• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODA

3.4. Prosedur Percobaan 1. Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit (Mus musculus L.) betina strain DDW. Mencit dewasa diperoleh dari Balai Penyidikan Pengujian Veteriner (BPPV). Mencit kemudian diternakkan di kandang hewan Departemen Biologi FMIPA USU Medan. Induk dipelihara sampai diperoleh anakan lalu digunakan dalam penelitian.

3.4.2. Pemeliharaan Hewan Percobaan

Hewan mencit (Mus musculus L.) strain DDW jantan dan betina yang digunakan berumur 12-14 minggu dengan berat badan berkisar antara 25-30 g. Induk mencit bunting didapatkan dengan cara mengawinkan 1 ekor mencit jantan dengan 3 ekor mencit betina dalam satu wadah pada sore hari. Kemudian umur kebuntingan nol hari ditentukan dengan adanya sumbat vagina pada keesokan harinya (Taylor, 1986).

Mencit (Mus musculus L.) strain DDW yang hamil dipisahkan dan dipelihara sampai melahirkan. Anak mencit yang berumur ± 3 minggu dipisahkan dari induknya dan dipelihara dalam kandang terpisah. Kandang yang terbuat dari plastik yang diberi alas sekam yang dilakukan pergantian sekam dua kali seminggu (Smith & Mangkowidjoyo, 1988). Pemberian pakan (jagung) dilakukan secara ad-libitum dan pemberian air ledeng (Hrapkiewicz & Mediana, 2007). Bila mencit betina sudah berumur ± 12 minggu (3 bulan) dengan kisaran berat badan ± 25-35 g, maka dikelompokkan menjadi 5 perlakuan dengan 6 ulangan dan siap diberi perlakuan (Smith & Mangkowidjoyo, 1988).

3.4.3. Pembuatan Bahan Uji

3.4.3.1. Pembuatan Serbuk Andaliman

Adapun bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang berasal dari daerah Parbuluan, Kab. Dairi, Sumatera Utara. Sebelum diolah menjadi serbuk, buah andaliman terlebih dahulu diseleksi. Buah andaliman yang digunakan adalah buah andaliman yang sudah tua dan

dalam keadaan segar. Buah yang telah diseleksi lalu dipilah-pilah dari tangkainya dan dikeringkan pada suhu kamar hingga kering. Buah yang telah kering kemudian diblender sampai halus (dalam bentuk serbuk).

3.4.3.2. Pembuatan Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman

Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang telah diblender

hingga menjadi simplisia (serbuk). Selanjutnya dibuat ekstrak dengan metode maserasi dengan N-Heksan selama 1 malam (Padmawinata et al., 1989 dalam Sabri, 1996). Hasil maserasi diperkolasi sampai diperoleh cairan bening. Hasil perkolasi

dipekatkan dengan evaporator sampai diperoleh ekstrak yang pekat berupa pasta. Ekstrak andaliman tidak larut dalam air, maka untuk mendapat campuran yang homogen digunakan suatu pelarut yaitu carboxyl metil cellulosa (CMC) dengan konsentrasi 1% (1 ml CMC dilarutkan dalam 100 ml aquadest) sehingga dihasilkan ekstrak yang diinginkan. Lalu dibuat dosis yang telah dimodifikasi yaitu 2%, 4% dan 6% yang dilarutkan dalam 1% CMC (Pratiwi, 2006).

3.4.4. Mengawinkan Hewan Uji

Mencit betina dewasa yang sudah mencapai usia 8-12 minggu berada pada tahap estrus ditimbang untuk mengetahui berat badan awal, lalu dicampurkan dengan mencit jantan dewasa dalam satu wadah. Keesokan harinya mencit betina dinyatakan telah kawin yang ditandai dengan adanya sumbat vagina, diasumsikan sebagai hari ke-0 kebuntingan, lalu ditimbang kembali berat badannya.

3.4.5. Pemberian Bahan Uji

Pemberian bahan uji dilakukan dengan cara membagi 30 ekor mencit betina yang bunting menjadi 5 perlakuan (K0, KP, P1, P2, P3) dengan 6 ulangan. K0 adalah kontrol tanpa diberikan perlakuan, KP adalah kontrol CMC 1 %, P1 adalah perlakuan yang diberikan ekstrak N-heksan buah andaliman dengan konsentrasi 2%, P2 adalah perlakuan yang diberikan ekstrak N-heksan buah andaliman dengan konsentrasi 4%, P3 adalah perlakuan yang diberikan ekstrak N-heksan buah andaliman dengan konsentrasi 6%. Perlakuan diberikan pada hari ke-0 kebuntingan sampai hari ke-10

kebuntingan secara oraldengan menggunakan jarum gavage dan volume ekstrak yang diberikan sebanyak 0,1 ml/10 g bb, lalu dibiarkan sampai umur kebuntingan hari ke-18.

3.4.6. Parameter Pengamatan

Pada umur kebuntingan 18 hari, mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher (Smith & Mangkowidjoyo, 1988). Mencit diletakkan di atas bak bedah, kemudian dibedah dengan menggunakan disecting set. Kemudian fetus diangkat dari uterus dan dimasukkan ke dalam larutan Bouin. Selanjutnya dilakukan pengamatan sebagai berikut:

a. Pengamatan terhadap penampilan reproduksi induk betina: jumlah implantasi, korpus luteum, kehilangan praimplantasi, kematian intrauterus seperti embrio resorb dan fetus mati.

b. Berat badan induk mencit, jumlah fetus hidup dan berat badan fetus hidup.

c. Pengamatan pada bagian kepala fetus yaitu: kelainan eksternal meliputi kelainan wilayah hidung dan mata sedangkan pengamatan secara internal meliputi kelainan otak. Pengamatan wilayah hidung, mata dan cleft palate dilakukan penyayatan menggunakan metode razor blade seperti gambar 3.1

Gambar 3.1 Metode razor blade

Wilayah kepala fetus yang disayat: A. Sayatan melalui hidung B. Sayatan melalui mata C. Sayatan melalui serebrum

A B C

A. Potongan pertama sayatan melalui hidung yaitu mengamati kelainan nasal cavity

dan cleft palate seperti single nasal cavity (rongga hidung tunggal), dan melihat ada atau tidaknya cleft pada palatenya.

B. Potongan kedua sayatan melalui mata yaitu mengamati kelainan lensa mata seperti mikrophthalmia, acorea.

C. Potongan ketiga sayatan melalui serebrum yaitu mengamati kelainan pada serebrum seperti hidrocephalus (Taylor, 1986).

3.4.7. Pembuatan Preparat Kraniofasial Fetus Mencit Dengan Metode Parafin Pembuatan preparat yang dilakukan dengan metode parafin (Suntoro, 1983) sebagai berikut:

a. Fiksasi

Mencit (Mus musculus L.) strain DDW didislokasi dan dibedah. Diambil bagian kepala dari fetus, lalu disayat sesuai dengan metode razor blade yaitu sayatan melalui hidung, sayatan melalui mata, sayatan melalui serebrum, dicuci dengan larutan NaCl 0,9% kemudian difiksasi selama 1 malam dengan larutan Bouin. b. Washing (Pencucian)

Setelah difiksasi, sayatan kepala fetus dicuci dengan alkohol 70% dengan cara dishaker sampai benar-benar jernih dan direndam dengan alkohol 70 % selama 1 malam.

c. Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan dengan merendam sayatan kepala fetus sambil dishaker dengan menggunakan alkohol bertingkat, yaitu dari alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 96% dan 100% (absolut) selama 1 jam pada masing-masing konsentrasi.

d. Clearing (Penjernihan)

Clearing dilakukan dengan merendam sayatan kepala fetus ke dalam xylol selama 1 malam.

e. Infiltrasi

Infiltrasi dilakukan dengan merendam sayatan kepala fetus ke dalam xylol selama 1 jam pada suhu kamar kemudian dipindahkan lagi ke dalam xylol yang baru yang berada di dalam oven pada suhu 560C selama 1 jam. Lalu dilanjutkan lagi dengan

merendam sayatan kepala fetus ke dalam parafin murni I, II, III masing-masing selama 1 jam pada suhu 560C, yang selama proses pengerjaannya dilakukan dalam oven.

f. Embedding (Penanaman)

Embedding dilakukan dengan meletakkan sayatan kepala fetus pada kotak berbentuk segi empat yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai cetakan. Setelah itu, dituang parafin yang telah cair ke dalam kotak tersebut, kemudian sayatan kepala fetus ditanam dalam kotak yang telah berisi parafin dan diatur posisinya lalu diberi label. Dibiarkan sampai dingin sehingga membentuk blok parafin dan dimasukkan ke dalam freezer. Kemudian blok-blok tersebut dirapikan dan dilakukan penempelan blok-blok parafin pada holder yang terbuat dari kayu berukuran 1x1 cm yang berbentuk persegi.

g. Cutting (Pemotongan)

Cutting dilakukan dengan memotong blok-blok parafin yang telah diholder pada mikrotom sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6 µm. h. Attaching (Penempelan)

Attaching dilakukan dengan mengambil beberapa pita parafin, kemudian diletakkan pada object glass, dan dicelupkan pada air dingin dan kemudian pada air hangat. Lalu diletakkan di atas hotplate beberapa detik untuk melekatkan pita parafin pada object glass dan membersihkan sebagian parafin yang melekat pada organ.

i. Deparafinasi, dilakukan dengan cara mencelupkan objek pada xylol sampai parafin habis kira-kira selama 5 menit.

j. Dealkoholisasi, dilakukan dengan mencelupkan objek glass ke dalam alkohol bertingkat ke alkohol konsentrasi menurun, yaitu dari alkohol absolut, 96%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30% dan kemudian ke dalam aquadest. Dimana masing-masing konsentrasi dicelupkan ± 3-5 detik.

k. Pewarnaan

Pewarnaan sediaan kepala fetus diwarnai dengan menggunakan Hematoxylin- Eosin. Pewarnaan dilakukan dengan cara object glass dimasukkan ke dalam larutan pewarna Hematoxylin Erlich selama 3 menit, lalu dicuci dengan dengan air mengalir ± 2 menit, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 30%, 50%, 70%, lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna Eosin 0,5% dalam alkohol selama 3

menit, lalu dimasukkan ke dalam aquadest dan kemudian preparat dimasukkkan berturut-turut ke dalam alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 96%, dan alkohol absolute. Setelah itu, dikeringkan dengan kertas pengisap. Lalu preparat dimasukkan ke xylol.

l. Mounting

Mounting dilakukan dengan menutup preparat dengan canada balsam. Diusahakan supaya tidak terdapat gelembung udara. Diberi label dan diamati di bawah mikroskop.

3.4.8. Rumus Perhitungan

Menurut Manson et al., (1989 dalam Sabri, 2007), rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Persentase Implantasi (PI)

∑ Jumlah implantasi tiap perulangan induk

PI = × 100% Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan

b. Persentase Malformasi (PM)

Jumlah malformasi

∑ tiap perulangan induk Jumlah fetus yang hidup

PM = × 100% Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan

c. Persentase Fetus Mati (PFM)

Jumlah fetus mati

∑ tiap perulangan induk Jumlah implantasi

PFM = × 100% Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan

d. Persentase Embrio Resorb (PER)

Jumlah embrio reorb

∑ tiap perulangan induk Jumlah implantasi

PER = × 100% Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan

e. Persentase Kehilangan Praimplantasi (PKP)

Jumlah korpus luteum - jumlah implantasi

∑ tiap perulangan induk Jumlah fetus yang hidup

PKP = × 100% Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan

3.4.9. Analisis Data

Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif yang didapatkan, diuji kemaknaannya dengan bantuan program statistik komputer SPSS release 13. Urutan uji diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Apabila hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan P<0,05 maka data dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis dan Mann-Whitney. Apabila hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan P>0,05 maka dilanjutkan dengan uji sidik ragam (ANOVA) satu arah. Jika hasil ANOVA menunjukkan ada perbedaan nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc-Bonferroni taraf 5%.

BAB 4

Dokumen terkait