• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN

9.2. Saran

Adanya pola pemanfaatan ponsel yang belum optimal dan adanya gejala adopsi berlebihan (over adoption) ponsel menunjukkan masih rendahnya pemanfaatan ponsel oleh masyarakat perdesaan, khususnya di Desa Kemang.. Oleh karena itu perlu adanya pemangku kepentingan (stakeholders) yang dapat memasilitasi warga untuk memanfaatkan ponsel secara lebih produktif, seperti Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur yang dapat memasilitasi warga untuk akses terhadap aplikasi ponsel yang menyediakan berbagai informasi terkait kegiatan produktif masyarakat Kemang dan meningkatkan pemanfaatan ponsel dalam jaringan yang lebih mapan, yakni sebagai bagian dari cyber extension bagi masyarakat petani.

Adanya adopter ponsel yang belum akses terhadap beragam fitur, misalnya internet, memungkinkan dilakukannya sosialisasi pemanfaatan fitur tersebut , terutama bagi para guru sekolah dan murid SLTP dan SMU yang dapat meningkatkan akses mereka terhadap ilmu pengetahuan.

Menyadari adanya keterbatasan waktu pelaksanaan penelitian (hanya sebulan) dan perlunya waktu untuk membina hubungan baik dengan subyek penelitian (rapport) yang menghambat terhadap penerapan metodologi penelitian terkait studi difusi inovasi ponsel ini, diperlukan suatu kebijakan Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, FEMA IPB yang memberi izin waktu penelitian yang sesuai dengan kebutuhan peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

[BAPPENAS] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. [Internet]. [dikutip 21 Januari 2011]. Dapat diunduh dari: http://www.scribd.com/doc/57733200/buku-i-20100205103521-0

[MENDAGRI] Menteri Dalam Negeri. 2009. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2007 tentang Daftar Isian Potensi Desa Kemang. Cianjur [ID]: MENDAGRI.

Agussabti. 2002. Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Adopsi Inovasi (Kasus Petani Sayuran di Propinsi Jawa Barat). [disertasi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 325 hal.

Efendi S, Singarimbun M. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta [ID]: LP3ES. 329 hal.

Haraito G, Hidayat SN. 2010 3 Des. Operator Tetap Andalkan Pelanggan Pra Bayar. [Internet]. [diunduh 7 Februari 2011]. Kontan. Industri: [tidak ada nomor halaman dan kolom]. Dapat diunduh dari: http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/53737/Operator-tetap-andalkan-

pelanggan-prabayar

Lubis DP. 2009. Pendahuluan. Dalam (?) Hubeis AVS, editor. Dasar-Dasar Komunikasi. Cetakan ke-1. Bogor [ID]: SKPM IPB Press. 381 hal.

Lutfiyah U. 2007. Persepsi dan Perilaku Remaja dalam Menggunakan Ponsel (Kasus: Remaja SMA Kornita Bogor). [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 53 hal.

Mugniesyah SSM. 2006. Materi Bahan Ajar Ilmu Penyuluhan. Bogor [ID]: Sains KPM IPB Press. 235 hal.

. 2007 . Access to Land in Sundanese Community: A Case Study of Upland Peasant Households in Kemang Village, West Java, Indonesia. Southeast Asian Studies. 44(44): 519-544

.2007. Sundanese Kinship: A Case in an Upland Peasant Community in Kemang Village, West Java, Indonesia . Paper presented at the Group III Workshop : Socio economic Studies on Sustainable Development in Rural Indonesia. A Cooperative Research on Harmonization Between Development and Environment in Biological Production between the University of Tokyo and and Bogor Agricultural University (IPB), Tokyo 11-12 Februari 2007. Tokyo [JP]:The JSPS-DGHE Core University Program.

Mugniesyah SSM 2009. Media Komunikasi dan Komunikasi Massa. Dalam Hubeis AVS, editor. Dasar-dasar Komunikasi Cetakan ke-1. Bogor [ID]: SKPM IPB Press. 381 hal.

Mugniesyah SS, Lubis DP. 1990. Studi Hubungan Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Supra Insus dengan Adopsi Supra Insus di Tingkat Petani dan Kelompok Tani (Studi Kasus di WKPP Tambakdahan dan WKPP Mariuk, KPP Binong Subang Jawa Barat). Bogor [ID]: Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian IPB.

Mugniesyah SSM, Mizuno K. 2003. Gender in Sustainability of Local Organizations and Institutions (A Case In Two Upland Village of West Java).

Hayashi Y, Manuwoto S, Hartono S, editor. Sustainable Agricultural in Rural Indonesia. Yogyakarta [ID]: Gadjah Mada University Press. 468 hal.

Mulyandari. 2006. Sikap dan Perilaku Mahasiswa terhadap Penggunaan Ponsel (Kasus: Mahasiswa Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor). [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 80 hal. Novarianto R. 1999. Adopsi Inovasi Teknologi TABELA bagi Petani Padi Sawah (Kasus Petani Padi Sawah di Kecamatan Tapa, Kabupaten Gorontalo, Sulawesi Utara). [tesis]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 97 hal.

Novita A. 2010 23 Okt. Bahaya Penggunaan Handphone. [Internet]. [diunduh 15 Februari 2011]. Kompasiana. Teknologi: [tidak ada nomor halaman dan kolom]. Dapat diunduh dari: http://teknologi.kompasiana.com/gadget/2010/10/23/bahaya- penggunaan-handphone/

Nugraha GK. 2010. Studi Difusi Inovasi System of Rice Intensification (SRI) di Kabupaten Tasikmalaya (Kasus di Dusun Muhara Desa Banjarsari Kecamatan Sukaresik Provinsi Jawa Barat). [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 82 hal.

Prayifto R. 2010. Sikap dan Perilaku Remaja Desa dalam Menggunakan Ponsel (Studi Kasus Remaja Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat). [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 107 hal. Purnaningsih N. 2006. Adopsi Inovasi Kemitraan Agribisnis Sayuran di Propinsi Jawa Barat.[disertasi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 240 hal.

Rangkuti PA. 2007. Jaringan Komunikasi Petani dalam Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian (Kasus Adopsi Inovasi Traktor Tangan di Desa Neglasari, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat). [tesis]. Bogor [ID] Institut Pertanian Bogor. 150 hal.

Rusli S. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Edisi Revisi. Jakarta [ID]: PT. Pusaka LP3ES. 173 hal.

Sadono D. 1999. Tingkat Adopsi Inovasi Pengendalian Hama Terpadu oleh Petani (Kasus di Kabupaten Karawang, Jawa Barat). [tesis]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 93 hal.

Sastramihardja H, Veronica A. 1976. Adopsi Panca Usaha Pertanian di Desa Babakan. Gunardi, editor. Kumpulan Bahan Bacaan Dasar-dasar Penyuluhan Pertanian. Bogor [ID]: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian IPB. 245 hal.

Soewardi H. 1972. Penyebaran Inovasi dari Lapisan Atas ke Lapisan Bawah. Sayogyo, Sayogyo P. Sosiologi Pedesaan: Kumpulan Bacaan Jilid 1. Yogyakarta [ID]: Gadjah Mada University Press. 205 hal.

Sugiyono 2004. Accidental Sampling. [Internet]. [diunduh 11 Agustus 2011].

Infoskripsi. Glossary: [tidak ada nomor halaman dan kolom]. Dapat diunduh dari: http://www.infoskripsi.com/component/option,com_glossary/Itemid,62/catid,24/f unc,view/term,accidental%20sampling/

Utaminingsih IA. 2006. Pengaruh Penggunaan Ponsel pada Remaja terhadap Interaksi Sosial Remaja (Kasus SMUN 68, Salemba Jakarta Pusat, DKI Jakarta). [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 90 hal.

Wahyuni ES. forthcoming. Pedoman Teknik Penulisan Laporan Studi Pustaka. Bogor [ID]: Sains KPM IPB Press. 49 hal.

Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Difusi Inovasi Telepon Seluler di Kalangan Masyarakat Perdesaan Tahun 2011

Kegiatan

Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

Keterangan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Pengumpulan Data di Lapangan

Pengolahan dan Analisis Data

Penulisan Draft Skripsi Konsultasi dan Perbaikan Skripsi

Uji Petik Ujian Skripsi Perbaikan dan Penggandaan Skripsi

Kabupaten Bandung

Lampiran 3. Adopter Inovasi Ponsel Menurut Kategori Kriteria dari Semua Variabel Pengaruh dan Variabel Terpengaruh

Variabel-variabel

Kategori (dalam persen) Parameter Statistik Rendah Sedang Tinggi Minimal Maksimal Rata-

rata

St. deviasi

Tingkat Keuntungan Relatif (X1) 12 60 28

Tingkat Kesesuaian (X2) 14 29 57

Tingkat Kerumitan (X3) 57 28 15

Tingkat Kemungkinan Dicoba (X4) 100

Tingkat Kemungkinan Diamati (X5) 19 33 48

Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Ponsel (X6) 1 60 39

Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel (X7) 33 40 27 Tingkat Ketaatan Individu terhadap Komunikasi Interpersonal

(X8) 20 69 11

Tingkat Integrasi Individu (X9) 81 16 3 2 8 3 2

Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual/Jasa Ponsel (X10) 75 12 13 0 30 5 5

Tingkat Pendidikan Formal (X11) 16 23 61

Pola Perilaku Komunikasi (X12) 31 48 21 3 28 15 6

Tingkat Status Sosial Ekonomi (X13) 57 19 24 4 12 8 2

Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel (X14) 13 77 10

Tingkat Keinovativan (Y1) 32 56 12 0 16 13 3

Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Rank Spearmen antara Variabel-variabel Pengaruh dengan Variabel Terpengaruh

Variabel-variabel

Difusi Inovasi Ponsel Tingkat Keinovativan

(Y1) Laju Adopsi (Y2)

rs sig rs sig

Karakteristik Inovasi Ponsel)

Tingkat Keuntungan Relatif (X1) 0,249 0,016* 0,162 0,082**

Tingkat Kesesuaian (X2) 0,049 0,339 -0,172 0,070**

Tingkat Kerumitan (X3) 0,040 0,367 0,045 0,351

Tingkat Kemungkinan Diamati (X5) 0,157 0,089** 0,289 0,006*

Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Ponsel

Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Ponsel (X6) 0,131 0,131*** 0,006 0,480

Saluran Komunikasi

Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel (X7) -0,067 0,284*** -0,003 0,489 Karakteristik Sistem Sosial

Tingkat Ketaatan Individu terhadap Komunikasi

Interpersonal (X8) -0,048 0,342 -0,196 0,046*

Tingkat Integrasi Individu (X9) 0,270 0,010* 0,022 0,426

Promosi oleh Agen Perubah Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual/Jasa Ponsel

(X10) 0,040 0,368 0,284 0,007*

Karakteristik Individu

Tingkat Pendidikan Formal (X11) 0,233 0,022* 0,188 0,054**

Pola Perilaku Komunikasi (X12) 0,194 0,048* -0,003 0,489

Tingkat Status Sosial Ekonomi (X13) 0,155 0,093** 0,227 0,025*

Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel (X14) 0,265 0,011* -0,081 0,244***

Keterangan: * Signifikansi α= 0,05 (mempengaruhi dan signifikan)

** Signifikansi α= 0,10 (cukup mempengaruhi dan cukup signifikan)

*** Signifikansi α= 0,20 sampai α= 0,30 (kurang baik mempengaruhi dan tidak signifikan) Signifikansi α> 0,30 (tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak signifikan)

ABSTRACT

LARAS SIRLY SAFITRI. DIFUSION OF INNOVATION MOBILE PHONE IN THE RURAL AREA (Case in Kemang Village, Bojongpicung Sub-district, Kabupaten Cianjur District, West Java Province). Supervised by SITI SUGIAH MUGNIESYAH.

By referring to the diffusion of innovation theory, this study found that the adoption rates of mobile phone among the adopters in the two hamlets are low; it is about 28 per cent and 17 per cent for Beber and Cikupa hamlets respectively. Although the mobile phone exposure of Kemang Village community started about 15 years ago, the majority of people in Kemang Village adopted the mobile phone since the Base Transceiver Stations (BTS) of XL and Telkomsel were constructed in this village, in 2008 and 2010 respectively.

The plot result of mobile phone adopter of the two hamlets was in S Curve shape. On the other hand, as not all the mobile phone adopters of the two hamlets were surveyed, the mobile phone adopters’ categories are not in normal distribution. It caused the plot of adopters categories is not in Bell-shaped curve. Therefore, the distribution of the mobile phone adopter categories did not support the theory of adopters’ category as stated by Rogers and Shoemaker (1971). However, this study supported another Rogers and Shoemaker’s generalization with regard to the fact that the individual characteristic of innovator category is higher than that of the other adopters’ categories. There are each four independent variables which significantly related to the rate of innovativeness as well as adoption rates at the significance level of 0.05. The independent variables which related to innovativeness rate were the level of relative advantage, the individual integration level, the formal educational level and the level of individual need toward the mobile phone innovation, while for the adoption rate were the level of observability, the interpersonal communication individual level, the meeting frequency, and the promotion of mobile phone agency/seller.

There were five of nine mobile phone use patterns which developed dominantly by the adopters in the two hamlets, especially phone call/text messages to: the nucleus family (22,67 per cent) peer group and the combination of peer group and business partner, and distance relatives (each 17,33 per cent), only distance relatives (16 per cent), as well as phone call/text messages to business partner only, and the combination of nucleus family and peer group (each 9,33 percent). It seems that this mobile phone use patterns caused the irrational over adoption of mobile pone is dominant, especially for those who used the mobile phone only for consumptive activities.

Key words: Mobile Phone Adoption Rate, Mobile phone innovativeness Rate, Mobile phone adopter category, mobile phone use pattern.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk pengembangan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta penguatan daya saing perekonomian. Adapun misi pembangunan nasionalnya diarahkan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman dan damai, serta meletakkan fondasi yang lebih kuat bagi Indonesia yang adil dan demokratis (BAPPENAS 2010).

Selanjutnya pemerintah menyatakan bahwa untuk mewujudkan misi pembangunan tersebut di atas diperlukan sarana dan prasarana, di antaranya adalah berupa jaringan komunikasi dan informatika, yang selain memungkinkan pertukaran informasi secara cepat (real time) menembus batas ruang dan waktu, juga berperan sangat penting, baik dalam proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi ekonomi. Bersamaan dengan itu, telekomunikasi juga dipandang sebagai elemen yang sangat penting dalam proses produksi dari sektor-sektor ekonomi, seperti perdagangan, industri, dan pertanian.

Upaya pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur jaringan komunikasi dan informatika serta telekomunikasi juga menjadi penting, karena sebagaimana dikemukakan Mugniesyah (2009) ada dua komitmen yang harus dipenuhi pemerintah Indonesia. Pertama, merespon United Nation Development Programme (UNDP) yang telah menetapkan bahwa akses penduduk terhadap teknologi yang berperan dalam proses difusi dan penciptaan menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia di sebuah negara. Kedua, pemerintah Indonesia tunduk pada komitmen untuk mencapai Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals atau MDGs), khususnya rumusan tujuan kedelapan, yaitu mengembangkan suatu kerja sama global untuk pembangunan; yang salah satu targetnya adalah bekerja sama dengan sektor swasta, guna memberikan manfaat teknologi baru, khususnya informasi dan

komunikasi bagi masyarakat luas. Terdapat tiga indikator dari target tersebut, yaitu (1) jaringan telepon dan subscriber seluler per 1000 orang, (2) komputer personal (personal computer atau PC) per 100 orang, dan (3) pengguna internet per 1000 orang.

Semakin berkembangnya infrastruktur telekomunikasi baik yang dilakukan pemerintah maupun swasta, disertai meningkatnya pendapatan pada warga masyarakat di lain pihak, telah berdampak pada meluasnya jaringan telepon seluler (selanjutnya ditulis ponsel) sekaligus meningkatnya pengguna ponsel. Hasil studi lembaga penelitian ROA (Research On Asia) Group menyatakan bahwa pengguna ponsel di Indonesia tercatat sebanyak 68 juta pada akhir tahun 2006. Kondisi ini menjadikan Indonesia akan menempati peringkat ketiga pasar ponsel terbesar di Asia setelah Cina dan India (Novita 2010). Selanjutnya, data lembaga riset Wireless Intelligence Global Comms, menunjukkan bahwa sampai dengan kuartal I-2010 lalu total konsumen ponsel mencapai 171 juta pelanggan, atau 72,3 persen terhadap total penduduk Indonesia yang tersebar di perkotaan dan perdesaan (Haraito dan Hidayat 2010). Dengan demikian, ponsel menjadi inovasi bagi masyarakat perdesaan.

Penduduk di perdesaan Indonesia umumnya dominan terdiri atas rumahtangga pertanian. Menurut Badan Pusat Statistik, terdapat 25,4 juta rumahtangga pertanian di perdesaan Indonesia pada tahun 2003, yang terdiri dari 54,9 persen di Jawa dan 45,1 persen di luar Jawa. Sebagaimana diketahui, sejak diintroduksikannya Revolusi Hijau, inovasi yang diintroduksikan kepada masyarakat petani umumnya berupa teknologi pertanian, baik berupa teknologi produksi maupun pasca panen beragam komoditi. Teknologi pertanian sebagai inovasi dipandang mampu meningkatkan produktivitas usahatani, yang pada gilirannya diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam konteks tersebut, sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah (2006), Rogers dan Shoemaker (1971) serta Rogers (1995) mengembangkan konsep difusi inovasi, yang diartikan sebagai proses melalui mana suatu inovasi dikomunikasikan kepada anggota- anggota sistem sosial melalui saluran-saluran komunikasi tertentu dalam suatu periode waktu tertentu. Berdasar definisi tersebut, difusi inovasi mencakup empat unsur penting: inovasi, saluran komunikasi, sistem sosial, dan waktu. Selanjutnya,

kedua ahli menyatakan bahwa waktu tersebut eksis dalam proses difusi khususnya pada tiga aspek, yaitu: (1) proses keputusan inovasi, dimana individu melangsungkan proses dari tahap pengenalan suatu inovasi sampai kepada menolak atau menerima inovasi, (2) keinovativan individu atau unit pengambilan keputusan inovasi lainnya -yang diartikan sebagai keterdinian atau keterlambatan relatif di mana suatu inovasi diadopsi- dibandingkan dengan anggota sistem sosial lainnya, dan (3) laju adopsi inovasi dalam suatu sistem sosial.

Telah ada sejumlah penelitian berkenaan difusi inovasi pertanian di Indonesia, namun demikian, sebagian besar peneliti lebih memfokuskan pada aspek yang pertama, yakni proses keputusan inovasi. Hal tersebut sebagaimana dijumpai pada beberapa penelitian, dintaranya adalah: (a) Studi Hubungan Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Supra Insus dengan Adopsi Supra Insus di Tingkat Petani dan Kelompok Tani (Mugniesyah dan Lubis 1990), (b) “Adopsi Inovasi Teknologi Tabela bagi Petani Padi Sawah” (Novarianto 1999), (c)

“Tingkat Adopsi Inovasi Pengendalian Hama Terpadu oleh Petani” di Kabupaten

Karawang (Sadono 1999), (d) “Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Adopsi Inovasi” (Agussabti 2002), dan (e) ”Jaringan Komunikasi Petani dalam Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian” (Rangkuti 2007).

Meskipun sejumlah penelitian tersebut di atas merujuk pada Teori Pengambilan Keputusan Inovasi dari Rogers dan Shoemaker (1971), kecuali penelitian Mugniesyah dan Lubis, penelitian selainnya hanya berfokus pada adopsi inovasi pada tingkat individu petani, tidak mempertimbangkan aspek sistem sosial dimana inovasi tersebut diintroduksikan; sementara penelitian mengenai aspek difusi inovasi lainnya, yakni laju difusi dan kategori adopter, belum banyak dilakukan. Hal ini setidaknya, setelah penelitian rintisan yang dilakukan Soewardi (1972) dalam Sajogyo dan Sajogyo (1982) dan Sastramihardja dan Veronica (1976) baru dijumpai adanya studi laju adopsi, sebagaimana dilakukan oleh Nugraha (2010) dalam studinya yang berjudul “Studi Difusi Inovasi System of Rice Intensification (SRI) di Kabupaten Tasikmalaya”.

Berdasar penjelasan di atas, sejumlah penelitian tentang adopsi dan difusi inovasi, hampir semuanya berkenaan dengan inovasi teknologi pertanian. Di pihak

lain, meskipun telah ada sejumlah studi berkenaan ponsel, namun belum menggunakan teori difusi inovasi, karena fokusnya lebih kepada aspek sikap dan perilaku individu dalam penggunaan ponsel; sebagaimana dijumpai pada sejumlah studi, di antaranya pada penelitian: (a) “Pengaruh Penggunaan Ponsel pada Remaja terhadap Interaksi Sosial Remaja” (Utaminingsih 2006), (b) “Sikap dan Perilaku Mahasiswa terhadap Penggunaan Ponsel” (Mulyandari 2006), (c)

“Persepsi dan Perilaku Remaja dalam Menggunakan Ponsel” (Lutfiyah 2007), dan

(d) “Sikap dan Perilaku Remaja Desa dalam Menggunakan Ponsel” (Prayifto

2010). Meningkatnya pengguna ponsel di kalangan masyarakat perdesaan mencerminkan adanya penerimaan anggota masyarakat akan pentingnya ponsel sebagai bagian dari perilaku komunikasi mereka. Kondisi tersebut menjadi menarik untuk diteliti, mengingat hampir semua penelitian tersebut di atas berfokus pada inovasi pertanian yang bersumber dari pemerintah, sementara ponsel bersumber dari pihak pengusaha yang diadopsi oleh individu tanpa ada campur tangan langsung pemerintah. Di pihak lain, para ahli dan peneliti terdahulu mengemukakan bahwa masyarakat perdesaan pada umumnya, dicirikan oleh pola komunikasi lokalit, dimana komunikasi interpersonal dominan berperan sebagai media sekaligus sumber informasi bagi mereka. Sehubungan dengan itu, penelitian difusi inovasi dan pola pemanfaatan ponsel di kalangan masyarakat perdesaan menjadi penting.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Merespon ajakan pemerintah terhadap pihak swasta untuk membangun infrastruktur telekomunikasi guna meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi yang mereka butuhkan, pihak Perusahaan Telekomunikasi XL dan Telkomsel telah membangun masing-masing satu menara Base Transceiver Stations (BTS) di Desa Kemang Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, berturut-turut pada tahun 2008 dan 2010. Sebagaimana dikemukakan Mugniesyah (2007), Desa Kemang tergolong desa yang terisolir, karena letaknya ada di sekitar wilayah hutan, baik itu hutan lindung maupun hutan produksi milik Perhutani. Kehadiran dua menara BTS ini telah mendorong warga Desa Kemang untuk memiliki ponsel sesuai dengan motivasinya masing-masing. Merujuk pendapat

Rogers dan Shoemaker (1971), khususnya pada dua aspek dalam difusi inovasi, bagaimanakah laju adopsi inovasi ponsel dan pola kategori adopter ponsel di kalangan masyarakat Desa Kemang?

Berdasar pada paradigma laju adopsi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat sejumlah variabel dari lima faktor yang dianggap mempengaruhi laju adopsi, yaitu: pendapat individu terhadap karakteristik inovasi, saluran komunikasi, tipe pengambilan keputusan inovasi, karakteristik sistem sosial, dan promosi oleh agen promosi. Sehubungan dengan itu, variabel-variabel apa sajakah (dari kelima faktor tersebut) yang mempengaruhi laju adopsi inovasi ponsel di masyarakat Desa Kemang?

Sebagaimana dikemukakan Rogers dan Shoemaker, laju difusi inovasi diukur oleh jumlah orang yang mengadopsi inovasi sejak inovasi tersebut diintroduksikan sampai pada suatu periode tertentu. Cepat lambatnya laju adopsi tersebut berhubungan dengan keinovativan (innovativeness), yakni derajat dimana seorang individu akan mengadopsi inovasi lebih dini dibanding anggota sistem sosial lainnya. Berdasar tingkat keinovativan tersebut, kedua ahli merumuskan sebaran kategori adopter ke dalam lima kategori: inovator, penganut dini, penganut awal terbanyak, penganut lambat terbanyak, dan kaum kolot, masing- masing memiliki karakteristik sosial-ekonomi, perilaku komunikasi dan pribadi tertentu. Adakah sebaran kategori adopter yang terjadi di Desa Kemang mengikuti pola sebaran sebagaimana dikemukakan Rogers dan Shoemaker? Bagaimanakah karakteristik kelima kategori adopter ponsel di Desa Kemang tersebut?

Sebagaimana dikutip Mugniesyah (2006), Rogers dan Shoemaker (1971) juga mengemukakan konsep adopsi berlebihan (over adoption) yang diartikan sebagai individu yang mengadopsi suatu inovasi padahal seharusnya ia menolaknya, atau sebaliknya. Sehubungan dengan itu, apakah gejala adopsi berlebihan ponsel terjadi di masyarakat Desa Kemang?

Mengingat bahwa masyarakat perdesaan, khususnya masyarakat petani dominan dicirikan oleh pola komunikasi lokalit -dimana komunikasi interpersonal dominan berperan sebagai media sekaligus sumber informasi bagi mereka- maka komunikasi melalui media ponsel menjadi suatu hal yang baru. Sehubungan

dengan hal tersebut, bagaimanakah pola pemanfaatan ponsel menurut karakteristik kategori adopter yang ada di masyarakat Desa Kemang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasar perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini terutama untuk mengetahui:

1. Laju adopsi inovasi ponsel pada warga masyarakat di Desa Kemang, sejak pertama ponsel tersebut masuk di desa ini sampai dengan penelitian dilaksanakan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2. Tingkat keinovativan dan karakteristik adopter ponsel serta hubungannya dengan pola sebaran kategori adopter ponsel pada warga masyarakat Desa Kemang.

3. Pola pemanfaatan ponsel menurut karakteristik kategori adopter yang ada di masyarakat Desa Kemang.

Ada tidaknya fenomena adopsi berlebihan (over adoption) ponsel di kalangan masyarakat Desa Kemang.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini memberikan pengalaman dalam menerapkan sejumlah konsep dan teori berkenaan proses difusi inovasi untuk menganalisis fenomena meningkatnya penggunaan media komunikasi ponsel pada masyarakat perdesaan.

2. Bagi Pemda Tingkat II Cianjur, khususnya Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat menjadi masukan bagi pemanfaatan ponsel sebagai media penyuluhan pertanian dan pengembangan cyber extension di perdesaan.

3. Bagi pihak lain, khususnya para peneliti di bidang riset difusi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan informasi awal bagi studi difusi inovasi ponsel di berbagai wilayah perdesaan lainnya, sehingga diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan komunikasi pembangunan pertanian di Indonesia.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Difusi Inovasi

Sejumlah konsep dan teori mengenai difusi inovasi yang dirujuk dari Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) yang dikemukakan dalam sub- bab ini dikutip dari Mugniesyah (2006). Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) mendefinisikan difusi inovasi sebagai suatu proses melalui mana inovasi dikomunikasikan kepada anggota-anggota sistem sosial melalui saluran- saluran tertentu dalam suatu periode waktu tertentu. Hasil empiris menunjukkan bahwa adopsi terhadap teknologi baru tidak terjadi serempak, karena seseorang

Dokumen terkait