• Tidak ada hasil yang ditemukan

Difusi inovasi telepon seluler di perdesaan (kasus desa Kemang Bojongpicung, kabupaten Cianjur, provinsi Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Difusi inovasi telepon seluler di perdesaan (kasus desa Kemang Bojongpicung, kabupaten Cianjur, provinsi Jawa Barat)"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN

(Kasus Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur,

Provinsi Jawa Barat)

Oleh:

Laras Sirly Safitri

I34070035

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

LARAS SIRLY SAFITRI. DIFUSION OF INNOVATION MOBILE PHONE IN THE RURAL AREA (Case in Kemang Village, Bojongpicung Sub-district, Kabupaten Cianjur District, West Java Province). Supervised by SITI SUGIAH MUGNIESYAH.

By referring to the diffusion of innovation theory, this study found that the adoption rates of mobile phone among the adopters in the two hamlets are low; it is about 28 per cent and 17 per cent for Beber and Cikupa hamlets respectively. Although the mobile phone exposure of Kemang Village community started about 15 years ago, the majority of people in Kemang Village adopted the mobile phone since the Base Transceiver Stations (BTS) of XL and Telkomsel were constructed in this village, in 2008 and 2010 respectively.

The plot result of mobile phone adopter of the two hamlets was in S Curve shape. On the other hand, as not all the mobile phone adopters of the two hamlets were surveyed, the mobile phone adopters’ categories are not in normal distribution. It caused the plot of adopters categories is not in Bell-shaped curve. Therefore, the distribution of the mobile phone adopter categories did not support the theory of adopters’ category as stated by Rogers and Shoemaker (1971). However, this study supported another Rogers and Shoemaker’s generalization with regard to the fact that the individual characteristic of innovator category is higher than that of the other adopters’ categories. There are each four independent variables which significantly related to the rate of innovativeness as well as adoption rates at the significance level of 0.05. The independent variables which related to innovativeness rate were the level of relative advantage, the individual integration level, the formal educational level and the level of individual need toward the mobile phone innovation, while for the adoption rate were the level of observability, the interpersonal communication individual level, the meeting frequency, and the promotion of mobile phone agency/seller. adoption of mobile pone is dominant, especially for those who used the mobile phone only for consumptive activities.

(3)

RINGKASAN

LARAS SIRLY SAFITRI. DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN. Kasus Desa Kemang Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. (Di bawah bimbingan SITI SUGIAH MUGNIESYAH).

Meningkatnya pelayanan infrastruktur jaringan telepon baik oleh pemerintah maupun swasta telah memasilitasi warga masyarakat perdesaan untuk akses terhadap telepon seluler. Dominannya penelitian tentang adopsi inovasi pertanian di pedesaan serta masih relatif terbatasnya penelitian difusi inovasi telepon seluler di perdesaan melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi inovasi telepon seluler atau ponsel di kalangan masyarakat perdesaan.

Penelitian ini dilakukan di dua kampung di Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penentuan desa dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa di desa ini dibangun dua buah menara BTS dari Perusahaan XL dan Telkomsel, dan bahwa desa ini merupakan desa lahan kering yang relatif terisolir. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang dalam pelaksanaannya dilakukan melalui metode survei; serta pendekatan kualitatif, berupa wawancara mendalam dan observasi. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mengumpulkan data primer yang mencakup sejumlah variabel bebas dan variabel tidak bebas berkenaan tingkat keinovativan dan laju adopsi ponsel; sementara pendekatan kualitatif untuk memperoleh gambaran adopsi berlebihan dan pola pemanfaatan ponsel di kalangan adopter. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang bersumber dari monografi desa dan dokumen berupa laporan penelitian serta kebijakan pemerintah yang terkait dengan penelitian ini. Pengumpulan data berlangsung selama 30 hari dari minggu kedua bulan April hingga minggu kedua bulan Mei 2011.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju adopsi ponsel di Kampung Beber dan Cikupa tergolong rendah, berturut-turut sebanyak 28 persen dan 17 persen. Lebih tingginya laju adopsi ponsel di Kampung Beber berhubungan dengan lebih tingginya karakteristik sumberdaya pribadi dan rumahtangga adopter di Kampung Beber, yang dicirikan oleh tingginya persentase adopter yang bekerja sebagai PNS, pedagang dan pelajar dan pedagang di kampung tersebut. Meskipun diantara warga Desa Kemang mulai terdedah informasi ponsel sejak 15 tahun yang lalu, namun sebagian besar warga desa ini menjadi adopter ponsel berdirinya BTS XL dan BTS Telkomsel yang dibangun berturut-turut pada tahun 2008 dan 2010. Adopsi ponsel oleh warga di kedua kampung semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu dari mulai tahun 1995 sampai 2011.

Meskipun secara akumulatif “plot” adopter ponsel membentuk kurva

penerimaan inovasi ponsel yang membentuk kurva S, namun adopter ponsel terbanyak terjadi pada tahun 2010. Di pihak lain, karena tidak semua adopter ponsel di dua kampung menjadi responden dalam penelitian ini, menjadikan kategori adopter

ponsel tidak mengikuti sebaran normal, sehingga “plot” atas kategori adopter tidak

berhasil membentuk kurva berbentuk Genta. Dengan berbasis interval waktu selang tiga tahun, dalam penelitian ini menemukan hanya terdapat masing-masing satu persen mereka yang tergolong innovator dan early majority; early adopter

(4)

29 persen dan 64 persen. Penelitian ini menguatkan pendapat Rogers dan Shoemaker (1971), yakni adopter yang tergolong inovator memiliki karakteristik pribadi yang lebih tinggi dibanding semua kategori adopter lainnya.

Dari 14 variabel bebas yang diduga berhubungan dengan Tingkat Keinovativan, hanya enam variabel yang berhubungan nyata dengan tingkat

keinovativan pada taraf α= 0,05, yaitu: Tingkat Keuntungan Relatif, Tingkat Integrasi

Individu, Tingkat Pendidikan Formal, Pola Perilaku Komunikasi, dan Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel. Variabel-variabel Tingkat Kemungkinan Diamati, dan Tingkat Status Sosial Ekonomi berhubungan dengan tingkat Tingkat Keinovativan pada taraf α= 0,10. Sementara Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Ponsel dan Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel

berhubungan dengan Tingkat Keinovativan pada taraf α= 0,20-0,30. Hanya empat

variabel bebas yang berhubungan dengan Laju Adopsi pada taraf α= 0,05, yakni Tingkat Kemungkinan Diamati, Tingkat Ketaatan Individu, Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual/Jasa Ponsel, dan Tingkat Status Sosial Ekonomi. Tiga variabel bebas lainnya berhubungan berhubungan dengan Laju Adopsi pada taraf α= 0,10, yaitu Tingkat Keuntungan Relatif, Tingkat Kesesuaian,dan Tingkat Pendidikan Formal. Adapun Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel berhubungan

pada taraf α= 0,20-0,30. Selainnya, yakni Tingkat Kerumitan. Tipe Pengambilan

Keputusan Inovasi, Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel, Tingkat Integrasi Individu dan Pola Perilaku Komunikasi tidak berhubungan dengan Laju Adopsi.

Terdapat sembilan pola pemanfaatan ponsel di kalangan adopter ponsel di dua kampung, diantaranya yang dominan adalah untuk berbagi informasi atau menelepon dan mengirim pesan singkat (sms) kepada berturut-turut: keluarga inti (22,67 persen), teman sebaya serta kombinasi antara rekan bisnis, teman sebaya dan saudara jauh (masing-masing 17,33 persen), saudara jauh saja (16 persen), serta kepada rekan bisnis saja dan kombinasi kepada keluarga inti dan teman sebaya masing-masing 9,33 persen.

(5)

DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN

(Kasus Desa Kemang Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur,

Provinsi Jawa Barat)

Oleh: Laras Sirly Safitri

I34070035

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Laras Sirly Safitri

NRP : I34070035

Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul : Difusi Inovasi Telepon Seluler di Perdesaan (Kasus Desa

Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS. NIP. 19512111 197903 2 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198103 1 003

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN (KASUS DESA KEMANG KECAMATAN BOJONGPICUNG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

BOGOR, AGUSTUS 2011

LARAS SIRLY SAFITRI

(8)

RIWAYAT HIDUP

Laras Sirly Safitri lahir di Subang pada tanggal 6 Mei 1989. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara yang lahir dari ayah bernama Wawan Darmawan Madiana dan ibu bernama Nyimas Haroka Kemora. Pendidikan formal ditempuh penulis di TK Kemala Bhayangkari, Subang pada periode tahun 1994-1995, sementara tingkat sekolah dasar di SD Negeri Dewi Sartika Subang pada periode tahun 1995-2001. Penulis kemudian melanjutkan sekolah tingkat lanjutan, berturut-turut di SLTP Negeri I Subang (2001-2004) dan di SMA Negeri I Subang (2004-2007). Setelah lulus SMA, penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan kemudian memilih mayor (program studi) Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) di Departemen SKPM, Fakutas Ekologi Manusia.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Difusi Inovasi Telepon Seluler di Perdesaan (Kasus Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)”. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian penulis di Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, yang menerapkan teori difusi inovasi dalam mengkaji fenomena meningkatnya penggunaan media komunikasi ponsel di kalangan masyarakat perdesaan. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan proses bagaimana inovasi ponsel dikomunikasikan kepada anggota-anggota suatu sistem sosial melalui saluran-saluran tertentu dalam suatu periode waktu tertentu, dan juga pola pemanfaatan ponsel di kalangan masyarakat perdesaan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Agustus 2011

Laras Sirly Safitri

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sembah sujud kepada-Mu yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah, serta curahan kasih sayang-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Terdapat sejumlah pihak yang telah memasilitasi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka.

Terima kasih nan tulus ditujukan kepada Ibu Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, M.S. yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam berbagi ilmu dan pengalaman, serta atas dukungan moril dan materil selama melakukan pembimbingan kepada penulis, sejak penyusunan proposal dan pelaksanaan penelitian di lapangan hingga selesainya penulisan skripsi ini. Selanjutnya, kepada Ibu Dr. Sarwititi S. Agung, MS dan Ibu Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS, penulis berterima kasih atas kesediaannya, berturut-turut sebagai Dosen Penguji Utama dan dosen penguji kedua, yang mewakili Komisi Pendidikan, Departemen SKPM, FEMA.

Penulis berterima kasih kepada Kepala Desa Kemang, Bapak Dadan R. Subarna, serta kepada aparat Desa Kemang, khususnya Bapak Saepuloh atas bantuannya yang memudahkan penulis dalam pengumpulan data di lapangan. Penulis sangat berhutang budi dan berterima kasih kepada sejumlah orang, khususnya warga di Kampung Beber dan Cikupa yang tidak dapat disebut namanya satu per satu, yang telah menjadi responden dan informan serta berbagi pengalaman yang berguna bagi penelitian ini. Selain itu, kepada Ibu Dra. Eti Maryati, M.Pd penulis berterima kasih atas izinnya untuk menempati kediamannya selama penulis melaksanakan penelitian di lapangan.

Dalam penyelesaian skripsi inipun, penulis mendapat bantuan dari banyak pihak. Salah satunya, penulis berterima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Machfud, M.S atas bimbingannya mengajarkan penulis mengolah data penelitian.

(11)

lingkungan Departemen SKPM, FEMA IPB, Perpustakaan LSI IPB, dan Perpustakaan Pusat LIPI. Demikian halnya kepada staf penunjang kependidikan di Departemen SKPM FEMA, yang senantiasa membantu penyelesaian segala urusan administrasi selama penulis menjalani studi di departemen yang sama.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada dua orang rekan khususnya Asri Sulistiawati dan Dedi Kurniawan, yang telah berbagi pengalaman melalui diskusi-diskusi, dan atas dukungan mereka yang senantiasa menyemangati penulis dalam menyusun skripsi ini, serta untuk kebersamaan kita selama mengerjakan tugas akademik di bawah bimbingan dosen pembimbing, sejak penyelesaian studi pustaka, penulisan proposal, hingga penulisan skripsi. Penulis juga berterima kasih kepada sejumlah rekan: Ayu, Kak Gilang, Bio, Pia, Asih, Isma, Dinda, Karin, Wawa, Chae, Ochi, Tya, Nene, Laila, dan Dimit; atas kesediaan mereka untuk berbagi pengalaman yang bermanfaat bagi penulis.

Sahabat-sahabat SMA penulis: Imel, Boir, Yulia, Babon, Dara, Deni, Jantan, Aris, dan Rindu; atas persahabatan yang tetap terjalin sampai saat ini. Tidak lupa kepada Luthfi Ahmad Hikmat, terima kasih atas dukungan yang sangat berarti.

Dari lubuk hati nan dalam, penulis berterima kasih kepada kedua orangtua: ibunda tersayang, Nyimas Haroka Kemora -atas doanya yang tidak pernah putus dan kasih sayangnya yang tidak pernah hilang- dan ayahanda Wawan Darmawan Madiana- atas semua cucuran keringat dan perjuangan tiada henti untuk mendukung semangatku dalam melangkah guna melalui segala tantangan selama penyelesaian studi.

Last but not least, penulis berterima kasih kepada semua kakanda: Hegar Widya Safarina, Trias Rizalis Desfansa, Ganjar Putra Panggalih, dan Erma Rosa Ergandia, atas pemberian laptop bagi penulis, sehingga penulis sangat terbantu dalam menyelesaikan studi ini, serta atas semangat dan kasih sayang yang senantiasa mereka curahkan kepada penulis.

(12)

DAFTAR ISI

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 7

2.1. Konsep Difusi Inovasi ... 7

2.2. Konsep Adopsi Berlebihan (Over Adoption) ... 12

2.3. Hasil-hasil Studi Adopsi dan Difusi Inovasi di Indonesia ... 13

2.4. Kerangka Pemikiran ... 14

3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 25

3.4. Kelemahan Penelitian... 26

BAB IV KEADAAN UMUM DESA KEMANG ... 27

4.1. Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Desa ... 27

4.2. Keadaan Umum Penduduk ... 39

4.3. Kelembagaan Formal dan Informal ... 33

4.4. Sarana dan Prasarana... 35

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA ADOPTER TELEPON SELULER DI KAMPUNG BEBER DAN KAMPUNG CIKUPA... 37

5.1. Karakteristik Individu Anggota Rumahtangga Adopter Ponsel... 37

5.2. Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Adopter Ponsel ... 43

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER ... 46

6.1. Proses Difusi Inovasi Ponsel ... 46

6.2. Kurva Penerimaan dan Kategori Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Cikupa ... 52

(13)

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIVAN DAN LAJU ADOPSI INOVASI TELEPON

SELULER ... 58

7.1. Hubungan antara Karakteristik Inovasi dengan Tingkat Keinovativan dan Laju Adopsi ... 58

7.2. Hubungan antara Pengambilan Keputusan dengan Tingkat Keinovativan dan Laju Adopsi ... 61

7.3. Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Tingkat Keinovativan dan Laju Adopsi ... 62

7.4. Hubungan antara Karakteristik Sistem Sosial dengan Tingkat Keinovativan dan Laju Adopsi ... 63

7.5. Hubungan antara Promosi oleh Agen Perubah dengan Tingkat Keinovativan dan Laju Adopsi ... 65

7.6. Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Tingkat Keinovativan dan Laju Adopsi ... 66

BABVIII POLA PEMANFAATAN DAN ADOPSI BERLEBIHAN INOVASI TELEPON SELULER ... 68

8.1. Pola Pemanfaatan Ponsel di Kalangan Masyarakat Desa Kemang ... 68

8.2. Adopter Berlebihan (Over Adoption) Ponsel di Desa Kemang ... 70

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

9.1. Kesimpulan ... 73

9.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Karakteristik Saluran Komunikasi Interpersonal dan Media Massa ... 9 2 Rasionalitas dan Irasionalitas dalam Adopsi dan Menolak Penanaman

Jagung-4 Baris di Kalangan Petani Indian, Amerika Serikat ... 12 3. Distribusi Wilayah Desa Kemang menurut Penggunaannya Tahun 2009 ... 28 4 Distribusi Penduduk Desa Kemang menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin Tahun 2009 ... 39 5 Penduduk Desa Kemang menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan

Tahun 2009 ... 30 6 Penduduk Desa Kemang menurut Matapencaharian Tahun 2009 (dalam

jumlah dan persen) ... 32 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kepemilikan Lahan Tahun 2009 ... 33 8 Distribusi ART Adopter Ponsel Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2011 (dalam persen) ... 38 9 Distribusi ART Adopter Ponsel menurut Pekerjaan dan Jenis Kelamin

Tahun 2011 (dalam persen) ... 39 10 Distribusi ART Adopter Ponsel menurut Kelompok Umur dan Status

Perkawinan Tahun 2011 (dalam persen) ... 41 11 Distribusi ART Adopter Ponsel menurut Tingkat Pendidikan Formal dan

Jenis Kelamin Tahun 2011 (dalam persen) ... 42 12 Rata-rata Kepemilikan Ternak pada Rumahtangga Adopter Ponsel di

Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2009 (dalam jumlah dan persen) ... 43 13 Rata-rata Kepemilikan Benda Teknologi Rumahtangga Adopter Ponsel

di Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2009 (dalam jumlah dan persen) ... 44 14 Distribusi Rumahtangga Adopter Ponsel menurut Penguasaan Lahan

Usahatani (dalam jumlah dan persen) ... 45 15 Distribusi Adopter menurut Sumber Informasi tentang Inovasi Ponsel di

Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2011 (dalam persen) ... 48 16 Jumlah Individu yang menerapkan inovasi ponsel di Kampung Beber

(15)

17 Ciri-ciri Kategori Adopter Inovasi Ponsel Dilihat menurut Kategori Penerima di Kampung Beber dan Kampung Cikupa Tahun 2011 ... 56 18 Laju Adopsi Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Kampung Cikupa

pada Tahun 2011 ... 57 19 Hubungan antara Variabel-variabel Karakteristik Inovasi Ponsel dengan

Tingkat Keinovativan dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (dalam persen) ... 60 20 Hubungan antara Tipe PK Inovasi Ponsel dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju Adopsi (dalam persen) ... 62 21 Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Tingkat Keinovativan dan

Laju Adopsi Inovasi Ponsel(dalam persen)... 63 22 Hubungan antara Karakteristik Sistem Sosial dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel(dalam persen) ... 64 23 Hubungan antara Promosi oleh Agen Perubah dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (dalam persen) ... 65 24 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (dalam persen) ... 66 25 Distribusi Adopter menurut Pola Pemanfaatan Ponsel di Desa Kemang

Tahun 2011 (dalam persen) ... 68 26 Pengeluaran Pulsa Adopter Ponsel menurut Pola Pemanfaatan Ponsel di

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Paradigma Laju Adopsi Inovasi ... 11 2 Hubungan antara Variabel Pengaruh (Independent Variables) dengan

Variabel Terpengaruh (Dependent Variables) dalam Difusi Inovasi Ponsel ... 16 3 Kurva Akumulasi Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan

Cikupa pada Periode Tahun 1995-2011 ... 53 4 Kurva Kategori Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Difusi Inovasi Telepon Seluler di Kalangan Masyarakat Perdesaan Tahun 2011 ... 79 2 Peta Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur ... 80 3 Adopter Inovasi Ponsel Menurut Kategori Kriteria dari Semua Variabel

Pengaruh dan Variabel Terpengaruh ... 81 4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearmen antara Variabel-variabel Pengaruh

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk pengembangan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta penguatan daya saing perekonomian. Adapun misi pembangunan nasionalnya diarahkan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman dan damai, serta meletakkan fondasi yang lebih kuat bagi Indonesia yang adil dan demokratis (BAPPENAS 2010).

Selanjutnya pemerintah menyatakan bahwa untuk mewujudkan misi pembangunan tersebut di atas diperlukan sarana dan prasarana, di antaranya adalah berupa jaringan komunikasi dan informatika, yang selain memungkinkan pertukaran informasi secara cepat (real time) menembus batas ruang dan waktu, juga berperan sangat penting, baik dalam proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi ekonomi. Bersamaan dengan itu, telekomunikasi juga dipandang sebagai elemen yang sangat penting dalam proses produksi dari sektor-sektor ekonomi, seperti perdagangan, industri, dan pertanian.

(19)

komunikasi bagi masyarakat luas. Terdapat tiga indikator dari target tersebut, yaitu (1) jaringan telepon dan subscriber seluler per 1000 orang, (2) komputer personal (personal computer atau PC) per 100 orang, dan (3) pengguna internet per 1000 orang.

Semakin berkembangnya infrastruktur telekomunikasi baik yang dilakukan pemerintah maupun swasta, disertai meningkatnya pendapatan pada warga masyarakat di lain pihak, telah berdampak pada meluasnya jaringan telepon seluler (selanjutnya ditulis ponsel) sekaligus meningkatnya pengguna ponsel. Hasil studi lembaga penelitian ROA (Research On Asia) Group menyatakan bahwa pengguna ponsel di Indonesia tercatat sebanyak 68 juta pada akhir tahun 2006. Kondisi ini menjadikan Indonesia akan menempati peringkat ketiga pasar ponsel terbesar di Asia setelah Cina dan India (Novita 2010). Selanjutnya, data lembaga riset Wireless Intelligence Global Comms, menunjukkan bahwa sampai dengan kuartal I-2010 lalu total konsumen ponsel mencapai 171 juta pelanggan, atau 72,3 persen terhadap total penduduk Indonesia yang tersebar di perkotaan dan perdesaan (Haraito dan Hidayat 2010). Dengan demikian, ponsel menjadi inovasi bagi masyarakat perdesaan.

(20)

kedua ahli menyatakan bahwa waktu tersebut eksis dalam proses difusi khususnya pada tiga aspek, yaitu: (1) proses keputusan inovasi, dimana individu melangsungkan proses dari tahap pengenalan suatu inovasi sampai kepada menolak atau menerima inovasi, (2) keinovativan individu atau unit pengambilan keputusan inovasi lainnya -yang diartikan sebagai keterdinian atau keterlambatan relatif di mana suatu inovasi diadopsi- dibandingkan dengan anggota sistem sosial lainnya, dan (3) laju adopsi inovasi dalam suatu sistem sosial.

Telah ada sejumlah penelitian berkenaan difusi inovasi pertanian di Indonesia, namun demikian, sebagian besar peneliti lebih memfokuskan pada aspek yang pertama, yakni proses keputusan inovasi. Hal tersebut sebagaimana dijumpai pada beberapa penelitian, dintaranya adalah: (a) Studi Hubungan Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Supra Insus dengan Adopsi Supra Insus di Tingkat Petani dan Kelompok Tani (Mugniesyah dan Lubis 1990), (b) “Adopsi Inovasi Teknologi Tabela bagi Petani Padi Sawah” (Novarianto 1999), (c)

“Tingkat Adopsi Inovasi Pengendalian Hama Terpadu oleh Petani” di Kabupaten

Karawang (Sadono 1999), (d) “Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Adopsi Inovasi” (Agussabti 2002), dan (e) ”Jaringan Komunikasi Petani dalam Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian” (Rangkuti 2007).

Meskipun sejumlah penelitian tersebut di atas merujuk pada Teori Pengambilan Keputusan Inovasi dari Rogers dan Shoemaker (1971), kecuali penelitian Mugniesyah dan Lubis, penelitian selainnya hanya berfokus pada adopsi inovasi pada tingkat individu petani, tidak mempertimbangkan aspek sistem sosial dimana inovasi tersebut diintroduksikan; sementara penelitian mengenai aspek difusi inovasi lainnya, yakni laju difusi dan kategori adopter, belum banyak dilakukan. Hal ini setidaknya, setelah penelitian rintisan yang dilakukan Soewardi (1972) dalam Sajogyo dan Sajogyo (1982) dan Sastramihardja dan Veronica (1976) baru dijumpai adanya studi laju adopsi, sebagaimana dilakukan oleh Nugraha (2010) dalam studinya yang berjudul “Studi Difusi Inovasi System of Rice Intensification (SRI) di Kabupaten Tasikmalaya”.

(21)

lain, meskipun telah ada sejumlah studi berkenaan ponsel, namun belum menggunakan teori difusi inovasi, karena fokusnya lebih kepada aspek sikap dan perilaku individu dalam penggunaan ponsel; sebagaimana dijumpai pada sejumlah studi, di antaranya pada penelitian: (a) “Pengaruh Penggunaan Ponsel pada Remaja terhadap Interaksi Sosial Remaja” (Utaminingsih 2006), (b) “Sikap dan Perilaku Mahasiswa terhadap Penggunaan Ponsel” (Mulyandari 2006), (c)

“Persepsi dan Perilaku Remaja dalam Menggunakan Ponsel” (Lutfiyah 2007), dan

(d) “Sikap dan Perilaku Remaja Desa dalam Menggunakan Ponsel” (Prayifto

2010). Meningkatnya pengguna ponsel di kalangan masyarakat perdesaan mencerminkan adanya penerimaan anggota masyarakat akan pentingnya ponsel sebagai bagian dari perilaku komunikasi mereka. Kondisi tersebut menjadi menarik untuk diteliti, mengingat hampir semua penelitian tersebut di atas berfokus pada inovasi pertanian yang bersumber dari pemerintah, sementara ponsel bersumber dari pihak pengusaha yang diadopsi oleh individu tanpa ada campur tangan langsung pemerintah. Di pihak lain, para ahli dan peneliti terdahulu mengemukakan bahwa masyarakat perdesaan pada umumnya, dicirikan oleh pola komunikasi lokalit, dimana komunikasi interpersonal dominan berperan sebagai media sekaligus sumber informasi bagi mereka. Sehubungan dengan itu, penelitian difusi inovasi dan pola pemanfaatan ponsel di kalangan masyarakat perdesaan menjadi penting.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

(22)

Rogers dan Shoemaker (1971), khususnya pada dua aspek dalam difusi inovasi, bagaimanakah laju adopsi inovasi ponsel dan pola kategori adopter ponsel di kalangan masyarakat Desa Kemang?

Berdasar pada paradigma laju adopsi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat sejumlah variabel dari lima faktor yang dianggap mempengaruhi laju adopsi, yaitu: pendapat individu terhadap karakteristik inovasi, saluran komunikasi, tipe pengambilan keputusan inovasi, karakteristik sistem sosial, dan promosi oleh agen promosi. Sehubungan dengan itu, variabel-variabel apa sajakah (dari kelima faktor tersebut) yang mempengaruhi laju adopsi inovasi ponsel di masyarakat Desa Kemang?

Sebagaimana dikemukakan Rogers dan Shoemaker, laju difusi inovasi diukur oleh jumlah orang yang mengadopsi inovasi sejak inovasi tersebut diintroduksikan sampai pada suatu periode tertentu. Cepat lambatnya laju adopsi tersebut berhubungan dengan keinovativan (innovativeness), yakni derajat dimana seorang individu akan mengadopsi inovasi lebih dini dibanding anggota sistem sosial lainnya. Berdasar tingkat keinovativan tersebut, kedua ahli merumuskan sebaran kategori adopter ke dalam lima kategori: inovator, penganut dini, penganut awal terbanyak, penganut lambat terbanyak, dan kaum kolot, masing-masing memiliki karakteristik sosial-ekonomi, perilaku komunikasi dan pribadi tertentu. Adakah sebaran kategori adopter yang terjadi di Desa Kemang mengikuti pola sebaran sebagaimana dikemukakan Rogers dan Shoemaker? Bagaimanakah karakteristik kelima kategori adopter ponsel di Desa Kemang tersebut?

Sebagaimana dikutip Mugniesyah (2006), Rogers dan Shoemaker (1971) juga mengemukakan konsep adopsi berlebihan (over adoption) yang diartikan sebagai individu yang mengadopsi suatu inovasi padahal seharusnya ia menolaknya, atau sebaliknya. Sehubungan dengan itu, apakah gejala adopsi berlebihan ponsel terjadi di masyarakat Desa Kemang?

(23)

dengan hal tersebut, bagaimanakah pola pemanfaatan ponsel menurut karakteristik kategori adopter yang ada di masyarakat Desa Kemang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasar perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini terutama untuk mengetahui:

1. Laju adopsi inovasi ponsel pada warga masyarakat di Desa Kemang, sejak pertama ponsel tersebut masuk di desa ini sampai dengan penelitian dilaksanakan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2. Tingkat keinovativan dan karakteristik adopter ponsel serta hubungannya dengan pola sebaran kategori adopter ponsel pada warga masyarakat Desa Kemang.

3. Pola pemanfaatan ponsel menurut karakteristik kategori adopter yang ada di masyarakat Desa Kemang.

Ada tidaknya fenomena adopsi berlebihan (over adoption) ponsel di kalangan masyarakat Desa Kemang.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini memberikan pengalaman dalam menerapkan sejumlah konsep dan teori berkenaan proses difusi inovasi untuk menganalisis fenomena meningkatnya penggunaan media komunikasi ponsel pada masyarakat perdesaan.

2. Bagi Pemda Tingkat II Cianjur, khususnya Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat menjadi masukan bagi pemanfaatan ponsel sebagai media penyuluhan pertanian dan pengembangan cyber extension di perdesaan.

(24)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Difusi Inovasi

Sejumlah konsep dan teori mengenai difusi inovasi yang dirujuk dari Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) yang dikemukakan dalam sub-bab ini dikutip dari Mugniesyah (2006). Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) mendefinisikan difusi inovasi sebagai suatu proses melalui mana inovasi dikomunikasikan kepada anggota-anggota sistem sosial melalui saluran-saluran tertentu dalam suatu periode waktu tertentu. Hasil empiris menunjukkan bahwa adopsi terhadap teknologi baru tidak terjadi serempak, karena seseorang bisa menerima lebih cepat atau lebih lambat dari orang lain. Hal ini ditunjukkan oleh Soewardi (1972) yang dalam penelitiannya menemukan bahwa warga petani pada lapisan atas cenderung lebih responsif terhadap inovasi Panca Usaha Pertanian dibanding mereka yang berasal dari lapisan bawah. Selanjutnya, warga lapisan atas ini menyebarkan inovasi tersebut melalui pergaulan sehari-hari kepada warga lapisan bawah. Juga dikemukakan bahwa pada kasus petani lapisan bawah tidak aktif bertanya, namun mereka meniru secara diam-diam suatu inovasi dari petani lapisan atas tersebut.

(25)

keunggulan dalam hal kecepatan dan jumlah khalayak yang bisa dijangkau. Pada Tabel 1 disajikan perbedaan karakteristik saluran komunikasi interpersonal dan media massa.

Tabel 1 Karakteristik Saluran Komunikasi Interpersonal dan Media Massa No. Karakteristik Saluran Interpersonal Saluran Media

Massa 1. Arus pesan Cenderung dua arah Cenderung searah 2. Konteks komunikasi Tatap muka Melalui media 3. Tingkat umpan balik Tinggi Rendah 4. Kemampuan mengatasi 6. Efek yang mungkin terjadi Perubahan dan

pembentukan sikap

Perubahan pengetahuan

Sumber: Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Mugniesyah (2006) Keterangan:

*) Terutama selektivitas (untuk) terdedah atau selective exposure

Unsur yang ketiga dalam difusi inovasi adalah waktu. Dalam hal waktu, ada tiga aspek penting yang berhubungan dengan proses difusi, yakni: (1) proses pengambilan keputusan inovasi (the innovation-decision process), (2) keinovativan (innovativeness), dan (3) laju adopsi suatu inovasi (innovation’s rate

of adoption) dalam sistem sosial.

(26)

tipe kontingensi, pengambilan keputusan merupakan kombinasi dari dua atau lebih keputusan inovasi, atau keputusan inovasi dibuat setelah ada keputusan tipe lain yang mendahuluinya.

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) keinovativan (innovativeness) adalah derajat dimana seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) secara relatif lebih dini atau lebih dahulu mengadopsi sesuatu inovasi daripada rata-rata anggota sistem sosial dimana dia menjadi anggotanya. Keinovativan yang berbeda tersebut memungkinkan untuk melihat kategori adopter suatu inovasi tertentu, yang dibedakan ke dalam inovator (innovator), penganut dini (early adopter), penganut dini terbanyak (early majority), penganut lambat terbanyak (late majority) dan penolak (laggards).

Laju adopsi adalah kecepatan relatif dimana suatu inovasi diadopsi oleh anggota-anggota suatu sistem sosial. Laju adopsi ini biasanya diukur sebagai jumlah penerima yang mengadopsi inovasi dalam periode waktu tertentu. Terdapat sejumlah faktor yang menentukan laju adopsi, dan masing-masing variabel meliputi satu atau lebih unsur. Adapun hubungan beberapa variabel yang menentukan laju adopsi (independent variables) dan laju adopsi inovasinya (dependent variable) digambarkan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.

Unsur keempat dalam difusi inovasi adalah sistem sosial, yang diartikan suatu seperangkat unit-unit (kolektivitas) yang berhubungan satu sama lain dalam upaya mencapai tujuan bersama, khususnya dalam penyelesaian masalah. Anggota-anggota sistem sosial bisa terdiri dari individu, kelompok informal, organisasi, dan/atau subsistem-subsistem. Sistem sosial memiliki seperangkat batasan di dalam mana inovasi menyebar. Itu sebabnya penting untuk memahami pengaruh struktur sosial dalam sistem yang mempengaruhi pola-pola difusi inovasi. Rogers dan Shoemaker, menyatakan bahwa struktur sosial mempengaruhi difusi inovasi melalui beberapa cara, di antaranya peranan tokoh pemuka pendapat dan agen perubah. Dalam konteks peranan pemuka pendapat, dimungkinkan adanya individu yang mengembangkan struktur komunikasi

(27)

adalah derajat dimana pasangan individu-individu yang berinteraksi memiliki karakteristik yang berbeda. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), komunikasi interpersonal yang homofili dapat menghambat proses difusi, karena memungkinkan penyebaran inovasi hanya secara horizontal, baik hanya di kalangan lapisan atas atau hanya di kalangan lapisan bawah.

Variabel-variabel Pengaruh Variabel Terpengaruh

Sumber: Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) dalam Mugniesyah (2006)

Gambar 1 Paradigma Laju Adopsi Inovasi

I. KARAKTERISTIK INOVASI

 Keuntungan Relatif

 Kompabilitas

 Kompleksitas

 Kemungkinan Dicoba

 Kemungkinan Diamati Hasilnya

II. TIPE KEPUTUSAN INOVASI

 Opsional

 Kolektif

 Otoritas

III. SALURAN KOMUNIKASI

 Interpersonal

 Media Massa

IV. CIRI SISTEM SOSIAL

 Tradisional vs Modern

 Derajat Integrasi Komunikasi

 Dan lain-lain

V. UPAYA PROMOSI OLEH AGEN PERUBAH

(28)

2.2 Konsep Adopsi Berlebihan (Over Adoption)

Rogers dan Shoemaker (1971) mengemukakan bahwa pada masa lalu banyak peneliti yang secara implisit mengasumsikan bahwa adopsi inovasi oleh responden mereka merupakan perilaku yang diinginkan, dan sebaliknya jika mereka menolak menjadi perilaku yang kurang diinginkan. Pendapat ini menurut mereka tidak selamanya benar, karena adanya gejala adopsi berlebihan (over adoption) yaitu adanya adopsi suatu inovasi yang dilakukan oleh seorang individu padahal menurut ahli seharusnya dia menolaknya.

Terdapat beberapa alasan mengapa terjadi adopsi yang berlebihan, di antaranya adalah: (1) adopter memiliki pengetahuan yang kurang lengkap tentang inovasi tersebut, (2) ketidakmampuan adopter meramalkan konsekuensi yang terjadi, dan (3) maniak inovasi. Namun demikian, dikemukakan bahwa sulit untuk menentukan apakah seseorang harus atau tidak harus mengadopsi inovasi, karena kriteria rasionalitas tidak mudah diukur. Selain itu, seringkali yang menjadi dasar para peneliti dalam membedakan hal itu cenderung didasarkan pada faktor ekonomi, dengan alasan rasionalitasnya lebih objektif. Selanjutnya, pada Tabel 2 di bawah ini ditunjukkan hasil studi Goldstein dan Eichhorn (1961) yang menelaah rasionalitas dan irasionalitas adopsi budidaya jagung-4 baris di kalangan petani Indian, Amerika (Rogers dan Shoemaker 1971).

Tabel 2 Rasionalitas dan Irasionalitas dalam Adopsi dan Menolak Penanaman Jagung-4 Baris di Kalangan Petani Indian

Keputusan Inovasi

Menolak Penolak Irasional (19%) Penolak yang Rasional (33%)

Sumber: Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Mugniesyah (2006)

(29)

pendidikan menjadi salah satu faktor yang membawa individu untuk lebih rasional dan bisa membedakan penting atau tidaknya untuk memutuskan adopsi inovasi.

2.3 Hasil-hasil Studi Penggunaan Ponsel

Terdapat sejumlah studi berkenaan penggunaan teknologi komunikasi, khususnya ponsel. Studi Mulyandari (2006) menemukan bahwa karakteristik personal mahasiswa, khususnya jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat terpaan media massa, tidak berhubungan dengan sikap mahasiswa terhadap penggunaan ponsel, namun tujuan mahasiswa dalam penggunaan ponsel berhubungan dengan sikapnya terhadap ponsel. Mahasiswa yang membutuhkan ponsel untuk kepentingan yang menyangkut keluarga dan kegiatan kampus cenderung memiliki sikap positif terhadap ponsel. Berbeda dengan Mulyandari, Lutfiyah (2007) menemukan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan persepsi remaja terhadap ponsel, dimana remaja laki-laki memiliki persepsi yang lebih sesuai terhadap ponsel dibandingkan dengan remaja perempuan. Adapun hasil studi Prayifto (2010) menunjukkan bahwa sikap remaja desa terhadap ponsel tidak berhubungan nyata dengan perilakunya dalam menggunakan ponsel baik untuk memperoleh informasi, berintegrasi, berinteraksi sosial dan memperoleh hiburan, karena penggunaan ponsel oleh mereka tergantung pada faktor situasional. Selanjutnya dikemukakan bahwa walaupun mereka memiliki sikap positif terhadap ponsel belum tentu tingkat perilakunya dalam menggunakan ponsel menjadi tinggi.

(30)

2.4 Kerangka Pemikiran

Penelitian yang berjudul Difusi Inovasi Ponsel di Perdesaan” ini dilandasi sejumlah konsep dan teori difusi inovasi dari Rogers dan Shoemaker (1971) serta Rogers (1995), khususnya berkenaan keinovativan dan laju adopsi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, variabel Tingkat Keinovativan (Y1) dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (Y2) dipandang sebagai variabel terpengaruh. Mengacu pada paradigma laju adopsi inovasi (Gambar 1), diduga terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi laju adopsi ponsel, di antaranya adalah penerimaan individu terhadap karakteristik inovasi ponsel (yang selanjutnya disingkat menjadi karakteristik inovasi ponsel), tipe pengambilan keputusan inovasi, saluran komunikasi, karakteristik sistem sosial, dan promosi oleh agen promosi.

Pada faktor karakteristik inovasi ponsel terdapat lima variabel yang diduga mempengaruhi kedua variabel terpengaruh dalam penelitian ini (Y1 dan Y2), yaitu: Tingkat Keuntungan Relatif (X1), Tingkat Kesesuaian (X2), Tingkat Kerumitan (X3), Tingkat Kemungkinan Dicoba (X4), dan Tingkat Kemungkinan Diamati (X5). Oleh karena di kalangan masyarakat perdesaan dimungkinkan adanya keragaman unit adopsi dan unit pengambilan keputusan ponsel, Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi (Tipe PK Inovasi) (X6) juga diduga mempengaruhi kedua variabel terpengaruh di atas.

(31)

ponsel guna mempengaruhi warga masyarakat untuk membelinya (mengadopsi ponsel), maka Frekuensi Kunjungan/Pertemuan dengan Penjual/Jasa Ponsel (X10) merupakan variabel pada aspek promosi oleh agen ponsel yang juga diduga mempengaruhi difusi inovasi ponsel (Y1 dan Y2).

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, tingkat keinovativan diukur oleh jumlah individu anggota suatu sistem sosial yang mengadopsi inovasi dalam satuan waktu tertentu. Sehubungan dengan itu, karakteristik individu diduga juga mempengaruhi difusi inovasi ponsel (Y1 dan Y2). Merujuk pada pendapat kedua ahli di atas dan hasil beberapa penelitian terdahulu, variabel-variabel pada karakteristik individu yang diduga mempengaruhi tingkat keinovativan adalah Tingkat Pendidikan Formal (X11), Pola Perilaku Komunikasi (X12), Status Sosial-ekonomi (X13), dan Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi (X14). Adapun mengenai tujuan penelitian untuk mengetahui adanya gejala adopsi berlebihan (over adoption), hal tersebut akan ditelaah secara kualitatif, karena adopsi berlebihan tidak termasuk dalam unsur-unsur difusi inovasi.

(32)

KARAKTERISTIK INOVASI PONSEL

X1: Tingkat Keuntungan Relatif X2: Tingkat Kompabilitas X3: Tingkat Kerumitan

X4: Tingkat Kemungkinan Dicoba X5: Tingkat Kemungkinan Diamati

KARAKTERISTIK SISTEM SOSIAL

X8 : Tingkat Ketaatan Individu X9 : Tingkat integrasi individu

X6: Tipe PK Inovasi

PROMOSI OLEH AGEN PERUBAH

X10: Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual /Jasa Ponsel

KARAKTERISTIK INDIVIDU X11: Tingkat Pendidikan Formal X12: Pola Perilaku Komunikasi X13: Tingkat Status Sosial-ekonomi X14: Tingkat Kebutuhan Individu

Gambar 2 Hubungan antara variabel pengaruh (independent variables) dengan variabel terpengaruh (dependent variables) dalam Difusi Inovasi Ponsel

DIFUSI INOVASI PONSEL

Y1: Tingkat Keinovativan Individu Y2: Laju Adopsi Inovasi Ponsel

SALURAN KOMUNIKASI

X7: Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel

(33)

2.5 Hipotesis Penelitian

Terdapat sejumlah hipotesis dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Semakin tinggi semua variabel pada tingkat penerimaan individu terhadap karakteritik inovasi ponsel -kecuali pada tingkat kerumitan-, semakin tinggi tingkat keinovativan individu dan laju adopsi inovasi ponsel.

2. Tipe pengambilan keputusan inovasi opsional berhubungan positif dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel.

3. Semakin tinggi tingkat keragaman sumber informasi inovasi ponsel semakin tinggi tingkat keinovativan individu dan laju adopsi inovasi ponsel.

4. Semakin tinggi tingkat ketaatan individu dalam berkomunikasi secara interpersonal, maka semakin rendah tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel.

5. Semakin tinggi tingkat integrasi individu dalam kelompok/individu, semakin tinggi tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel.

6. Semakin tinggi frekuensi pertemuan individu dengan agen penjual/ jasa ponsel, semakin tinggi tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel.

7. Semakin tinggi semua variabel pada karakteristik individu semakin tinggi tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel.

2.6 Definisi Operasional

(34)

dari lima tahun sejak digunakan warga (periode tahun 2000-2005), dan (3) tinggi, jika individu mengadopsi inovasi ponsel pada lima tahun pertama sejak ponsel digunakan warga kemang (periode 1995-1999).

2. Laju Adopsi Inovasi Ponsel (Y2) adalah jumlah individu yang mengadopsi inovasi ponsel dalam periode waktu (tahun), sejak masuknya ponsel sampai dengan digunakannya oleh sebagian besar anggota sistem sosial (kampung). Dari hasil perhitungan diperoleh laju adopsi sebesar 28 persen dan 17 persen berturut-turut untuk di Kampung Beber dan Kampung Cikupa. Berdasar hal tersebut, Laju Adopsi dibedakan ke dalam kategori: (1) rendah (skor 1), untuk responden yang berasal dari Kampung Cikupa dan (2) tinggi (skor 2), untuk responden yang berasal dari Kampung Beber.

3. Tingkat Keuntungan Relatif Inovasi Ponsel (X1) adalah derajat dimana inovasi ponsel dipandang memberikan keuntungan pada individu, berupa: mengurangi biaya transportasi untuk berhubungan jarak jauh, efisiensi waktu dalam berkomunikasi, meningkatkan prestise dalam pergaulan, memperlancar urusan bisnis/pekerjaan, dan menghemat biaya pencarian informasi; dibedakan dalam tiga kategori: (1) rendah, jika individu memperoleh satu sampai dua jenis keuntungan atau tidak sama sekali, (2) sedang, jika individu memperoleh tiga sampai empat jenis keuntungan, dan (3) tinggi, jika individu memperoleh seluruh jenis keuntungan.

4. Tingkat Kesesuaian Inovasi Ponsel (X2) adalah derajat dimana aktivitas komunikasi antar individu menggunakan inovasi ponsel dipandang sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya, pengalaman sebelumnya, dan kebutuhan terhadap inovasi ponsel, yang meliputi: menjalin hubungan interpersonal antar individu, menyampaikan pesan secara efektif, dan memenuhi kebutuhan komunikasi. Berdasar hal tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam kategori-kategori: (1) rendah, jika ada satu jenis kesesuaian atau tidak ada sama sekali, (2) sedang, jika ada dua jenis kesesuaian, dan (3) tinggi, jika ada tiga jenis kesesuaian.

5. Tingkat Kerumitan Inovasi Ponsel (X3) adalah derajat dimana sejumlah

(35)

digunakan oleh individu. Fitur pada ponsel di antaranya: telepon, SMS, MMS, game, MP3, kamera, video, internet. Mengacu pada jenis fitur

tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam tiga kategori: (1) rendah, jika individu menilai sulit menggunakan satu jenis fitur atau tidak sama sekali, (2) sedang, jika individu menilai sulit menggunakan dua jenis fitur, dan (3) tinggi, jika individu menilai sulit dalam menggunakan tiga dan/atau lebih jenis fitur.

6. Tingkat Kemungkinan Dicobanya Inovasi Ponsel (X4) adalah derajat dimana inovasi ponsel dianggap relatif mudah diaplikasikan oleh individu karena tersedianya sarana pendukung: jaringan ponsel, penjual pulsa, dan aliran listrik; dibedakan ke dalam tiga kategori: (1) rendah, jika hanya satu sarana pendukung yang tersedia atau tidak sama sekali, (2) sedang, jika dua sarana pendukung yang tersedia, dan (3) tinggi, jika seluruh sarana pendukung tersedia.

7. Tingkat Kemungkinan Diamatinya Inovasi Ponsel (X5) adalah derajat dimana hasil-hasil penggunaan inovasi ponsel dapat diamati (dirasakan manfaatnya oleh individu), yang meliputi: memperluas pergaulan, update

akan informasi, dan bergengsi. Berdasar hal ini, variabel ini dibedakan ke dalam kategori-kategori: (1) rendah, jika hanya memperoleh satu jenis manfaat atau tidak sama sekali, (2) sedang, jika memperoleh dua jenis manfaat yang dapat diamati, dan (3) tinggi, jika memperoleh semua manfaat..

(36)

jika tipe pengambilan keputusan kolektif, dan (3) tinggi, jika tipe pengambilan keputusan opsional.

9. Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel (X7) adalah total skor dari jumlah sumber informasi inovasi ponsel bagi individu, yang meliputi saluran komunikasi interpersonal dan media massa. Dengan menetapkan bahwa setiap jenis sumber informasi baik dari saluran interpersonal maupun media massa diberi skor satu; maka variabel ini dibedakan ke dalam tiga kategori : (1) rendah, jika hanya satu jenis sumber informasi inovasi ponsel, (2) sedang, jika ada dua jenis sumber informasi inovasi ponsel, dan (3) tinggi, jika ada tiga jenis atau lebih sumber informasi inovasi ponsel.

10. Tingkat Ketaatan Individu Pada Aktivitas Komunikasi Interpersonal (X8) adalah derajat dimana setelah individu mengadopsi ponsel, dia cenderung mempertahankan aktivitas komunikasi interpersonalnya. Berdasar batasan tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam kategori-kategori: (1) rendah, jika individu memutuskan hubungan komunikasi interpersonal, (2) sedang, jika individu mengurangi hubungan komunikasi interpersonal, dan (3) tinggi, jika individu tetap berhubungan melalui komunikasi interpersonal. 11. Tingkat Integrasi Individu (X9) adalah total skor dari jumlah kelompok

dan/atau organisasi yang aktivitasnya diikuti oleh individu dan “status” individu dalam kelompok dan/ atau organisasi tersebut. Keikutsertaan pada setiap kelompok diberi skor satu; sementara untuk status dalam kelompok/organisasi pemberian skornya berturut-turut: satu jika berstatus anggota, dua untuk pengurus namun bukan berstatus ketua dan tiga jika berstatus ketua. Berdasar hal tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam tiga kategori: (1) rendah, jika total skor keikutsertaan dan status individu dalam kelompok/organisasi kurang dari 3; (2) sedang, jika total skor keikutsertaan dan status individu dalam kelompok/ organisasi antara 3-6, dan (3) tinggi, jika total skor keikutsertaan dan status individu dalam kelompok lebih dari 6.

(37)

penjual/ jasa ponsel; dibedakan ke dalam kategori: (1) rendah, jika pertemuan individu dengan agen penjual/ jasa ponsel sebanyak kurang dari lima kali; (2) sedang, jika pertemuan individu dengan agen penjual/ jasa ponsel antara 5-10 kali; dan (3) tinggi, jika pertemuan individu dengan agen penjual/jasa ponsel lebih dari 10 kali.

13. Tingkat Pendidikan Formal (X11) adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti individu, dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika tamat dan/atau sedang SD/sederajat, (2) sedang, jika tamat dan/atau sedang SLTP/sederajat, dan (3) tinggi, jika tamat dan/atau sedang SLTA/ sederajat.

(38)

15. Tingkat Status Sosial Ekonomi (X14) adalah kumulatif dari faktor-faktor: status penguasaan lahan, pemilikan media elektronik dan pemilikan kendaraan bermotor. Merujuk pada Mugniesyah (2007), status penguasaan lahan dibedakan ke dalam: (1) stratum I adalah golongan rumahtangga yang tidak berlahan, (2) stratum II adalah golongan rumahtangga yang menguasai 0,1 - 0,7 ha lahan, (3) stratum III adalah golongan rumahtangga yang menguasai 0,7 - 1,5 ha lahan, dan (4) stratum IV adalah golongan rumahtangga yang menguasai lebih dari 1,5 ha lahan. Adapun skor yang diberikan berturut-turut satu sampai dengan empat untuk Stratum I, II, III, dan IV. Skor untuk pemilikan media elektronik sebesar satu sampai dengan empat untuk berturut-turut media radio, ponsel, TV berwarna, dan jaringan internet. Masing-masing diberi skor 1, 2, 3, 4. Pemilikan kendaraan bermotor dibedakan antara motor dan mobil. Skor masing-masing adalah 1 dan 2. Berdasar hal tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam tiga kriteria: (1) rendah, jika total skor yang diperoleh individu kurang dari 7, (2) sedang, jika total skor yang diperoleh individu antara 7– 10, dan (3) tinggi, jika total skor yang diperoleh individu lebih dari 10. 16. Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel (X16) adalah

(39)

BAB III

PENDEKATAN LAPANGAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Kemang yang berada di Kecamatan Bojongpicung Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di wilayah ini telah terdapat dua buah menara BTS dari Perusahaan XL dan Telkomsel. Selain itu, sebagaimana dikemukakan Mugniesyah (2007) desa ini merupakan desa lahan kering yang berlokasi di sekitar area hutan milik Perhutani dan mengembangkan sistem agroforestri, sehingga diduga pekerjaan warga masyarakat dan materi pesan yang dipertukarkan mereka melalui ponsel juga beragam. Dari hasil observasi diketahui dua BTS yang dibangun di desa ini terletak di dua kampung yang ada di Dusun I, karenanya kedua kampung tersebut menjadi representasi dua sub sistem sosial yang ada di desa Kemang. Pertimbangan lainnya adalah bahwa di dua kampung tersebut telah tersedia data sekunder mengenai profil rumahtangga yang dikumpulkan dalam periode 1998-2005, melalui kegiatan penelitian “Group 3: Socioeconomic Studies on Sustainable Development in Rural Indonesia”, suatu bagian dari penelitian “Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production“ yang merupakan penelitian kerjasama bernama “The JSPS-DGHE Core University Program in Applied Biosciences between the University of Tokyo and Bogor Agricultural

University (IPB)”.

(40)

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini tergolong penelitian penjelasan (explanatory research) yang menggunakan pendekatan kuantitatif, khususnya metode survei (Singarimbun dan Efendi 1989), yang ditujukan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini. Survei ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang profil rumahtangga dan difusi inovasi ponsel. Survei profil rumahtangga dilakukan untuk mengumpulkan aspek demografi sosial dan kepemilikan media komunikasi, termasuk ponsel. Mengingat penelitian ini dilakukan dalam waktu relatif singkat (hanya satu bulan), pengumpulan data profil rumahtangga dilakukan dengan berbasis pada data yang tercantum pada kuesioner Profil Rumahtangga yang sudah dikumpulkan oleh Mugniesyah dkk. pada tahun 2005 dalam penelitian tersebut di atas. Dengan demikian, dalam survei rumahtangga dilakukan

“penyesuaian data dalam profil rumahtangga”. Adapun survei tentang difusi

inovasi ponsel dilakukan dengan menggunakan kuesioner tertsruktur yang di dalamnya memuat sejumlah pertanyaan untuk mengukur semua variabel bebas (independent variables) dan variabel tidak bebas (dependent variables). Selain survei, juga dilakukan wawancara mendalam, khususnya untuk mengetahui pola-pola pemanfaatan ponsel di kalangan masyarakat desa serta untuk mengetahui permasalahan dan dampak yang terjadi sebagai akibat diintroduksikannya jaringan ponsel di desa penelitian.

Selain mengumpulkan data primer, dalam penelitian ini juga dilakukan pengumpulan data sekunder, khususnya data monografi desa (untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian), data berkenaan ketersediaan infrastruktur di desa, kebijakan pemerintah, sejumlah laporan, dan dokumen yang terkait dengan penelitian ini. Data berkenaan ketersediaan infrastruktur juga didapatkan melalui observasi selama di lapangan.

(41)

kebetulan, yaitu mereka yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai contoh bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data. Teknik ini biasanya dilakukan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana, sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. Pengambilan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi sejumlah rumahtangga dan menemui sejumlah orang yang sedang berkumpul di warung yang berdasar informan atau hasil observasi diantara mereka menggunakan ponsel. Setiap individu yang mengaku menggunakan ponsel langsung diwawancarai peneliti, karena dianggap sesuai dalam memberikan informasi terkait difusi inovasi ponsel. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pada beberapa rumahtangga, ditemukan lebih dari seorang individu yang menggunakan ponsel, sehingga dalam satu rumahtangga dimungkinkan ada beberapa orang yang menjadi responden. Dari proses tersebut, didapatkan sebanyak 75 orang responden dari 58 rumahtangga, yang terdiri dari 48 orang perempuan dan 27 orang laki-laki. Di Kampung Beber terdapat 42 orang responden dari 33 rumahtangga, sedangkan di Kampung Cikupa terdapat 33 orang responden dari 25 rumahtangga. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu dan sistem sosial. Unit analisis individu untuk mengukur tingkat keinovativan, sementara unit analisis sistem sosial digunakan untuk mengukur laju adopsi.

3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(42)

variabel-variabel bebas dan tidak bebas dalam penelitian ini menggunakan pengukuran dalam skala ordinal. Dalam interpretasi hasil uji statistik, digunakan interpretasi menurut Purnaningsih (2006), dimana jika hasil korelasi (rs) yaitu: (1) signifikansi α= 0,05, artinya mempengaruhi dan signifikan, (2) signifikansi α= 0,10, artinya cukup mempengaruhi dan cukup signifikan, (3) signifikansi α= 0,20 sampai α= 0,30, artinya kurang baik mempengaruhi dan tidak signifikan, dan (4) signifikansi α> 0,30, artinya tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak signifikan. Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada Pedoman Teknik Penulisan Laporan Studi Pustaka (Wahyuni forthcoming).

3.4 Kelemahan Penelitian

(43)

BAB IV

KEADAAN UMUM DESA KEMANG

4.1 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Desa

Desa Kemang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan sejumlah desa baik yang berada di Kabupaten Cianjur maupun Kabupaten Bandung. Terdapat dua desa di wilayah Kecamatan Bojongpicung, masing-masing satu desa yang berbatasan dengan desa ini di sebelah Utara dan Barat, yaitu Desa Sukaratu dan Desa Sukarama. Selainnya, Desa Cihea di Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur dan Desa Cibitung Kecamatan Rongga Kabupaten Bandung berbatasan dengan Desa Kemang, berturut-turut di sebelah Selatan dan Timur.

Lokasi desa ini berturut-turut dari sekitar 7 km dari ibukota kecamatan, 24 km dari ibukota kabupaten, dan 62 km dari ibukota propinsi Jawa Barat (Bandung) dengan kendaraan bermotor, akses ke ibukota kecamatan, kabupaten dan propinsi dapat ditempuh berturut-turut sekitar 1 jam, 3,8 jam dan 4 jam Adapun menurut Potensi Desa (2009), apabila ditempuh dengan berjalan kaki atau kendaraan non bermotor berturut-turut sekitar 3 jam, 6 jam menit dan 12 jam. Dalam hal topografinya, Desa Kemang berada di ketinggian antara 400-800 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan curah hujan sebesar 1945 mm per tahun dan jumlah bulan hujan sebanyak 6 bulan per tahun dengan suhu rata-rata harian sekitar 25C (Mugniesyah dan Mizuno (2003).

(44)

Cimenteng, Kopeng, Kemang, dan Cibuluh. Setiap dusun terdiri dari dua RW, yaitu RW 1 dan RW 2 di Dusun I, RW 3 dan RW 4 di Dusun II, serta RW 5 dan RW 6 di Dusun III. Adapun jumlah RT di tiga dusun tersebut berturut-turut sebanyak 12 RT, 11 RT, dan 10 RT.

Desa Kemang memiliki luas wilayah 2.499,21 hektar dengan distribusi penggunaan lahan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Distribusi Wilayah Desa Kemang menurut Penggunaannya Tahun 2009 Penggunaan Lahan Luas (ha) Persen (%)

Hutan 1250,00 50,02

Tegal/ladang 994,45 39,79

Sawah irigasi setengah teknis 82,78 3,31

Kebun 20,00 0,80

Sawah tadah hujan 11,33 0,45

Pekarangan 12,41 0,50

Pemukiman 88,51 3,54

Kuburan 10,02 0,40

Perkantoran 4,21 0,17

Lainnya 25,51 1,02

Total 2499,21 100,00

Sumber: Potensi Desa Kemang 2009

(45)

Terkait dengan pemanfaatan lahan sebagai perkantoran, diketahui dari hasil pengamatan bahwa di Desa Kemang terdapat beberapa bangunan, di antaranya kantor desa, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), yang akan dijelaskan lebih jelas pada sub bab sarana dan prasarana. Pada Tabel 3 di atas, dapat dilihat pula pemanfaatan lahan sebagai lainnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan lainnya adalah pemanfaatan lahan sebagai lapangan olahraga, menara BTS, tempat pembuangan sampah, dan daerah tangkapan air.

4.2 Keadaan Umum Penduduk

Data distribusi penduduk di Desa Kemang menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Distribusi Penduduk Desa Kemang menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009 (dalam persen)

Kelompok Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Total

0-4 2,51 2,69 5,20

5-9 7,54 7,71 15,25

10-14 7,33 6,67 14,00

15-19 8,05 7,45 15,51

20-24 4,73 4,45 9,18

25-29 2,38 2,53 4,91

30-34 3,56 3,73 7,29

35-39 2,53 2,62 5,14

40-44 1,89 1,64 3,53

45-49 2,16 2,33 4,49

50-54 1,38 1,76 3,14

55-59 1,76 2,13 3,89

60-64 1,58 1,67 3,25

65-69 1,22 1,51 2,73

70-74 0,91 1,04 1,95

75+ 0,31 0,24 0,55

Total (persen) 49,85 50,15 100,00

Total (jiwa) 2742 2759 5501

(46)

Jumlah penduduk Desa Kemang berdasarkan Potensi Desa Kemang Tahun 2009 sebanyak 5501 jiwa, mayoritasnya terdiri atas perempuan sebanyak 2759 jiwa (50,15 persen). Terdapat 1514 kepala keluarga (KK) di desa ini, sehingga rata-rata jumlah anggota per keluarga lebih rendah dari 4 orang. Kepadatan penduduk Desa Kemang sebesar 1417 jiwa/km.

Berdasar data pada Tabel 4, terhadap total penduduk Desa Kemang, diketahui bahwa mayoritas penduduk desa ini tergolong usia kerja (usia 15-60 tahun) yaitu 57,08 persen. Selanjutnya, dengan asumsi bahwa penduduk usia sekolah adalah mereka yang ada pada kelompok umur 5-19 tahun, maka mereka jumlahnya sekitar 44,76 persen dari total penduduk Desa Kemang. Adapun penduduk usia lanjut (kelompok umur 60-64 tahun dan di atasnya) sekitar 8,47 persen. Dalam hal penduduk usia kerja, diketahui bahwa persentase penduduk perempuan pada kelompok tersebut sekitar 28,63 persen atau sedikit lebih tinggi (0,18 persen) dibanding penduduk laki-laki. Begitu pula pada kelompok umur usia lanjut, persentase penduduk perempuan sedikit lebih tinggi sebesar 0,44 persen dibanding penduduk laki-laki. Yang menarik, khusus pada kelompok usia sekolah, diketahui bahwa persentase penduduk laki-laki lebih tinggi sekitar 1,09 persen dibanding persentase penduduk perempuan.

Distribusi penduduk Desa Kemang menurut tingkat pendidikan dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5 Distribusi Penduduk menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kemang Tahun 2009 (dalam persen)

Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan

Tamat SD/Sederajat 40,53 40,95 81,48

Tamat SMP/Sederajat 7,35 5,09 12,44

Tamat SMA/Sederajat 2,67 1,65 4,33

Tamat D1-D3/Sederajat 0,64 0,32 0,95 Tamat S1- S2/Sederajat 0,64 0,16 0,80

Total (persen) 51,83 48,17 100,00

Total (jiwa) 1629 1514 3143

(47)

Berdasar data pada Tabel 5, diketahui bahwa mayoritas warga masyarakat Desa Kemang, baik laki-laki maupun perempuan, terdiri atas mereka yang berpendidikan tamat Sekolah Dasar atau sederajat. Dominannya penduduk yang berpendidikan tamat SD tampaknya juga berhubungan dengan dilaksanakannya Program Wajib Belajar 9 tahun. Kecenderungan umum adalah bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin menurun persentase jumlah penduduk yang menikmatinya.

Hal yang menarik adalah hanya pada tingkat pendidikan dasar dimana persentase penduduk perempuan sedikit lebih tinggi (0,42 persen) dibanding laki-laki. Adapun pada jenjang pendidikan selanjutnya persentase mereka yang menikmati pendidikan cenderung lebih rendah dibanding laki-laki, yakni berturut-turut lebih rendah sekitar: 2,26 persen pada jenjang pendidikan SLTP, sekitar satu persen pada jenjang SLTA, dan berturut-turut sekitar 0,32 dan 3,66 persen pada jenjang pendidikan diploma dan perguruan tinggi. Secara umum, selain berhubungan dengan relatif dominannya penduduk desa yang tergolong miskin, kondisi tersebut tampaknya juga merefleksikan fenomena, dimana perempuan cenderung memasuki jenjang perkawinan setamatnya SD atau menjadi buruh migran. Selain itu, diduga juga kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anak perempuannya ke jenjang sekolah menengah dan pendidikan tinggi masih relatif rendah.

Matapencaharian pokok masyarakat Desa Kemang cukup beragam. Total penduduk yang bekerja adalah sebanyak 3781 orang atau 68,73 persen dari keseluruhan total penduduk Desa Kemang. Secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.

(48)

talun, sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan kompleks. Jenis buah-buahan merupakan komoditas utama dalam kebun talun masyarakat.

Tabel 6 Penduduk Desa Kemang menurut Matapencaharian Tahun 2009 (dalam jumlah dan persen)

Mata Penceharian Jumlah Persen

Petani 2481 65,62

Buruh tani 722 19,1

Pengusaha Kecil dan Menengah 127 3,36

Pedagang Keliling 112 2,96

Buruh Migran 110 2,91

Pengrajin/Industri Rumahtangga 97 2,57

Pembantu Rumahtangga 52 1,38

Pegawai Negeri Sipil 47 1,24

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 22 0,58

Dukun Kampung Terlatih 6 0,16

TNI/POLRI 3 0,08

Montir 2 0,05

Total 3781 100,00

Sumber: Potensi Desa Kemang 2009

(49)

Tabel 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Luas Kepemilikan Lahan di Desa Kemang Tahun 2009 (dalam jumlah dan persen)

Kriteria Luas Lahan Jumlah Persen Tidak memiliki (tuna kisma) 228 15,06

Memiliki kurang 1 ha 739 48,81

Memiliki 1,0-5,0 ha 394 26,02

Memiliki 5,0-10 ha 150 9,91

Memiliki lebih dari 10 ha 3 0,20

Total Pemilik Lahan 1514 100,00

Sumber: Potensi Desa Kemang 2009

Sebelumnya telah dikemukakan bahwa di Desa Kemang terdapat 1.514 kepala keluarga. Dengan demikian, data yang disajikan pada Tabel 7 bukanlah data kepemilikan lahan menurut individu penduduk, tetapi berbasis rumahtangga. Dengan merujuk pendapat Sayogyo (1990) tentang stratifikasi di kalangan masyarakat petani, sebagian besar masyarakat Desa Kemang (63,87 persen) tergolong lapisan bawah, karena rata-rata luas lahan yang mereka miliki seluas di bawah 0,5 hektar.

4.3 Kelembagaan

Kelembagaan di Desa Kemang terdiri dari kelembagaan formal dan informal. Kelembagaan formal terdiri dari Lembaga Pemerintahan (Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan Lembaga Kemasyarakatan Desa (kelompok PKK, Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), Karang Taruna, Posyandu, Koperasi dan Kelompok Tani).

Gambar

Gambar 2  Hubungan antara variabel pengaruh (independent variables) dengan variabel terpengaruh (dependent variables) dalam Difusi Inovasi Ponsel
Tabel 3  Distribusi Wilayah Desa Kemang menurut Penggunaannya Tahun 2009
Tabel 4  Distribusi  Penduduk Desa Kemang menurut Kelompok Umur dan Jenis
Tabel 6 Penduduk Desa Kemang menurut Matapencaharian Tahun 2009 (dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar 4.b menunjukkan bahwa ikan lele ( Clarias batrachus) pada perlakuan direndam hasil maksimum yaitu konsentrasi 1,5% batas ikan layak dikonsumsi pada jam ke-15 dengan

Dari hasil rapat dengan EO, desain rumah horti sudah ada dengan nuansa rumah sasak yang diisi komoditas hortikultura dibagian-bagian utama dan sekelilingnya.

Hasil hitungan dapat dilihat pada Gambar 6, gelombang mengalami pecah pada kedalaman 3,00 m dengan tinggi gelombang pecah 3,00 m, sedangkan di depan dermaga tinggi gelombang 1,85

Jika dilihat dari beberapa indikator kesejahteraan masyarakat yang telah dijelaskan tersebut menunjukkan bahwa keberadaan kegiatan UMKM yang ada di Kecamatan Balik

JK yang digunakan oleh umum lebih banyak tidak berfungsi dibandingkan de- ngan JK yang digunakan oleh keluarga, dengan perbedaan yang bermakna.. Hal de- mikian

4. Menyedia alat yang relevan, dan menentukan bagaimana mentadbirnya. Menentukan teknik menganalisis, mentafsir, merekod, dan melapor. Merangka tindakan susulan terhadap

Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab

dengan rata-rata jumlah cabang = 18.66, jumlah daun = 125, panjang sulur tanaman = 346.33 cm pada tanaman Mucuna bracteata di duga memperoleh pertumbuhan yang lebih cepat