• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Proses Fisiologis RTH Kota Bogor

2.3.1 Proses Fotosintesis

Dalam Daniel et al. (1987) fotosintesis adalah proses produksi

matahari menjadi energi kimia. Fotosintesis sering dikatakan sebagai proses kimia satu-satunya di bumi yang sangat penting berdasarkan beberapa alasan; makanan manusia dan seluruh binatang (heterotrof) tergantung langsung atau tidak langsung pada tumbuhan (autotrof); stabilitas konsentrasi oksigen dan karbon dioksida atmosfir tergantung pada proses fotosintesis di lautan dan daratan; selain itu kita mengambil keuntungan dari simpanan energi fotosintesis pada abad geologis masa lalu bila menggunakan gas alam, minyak bumi dan batu bara sebagai sumber bahan bakar. Sebagai tambahan, kita memakai serat kayu (satu diantara sedikit sumber daya alam yang dapat diperbarui) untuk berbagai kebutuhan dan kita tentu saja harus menyadari bahwa fotosintesis merupakan landasan penting untuk kehidupan manusia di bumi.

Fotosintesis adalah proses sangat kompleks yang terdiri dari serangkaian reaksi yang menghasilkan bahan organik dari zat-zat anorganik. Karbon dioksida diambil dari udara dan oksigen yang bervolume sama dikembalikan. Pada hakekatnya, proses tersebut dapat dilukiskan sebagai penyerapan energi cahaya oleh kloroplas, pembelahan (fotolisis) air menjadi ion hidrogen dan gas oksigen, dan penggunaan ion hidrogen untuk mereduksi karbon dioksida menjadi gula.

Dasar proses tersebut terdiri dari tiga macam reaksi yaitu:

a. Reaksi fisik: karbon dioksida ditransfer dari atmosfir kedalam daun untuk dilarutkan dalam air. Resistensi total transfer ini adalah salah satu dari faktor-faktor pembatas terpenting dalam proses tersebut.

b. Reaksi fotokimia: 2 sampai 4 persen radiasi yang diterima digunakan untuk fotosintesis, dengan panjang gelombang yang paling aktif adalah bagian merah dan biru spektrum warna. Energi diserap oleh klorofil a dan b (dan beberapa pigmen pembantu) dan dipompa oleh unit molekul klorofil besar

menjadi ikatan fosfat berenergi tinggi dalam molekul adenosine triphosphat

(ATP).

c. Reaksi kimia dan enzim: ini adalah urutan banyak tahapan reaksi antara dari

produk stabil pertama, phosphoglyceric acid (PGA), menjadi gula yang

Baru-baru ini tumbuhan dikelompokkan menjadi dua kelas, yaitu tumbuhan C3 dan tumbuhan C4, tergantung pada apakah tumbuhan tersebut mengikat karbon menjadi produk berkarbon 3 (seperti dalam siklus Calvin)

atau apakah CO2 diikat menjadi gula melalui asam dikarboksilat berkarbon 4.

Kedua kelompok ini dapat dipisahkan berdasarkan pada kecepatan fotosintesis, atas dasar kriteria anatomis dan fisiologis dan lingkungan tempat tumbuhnya. Tumbuhan berkemampuan fotosintesis tinggi (tipe C4), seperti jagung, sorgum, tebu, dan beberapa tumbuhan dikotiledon, bisa mempunyai 2 sampai 3 kali produksi primer lebih besar daripada tumbuhan berkemampuan fotosintesis rendah (sebagian besar genus meliputi pohon). Tumbuhan C4 mempunyai tingkat fotosintesis tinggi 50 sampai 80 mg CO2 dm2/ jam, titik

kompensasi CO2 rendah 0 sampai 10 ppm, dan tanpa fotorespirasi, kurang

membutuhkan air dan tumbuh pada lingkungan keras seperti daerah tropika, tempat yang kering, pegunungan, dan muara sungai (Hatch dkk., 1971; Black, 1971). Dickman (1973) menyelidiki 14 konifer, 16 klon Populus, dan 30 jenis daun lebar dan menemukan bahwa semuanya termasuk tipe tumbuhan C3, yang dicirikan oleh tingkat fotosintesis yang relatif rendah 10 sampai 35 mg CO2 dm2/ jam, titik kompensasi CO2 lebih tinggi antara 30 dan 70 ppm, dan

respirasi yang dirangsang oleh cahaya.Titik kompensasi CO2 dimana pada saat

penyerapan CO2 oleh tanaman pada proses fotosintesis sama dengan CO2 yang

dikeluarkan pada saat proses respirasi. Fotosintesis dalam Pohon

Dalam mempelajari karakteristik fotosintesis pohon dan kemampuan relatif produksi karbohidratnya, kita perlu mengingat bahwa berlawanan dengan tanaman pertanian; beberapa hal yang mempengaruhi proses fotosintesis :

1. Perilaku stomata, stomata adalah pori-pori kecil pada epidermis daun yang merupakan tempat difusi sejumlah air dan gas. Stomata ini penting karena membuka dan menutupnya, menentukan resistensi penyerapan karbon dioksida dan sudah barang tentu produksi karbohidrat, juga jumlah air yang hilang dalam transpirasi. Karena itu, gerakan stomata mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesuksesan relatif perkembangan tumbuhan. Jumlah

stomata sangat banyak. Pada daun lebar stomata hanya terdapat pada epidermis

bawah, dan meskipun jumlahnya berkisar antara 11.000 sampai 100.000 / cm2,

jumlah stomata tersebut hanya membentuk sekitar 1 persen luas permukaan daun (Kramer dan Kozlowski, 1960). Pada konifer, stomata tersusun pada

semua sisi daun jarum dan bisa berjumlah sampai 5000 / cm2 (Waggoner dan

Turner, 1971). Daun-daun terbuka yaitu yang tumbuh pada bagian tajuk pohon yang terkena sinar, mempunyai jumlah stomata beberapa kali lebih banyak per unit luas daun daripada daun-daun ternaung pada pohon yang sama. Mekanisme pembukaan stomata masih belum diketahui dengan sempurna,

tetapi konsentrasi CO2, intensitas cahaya, potensi larutan, pengeluaran ion

hidrogen, dan aliran ion kalium tampak semuanya penting (Zelitch, 1969). Lama pembukaan dan penutupan stomata sebagian bergantung pada toleransi jenis dan kondisi cahaya yang diterima oleh pohon.

2. Variasi fotosintesis neto dalam pohon. Tajuk pohon adalah struktur kompleks yang terdiri dari daun-daun dengan berbagai umur pada berbagai posisi dalam tajuk. Variasi posisi ini mempunyai sifat lingkungan yang sangat berbeda, maka ekspresi kemampuan fotosintesis harus memperhitungkan variasi besar yang terjadi dalam pohon. Setiap daun berfotosintesis pada kecepatan yang mencerminkan kondisi fisiologis tertentu dan lingkungan mikro. Dalam mempelajari fotosintesis pohon-pohon komponen utama RTH, kita perlu menentukan perbedaan yang terjadi dalam pohon, yang disebabkan oleh umur daun dan posisi pada tajuk, perbedaan antar pohon, yang membedakan daun lebar dan konifer, jenis, dan genotip. Dalam membahas fotosintesis pohon, kita biasanya berhubungan dengan fotosintesis neto. Ini didefinisikan sebagai perbedaan antara tingkat fotosintesis bruto dan tingkat respirasi yang terjadi. Fotosintesis neto terjadi bila pengambilan CO2

dalam fotosintesis melebihi jumlah CO2 yang dikeluarkan dalam proses

respirasi yang bersamaan.

3. Umur daun. Efisiensi fotosintesis berbeda antara daun yang umurnya berbeda terutama karena adanya pengaruh kecepatan respirasi yang berbeda. Jumlah asimilat yang digunakan dalam respirasi daun secara normal adalah 5 sampai 10 persen produksi fotosintesis bruto, tetapi daun muda dan daun tua

telah ditemukan mempunyai tingkat respirasi yang banyak melebihi jumlah tersebut (Huber dan Rusch, 1961).

4. Posisi pohon. Karena perbedaan sifat umur daun dan lingkungan dalam kanopi hutan, ukuran fotosintesis neto pohon bervariasi, tergantung pada posisi fotosintesis yang dimonitor pada pohon tersebut. Karena itu pada kondisi tegakan, berkas tajuk terbawah yang menerima cahaya relatif sedikit memberikan kontribusi sedikit terhadap produksi fotosintesis neto. Biasanya, daun paling produktif adalah daun yang sebagian dalam kondisi ternaung di tajuk bagian atas (Woodman, 1971). Hal ini mungkin benar pula untuk pohon setengah toleran lain. Penemuan ini sama dengan laporan Hodges (1967) yang menunjukkan bahwa pohon konifer Pasifik Barat Daya berfotosintesis terbaik pada bagian yang ternaung sebagian di pinggir pembukaan hutan. Kesamaan keunggulan ketahanan hidup dan pertumbuhan suatu campuran jenis konifer yang dipermudah secara alam

5. Perbedaan fotosintesis neto antara kelas tajuk. Perbedaan efisiensi fotosintesis di antara pohon-pohon yang dominan, kodominan dan tertekan relatif kecil jika dibandingkan antara daun-daun yang sama-sama terbuka dan dinyatakan dengan efisiensi per unit luas permukaan daun. Perbedaan besar antara kelas tajuk diperoleh jika dievaluasi efisiensi relatif daun terbuka dan daun ternaung dan ketika diamati perbedaan besar lingkungan yang secara normal mempengaruhi berbagai kelas tajuk. Yang khususnya penting adalah gradien intensitas cahaya dan konsentrasi karbon dioksida dalam kanopi pohon, Di dalam dan di bawah kanopi yang rapat, intensitas cahaya sangat kurang daripada yang diterima oleh pohon dominan kecuali terobosan bercak-bercak cahaya. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi kemampuan pohon dalam melakukan fotosintesis, atau jumlah total karbohidrat yang diproduksi oleh pohon selama suatu periode, daripada dengan kecepatan relatif atau efisiensi pada level lingkungan tertentu.

Faktor utama yang menyebabkan perbedaan kemampuan fotosintesis pohon yang mempunyai perbedaan kelas tajuk dan jenis adalah perbedaan besar yang biasa ditemukan pada luas daun. Jika kita bermaksud mempengaruhi produktivitas individu pohon, akan lebih cepat berhasil bila

mempengaruhi luas daun. Jumlah daun tegakan biasanya dinyatakan dengan istilah indeks luas daun (leaf area index = LAI), yaitu jumlah luas permukaan daun pada kanopi vegetatif di atas areal tanah di bawahnya, yang dinyatakan sebagai proporsi permukaan daun terhadap areal tanah di bawahnya. Rasio tersebut pada hutan secara normal antara 3 dan 6. Hubungan antara kemampuan fotosintesis dan luas daun sangat penting karena kita dapat mengontrol luas daun individu pohon melalui penjarangan atau pemangkasan cabang. Maka dari itu kemampuan pertumbuhan total individu pohon dapat dinaikkan atau diturunkan melalui pengaturan jarak tanamnya sehingga menghasilkan tajuk yang lebih besar atau kecil.

Pengaruh Lingkungan terhadap Fotosintesis

Kesempatan fotosintesis dipengaruhi oleh faktor tanaman dan lingkungan antara lain :

1. Cahaya. Cahaya langsung berpengaruh pada pertumbuhan pohon melalui intensitas, jumlah dan lama penyinaran. Di antara karakteristik ini, intensitas cahaya barangkali paling penting bagi kita karena paling siap untuk dimanipulasi. Jika tumbuhan terbuka terhadap intensitas cahaya secara berangsur dari kegelapan ke cahaya matahari penuh, biasanya ditemukan bahwa hasil positif fotosintesis neto tidak diperoleh sampai pada nilai ambang intensitas cahaya minimal tertentu dilampaui. Titik kompensasi cahaya ini

adalah intensitas cahaya bila jumlah CO2 terambil dalam fotosintesis tepat

sama dengan jumlah yang dikeluarkan oleh respirasi pada saat bersamaan. Dengan bertambahnya intensitas cahaya, bertambah kecepatan fotosintesis neto. daun yang terbuka. Tercapai titik tertentu yang disebut titik kejenuhan cahaya, bila kenaikan intensitas cahaya tidak memberikan kenaikan fotosintesis neto lebih lanjut. Titik kejenuhan cahaya tumbuhan toleran biasanya lebih rendah daripada tumbuhan intoleran. Jika intensitas cahaya melebihi titik kejenuhan, fluktuasi intensitas cahaya berpengaruh kecil terhadap kecepatan fotosintesis. Pada saat intensitas cahaya yang sangat tinggi, fotosintesis dapat dibatasi oleh foto oksidasi kloroplas. Pengaruh ini telah

diobservasi pada regenerasi Picea engelmannii pada tempat yang tinggi yang

Tajuk pohon yang toleran dan intoleran biasanya tidak mencapai kemampuan produksi penuh sampai radiasi mencapai cahaya penuh karena adanya saling penutupan daun. Lama penyinaran cahaya sangat penting bagi kita. Salah satu aspek lama penyinaran adalah fotoperiode, yang mengontrol ketat pembentukan kuncup dan proses pertumbuhan pohon.

Transmisi atau pengurangan cahaya melalui kanopi hutan bergantung pada tipe kanopi, apakah terdiri atas daun lebar atau konifer, cara daun tersusun, dan homogenitas kanopi. Besarnya cahaya yang tersedia pada level yang berbeda di dalam hutan sangat berpengaruh terhadap ukuran dominasi jenis, diferensiasi menjadi kelas-kelas tajuk, rasio hidup tajuk, dan dimensi tajuk keseluruhan. Karena itu, jika kita mengetahui persyaratan tumbuhan akan cahaya, kita dapat mengontrol struktur dan produktivitas tegakan, kesuksesan relatif regenerasi berbagai jenis, dan perkembangan lapisan rumput, penutup,

dan vegetatif. Karena itu kemampuan fotosintesis pohon harus

memperhitungkan masalah kompleks ketersediaan cahaya dalam tajuk pohon dan kanopi hutan, dan perubahan intensitas cahaya dan lama penyinaran harian dan musiman.

2. Suhu. pengaruh suhu terhadap fotosintesis neto sulit untuk dievaluasi. Pertama, fotosintesis neto merupakan selisih tingkat fotosintesis dan respirasi yang bersamaan waktu, dan hubungan suhu terhadap kedua proses tersebut sangat berbeda. Kedua, di lapangan, kenaikan suhu biasanya berhubungan dengan kenaikan intensitas cahaya, sehingga pengaruhnya membingungkan, Karena itu terbukti bahwa generalisasi mengenai pengaruh suhu terhadap fotosintesis perlu diinterpretasi dengan hati-hati. Kisaran suhu optimal untuk fotosintesis bervariasi dengan spesies dan ekotipe tetapi umumnya antara 18 dan 25 °C untuk pohon-pohon daerah sedang, dengan kisaran ekstrim antara -5 dan 40° C. (Stocker, 1960; Kozlowski dan Keller, 1966). Kisaran aktual suhu optimal untuk setiap spesies tergantung pada banyak faktor, termasuk umur dan kesehatan daun dan ketersediaan air dan cahaya.

Dalam istilah yang umum, hubungan antara fotosintesis dan suhu adalah dengan penambahan suhu, fotosintesis naik secara eksponensial sampai

kecepatan optimal fotosintesis bruto terjadi antara 20 - 40°C. Tetapi fotosintesis neto optimal, mungkin berada antara 18 - 25°C karena kenaikan

dampak kecepatan respirasi yang lebih tinggi terhadap pertukaran CO2 neto.

Dengan bertambahnya suhu, proses enzimatis semakin banyak, sehingga kecepatan fotosintesis menurun. Pada suhu tinggi mendekati 40° C, tumbuhan mulai menderita kerusakan panas langsung yang diakibatkan oleh koagulasi protein dalam protoplasma. Fotosintesis mati ketika protoplasma mati.

3. Konsentrasi CO2. konsentrasi karbon dioksida atmosfir bumi di atas

tajuk hutan diperkirakan 0,03 persen volume 300 ppm. Di dalam hutan,

konsentrasi CO2 biasanya lebih tinggi. Ketersediaan CO2 biasanya dapat

menjadi faktor pembatas fotosintesis (Kramer dan Kozlowski, 1960). Hal ini merupakan kasus yang sangat mungkin dalam tajuk pohon hutan yang rapat atau tajuk tanaman pertanian selama siang hari bila fotosintesis aktif

mengambil CO2 dari udara dan percampuran atmosfir sangat sedikit karena

stagnasi udara. Dengan menurunnya konsentrasi CO2 sekitar daun, level

minimal dicapai yang disebut konsentrasi kompensasi CO2, yang di bawahnya

tidak terdapat lagi hasil positif fotosintesis neto. Umumnya, untuk tumbuhan

C3, konsentrasi CO2 minimal ini adalah 50 sampai 100 ppm; namun, seperti

yang disebutkan di muka pada proses fotosintesis dalam bab ini, terdapat kelompok tumbuhan C4 (tidak menunjukkan fotorespirasi) yang mempunyai kemampuan fotosintesis yang sangat tinggi dan dapat berfungsi pada

konsentrasi CO2 antara 0 - 10 ppm.

4. Ketersediaan air. Porsi sangat kecil dari total air yang digunakan oleh tumbuhan dikonsumsi langsung pada proses fotosin- tesis. Karena itu, pengaruh defisit air pada fotosintesis disebabkan hampir seluruhnya oleh pengaruh tidak langsung terhadap hidrasi protoplasma dan penutupan stomata. Kondisi optimal fotosintesis terjadi bila daun turgor jenuh. Ini terjadi bila air tanah berlimpah dan kondisi atmosfir menghendaki evaporasi rendah. Dengan tanah yang mengering di bawah kapasitas lapang dan potensi air dalam tanah menurun (menjadi lebih negatif), terjadi kehilangan turgor dan penutupan stomata, yang selanjutnya membatasi

perbedaan kecepatan penurunan yang tergantung pada toleransi kekeringan suatu jenis. Fenomena penurunan fotosintesis ini disebabkan oleh penurunan ketersediaan air dalam daun, atau lebih tepatnya, penurunan potensi air daun yang menyebabkan stres air pada tumbuhan.

5. Nutrisi. nutrisi pohon mempengaruhi fotosintesis dalam dua cara: langsung dengan jalan mempengaruhi efisiensi proses; dan tidak langsung, berpengaruh terhadap produksi fotosintesis total pohon. Penelitian dengan pohon Douglas-fir berumur 24 tahun (Brix, 1971) telah menunjukkan bahwa kemampuan fotosintesis pucuk yang baru dalam tahun pemupukan naik 78% sebagai akibat tambahan nitrogen bila daun terkena suhu dan kondisi air yang baik dan bila intensitas cahaya 5000 fc. Kecepatan fotosintesis bertambah hanya bila daun yang diperlukan terkena intensitas cahaya yang lebih tinggi daripada 2000 fc (yaitu seperlima cahaya matahari penuh). Secara tidak langsung, status nutrisi pohon mempengaruhi fotosintesis melalui pengaruh terhadap luas individu daun dan ukuran total tajuk. Nutrisi juga mempengaruhi vigor dan luas sistem perakaran, yang mempengaruhi penyerapan air dan hidrasi daun.

Dokumen terkait