• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Penilaian Kinerja Aparatur Sipil Negara

TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Sumber Daya Manusia

B. Perilaku Organisasi

5. Prosedur Penilaian Kinerja Aparatur Sipil Negara

Penilaian prestasi kerja pegawai negeri sipil adalah suatu proses penialian secara sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran kerja pegawai dan perilaku kerga pegawai negeri sipil. Penilaian prestasi kerja PNS berdasarkan Pasal 12 ayat 2 UU Nomor 43 Tahun 1999 bertujuan untuk menjamin objektifitas pembinaan pegawai negeri sipil yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier. Prestasi kerja

pegawai negeri sipil diarahkan sebagai pengendalian perilaku kerja produktif yang disyaratkan untuk mencapai hasil kerja yang disepakati. Penilaian prestasi kerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif dan transparan.

Terbitnya Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil, mewajibkan setiap pegawai negeri sipil menyusun sasaran kerja pegawai (SKP).

Penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur sasaran kerja pegawai dan unsur perilaku kerja.

a. Sasaran kerja pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh pegawai negeri sipil. Dalam menyusun SKP harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Jelas

Kegiatan atau pekerjaan yang idlakukan harus dapat diuraikan secara jelas

2) Dapat Diukur

Kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan harus dapat diukur secara kuantitas dalam bentuk angka seperti jumlah satuan, jumlah hasil, dan lain-lain.

3) Relevan

Kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan harus berdasarkan lingkup tugas jabatan masing-masing pada tugas dan fungsi, wewenang dan tanggung jawab, dan uraian tugasnya.

4) Dapat Dicapai

Kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan harus disesuaikan dengan kemampuan PNS

5) Memiliki Target Waktu

Kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan harus dapat ditentukan waktunya

b. Perilaku kerja merupakan setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh seorang PNS yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun unsur perilaku kerja meliputi:

1) Orientasi pelayanan merupakan sikap dan perilaku kerja PNS dalam memberikan pelayanan kepada yang dilayani antara lain meliputi masyarakat, atasan, rekan sekerja, unit kerja terkait, dan atau instansi lain.

2) Integritas merupakan kemampuan seorang PNS untuk bertindak sesuai dengan nilai, norma dan etika dalam organisasi.

3) Komitmen merupakan kemauan dan kemampuan seorang PNS untuk dapat menyeimbangkan antara sikap dan tindakan untuk mewujudkan tujuan organisasi dengan mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan diri sendiri, seseorang, dan atau golongan.

4) Disiplin merupakan kesangguan seorang PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi sanksi.

5) Kerja sama merupakan kemauan dan kemampuan seorang PNS untuk bekerja sama dengan rekan sekerja, atasan, bawahan baik dalam unit kerjanya maupun instansi lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan tanggungjawab yang diembannya.

6) Kepemimpinan merupakan kemampuan dan kemauan PNS untuk memotivasi dan mempengaruhi bawahan atau orang lain yang berkaitan dengan bidang tugasnya demi tercapainya tujuan organisasi. 6. Metode dan Teknik Penilaian Kinerja

a. Metode penilaian berorientasi masa lalu

Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal prestasi kerja yang telah dilakukan, telah terjadi, dan sampai batas tertentu, dapat diukur. Kelemahannya adalah prestasi kerja masa lalu tidak dapat diukur. Akan tetapi, dengan mengevaluasi prestasi kerja masa lalu, karyawan mendapat bahan masukan mengenai upaya untuk memperbaiki prestasi kerja mereka.

1) Rating scale

Pada metode ini, evaluasi subjektif dilakukan oleh penilaian terhadap prestasi kerja karyawan dengan skala waktu tertentu dari rendah sampai tinggi. Evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, dengan cara membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan

faktor-faktor yang dianggap penting terhadap pelaksanaan pekerjaan tersebut.

2) Checklist

Metode penilaian checklist dilakukan oleh atasan langsung. Metode ini menggunakan kalimat atau kata-kata yang menggambarkan prestasi kerja dan karakter karyawan, sehingga dapat tinggal memilihnya. Pada checklist ini terdapat item-item yang masing-masing diberi bobot. Pemberian bobot ini memungkinkan penilai dapat menjumlahkan skor yang diperoleh untuk memperoleh skor total.

3) Metode peristiwa kritis (critical incident method)

Metode ini berdasarkan catatan penilaian yang memerhatikan perilaku karyawan yang sangat baik atau sangat buruk saat pelaksanaan kerja. Berbagai peristiwa tersebut dicatat selama peristiwa evaluasi terhadap setiap karyawan. Kemudian, peristiwa ini dibagi menjadi beberapa kategori, seperti pengendalian bahaya keamanan, pengawasan sisa bahan atau pengembangan karyawan.

4) Metode peninjauan lapangan (field revie method)

Pada metode ini, tenaga ahli yang diwakilkan dari personalia turun ke lapangan dan membantu atasan langsung dalam penilaian mereka. Tenaga ahli dari personalia mendapatkan informasi khusus dari atsan langsung tentang prestasi kerja karyawan. Kemudian, tenaga ahli ini mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi tersebut. Evaluasi

dikirim ke atasan langsung untuk dilakukan review, perubahan, persetujuan, dan pembahasan dengan karyawan.

5) Tes dan observasi prestasi kerja

Metode ini dilakukan pada tes pengetahuan dan keterampilan. Tes yang dilakukan dapat dapat berupa tes tertulis atau peragaan keterampilan.

6) Metode evaluasi kelompok

Metode ini dilakukan oleh atasan langsung. Kegunaan penilaian kelompok adalah menentukan keputusan kenaikan upah, promosi dna berbagai bentuk penghargaan organisasional karena menghasilkan rangking karyawan dari yang terbaik sampai dengan membandingkan karyawan yang satu dengan yang lainnya.

b. Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan

Penilaian yang berorientasi masa depan dilakukan melalaui penilaian potensi karyawan untuk menentukan prestasi kerja pada waktu yang akan datang atau penetapan sasaran prestasi kerja pada masa mendatang.

Metode yang digunakan terdiri atas sebagai berikut: 1) Penilaian diri (self-appraisal)

Metode penilaian ini digunakan untuk pengembangan diri. Apabila karyawan menilai dirinya sendiri, perilaku defensif cenderung tidak akan terjadi, sehingga upaya perbaikan cenderung tidak dapat dilakukan.

2) Penilaian psikologis (psylogical appraisal)

Penilaian psikologis terdiri atas wawancara, tes-tes psikologi, diskusi dengan atasan langsung, dan penilaian langsung lainnya. Penilaian mengenai psikologi biasanya dilakukan oleh psikolog. Penilaian mengenal intelektual, emosi, motivasi karyawan, dan lainnya ditujukan untuk menentukan prestasi kerja pada masa yang akan datang.

3) Pendekatanmanagement by objective(MBO)

Inti dari metode pendekatan MBO adalah karyawan dan penilai bersama-sama menetapkan tujuan atau sasaran pelaksanaan kerja untuk masa yang akan datang. Dengan menggunakan sasaran-sasaran tersebut., penilaian prestasi kerja dilakukan secara bersama-sama pula. 7. Model-Model Penilaian Kinerja

a. Balanced scorecard

Balanced scorecard (BSC) merupakan pendekatan baru terhadap terhadap manajemen, yang dikembangkan oleh David Norton dan Robert Kaplan (1990). Balanced scorecard adalah sebuah sistem manajemen (bukan hanya sebuah alat pengukuran saja) dimana organisasi dapat menjelaskan visi dan strategi mereka dan sekaligus menerjemahkannya ke dalam tindakan. Balanced scorecard menyediakan umpan balik baik dalam proses bisnis internal maupun hasil eksternal untuk meningkatkan kinerja secara terus menerus. Jika dipahami dan digunakan balanced scrorecard secara optimal, maka balanced scorecard dapat

mentransformasikan perencanaan strategis dari latihan akademis untuk diterapkan dalam sistem suatu perusahaan. Balanced scorecard dalam konsep ini memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut sebenarnya merupakan penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahaan dalam jangka panjang, yang digolongkan menjadi 4 perspektif yang berbeda yaitu:

1) Persprektif finansial

Yaitu bagaimana kita berorientasi pada para pemegang saham 2) Perspektifcustomer

Adalah bagaimana kita bisa menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi paracustomer

3) Perspektif proses bisnis internal

Yakni proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan, dalam jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan customer

4) Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran

Ialah bagaimana kita dapat meningkatkan dan menciptakan value secara terus menerus terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan

b. SMARTSystem

Model SMART (Strategic Management Analysis and Reporting Technique)systemmerupakan sistem yang dibuat oleh Wang Laboratory, Inc. Lowell, yang mampu mengintegrasikan aspek finansial dan non finansial yang dibutuhkan manajer. Model ini dibuat untuk merespon keberhasilan perusahaan menerapkan Just In Time, sehingga fokusnya lebih mengarah ke operasional setiap departemen dan fungsi di perusahaan. Tanpa adanya strategi yang jelas pun, kerangka kerja ini dapat digunakan, akan tetapi akan lebih baik didasarkan atas visi dan strategi perusahaan. Langkah-langkah pengukuran kinerja dengan SMARTsystemmeliputi:

1) Identifikasi strategi objektif dankey performance indicator(KPI) Dengan menggunakan kerangka kerja SMART system, strategi objektif perusahaan dilihat dari level bisnis perusahaan dan perspektif masing-masing level bisnisnya. Melalui data perusahaan dan wawancara dengan para manajer perusahaan, strategi objektif perusahaan dapat ditentukan.

2) PenstrukturanKey Performance Indicator(KPI)

Pihak manajemen telah menyimpulkan bahwa hasil KPI dianggap valid kemudian dilakukan penstrukturan sesuai dengan jenis perspektif yang terdapat pada kerangka kerja SMARTsystem

3) PembobotanKey Performance Indicator

Pembobotan KPI dengan proses hierarki analitik didasarkan pada strukturisasi hierarki sistem pengukuran kinerja. Pembobotan diperlukan agar preferensi dari pihak manajemen terhadap tingkat kepentingan kriteria (perspektif, strategi, dan KPI) dapat diketahui. Desain kuesioner bersifat tertutup dan diberikan kepada pihak manajemen yang mengerti terhadap kriteria-kriteria yang hendak ditanyakan.

c. Performance Prism

Merupakan suatu model yang digunakan untuk pengukuran kinerja yang menggambarkan kinerja organisasi sebagai bangunan 3 dimensi (prisma) yang memiliki 5 bidang sisi, yaitu sisi kepuasan, stakeholder, strategi, proses, kapabilitas, dan kontribusi stakeholder. Pengukuran kinerja yang digunakan berasal dari visi dan strategi badan usaha yang dijabarkan dalam lima perspektif performance prism sehingga membentuk sebuah kerangka performance prism. Selanjutnya akan diidentifikasikan siapa saja stakeholder dalam perusahaan untuk dicari keinginan maupun kebutuhannya dan dilakukan pengukuran kinerja pada setiapstakeholder perusahaan.

Performance prism mempunyai 5 perspektif kinerja yang saling berkaitan, yaitu:

1) Kepuasanstakeholder

Stakeholderyang dipertimbangkan disini meliputi konsumen, tenaga kerja, supplier, investor, serta pemerintah dan masyarakat sekitar. Penting bagi perusahaan berupaya memberikan kepuasan terhadap apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh stakeholder nya serta melakukan komunikasi yang baik dengan mereka agar stakeholder dapat menjalankan perannya secara baik demi keberhasilan perusahaan.

2) Strategi

Strategi dalam hal ini sangat diperlukan untuk mengukur kinerja organisasi sebab dapat dijadikan sebagai monitor sudah sejauh mana tujuan organisasi telah dicapai.

3) Proses

Proses disini diibaratkan sebagai mesin dalam meraih sukses, yaitu bagaimana caranya agar organisasi mampu memperoleh pendapatan yang tinggi dengan pengeluaran serendah mungkin, misalnya dengan pengoptimalan sistem pengadaan barang.

4) Kapabilitas

Kemampuan yang dimiliki oleh organisasi meliputi keahlian sumber dayanya, praktik-praktik bisnisnya, pemanfaatan teknologi, serta fasilitas-fasilitas pendukungnya. Kemampuan organisasi ini

merupakan pondasi yang paling dasar yang harus dimiliki oleh organisasi untuk dapat bersaing dengan organisasi lain.

5) Kontribusistakeholder

Untuk menentukan apa saja yang harus diukur yang merupakan tujuan akhir pengukuran kinerja dengan model performance prism ini, maka organisasi harus mempertimbangkan hal-hal apa saja yang diinginkan dan dibutuhkan dari parastakeholder-nya.

Dokumen terkait