• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER

6.1. Proses Difusi Inovasi Ponsel

Sebagaimana telah dikemukakan pada bab sebelumnya, inovasi adalah suatu gagasan, praktek atau objek yang dipandang sebagai baru oleh individu. Inovasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ponsel. Pada umumnya, khususnya bagi masyarakat perkotaan, ponsel bukan merupakan suatu hal yang baru. Namun, bagi sebagian besar masyarakat perdesaan, terutama desa-desa yang terpencil, ponsel merupakan hal yang masih baru. Begitupun bagi masyarakat di Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, ponsel dianggap sebagai sebuah inovasi. Hal tersebut dikarenakan, sebagian besar penduduk di Desa Kemang dapat mengakses ponsel baru setelah berdirinya BTS XL pada tahun 2008, meskipun sebelumnya mereka telah mendengar/mengenal ponsel. Terkait hal tersebut, sekitar 93 persen adopter menggunakan kartu XL sebagai

provider ponsel mereka.

Adapun merek ponsel yang sebagian besar digunakan oleh adopter adalah Nokia, yaitu sekitar 76 persen, sementara sisanya adalah ponsel-ponsel produksi Cina (MITO, VISIO, CROSS, dan NEXIAN). Harga ponsel yang dibeli adopter berkisar antara Rp 100.000,00 sampai Rp 2.000.000,00 , dengan harga rata-rata Rp 570.000,00. Secara umum, jenis fitur/fasilitas yang tersedia di dalam ponsel adopter bervariasi, tidak hanya dapat digunakan untuk telepon dan SMS, namun sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti kamera, video, radio, MP3

Sekitar 48 persen adopter, belum pernah mengganti ponselnya dari awal pembelian sampai penelitian dilakukan. Namun demikian, terdapat pula adopter yang telah mengganti ponselnya satu sampai dengan empat kali, dengan persentase berturut-turut sekitar 16 persen (sekali ganti ponsel), 25,33 persen (dua kali ganti ponsel), 6,67 persen (tiga kali ganti ponsel), dan 5,33 persen (empat kali ganti ponsel). Hal tersebut, dilakukan karena ponsel yang digunakan adopter rusak atau hilang. Alasan lainnya adalah mengikuti perkembangan model ponsel yang semakin canggih dan modern, serta ada yang sengaja menjual kembali ponselnya dan menggantinya dengan harga yang lebih murah, khususnya karena masalah ekonomi.

6.1.2 Saluran Komunikasi

Mengacu pada Rogers dan Shoemaker (1971), saluran komunikasi adalah cara-cara melalui mana sebuah pesan diperoleh penerima dari sumber, yang dibedakan ke dalam saluran komunikasi interpersonal dan media massa. Tabel 15 di bawah ini menjelaskan tentang sejumlah sumber informasi inovasi ponsel di kalangan adopter.

Ditinjau dari penyebarannya, informasi berkenaan inovasi ponsel lebih banyak diterima adopter dari saluran komunikasi interpersonal, yaitu kelurga inti, teman, dan/atau kombinasi keduanya dengan persentase sekitar 43 persen. Namun demikian, secara umum persentase tertinggi sumber informasi inovasi ponsel bagi para adopter di kedua kampung berasal dari teman serta kombinasi antara teman, media elektronik, dan media cetak dengan persentase yang hampir sama sekitar 24 persen. Sementara, jika dilihat per kampung, sumber informasi inovasi ponsel di Kampung Beber mayoritas berasal dari kombinasi antara teman, media elektronik, dan media cetak, sedangkan di Kampung Cikupa mayoritas berasal dari teman saja. Hal ini karena tingkat status sosial ekonomi adopter di Kampung Beber lebih tinggi dibanding dengan adopter di Kampung Cikupa, sehingga kepemilikan media massa elektronik lebih banyak dimiliki oleh adopter di Kampung Beber.

Tabel 15 Distribusi Adopter menurut Sumber Informasi tentang Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2011 (dalam persen)

Sumber Informasi Beber Cikupa Total

Keluarga Inti 5,33 6,67 12,00

Teman 12,00 12,00 24,00

Media Elektronik 1,33 1,33 2,67

Media Cetak 0,00 1,33 1,33

Keluarga Inti+Teman 5,33 1,33 6,67

Keluarga Inti+Teman+Media Elektronik 4,00 10,67 14,67 Keluarga Inti+Teman+Media

Elektronik+Media Cetak 1,33 0,00 1,33 Keluarga Inti+Media Elektronik 10,67 1,33 12,00 Teman +Media Elektronik+Media Cetak 15,99 8,00 23,99 Media Elektronik+Media Cetak 0,00 1,33 1,33

Total (persen) 56,00 44,00 100,00

Total (jumlah) 42 33 75

Selanjutnya, jika dilihat dari akumulasi saluran komunikasi interpersonal dan media massa, data di atas menunjukkan bahwa saluran komunikasi interpersonal lebih dominan dibanding saluran media massa. Hal ini sesuai dengan pendapat Rogers dan Shoemaker yang menyatakan bahwa saluran komunikasi interpersonal lebih efektif membangun dan mengubah sikap, sementara saluran media massa efektif mengubah pengetahuan tentang inovasi.

6.1.3 Waktu

Inovasi ponsel telah dikenal oleh masyarakat di Kampung Beber dan Cikupa sejak sekitar 15 tahun lalu, yang ditandai oleh kepemilikan salah satu warga akan ponsel yang pertama kali pada tahun 1995. Warga tersebut adalah mereka yang berhubungan dengan orang di luar desa khususnya di perkotaan, seperti pengusaha. Tabel 16 di bawah ini menunjukkan jumlah individu yang mengadopsi inovasi ponsel setiap tahunnya di kedua kampung.

Tabel 16 Jumlah Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Cikupa menurut Tahun Adopsinya (dalam persen)

Tahun menerapkan inovasi ponsel Beber Cikupa Total

1995 1 0 1 1999 0 1 1 2000 3 1 4 2003 0 1 1 2005 5 1 7 2006 3 0 3 2007 4 15 19 2008 16 3 19 2009 5 11 16 2010 15 7 21 2011 4 4 8 Total (persen) 56 44 100 Total (jumlah) 42 44 75

Jika dilihat dari penyebarannya di tiap kampung, data pada Tabel 16 menunjukkan warga yang pertama kali mengadopsi ponsel berasal dari Kampung Beber. Selanjutnya warga di Kampung Cikupa mulai mengadopsi inovasi ponsel meskipun persentasenya sangat rendah. Diketahui pula bahwa adopter ponsel di kedua kampung meningkat sejak memasuki tahun 2005. Hal ini dikarenakan munculnya ponsel dengan berbagai merek, tipe, dan harga, semakin mempermudah akses individu terhadap ponsel. Di samping itu, peningkatan jumlah adopter ponsel dikarenakan banyaknya masyarakat desa yang mulai melakukan migrasi sirkuler2 ke perkotaan, baik untuk urusan pekerjaan atau sekolah, kemudian mereka menggunakan ponsel di tempat perantauan. Selanjutnya, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada tahun 2008, tepatnya pada bulan Agustus, perusahaan XL mendirikan BTS di Desa Kemang, yang letaknya di Kampung Beber. Kehadiran BTS ini telah membuka akses masyarakat setempat terhadap jaringan ponsel dan kemudian memicu masyarakat untuk menggunakan ponsel.

2 Menurut Zelinsky (1986) dalam Rusli (1995), sirkulasi atau migrasi sirkuler adalah berbagai

macam gerak penduduk yang biasanya berciri jangka pendek, repetitif, atau siklikal dan mempunyai kesamaan dalam hal tidak adanya niat yang jelas untuk mengubah tempat tinggal permanaen. Sirkulasi

merupakan gerak “berselang” antara tempat tinggal dan tempat tujuan baik untuk bekerja maupun untuk

6.1.4 Sistem Sosial

Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial, karenanya struktur sosial dalam sistem mempengaruhi pola-pola difusi inovasi. Selanjutnya, di dalam struktur sosial tersebut terdapat peranan-peranan yang dimainkan oleh individu- individu tertentu, khususnya pemuka pendapat (tokoh masyarakat) dan agen perubah. Dalam konteks peranan tokoh masyarakat, dimungkinkan adanya individu yang mengembangkan struktur komunikasi homofili dan heterofili. Semakin homofili struktur komunikasi, semakin cepat laju adopsi, dan sebaliknya.

Tokoh masyarakat yang berperan penting dalam penyebaran inovasi ponsel di Kampung Beber dan Cikupa adalah para pemilik lahan yang meyewakan lahannya kepada perusahaan XL dan Telkomsel sebagai tempat berdirinya BTS, karena mereka telah membuka akses masyarakat setempat terhadap jaringan ponsel.

Salah seorang pemilik lahan di Kampung Cikupa yang lahannya disewa oleh perusahaan XL adalah Bapak JLN, Pertama kali perusahaan XL masuk ke Desa Kemang adalah untuk mencari lahan dimana terdapat titik sinyal. Namun, yang datang ke desa bukanlah pihak langsung perusahaan, akan tetapi melalui

calo. Sebenarnya, titik sinyal itu berada di area Kantor Desa Kemang, akan tetapi lahan tersebut milik pemerintah. Pihak perusahaan menyatakan malas jika harus berurusan dengan pemerintah, karena prosedurnya yang rumit. Akhirnya, calo

yang mewakili perusahaan tersebut mencari lahan kosong yang berjarak sekitar 100 meter dari titik sinyal dan menemukan lahan sawah milik Bapak JLN..

Proses negosiasi pun dimulai antara calo dan Bapak JLN yang diwakili oleh anaknya, Bapak HRL. Penawaran harga sewa tanah pertama adalah 75 juta rupiah per lima belas tahun, akan tetapi pada saat penandatanganan perjanjian di depan notaris, 24 Mei 2008, harga yang disepakati adalah 65 juta rupiah per lima belas tahun. Hal itupun sampai saat ini masih menjadi misteri, namun diduga telah terjadi kecurangan pada pihak perusahaan, karena tidak lama dari proses tersebut, penanggungjawab dari pihak perusahaan dipecat dari pekerjaannya. Proses perjanjian ini juga melibatkan pihak kecamatan dan desa. Setelah penandatanganan perjanjian, pembangunan menara BTS pun dimulai. Tenaga kerja yang digunakan adalah dari masyarakat setempat, akan tetapi untuk bagian

konstruksi tenaganya disiapkan dari perusahaan. Proses pembangunan pun berjalan kurang lebih selama empat bulan, dari bulan Mei hingga Agustus 2008. Selain itu, pihak perusahaan pun mengadakan sosialisasi akan bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh menara BTS kepada warga masyarakat yang berdomisili pada radius 60 meter dari wilayah menara BTS. Selanjutnya, kepada mereka diberi uang kompensasi oleh perusahaan sebesar Rp 250.000,00 per jiwa. Selain itu, kepada mereka perusahaan juga memberikan jaminan untuk mengganti atau memperbaiki alat-alat elektronik milik mereka yang rusak akibat berdirinya menara BTS tersebut. Untuk pemeliharaan menara BTS XL, perusahaan menunjuk Bapak HRL dengan memberikan insentif setiap bulannya.

Sebagaimana diketahui, di Kampung Beber terdapat dua buah BTS, selain BTS XL berdiri pula BTS Telkomsel yang didirikan di lahan milik Bapak HAS. Proses negosiasi antara perusahaan Telkomsel dan Bapak HAS tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan antara perusahaan XL dan Bapak JLN. Lahan tersebut dipilih karena titik sinyal Telkomsel berada tepat di lahan itu. Penawaran harga sewa pada mulanya sebesar 70 juta rupiah per sepuluh tahun, akan tetapi pada akhirnya harga sewa menjadi 60 juta rupiah per sepuluh tahun, karena sisa dana yang sebesar 10 juta rupiah digunakan untuk insentif tim survei dan dana kompensasi bagi warga masyarakat yang berdomisili di sekitar lahan yang akan dijadikan tempat pembangunan BTS. Proses survei hingga pembangunan selesai telah menghabiskan waktu sekitar tiga bulan, dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2010.

Selain berperan dalam menyewakan lahannya, Bapak HAS juga merupakan tokoh masyarakat yang memiliki ponsel pertama kali di Kampung Beber dan Cikupa. Beliau adalah seorang pengusaha daun pisang yang banyak membantu masyarakat dalam pembangunan desa. Meskipun Bapak HAS berpendidikan tamat Sekolah Dasar (SD), tetapi dia lebih terdedah terhadap media massa, lebih kosmopolit karena lebih sering berkomunikasi dengan agen perubah (perusahaan provider), dalam hal aksesibilitas, serta memiliki partisipasi sosial yang lebih tinggi dibanding masyarakat lainnya dan lebih inovatif.

Secara umum, sebagaimana dijelaskan di atas, terdapat heterogenitas karakteristik anggota sistim sosial di dua kampung, Beber dan Cikupa, namun

demikian, sebagaimana dikemukakan oleh Mugniesyah (2007), sebagian besar warga di dua kampung tersebut memiliki hubungan sistim kekerabatan yang kuat, baik karena faktor genealogis (keturunan) maupun melalui sistim perkawinan. Hasil studi Mugniesyah tersebut melaporkan bahwa dari total 125 anggota rumahtangga di dua kampung tersebut di atas, terdapat 50,4 persen pasangan suami isteri yang berasal dari kampung yang berbeda dan sekitar 16 persen menikah dengan pasangan yang berasal dari kampung yang sama di Desa Kemang.

6.2 Kurva Penerimaan dan Kategori Adopter Inovasi Ponsel di Kampung

Dokumen terkait