaan dengan Kindi, Farabi, l-Qaffal, al-Qayyam dan seterusnya.
Mengenai sebutan al-Ghozali, diperoleh dua pendapat dikalangan para ahli sejarah terhadapnya.
Pertama : Berasal dari nama desa tempat lahirnya, yaitu Gazalah, sebab itu sebutannya adalah al-Ghazali (dengan satu”z)
Kedua : Berasal dari pekerjaan sehari- hari yang dikerjakan ayahnya yaitu seorang penenun dan penjual kain tenun dinamakan “Gazzal”, sebab itu panggilannya al-Ghozali (dengan dua“z”)3 2. Pendidikan Al-Ghozali
Al-Ghozali memulai pendidikan dasarnya di negeri asalnya, Thus,
dia belajar ilmu agama secara mendalam dari Razakani Ahmad bin
2
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali.(Jakarta: Bulan bintang, 1975) Cet.I.hal 29
3
29
Muhammmad, kemudian dipelajarinya ilmu thasawuf dari Yusuf en Nassaj, seorang sufi yang terkenal . Pada thun 476 H, Al-Ghozali berpindah ke Jurjan melanjutkan pelajarannya, ia belajar kepada
Nashar el Isma’ili. Tidak puas dengan pelajaran yang diterimanya di
Jurjan, maka ia kembali ke Thus selama 3 tahun lamanya.4
Diceritakan bahwa dalam perjalanan pulangnya beliau dan kawan-kawannya dihadang sekawanan pembegal yang kemudian merampas harta dan kebutuhan – kebutuhan yang mereka bawa. Pada pembegalan tersebut merebut tas Al–Ghozali yang berisikan buku-buku filasafat dan ilmu pengetahuan yang beliau senangi, kemudian al-Ghozali berharap kepada mereka agar sudi ilmu pengetahuan yang terdapat dalam buku itu. Kawasan perampok merasa ibah hati dan kasihan kepadanya, akhirnya mereka mengembalikan buku-buku itu kepadanya.
Diceritakan pula bahwa setelah kejadian itu beliau menjadi rajin mempelajari buku-bukunya, mempelajari ilmu yang terkandung di dalamnya dan berusaha mengamalkannya. Bahkan beliau selain menaruh bukku-bukunya, di situ tempat khusus yang aman.5
Kemudian timbul fikirannya untuk mencari sekolah yang lebih tinggi. Pada tahun 471 H. Al-Ghozali berangkat menuju kota Nishapur (Neisabur) ia tertarik dengan sekolah tingginya “Nizamiyah” disinilah (w.478 H/1085 M), yang diberi gelar
kehormatan “Imam Haramain” (Imam dari dua kota suci Mekkah
dan Madinah).
Kepada imam yang serba ahlil inilah, al-Ghozali belajar langsung sebagai mahasiswa. Dia pelajari ilmu agamna, ilmu-ilmu falsafah, keahlian al-Ghozali diakui dapat mengimbangi keahlian guru yang sangat dihormatinya itu. Dengan tidak ragu sedikitpun Imam Hawamain mengangkat al-Ghozali sebagai dosen
4Ibid …., hal 31
5
Abudin Nata,Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2003) Cet.III, hal.82
diberbagai fakultas dari Nizamiyah itu. Bahkan dia mewakilinya memimpin maupun untuk menggantikannya pada setiap kali berhalangan, baik untuk mewakilinya memimpin maupun untuk menggantikannya mengajar.6
Al-Gozali memang orang yang Cerdas dan sanggup mendebat segala sesuatu yang tidak sesuai dengan penalaran yang jernih hingga imam al-Juawini sempat memberi predikat beliau itu sebagai orang yang memiliki ilmu yang sangat luas bagaikan“laut dalam nan menenggelamkan (Bahrun mughariq).” Ketika gurunya ini meninggal dunia, al-Ghozali meninggalkan Naisabur menuju istana Nizam al-Mulk yang menjadi perdana mentri Sultan Bani Saljuk.
Keikut sertaan al-Ghozali dalam diskusi bersama kelompok ulam dan para intelektual dihadapan Nizam al–Mulk membawa kemenangan baginya. Hal itu tidak lain berkat ketinggian ilmu falsafahnya, kekayaan ilmu pengetahuannya, kefasihan lidahnya dan kejituan argumentasinya, Nidzam al-Mulk benar-benar kagum melihat kehebatan beliau ini dan berjanji akan mengangkatnya sebagai guru besar di Universita yang didirikannya di Bagdad. Peristiwa ini terjadi pada thun 484 H atau 1091 M.-7
Ditengah- tengah kesibukan mengajar di Bagdad beliau masih sempat mengarang sejumlah kitab seperti Al–Basith, al-Wasih, Al-Wajiz, Khulashah ilmu Fiqih, al-Mumqil Fi Ilm al-Jaddal, Ma’Khdz al-khalaf, Lubah an-Nadzar, Tashin al-Ma’akhiz dan al-Mabadi Wa al-Ghayat fi Fann al Khalaf.
Namun kesibukan dalam karangan mengarang ini tidaklah mengganggu perhatian beliau terhadap ilmu metafisika dan beliau menegakkan kebenaran adat istiadat warisan nenek moyang di mana belum ada seorangpun yang memperderbatkan soal kebenarannya atau menggali asal-usul dari timbulnya istiadat tersebut.
6
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali...., hal. 32-35
7
31
Begitu juga ditengah-tegah kesibukkannya ini, beliau juga belajar berbagai ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, sebagaimana terkenal diwaktu itu. Belaiau mendalami berbagai aliran agama yang beraneka ragam yang harapan agar dapaat menolongnya mencapai ilmu pengetahuan sejati yang sangat didambakan.
Setelah empat tahun beliau memutuskan untuk berhenti mengajar di Bagdad. Lalu ditingggalkannya di kota tersebut untuk menunaikan ibadah haji. Setelah itu beliau menuju ke Syam, dan menetap beberapa tahun di kota Jami’ untuk melakukan kontemplasi dan merenungkan kembali berbagai ilmu yang selama ini di pelajarinnya.
Setelah berlangsung cukup lama tingal di masjid Jami’, beliau pindah ke baitul Mqdis dan di tempat baru ini waktunya banyak dihabiskan untuk beribadah dan menziarahi majelis–majelis pertemuan, kemudian beliau pergi ke Mesir dan memetap di Iskandariyah dalam waktu cukup lama. Sehabis di Mesir, beliau kembali banyak menyusun kitab-kitab yang sangat bermanfaaat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan
Demiklian al-Ghozali mempersiapkan dirinya dengan persiapan agama yang benar dan mensucikan jiwanya dari noda-noda keduniaan, pembela agama Islam yang besar serta salah seorng pemimpin yang menonjol dizamannya.8
Setelah mengabdikan diri untuk pengetahuan berpindah tahun lamanya. Dan sesudah memperoleh kebenaran yang sejati pada akhir hayatnya, maka al-Ghozali meninggalkan dunia di Thus pada hari senin tanggal 4 Jumadil Akhir 505 H/19 Desember 1111M.
Dengan dihadapi oleh saudaranya Abu Ahmad berdampingan dengan makam penyair besar yang terkenal, Firdaus.Dia wafat meninggalkan 3 orang anak perempuan, sedangkan anak laki-lakinya
8
yang bernama Hamid sudah meninggal sebelum wafatnya. Karena anak
itulah dia diberi gelar “Abu Hamid .“ 9
3. Karya –Karya Al-Ghozali
Keistimewaan yang sangat luar biasa dari al-Ghozali, bahwa dia adalah seorang pengarang yang sangat produktif. Di dalam segala masa hidupnya, baik sebagai pembesar negara di Mu’askar maupun sebagai frofesor di Bagdad. Jumlah karangan-karangan al-Ghozali mencapai angka yang besar sekali. Dan segala isinya membicarakan disekitar
“fikiran keagamaan” yang telah memenuhi segala hari-hari hidupnya.
Inilah yang menjadikan keistimewaan al-Ghozali, yaitu tunggalnya soal yang dibicarakan dengan dasar-dasar fikiran yang tegas dan cara–cara pembelaan yang kuat tentang pendapat-pendapatnya.
Al-Ghozali mempunyai susunan kata yang hidup, tegas dan tepat, sehingga mengingatkan setiap pembacanya bahwa penulisnya mempunyai hati yang jujur, fikiran yang hidup dan kemauan yang bulat.Menurut cacatan sejarah, banyaknya karangan al-Ghozali mencapai jumlah 300 buah, tetapi sayangnya, karangan–karangannya yang banyak itu sudah tidak dijumpai lagi, habis dibakar oleh penguasa-penguasa yang zalim (dijaman Tartar-Mongol), dibuang kelaut oleh penguasa-penguasa di Andalusie, dan lain sebagainya.
Adapun karangan-karangannya yang masih diperoleh sekarang, maka suatu majalah ilmiah yang terbit pasda tahun 1954,bernama “Islamic Literature”, pernah menyebutkan jumlahnya 65 buah, ditambah dengan 23 buah, yang berbentuk pamflet atau brosur.
Kesimpulan dari antara 300 buah karangan al-Ghozali, hanya beberapa buah saja yang dapat diselamatkan dari cengkraman keganasan para penguasa yang mengobrak abrik negara Islam dimasa itu.
9
33
kitab yang hilang banyak sekali kitab-kitab pentaing didalam berbagai ilmu pengetahuan.10
Kitab pertama yang beliau karang setelah kembali ke Bagdad ialah kitab Al-Munqidz Min ad-Dholal (Penyelamat dan Kesesatan). Kitab ini dianggap sebagai salah satu buku referensi yang penting bagi sejarawan yang ingin mendapatkan pengetahuan tentang kehidupan al-Ghozali. Kitab ini mengandung keterangan sejarah hidupnya diwaktu transisi yang mengubah pandangannya tentang nilai – nilali kehidupan.
Dalam kitab ini juga beliau menjelaskan bahwa iman dan jiwa tumbuh berkembang, bagaimana hakekat ketuhanan itu dapat tersingkap atau terbuka bagi umat mausia, bagaimana mencapai pengetahuan sejati (ilmu keyakinan) dengan cara tanpa berfikir dan logika namun dengan cara ilham dan mukasyafah (terbuka hijab) menurut ajaran tasawuf.11
Diantara karangan-karangan al-Ghozali yang dapat kita temukan baik dalam bidang falsafah, akhlak, tasawuf adalah sebagai berikut: a. Mizanul-„amal (Neraca amal)
Kitab yang terdiri dari 215 halaman ini menurut anggapan Dr.Zaki mendampingi kitab Ihya ulum ad-din, bahkan isinya lebih teliti dan kongkrit dan merupakan ulasan (ringakasan) daripadanya. Al-Gozali sendiri menegaskan bahwa kebanyakan dari isi kitab ini memakai sistem tasawuf.12
b. Tahaful al-Falasifah (Kesesatan ilmu falsafah)
Dikarangnya sewaktu al-Ghozali berada di Bagda, dalam usia35-38 tahun. Kitab ini berisi tantang kecaman yang sangat hebat terhadap ilmu falsafah.
c. Jawahir Al-quran (permata-permata dari al-Quran)
Kitab ini menjelaskan tentang keajaiban–keajaibanyang terdapt di dalam al- quran
10
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali ..., hal 57
11
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam ..., hal.84
12
d. Minhaj al-Abidin (Jalannya mengabdikan diri kepada Tuhan)Kitab ini adalah karangan yang terakhir dari al-Ghozali, isinya merupakan
nasehat terakhir kepada segenap manusia
e. Bidayah al-Hidayah (permulaan Hidayah)
Kitab ini mengajarkan adab kesopanan didalam hidup manusia,baik dalam hubungan dengan tuhan atau sesama manusia.
f. Ayyuha al Walad ( Wahai anakku!)
Kitab ini berisikan tentang amal pernuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari baik yang berhubungan dengan tuhan atau sesama manusia
g. Kimia as-Sa’ada (kimia-nya kebahagiaan) Ada yang mengatakan kitab ini adalah terjemahan di dalam bahasa persi yang buat sendiri oleh al-Ghozli dari sebagian kitab Ihya Ulum al-D.in
h. Al-Munqiz ad-Dalal (Pembebasan dari kesesatan)
Kitab ini diterbitkan pertama kali di kairo pada tahun 1303 H. Oleh Islamiya Press. Cetakan yang ke III di terbitkan di Damaskus pada tahun 1358 H. Terjemahannya dalam bahasa Eropa pertama
diterbitkan F.A.Schmolder dengan memakainama “Essai sur les ecol
Philosophiquis Ches le Arabes “ pada tahun 1842 M
i. Ihya Ulum ad-Din (Menghidupkan kembali ilmu–ilmu agama)
Kitab ini merupakan puncak karangan al-Ghozali, karangan al- Ghozali setelah ia berada kembali di Nashapur dalam usia 50 tahun. Kitab Ihya„Ulum al-Din ini yang menjadikan sumber dari akhlak dan tasawuf peninggalan al-Ghozali
j. Kitab Ihya Ulum ad-Din pertama kali di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia pada penghujung abad 18 oleh seorang ulama besar Pelembang, bernama Syekh Abdus Shamad dengan nama “Siyar Shalihien“terjemahan yang paling baru pada abad ke 20 ini dilakukan
oleh H. Ismail Yakub dari Aceh pada tahun 1963 dengan nama “Ihya
35
Thaher Hamidy dan Hanifa z, pada tahun 1966 (Penerbit Pustaka Indonesia, Medan), terdiri dari 12 jilid. 13
Jika ditelusuri maka karya-karya al-Ghazali berjumlah 85 Judul dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan menurut Samuel M. Zwemer diantaranya 32 karya yang penulis tuliskan yaitu :
1) Ihya „Ulum al-Din 2) Al-Adab fil al-Din
3) Al-Arba’in fi Ushul al-Din 4) Asas al-Qiyas
5) Al-Istidraj
6) Asrar Mu’ammalat al-Din 7) Al-Iqtishad fil al-„Ilmi al-Kalam 8) Al- Imla „Ula Musykil al-Ihya 9) Ayyuhal Wallad
10) Al-Bab al-Muntaha fil „Ilmi al-Jidal 11) Bidayah al-Hidayah
12) Al-Basith fil Dirayah al-Daur
13) Ghayah al-Ghar fi Dirayah al-Daur. 14) Al-Ta’wilat
15) Al-Tibru al-Masbuk fi Nasha’ih al-Muluk. 16) Tahshin al ma’khadz
17) Talbisu al-Iblis
18) Al- Ta’liqoh fi Fur al-Madzhah
19) Al-afarraqah baina al –Islam wa al-Zindiqiyah 20) Tahaful al-Falasifah
21) Thzih al-Ushul 22) Hujjah al-Haq 23) Haqiqah al-Quran
24) Al-Hikmah fi makhuqat Allah „ Azza wa Jalla
25) Al-Risalah al-Wu’dziyah
26) Qawasim al-Bathiniyayah
13
27) Kimya „al-sa’adah
28) Al-munqidz min al-Dhalal 29) Al-Wujiz
30) Al-Wasith 31) Al Ta’wilat
32) Tafsir al-Qur’anal-„Adzim
4. Sejarah Pemikiran dan Budaya Umat Islam Masa Al-Ghazali. Yang terkenal dengan Spritualisasinya dalam kajian Islam ini lahir dimasa priode klasik dari sejarah islam tepatnya tahun 650-1250 M. dimana dimasa kehidupannya tidaklah lagi menjadi masa kemajuan Islam yang terjadi pada tahun 650-1000 M, akan tetapi dalam keadaan kemundurun Islam atau di sentegrasi dari periode sejarah Islam pada tahun ke 1000-1250 M.
Dimasa ini Islam mengalami kekuasaan yang dipimpin oleh Abbasiyah dalam hal social dan politik umat Islam, dimana pada pemerintahan ini sudah sangat mundur dan lemah. Dan berpuluh – puluh ribu tahun sebelum kelahiran Al-Ghozali, para khalifah Abbasyiah sudah menjadi boneka ditangan para tentara pengawal dan dominasi Dinasti Buihi atas Bagdad Al-Ghazali adalah toko Islam Sunni yang beraliran tasawuf, memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan Islam di belahan Timur. Seorang tokoh.
Kemunduran dan kelemahan ini terus berlangsung pada masa kehidupan Al-Ghozali, dan sampai pada masa kehancuran Bagdad ditangan Huaghu Khan, tahun 1258 M.
Disamping kerajaan Abbasyiah sudah mengalami masa disentregrasi, dibidang politik dan kebudayaan, datang pula serangan yang dilancarkan oleh golongan syiah atas Bagdad. Mulai dari pemberontakan yang dilancarkan oleh kaun Zanj, Qaramitah, dan Hasysyasin sampai pada pada intrik–intrik yang dilakukan oleh Buwaihi.
37
Salah satu aksinya adalah penyerangan oleh kaun Buwaihi terhadap kota Mekah dan Bagdad, serta membawa lari hajar Aswad berpusat di Alamut, berhasil mengacau keamanan dan ketenangan umat melalui aksi pembunuhan terhadap para pembesar kerajaan yang mereka musuhi. Diantara pembesar kerajaan yang mereka bunuh diwaktu Al-Ghozali masih hidup adalah Perdana Mentri Nizham al-Muluk dari Dinasti Saljuk di tahun 1092 M.14 Disamping latar belakang sejarah yang suram di atas, terdapat pula pertentangan antara kaum Mutakalimin
5. Konsep – Konsep Al-Ghazali dalam pembentukan Karakter
Dalam perkembangan Ilmu tasawuf al-Ghazali memiliki nilai yang berbeda dengan para salaf yang terkenal sufinya. Al-Ghazali merupakan sosok sufiesme yang beraliran tasawuf sunni dan penerus paham pengajaran Qusyairi. Sejarah perjalananya al-Ghazali yang dititipkan kepada sahabat ayahnya yang bernama Ahmad Muhummud al-Radzikani sepeninggalannya menjadikan al- Ghazali belajar mengaji fiqih dan belajar tasawuf.
Selama Priode kehidupannya itu al-Ghazali menimba dan mendalami ilmu dan filsafat. Hal ini dilakukan, dimungkinnkan untuk menghilangkan keraguannya yang muncul sejak ia mengajar. Namun kenyataannya, ilmu-ilmu tersebut tidak memberikannya ketenangan jiwanya malah semakin bertambah, sehingga ia mengalami krisis psikis yang kronis. Hal ini diuraikannya dalam karyanya yang berjudul al-Munqidzmin al-Dhalal.15
Pada tahun 488 H ia meninggalkan Bagdad untuk menunaikan ibadah Haji. Dia meninggalkan kedudukannya sebagai guru di
Madrasah al-Nidzamiyah,dan kemudian hidup menyendiri untuk ber’uzlah, merenung, dan berfikir. sementara tugas mengajarkan diserahkan kepada saudaranya Ahmad, yang juga seorang alim dalam
14
. Jaya . Op Cit Hl 14
15
. Taftazani, Hl. 153 .Tasawuf ed. Sri Mulyati. (PSW. UIN Sarif Hidayatullah Jakarta)
ilmu pengetahuan.16 Ia pergi ke Syam serta tinggal di Damaskus, mengajar diruangan sebelah barat mesjid kota itu. Setelah itu pergilah ke Bait al-Maqdis. Kemudian pergi ke Mesir, dan beberapa lama tinggal di Iskandariyah, dan kembali lagi ke Thus untuk menulis karya– karyanya.
Perjalanan hidupnya ini dituangkan dalam tulisan beliau yang paling besar dalam kitab Ihya „Ulum al-Din.Dari sinilah terpancar cahaya Illahi pada al-Ghazali, cahaya kebenaran, cahaya hikmah sehingga al-Ghazali menemukan jawaban atas usahanya yang selama ini pikirkan, renungkan dan ia dambakan.
Adapun mazhab-mazhab yang ia pergunakan adalah mazhab
Isma’iliyyah di Afrika, yang berpusat di Mesir, pada zaman dinasti
Fathimiyah, dengan kehadirannya menjadikan al-Ghazali mampu mengembalikan tasawuf dengan fiqih pada konsep semula yang berdasarkan pada al-Quran dan al-sunah. Sehingga ulama sunni dapat menerima tasawuf.
Filsafat adalah ilmu yang pertama kali al-Ghazali pelajari sebelum beliau mendalami ilmu tasawuf, sedikit benyaknya telah mempengaruhi konsep tasawuf dikalangan sunni. Hal ini dituangkan dalam karyanya mengenai Wadah al-Wujud dalam kitabnya al-Munqiz min Dhalal.
Sebagaimana dikemukakan di atas, al-Ghazalli adalah seorang tokoh Islam yang memiliki pengetahuan yang luas dan dalam. Ia menguasai berbagai Ilmu Pengetahuan dan mampu mengungkapkannya secara menarik, seperti yang tercermin dalam karya-karyanya. Seperti diungkapkan Taftazani, dalam bidang fiqih ia berafiliasi pada aliran Syafi’iyah, sebagai seorang teolog ia berafiliasi pada aliran asyariyah. Selain ilmu agama ia juga menguasai filasafat dan logika.
16
Sri Mulyati ed. Buku ajar keislaman berprepektif Gender ( Pusat Studi Wanita, PSW UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta. Th2005 ) hl.211-212
39
Sementara dalam ilmu Tasawufnya al- Ghazali menganut faham tasawuf sunni yang berdasarkan dokrin akhli Sunah wal
Jama’ah. Al-Ghazalipun dalam konsep Tasawufnya mencoba
menjauhi semua kecenderungan genotis yang mempengaruhi para shafa, dan lain-lain. Diapun bertentangan dengan konsep ketuhanan menurut pandang Aristoteles, yaitu teori emanasi dan penyatuan, sehingga corak tasawuf al-Ghazali benar-benar bercorak Islam.
Secara umum konsep al-Ghazali menempatkan beberapa maqam untuk mengenal kebenaran tentang tuhan atau Ma’rifatullah. Maqam-maqam tersebut adalah : tobat, sabar, tawkal, ridha,
mak’rifat, mahabah, dan bahagia.
Berdasarkan konsep tersebut al-Ghazali memiliki konsep pembentukan karakter yang tertuang dalam karyanya yaitu kitab Ihya
Ulum al-Adin dan kitab Arbain sebagai landasan penulis untuk mengungkapkan pembentukan karater beragama secara Islam.