• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Ekstraksi Kulit Manggis

1. Proses Ekstraksi

Ekstraksi adalah istilah yang digunakan untuk setiap proses dimana komponen-komponen (zat) dalam suatu bahan berpindah ke dalam cairan lain (pelarut). Pada penelitian ini, ekstraksi adalah tahapan awal yang dilakukan untuk memperoleh kandungan xanthone yang terdapat pada kulit buah manggis (Garcinia mangostana L). Proses ekstraksi kulit manggis dapat berjalan dengan baik apabila menggunakan pelarut yang sesuai dimana pelarut dapat secara selektif melarutkan komponen xanthone dari kulit manggis dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan pelarut lain. Ethanol adalah pelarut yang dipilih untuk digunakan dalam proses ekstraksi xanthone. Hal ini didasarkan atas sifat dari pelarut ethanol yang masih tergolong ke dalam pelarut organik namun relatif lebih aman dibandingkan dengan pelarut lain apabila digunakan dalam bahan pangan. Penggunaan ethanol sebagai pelarut selain dapat mengekstrak senyawa xanthone, diharapkan dengan penggunaan pelarut ethanol juga dapat mengurangi tingkat kepahitan yang berasal dari senyawa tanin pada kulit manggis.

Proses ekstraksi mula-mula diawali dengan pencucian buah manggis. Pencucian dimaksudkan agar kulit manggis terbebas dari segala kotoran yang melekat seperti tanah, debu atau sisa pestisida. Buah manggis yang telah bersih kemudian dipisahkan antara kulit dengan daging buah. Penggunaan kulit manggis dikarenakan bagian ini memiliki kandungan xanthone 27 kali lebih banyak dibandingkan pada daging buahnya. Kulit manggis yang telah terpisah kemudian mengalami proses pemisahan kembali antara bagian kulit lunak dan kulit keras (kulit terluar). Pemisahan dilakukan karena penggunaan

kulit manggis bagian luar akan membuat rasa dari sirup xanthone menjadi semakin pahit. Rasa pahit yang ada disebabkan oleh adanya kandungan senyawa tanin dimana senyawa ini relatif lebih banyak pada bagian kulit luar. Selain rasa yang menjadi pahit, penggunaan kulit manggis bagian luar juga dapat membuat warna atau tampilan dari sirup akan menjadi lebih keruh. Oleh karena itu, penggunaan kulit bagian luar manggis sangat dihindarkan. Kulit bagian lunak yang telah diperoleh selanjutnya mengalami proses penghancuran. Penghancuran dimaksudkan untuk memperkecil ukuran dari bahan sehingga dapat mempercepat pelarutan komponen xanthone dan meningkatkan rendemen ekstraksi.

Diketahui bahwa semakin kecil ukuran bahan maka luas permukaan bahan yang melakukan kontak dengan pelarut akan semakin besar. Ukuran partikel kulit manggis yang kecil akan meningkatkan kelarutan bahan dalam pelarut sehingga kadar xanthone juga akan meningkat. Selain itu, waktu yang diperlukan komponen untuk keluar dari bahan menjadi lebih singkat dan proses ekstraksi berlangsung lebih cepat. Setelah proses penghancuran maka proses ekstraksi dapat dilakukan dengan mencampurkan bahan dengan pelarut pada pebandingan 1:4 (b/v). Perbandingan ini didasarkan atas penelitian yang dilakukan oleh Pradipta et al. (2008) tentang isolasi dan identifikasi senyawa xanthone dari kulit buah manggis (Garcinia mangostana, L.).

Pelarut yang digunakan saat proses ekstraksi adalah campuran antara pelarut ethanol 70% dan air. Penggunaan ethanol dengan konsentrasi 70% didasarkan atas keefektifan terhadap xanthone yang dapat terekstrak, karena semakin tinggi konsentrasi ethanol maka senyawa xanthone yang terekstrak akan semakin tinggi namun kemungkinan ethanol yang tersisa pada sirup juga akan semakin besar. Berdasarkan hal ini maka ethanol 70% dirasa memiliki konsentrasi yang sesuai yaitu tidak cukup tinggi namun tidak juga rendah sehingga diharapkan dapat menghasilkan kadar xanthone yang tinggi namun tidak meninggalkan sisa ethanol pada sirup yang dihasilkan. Begitu pula dengan digunakannya campuran air sebagai pelarut karena penggunaan pelarut ethanol tanpa pencampuran air dikhawatirkan akan sulit menguapkan

ethanol yang terkandung dalam ekstrak kulit manggis sehingga dapat meninggalkan residu ketika ekstrak kulit manggis diaplikasikan ke dalam bentuk sirup. Sirup yang masih terdapat kandungan ethanol dalam jumlah tinggi dapat membuat produk memiliki cita rasa yang tidak enak dan dianggap tidak halal. Oleh karena itu, untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan campuran pelarut ethanol dan air terhadap kandungan senyawa aktif pada kulit manggis dan hasil aplikasinya pada produk sirup penelitian ini dibagi menjadi 3 perlakuan.

Perlakuan pertama adalah perlakuan dengan ekstraksi menggunakan perbandingan 1:2 (ethanol:air), perlakuan kedua menggunakan perbandingan 1:3 (ethanol:air), dan perlakuan ketiga menggunakan perbandingan 1:4 (ethanol:air). Penggunaan perbandingan ethanol-air didasarkan atas prinsip ekstraksi dan sifat dari senyawa xanthone dimana semakin banyak penggunaan pelarut ethanol maka senyawa yang terekstrak akan semakin besar karena kelarutan xanthone hanya pada pelarut organik. Berdasarkan hal ini maka dapat diasumsikan bahwa penggunaan ethanol yang lebih besar dari 1:2 maka xanthone yang akan terekstrak semakin besar namun kandungan ethanol yang mungkin akan tersisa juga besar, sedangkan penggunaan ethanol 70% dan air yang lebih kecil dari perbandingan 1:3 maka xanthone yang terekstrak akan semakin kecil pula dan ini tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlakuan penggunaan campuran pelarut ethanol 70% dan air yang dipilih adalah 1:2, 1:3, dan 1:4.

Teknik ekstraksi diketahui memiliki beberapa cara seperti perkolasi, maserasi, soklet, refluks, dan kromatografi, namun pada penelitian ini cara ekstraksi yang dilakukan adalah dengan metode maserasi. Maserasi adalah teknik yang digunakan untuk mengekstrak suatu senyawa yang diinginkan dalam suatu bahan dengan cara merendam bahan dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan. Proses maserasi pada ekstraksi kulit manggis dilakukan selama 24 jam dan dalam suhu kamar. Waktu perendaman yang cukup lama dimaksudkan agar komponen senyawa xanthone yang akan terekstrak dapat maksimal. Diketahui bahwa menurut Bombardelli (1991), lama ekstraksi akan menentukan jumlah komponen yang dapat diekstrak dari bahan. Lama

ekstraksi berhubungan dengan waktu kontak antara bahan dan pelarut. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan untuk bersentuhan antara bahan dan pelarut semakin besar sehingga kelarutan komponen xanthone dalam larutan akan meningkat. Kulit manggis yang telah mengalami perendaman kemudian mengalami proses pemisahan. Pemisahan adalah tahapan akhir yang dilakukan pada proses ekstraksi yang bertujuan untuk mendapatkan senyawa xanthone pada ekstrak kulit manggis. Hasil ekstraksi kulit manggis dapat dilihat pada Gambar 4.

Dokumen terkait