• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Proses Desain

Dahl dan Molnar (2003) menyatakan bahwa proses desain merupakan suatu kegiatan berulang dan terus-menerus, bentuk dari sebuah keputusan atau aktivitas, dan dilakukan berurutan. Tiga prinsip utama proses desain yaitu memiliki tujuan, dapat dinikmati oleh siapa saja, dan memiliki keseimbangan antara kebutuhan fungsional dan estetika. Lebih jauh lagi, Ingels (1997) mengungkapkan bahwa berbeda dengan sebuah proses menghasilkan produk barang jadi, lanskap adalah proses yang memiliki perputaran atau sebuah daur siklus (Gambar 30).

Gambar 30. Alur Proses Desain Lanskap (sumber: Ingels, 2004)

Proses desain yang dilakukan di OZ serupa dengan hal yang diungkapkan oleh Dahl dan Molnar (2003). Setiap proyek yang masuk ke konsultan, dikerjakan untuk menghasilkan desain yang bertujuan untuk memenuhi harapan klien, dapat dinikmati bersama dengan tetap memperhatikan antara keseimbangan fungsional dan estetis.

Booth (1983) menyatakan bahwa proses desain umumnya memiliki tahap- tahap antara lain penerimaan proyek, riset dan analisis, desain, gambar konstruksi, pelaksanaan, evaluasi setelah konstruksi serta pemeliharaan. Proses desain yang berlangsung di OZ pada dasarnya memiliki persamaan dengan teori yang dikemukakan oleh Booth. Persamaan tersebut terdapat pada tahap penerimaan proyek, riset dan analisis, dan gambar konstruksi. Akan tetapi, terdapat perbedaan pada tahap konsep desain. Menurut Booth, konsep desain dan pengembangan desain termasuk ke dalam tahap desain, sedangkan di konsultan lanskap OZ,

Harapan klien selanjutnya Harapan awal klien Keinginan dan keperluan

awal klien Proses lanskap

Lingkungan baru

Siklus berlanjut Keinginan dan keperluan

klien selanjutnya

Proses lanskap Lingkungan baru selanjutnya

konsep desain dan pengembangan desain merupakan tahapan yang terpisah (Gambar 31). Hal ini juga didukung oleh Sudrajat (2010), bahwa terdapat perbedaan terhadap istilah penamaan serta pemisahan tahapan antara teori Booth dengan konsultan Oemardi_Zain. Pada Booth, konsep desain masuk ke dalam tahap desain, sedangkan pada Oemardi_zain, tahapan konsep desain merupakan tahapan sendiri sebelum masuk ke tahap desain.

Pemisahan tahapan antara konsep desain dan pengembangan desain tidak mempengaruhi proses desain. Tujuan pemisahan tahapan untuk memudahkan dalam pembayaran jasa desain. Secara umum, tertib acara pembayaran di OZ terdiri dari dua cara. Cara pertama, pembayaran menggunakan down payment sebesar 20% dari total biaya, pembayaran tahap konsep dan pengembangan desain sebesar 40% dari total biaya, serta tahap gambar kerja sebesar 40% dari total biaya. Cara kedua, tanpa menggunakan down payment. Pembayaran tahapan konsep dan pengembangan desain sebesar 40% dari total biaya, dan pembayaran 60% sisanya dilakukan setelah proses tahapan gambar kerja selesai. Pada proyek Taman Lingkungan JGC, tertib acara pembayaran menggunakan cara kedua (Tabel 7).

Tabel 7. Tahap Pembayaran Proyek Taman Lingkungan JGC

No Tahap Pembayaran Prosentase Akumulasi

1 Konsep dan Pengembangan Desain 40% 40%

2 Gambar Konstruksi dan Dokumen Tender 60% 100% (sumber: Oemardi Zain, 2011)

Proses desain bervariasi pada setiap proyek. Keberhasilan dari proses desain tergantung kepada pengamatan, pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan dalam membuat keputusan yang baik, serta kreatifitas dan ide-ide yang inovatif yang dimiliki oleh seorang desainer. Faktor-faktor tersebut harus diintegrasikan ke dalam setiap tahapan proses desain. Apabila terdapat kekurangan atau ketidaklengkapan dari faktor yang dimiliki desainer dapat menyebabkan desain yang dihasilkan menjadi tidak sempurna.

Gambar 31. Perbandingan Alur Proses Desain Booth dengan Proses Desain Taman Lingkungan JGC di OZ

(sumber: Booth, 1983 dan Oemardi_Zain, 2011) Penerimaan Proyek

(Project Acceptance)

Riset dan Analisis (Research and Analysis)

Desain (Design)

a. Diagram fungsi ideal (ideal functional diagram), b. Diagram fungsi keterhubungan tapak (site-related functional diagram), c. Rencana konsep (concept plan)

d. Studi tentang komposisi bentuk (form

composition study) e. Desain awal

(preliminary master plan),

f. Rencana induk (master plan) g. Desain skematik (schematic design), h. Design development Gambar Konstruksi (Construction Drawings)  Penunjukan langsung Penerimaan Proyek (Project Acceptance) Site visit Design research studies Interview Riset dan Analisis

(Research and Analysis)

Konsep (Concept Plan) Pengembangan Desain (Design Development) Landscape plan Illustrative landscape plan Dimension and material plan Planting plan – trees,

shrubs, and groundcovers Concept design Landscape strategy Illustrative landscape plan Gambar Konstruksi

(Construction Drawing)  Detail konstruksi hardscape

5.3.1 Penerimaan Proyek

Tahapan penerimaan proyek merupakan tahapan paling awal dari proses desain. Pada tahap ini, terjadi kesepakatan antara konsultan dengan klien. Proyek Taman Lingkungan JGC diperoleh dari penunjukan langsung oleh klien melalui rekomendasi rekanan kontraktor. Setelah itu, OZ melakukan penyusunan proposal yang mencakup lingkup pekerjaan, waktu pelaksanaan, biaya (fee) desain JGC, dan nama-nama tim perancang (Lampiran 1). Setelah proposal disetujui oleh klien dengan tanda bukti berupa penandatanganan kontrak (Lampiran 2), OZ memulai proses desain secara resmi.

Tahap penerimaan proyek di OZ memiliki pengertian yang sama dengan yang dikemukakan oleh Booth. Menurut Booth (1983), tahap pertama dalam proses desain adalah penerimaan proposal proyek dan kesepakatan oleh kedua pihak yaitu arsitek lanskap dan klien. Klien menjelaskan keinginannya kepada arsitek lanskap, kemudian terjadi kesepakatan diantara kedua belah pihak. Selanjutnya arsitek lanskap mempersiapkan proposal yang mencakup pelayanan, produk, dan biaya.

Proyek yang diperoleh melalui penunjukan langsung merupakan bukti dari reputasi yang baik dari OZ. Kepuasan dari klien terdahulu menciptakan rekomendasi pada proyek-proyek selanjutnya agar ditangani oleh OZ. OZ selalu berusaha memberikan pelayanan yang terbaik, baik dari segi waktu, hasil, presentasi serta komunikasi yang baik dengan klien. Kepercayaan, reputasi dan koneksi yang baik sangat berperan dalam penerimaan proyek di OZ.

5.3.2 Riset dan Analisis

Tahap inventarisasi tapak bertujuan untuk mengenal karakteristik tapak, masalah tapak dan potensi yang ada pada tapak. Tahap ini berkaitan dengan inventarisasi dan analisis. Inventarisasi dilakukan OZ melalui wawancara, studi pustaka dan survei lapang. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Booth (1983), bahwa pada tahap ini dilakukan persiapan rencana dasar, inventarisasi tapak (pengumpulan data) dan analisis (evaluasi), wawancara dengan pemilik (client), pembentukan program dan kunjungan langsung ke tapak.

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data mengenai proyek. Data yang dikumpulkan pada proyek Taman JGC meliputi peta awal (base plan), letak dan

luas, aksesibilitas, tata guna lahan, foto kondisi tapak, dan data iklim. Menurut Adriani (2011), semakin lengkap perolehan data maka semakin baik hasil proses desain. Kelengkapan peralatan yang dimiliki oleh perusahaan sangat membantu dalam tahap inventarisasi tapak. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Dahl dan Molnar (2003), pada tahap ini, desainer harus mengumpulkan informasi tentang aspek gagasan awal, aspek kondisi alam, dan aspek persepsi yang dapat mempengaruhi tapak. Akan tetapi, pertimbangan lain yang perlu diingat bahwa daftar informasi tentang tapak dapat diperoleh semuanya namun tidak semuanya diperlukan.

Data dikumpulkan melalui survei ke lokasi proyek secara langsung dan wawancara (komunikasi) dengan pihak klien serta pihak lainnya yang terkait dengan proyek. Konsultan OZ mengamati kondisi tapak secara langsung (site visit) dan melakukan perekaman gambar berupa foto pada kondisi tapak pada beberapa titik lokasi. Foto-foto kondisi tapak digunakan sebagai bahan analisis dalam proses desain. Menurut Booth (1983), kamera merupakan alat yang berguna untuk prosedur ini karena foto dapat digunakan untuk memeriksa informasi kembali saat di studio atau dapat menyegarkan kembali ingatan tentang tapak. Selain itu, konsultan OZ juga melakukan komunikasi dengan klien serta pihak terkait melalui pertemuan (Lampiran 3). Komunikasi dengan klien secara intensif oleh direktur dan project manager. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Booth (1983), cara untuk memperoleh informasi yang diperlukan yaitu dengan diskusi secara personal dengan klien tentang apa yang diinginkan, disukai atau yang tidak disukai dan bagaimana maksud klien dalam penggunaan tapak di masa yang akan datang.

Kondisi tapak saat proses inventarisasi berada dalam keadaan kosong, hanya berupa hamparan tanah (lihat kembali Gambar 10, 11 dan 12). Permukaan tanah merupakan tanah urugan yang datar dan ditinggikan sekitar 1,5 meter untuk menjaga kawasan agar tetap bebas banjir. Konsultan OZ melakukan site visit untuk pengecekan secara langsung dengan keadaan tapak sebenarnya. Karakteristik tapak Taman Lingkungan JGC yang datar membutuhkan desain yang tidak monoton. Menurut Simonds dan Starke (2006), tapak yang datar relatif hanya memiliki daya tarik landscape yang tidak begitu istimewa, dan cenderung

berkesan monoton sebab perhatian pada struktur lebih tepat dibanding pada lanskap alami. Daya tarik sangat tergantung kepada relasi antara objek terhadap objek, ruang terhadap ruang, serta objek terhadap ruang. Tapak yang datar lebih bebas terhadap batasan. Dari semua tipe, tapak yang datar adalah tapak yang paling cocok untuk pola-pola sel, kristal, dan geometris dengan menggabungkan antara elemen.

Kelembaban di lokasi Taman Lingkungan JGC cukup tinggi (77,67%) sehingga dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Laurie. Menurut Laurie (1986), kisaran kelembaban yang nyaman bagi manusia adalah 40% - 75%. Untuk menciptakan kondisi yang nyaman, maka desain taman akan didominasi oleh pepohonan yang disesuaikan konsep vegetasi pada Taman Lingkungan JGC. Menurut Simonds dan Starke (2006), vegetasi dapat mengendalikan iklim mikro (Gambar 32). Vegetasi dapat menghalangi dan mengalirkan angin, menyediakan naungan, dan dapat mengurangi pancaran sinar matahari yang masuk.

Pengguna tapak berasal dari masyarakat kompleks JGC dan masyarakat umum. Pengguna tapak juga dapat berasal dari berbagai golongan dan usia sehingga taman dirancang untuk dapat menarik minat masyarakat dengan mengakomodasi keinginan dan harapan dari penggunanya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Dahl dan Molnar (2003), bahwa salah satu prinsip dalam mendesain taman harus dapat dinikmati oleh siapa saja.

Gambar 32. Vegetasi Sebagai Pengendali Iklim Mikro (sumber: Simonds dan Starke, 2006)

Pada proses desain Taman Lingkungan JGC, terjadi pergeseran antara teori dan praktek di lapang karena ada penyesuaian antara kebutuhan dan efisiensi biaya dalam pengerjaan sebuah proyek lanskap. Tidak semua tahap dalam proses perancangan diajukan dalam penawaran harga desain. Pengerjaan produk desain

disesuaikan dengan besarnya budget biaya yang dikeluarkan dalam harga penawaran (Handayani, 2008).

Tahap riset dan analisis Taman Lingkungan JGC dilakukan pada aspek yang sangat berpengaruh dan dalam waktu yang cukup singkat. Tahap ini dipengaruhi oleh waktu dan dana yang tersedia. Adriani (2011) juga menyatakan bahwa semakin lama rentang waktu dan semakin besar dana yang diberikan maka hasil analisis akan lebih spesifik.

Hasil survei dan wawancara dianalisis dan dituangkan ke dalam konsep desain. Tahap ini langsung dilakukan oleh konseptor sekaligus direktur utama OZ karena direktur telah berpengalaman dalam menangani berbagai proyek. Hasil analisis tidak terdokumentasikan dalam produk gambar karena pada kesepakatan dengan klien, konsultan OZ hanya memberikan jasa konsultasi pembuatan konsep, pengembangan desain, gambar kerja, dan dokumen tender. Studi mengenai tahap analisis oleh mahasiswa magang dipelajari melalui wawancara dan pemahaman terhadap gambar konsep sebagai bentuk hasil produk analisis.

Tahap analisis merupakan faktor yang berpengaruh dalam proses desain. Simonds dan Starke (2006) menyatakan bahwa analisis yang kurang sensitif dan lebih praktis karena tekanan waktu, ekonomi, dan temperamen publik terkadang dapat mengakibatkan tujuan menjadi kurang tercapai. Untuk merealisasikan proyek di tapak secara efektif, perencana harus mengerti keseluruhan program dan harus sadar secara penuh terhadap kendala fisik dan keseluruhan total lingkungan. Rencana yang baik menggabungkan keilmuan dan seni untuk mengatur keterhubungan antar elemen yang paling baik.

5.3.3 Konsep

Tahap konsep desain Taman Lingkungan JGC dibuat berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain kondisi eksisting tapak, keinginan klien, serta acuan konsep desain taman yang diberikan klien. Lebih jauh lagi, pembahasan konsep dibagi menjadi konsep umum, konsep ruang, dan landscape strategy yang mencakup konsep vegetasi dan konsep material.

5.3.3.1 Konsep Umum

Konsep umum merupakan tema yang ingin dicapai. Menurut Booth (1983), tema merupakan kerangka kerja dari desain. Pemilihan tema dapat didasarkan pada karakter dan ukuran tapak, lokasi tapak, pilihan klien atau desainer. Pada Taman Lingkungan JGC, tema hutan kota berdasarkan dari keinginan klien dan untuk menyesuaikan dengan konsep Jakarta Garden City, yaitu hunian modern yang berpadu dengan hijaunya alam. Kawasan ini dirancang dengan mengusung semangat go green. Lebih jauh lagi, tema hutan kota mempertimbangkan dasar pemikiran konservasi, rekreasi dan edukasi.

Dasar pemikiran konservasi diwujudkan melalui penanaman tanaman langka (endangered plant), dan tanaman lokal (indegeneous plant). Tegakan pohon menjadi ameliorasi iklim mikro dan sekaligus menjadi tempat habitat satwa liar, serta koleksi tanaman memberi kontribusi pada perbaikan aerasi tanah, pengikat air dan udara menuju lingkungan yang sehat. Tegakan pohon diwujudkan dalam ruang arboretum.

Dasar pemikiran wadah rekreasi diwujudkan dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang dapat memotivasi pengguna untuk beraktivitas di luar ruangan (outdoor) serta sebagai tempat berkumpul dan melakukan interaksi. Fasilitas rekreasi tersebut meliputi jogging track, lawn area, dan reflexiology path.

Dasar pemikiran sebagai wadah edukasi diwujudkan dengan kelengkapan utilitas sebagai sarana pengetahuan, dilengkapi dengan arboretum dan lapangan untuk beraktivitas luar ruang sebagai penunjang proses belajar, serta pengembangan kecerdasan (multiple intelligent) melalui pengenalan terhadap hewan dan tumbuhan. Edukasi mencakup eksplorasi taman, pengenalan dan intrepretasi alam.

Tema diperlukan dalam desain sebagai unsur penyatu. Kesatuan menjadikan rancangan memiliki ciri khas. Tema pada Taman Lingkungan JGC adalah hutan kota. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 Pasal 8 Ayat 2, menyatakan bahwa luasan 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar merupakan hamparan terkecil hutan kota dengan pertimbangan teknis bahwa pohon-pohon yang tumbuh dapat menciptakan iklim mikro. Menurut Departemen Kehutanan, ada dua pendekatan mengenai definisi hutan kota.

Pendekatan pertama, hutan kota dibangun pada lokasi tertentu saja. Penentuan luasan berdasarkan prosentase luasan kota, perhitungan per kapita, serta isu utama yang muncul. Pendekatan kedua, semua areal yang ada di suatu kota pada dasarnya adalah areal untuk hutan kota. Pada pendekatan ini, komponen yang ada di kota seperti permukiman, perkantoran, dan industri dipandang sebagai suatu enklave (bagian) yang ada di dalam suatu hutan kota.

Menurut Irwan (2008) definisi hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota dan sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol (menumpuk), strukturnya meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan bagi kehidupan satwa liar dan menimbulkan lingkungan sehat, suasana nyaman, sejuk dan estetis. Hutan kota adalah ekosistem yang tumbuh secara ekologis sesuai dengan lingkungan perkotaan, artinya terdiri dari tegakan yang berlapis-lapis yang masing-masing fungsinya meniru hutan alami.

Berdasarkan ketentuan PP RI No 63 Tahun 2002, pendekatan kedua oleh Departemen Kehutanan, dan definisi oleh Irwan, maka Taman Lingkungan JGC dapat merepresentasikan tema hutan kota baik dari segi luasan maupun suasana hutan kota. Taman Lingkungan JGC mewujudkan suasana hutan kota dengan ruang arboretum yang merupakan kumpulan tegakan pohon yang menyerupai (tiruan) ekosistem hutan. Taman Lingkungan JGC merupakan salah satu bentuk penghijauan kota (meskipun bentuknya tidak harus hutan) agar lingkungan menjadi bersih, terbebas dari pencemaran udara, sejuk, alami dan nyaman.

5.3.3.2Konsep Desain

Konsep desain Taman Lingkungan JGC bersumber dari salah satu bentuk alam yaitu sel daun. Pola jalinan tilakoid di dalam stroma pada sel daun diwujudkan sebagai jalur pedestrian, sedangkan granum diwujudkan sebagai base pada penataan zoning. Hal ini juga didukung oleh Simonds dan Starke (2006) bahwa seorang desainer dapat merencanakan lingkungan dengan memaksimumkan potensi untuk mencapai tujuan. Seorang desainer dapat mengintegrasikan karyanya secara harmonis dengan alam. Salah satu cara untuk memperoleh ide desain bagi seorang desainer adalah dengan mengamati dari lanskap alam, bentukan-bentukan alam, dan kekuatan-kekuatan alam.

5.3.3.3Konsep Ruang

Konsep pembagian ruang Taman Lingkungan JGC terdiri dari entrance area, entertainment area, arboretum, open lawn, dan parking area. Setiap ruang pada taman memiliki fasilitas dan aktivitasnya masing-masing (Tabel 8). Secara fungsional, ruang dalam Taman Lingkungan JGC memiliki hubungan antar ruang (Tabel 9). Hubungan fungsional tersebut menggambarkan kedekatan zona yang satu dengan yang lain. Pertimbangan kedekatan antar zona mempengaruhi jarak dan letak antar zona, serta jalur sirkulasi penghubung antar zona agar mendapatkan penempatan zona yang efektif dan efisien. Menurut Simonds dan Starke (2006), pengorganisasian ruang yang baik akan menghasilkan hubungan yang saling mengisi, harmonis dan tercipta keseimbangan.

Tabel 8. Ruang, Fasilitas, dan Aktivitas pada Taman Lingkungan JGC

Ruang Fasilitas Aktivitas

Entrance area Signage, gerbang, plaza,

ramp, tangga, toilet, pos jaga

Welcoming, kontrol pengunjung

Entertainment area

Jogging track, reflexiology path, circulation path,

bangku taman

Olahraga, rekreasi, relaksasi, duduk, jalan santai

Arboretum Koleksi tegakan pohon, papan interpretasi

Pembelajaran lingkungan, koleksi tanaman

Open lawn Lapangan rumput Piknik, bermain, bird feeding Parking area Lapangan parkir mobil,

motor, sepeda, drop zone

Parkir kendaraan,

menurunkan/menaikkan pengunjung

Tabel 9. Hubungan Antar Ruang pada Taman Lingkungan JGC Ruang Entrance area Entertainment area Arboretum Open lawn Parking area Entertainment area vv Arboretum vv vv Open lawn vv vv vvv Parking area vv vv v v Keterangan:

(v) hubungan kurang erat; (vv) hubungan erat; (vvv) hubungan sangat erat

Perumahan JGC menyediakan fasilitas taman sebagai wujud dari salah satu program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan terhadap masyarakat Kota Jakarta Timur, sebagai respon terhadap degradasi lingkungan kota dan sebagai salah satu bentuk penghijauan kota. Taman ini dapat dinikmati oleh warga perumahan JGC dan juga masyarakat umum Kota Jakarta Timur.

Apabila ditinjau dari tujuannya, taman ini dapat dikategorikan sebagai taman lingkungan karena peruntukan dan cakupan penggunanya tidak hanya dibatasi oleh warga perumahan JGC saja (RT/RW setempat), melainkan juga dapat dinikmati oleh masyarakat umum Kota Jakarta Timur.

Selain itu, apabila ditinjau dari konsep ruang dan fasilitas yang disediakan, taman ini juga memiliki ruang yang dilengkapi berbagai fasilitas untuk sebuah taman lingkungan. Fasilitas rekreasi, olahraga, dan sosialisasi pada sebuah taman lingkungan sesuai yang dikemukakan oleh Arifin et al (2008) diwujudkan di Taman Lingkungan JGC melalui ruang arboretum, open lawn, dan entertainment area. Fasilitas lainnya, seperti jalan, pintu gerbang, tempat parkir diwujudkan di Taman Lingkungan JGC melalui parking area dan entrance area. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi luasan, Taman Lingkungan JGC belum cukup ideal untuk dikategorikan sebagai taman lingkungan karena luas Taman Lingkungan JGC hanya sebesar 0,6 hektar, melainkan taman ini lebih sesuai masuk dalam kriteria luasan taman ketetanggaan (Tabel 10).

Tabel 10. Kriteria Taman Ketetanggaandan Taman Lingkungan Pembagian

kategori Taman Ketetanggaan Taman Lingkungan

Laurie (1986)

Luas: 0.05-0.1 hektar Fasilitas: lapangan bermain, atau blok halaman bermain untuk anak usia pra-sekolah

Luas: lebih dari 0,8 hektar

Fasilitas: lapangan rekreasi di luar ruangan untuk anak-anak berusia sekitar 5-14 tahun

Dahl dan Molnar (2003)

Luas: 0,8-2 hektar Fasilitas: open lawn,

pepohonan, semak, walks, kursi taman, titik vokal seperti ornamen kolam atau air mancur, sandbox, play apparatus, dan table-game area

Luas: 6-10 hektar

Fasilitas: lapangan olahraga yang terpisah untuk laki-laki dan

perempuan; lapangan untuk permainan seperti tenis atau berkuda; lawn area; kolam renang outdoor, area piknik keluarga, tempat bermain anak, tempat berkemah, dan area parkir.

Arifin et.all (2008)

Luas: 250-2500 m²

Fasilitas: disesuaikan dengan keinginan warga, seperti area bermain anak, area

duduk/sosialisasi, lapangan olahraga, jogging track, area refleksi, tempat cuci tangan, dan lain-lain.

Skala cakupan pengguna: Warga RT/RW setempat

Luas: 1-3 hektar

Fasilitas: rekreasi (tempat bermain anak, tempat bersantai, panggung); olahraga (jogging track, lapangan bermain bola, lapangan tenis, basket, voli, badminton,refleksi); sosialisasi (ruang piknik, ruang untuk sosialisasi untuk kelompok kecil/besar); jalan, pintu gerbang, tempat parkir, dsb. Skala cakupan pengguna:

Warga kecamatan/kelurahan setempat

5.3.3.4Landscape Strategy

Tahap lanjutan dari pengembangan konsep yaitu landscape strategy yang terdiri dari planting strategy dan material strategy. Planting strategy merupakan konsep pemilihan tanaman yang digunakan dalam desain. Pemilihan tanaman pada planting strategy disesuaikan dengan tema hutan kota untuk mewujudkan tujuan konservasi, seperti penggunaan beberapa jenis tanaman langka dan bertajuk lebar. Proses pemilihan tanaman pada planting strategy juga didukung oleh Booth (1983). Booth menyatakan bahwa pembuatan konsep tanaman dilakukan di awal proses desain sebagai sebuah kesatuan yang mengintegrasikan antara landform, bangunan, pavement, dan struktur tapak. Proses desain tanaman berupa ukuran, bentuk, warna, dan tekstur dapat digunakan sebagai pencampuran dari variabel dan menciptakan desain visual yang memiliki tujuan objektif.Pemilihan tanaman yang digunakan lebih jauh dibahas pada subbab pengembangan desain.

Material strategy merupakan konsep desain penciptaan rupa bentuk material (site furniture) yang dipergunakan dan penataannya. Desain fasilitas disesuaikan dengan tema hutan kota dan konsep desain sel daun. Desain kursi dan signage memiliki bentuk menyerupai daun. Strategi penempatan fasilitas juga mempertimbangkan kemudahan penjangkauan dan pemeliharaannya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Booth (1983) bahwa proses pemahaman terhadap perbedaan tipe dan karakteristik masing-masing material serta pengaturan dengan elemen desain lainnya sangat penting dilakukan agar desain dapat berguna secara fungsional dan estetik. Pemilihan material yang digunakan lebih jauh dibahas pada subbab gambar konstruksi.

5.3.4 Pengembangan Desain

Tahap pengembangan desain dimulai setelah konsep desain yang diajukan telah disetujui oleh klien. Hal yang sama juga diungkapkan Morrow (1988), pengembangan desain adalah tahap pembuatan preliminary plan dan estimasi

Dokumen terkait