• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis manfaat ruang terbuka hijau untuk peningkatan kualitas ekosistem kota Bogor dengan menggunakan metode GIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis manfaat ruang terbuka hijau untuk peningkatan kualitas ekosistem kota Bogor dengan menggunakan metode GIS"

Copied!
219
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS

ARIEV BUDIMAN

A34203009

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Meningkatkan Kualitas Ekosistem Kota Bogor dengan Menggunakan Metode GIS. Dibimbing oleh Dr. Ir. BAMBANG SULISTYANTARA, MAgr.

Bogor sebagai salah satu kota besar di Indonesia sedang mengalami pertumbuhan pembangunan yang signifikan. Korelasi dari pertumbuhan tersebut ada yang berdampak positif dan ada juga yang berdampak negatif. Dampak positif dari pertumbuhan pembangunan antara lain meningkatnya pendapatan asli daerah, munculnya sentra-sentra ekonomi, kesejahteraan masyarakat meningkat, indek kualitas pendidikan meningkat. Pada sisi yang lain dari pertumbuhan pembangunan juga berdampak negatif diantaranya beban kota makin berat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang mengalami peningkatan, kualitas lingkungan perkotaan makin rendah, ruang terbuka hijau (RTH) semakin berkurang akibat pesatnya perkembangan kawasan perumahan dan kawasan industri yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas ekosistem Kota Bogor.

Pada penelitian ini akan dikaji dan dianalisis sejauh mana manfaat RTH untuk menjaga dan meningkatkan kualitas ekosistem di Kota Bogor melalui pendekatan kuantitatif terhadap kualitas udara, penyimpanan karbon, dan daya serap karbon. Penelitian ini pada prinsipnya ingin menyampaikan bahwa RTH memberikan pelayanan ekosistem pada Kota Bogor yang dapat diukur, sehingga dapat memberikan gambaran kepada pemerintah Kota Bogor bahwa betapa pentingnya menjaga serta meningkatkan luasan RTH yang dimiliki sebagai sebuah aset berharga. Disamping itu juga memberikan pemahaman kepada masyarakat umum untuk menjaga dan melestarikan RTH yang berada pada disekitar lingkungan mereka.

Penelitian ini menggunakan metode GIS untuk menganalisis manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bogor ditinjau dari ekosistemnya. Metode GIS yang dimaksud adalah menggunakan data spasial yang berupa citra satelit Quickbird tahun 2006 dan data atribut berupa curah hujan, kelembaban, topografi, tataguna lahan, jenis tanah, kualitas udara, hidrologi, dll. Proses analisis GIS dibantu oleh perangkat lunak ArcView 3.2 serta ekstensi CITYgreen 5.4, Xtool, Image Analyst, Spatial Analyst. Hasil dari analisis GIS untuk Kota Bogor menghasilkan peta RTH dan distribusi penutupan lahan serta tingkat pelayanan RTH yang dihitung berdasarkan kualitas udara, kapasitas penyimpanan karbon, dan daya serap karbon

(3)

Kota Bogor pada tahun 2006 dalam menyerap polutan diudara yang terdiri dari gas NO2 sebesar 14,587 ton/tahun, SO2 sebesar 14,599 ton/tahun, CO sebesar 0,620

ton/tahun, O3 sebesar 90,463 ton/tahun dan materi partikel yang kurang dari 10

mikron (Pb dan debu) sebesar 72,438 ton/tahun. Total polutan yang dapat diserap pertahun sebesar 213,949 ton atau setara dengan Rp. 11.255.040.000,-. Pada tahun yang sama kemampuan RTH Kota Bogor dalam menyerap karbon (gas CO2) sebesar

758 ton/tahun dan kapasitas penyimpanan karbon sebesar 267.220 ton.

Data dari Master Plan RTH Kota Bogor tahun 2007, Kota Bogor menghasilkan polutan udara gas NO2 sebesar 52,377 ton/tahun, SO2 sebesar 14,599

ton/tahun, CO dan CO2 sebesar 477 ton/tahun, O3 sebesar 7,11 ton/tahun dan materi

partikel yang kurang dari 10 mikron (Pb dan debu) sebesar 102,51 ton/tahun (pengukuran dilakukan tahun 2005). Jika dibandingkan dengan hasil analisis GIS secara keseluruhan keberadaan RTH Kota Bogor yang ada masih bisa menjaga kualitas udara di Kota Bogor, namum ada beberapa ambien yang melebihi kapasitas penyerapan oleh RTH Kota Bogor yaitu ambien NO2 dan materi partikel yang kurang

dari 10 mikron (Pb dan debu) sehingga penambahan luasan RTH dan pemilihan pohon yang memiliki daya serap polutan yang tinggi sangat diperlukan sekali untuk menjaga dan meningkatkan kualitas ekosistem Kota Bogor .

(4)

©Hak Cipta Milik Ariev Budiman, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya

(5)

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK

MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS

Skripsi sebagai salah satu syarat

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ARIEV BUDIMAN

A34203009

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk

Meningkatkan Kualitas Ekosistem Kota Bogor dengan

Menggunakan Metode GIS

Nama Mahasiswa : Ariev Budiman

NRP : A34203009

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr.

NIP : 19601022-198601-1-001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr.

NIP : 19571222-198203-1-002

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 16 Maret 1985, merupakan anak

pertama dari empat bersaudara dalam keluarga Zainal Arifin dan Eniyarti.

Pendidikan dasar diselesaikan di SD Negeri 14 Marunggi, Kota Pariaman

pada tahun 1997. Pendidikan menengah diselesaikan di SLTP Negeri 1 Kota

Pariaman pada tahun 2000 dan SMU Negeri 1 Kota Pariaman pada tahun 2003.

Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur

USMI pada tahun 2003 pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian.

Selama masa perkuliahan penulis aktif di lembaga keprofesian di Studio Pro

Arsitektur Lanskap dan bersama teman-teman angkatan 40 serta kakak kelas

angkatan 39, 38, 37, 36 membentuk suatu wadah keprofesian ditingkat mahasiswa

Departemen Arsitektur Lanskap yang bernama Himpunan Mahasiswa Arsitektur

Lanskap (HIMASKAP) serta pernah mengikuti kongres pertama pembentukan

Perhimpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap Indonesia (PERHIMALI) di Bogor.

Penulis juga aktif di Lembaga Dakwah Kampus diantaranya Lembaga Studi Islam

Faperta (eL-SIFA) dan Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM), serta pernah

menjadi ketua panitia pada acara Islamic Civilization Exhibition di koridor utama

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Pada pertengahan

tahun 2007 penulis sudah mulai merintis karir dari surveyor pada pekerjaan

Penyusunan Database Pohon untuk DKI Jakarta, beberapa bulan kemudian

menjadi surveyor utama untuk pengerjaan Master Plan Kawasan Peternakan Sapi

untuk Dinas Peternakan Kabupaten Tanah Grogot, Kalimantan Timur.

Pada awal tahun 2008, penulis mendapat pekerjaan desain, pelaksanaan

dan pemeliharaan di perusahaan PT. Rajawali Nusantara Indonesia PG Subang

sebagai pimpinan proyek. Pertengahan April 2008, penulis dilibatkan dalam

pengerjaan Master Plan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu sebagai

pembantu tenaga ahli. Penulis dapat kepercayaan kembali sebagai surveyor utama

pada pengerjaan Master Plan PKK Sampoerna tahap II dari PT HM Sampoerna

Pandaan, Jawa Timur bekerja sama dengan PT. Primakelola IPB dan pengerjaan

Master Plan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kabupaten Halmahera Barat. Pada

(8)

diterima bekerja di perusahaan nasional yang bergerak dibidang pariwisata alam

dan alhamdulillah sekarang menjadi salah satu manajer diperusahaan tersebut.

Di bidang akademik penulis pernah menjadi asisten untuk mata kuliah

Rekayasa Lanskap pada TA 2007-2008 dan 2008-2009 serta ditunjuk kembali

untuk TA 2009-2010. Selain itu, pada saat ini penulis juga sedang menyusun buku

panduan pratikum lapang untuk mata kuliah Rekayasa Lanskap bersama Dr. Ir.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT atas rahmat

dan karunia-Nya, sehingga pelaksanaan dan penyusunan tulisan skripsi dengan

judul : Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Meningkatkan

Kualitas Ekosistem Kota Bogor dengan Menggunakan Metode GIS dapat terlaksana dengan baik.

Tulisan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Pelaksanaan dan penulisan dilakukan melalui kegiatan Penelitian di Kota Bogor

dari bulan Oktober 2009 sampai bulan Desember 2009.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibunda Hj. Eniyarti dan Ayahanda Zainal Arifin yang telah memberikan

kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

2. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr. yang telah membimbing saya dalam

menyelesaikan penelitian ini.

3. Dr. Ir. Nurhayati HSA, MSc. sebagai pembimbing akademik selama

kuliah.

4. Ir. Indung Siti Fatimah, MSi. dan Ir. Qodarian Pramukanto, MSi. yang

telah bersedia menjadi dosen penguji.

5. Dosen – dosen lanskap lainnya yang telah memberikan ilmunya kepada

penulis.

6. Teman – teman lanskap angkatan 40 yang telah menjadi teman baik

penulis selama ini serta kakak kelas angkatan 39, 38, 37, 36, 35, 34.

Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi berbagai pihak

yang memerlukan. Dan semoga kita selalu dalam limpahan rahmat Allah SWT.

Bogor, Januari 2010

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... ... viii

DAFTAR TABEL... ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... ... 2

1.4 Batasan Penelitian ... ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Ruang Terbuka Hijau ... 4

2.2.1 Definisi ... 4

2.2.2 Tujuan, Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau ... 6

2.2.3 Luas dan Jenis Ruang Terbuka Hijau ... 22

2.2 Ekosistem Kota Bogor ... 25

2.3 Proses Fisiologis RTH Kota Bogor ... 27

2.3.1 Proses Fotosintesis ... 27

2.3.2 Proses Respirasi ... 35

2.3.3 Proses Translokasi ... 37

2.3.4 Rumah Tangga Air ... 39

2.3.5 Proses Transpirasi ... 41

2.3.6 Interaksi Lingkungan dan Persyaratan Fisiologis ... 43

2.4 Geographic Information System ... 45

2.5 Kapasitas Penyimpanan dan Daya Serap Karbon serta Kualitas Udara ... 46

BAB III METODOLOGI ... 48

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.2 Bahan dan Alat ... 49

(11)

DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS

ARIEV BUDIMAN

A34203009

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

Meningkatkan Kualitas Ekosistem Kota Bogor dengan Menggunakan Metode GIS. Dibimbing oleh Dr. Ir. BAMBANG SULISTYANTARA, MAgr.

Bogor sebagai salah satu kota besar di Indonesia sedang mengalami pertumbuhan pembangunan yang signifikan. Korelasi dari pertumbuhan tersebut ada yang berdampak positif dan ada juga yang berdampak negatif. Dampak positif dari pertumbuhan pembangunan antara lain meningkatnya pendapatan asli daerah, munculnya sentra-sentra ekonomi, kesejahteraan masyarakat meningkat, indek kualitas pendidikan meningkat. Pada sisi yang lain dari pertumbuhan pembangunan juga berdampak negatif diantaranya beban kota makin berat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang mengalami peningkatan, kualitas lingkungan perkotaan makin rendah, ruang terbuka hijau (RTH) semakin berkurang akibat pesatnya perkembangan kawasan perumahan dan kawasan industri yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas ekosistem Kota Bogor.

Pada penelitian ini akan dikaji dan dianalisis sejauh mana manfaat RTH untuk menjaga dan meningkatkan kualitas ekosistem di Kota Bogor melalui pendekatan kuantitatif terhadap kualitas udara, penyimpanan karbon, dan daya serap karbon. Penelitian ini pada prinsipnya ingin menyampaikan bahwa RTH memberikan pelayanan ekosistem pada Kota Bogor yang dapat diukur, sehingga dapat memberikan gambaran kepada pemerintah Kota Bogor bahwa betapa pentingnya menjaga serta meningkatkan luasan RTH yang dimiliki sebagai sebuah aset berharga. Disamping itu juga memberikan pemahaman kepada masyarakat umum untuk menjaga dan melestarikan RTH yang berada pada disekitar lingkungan mereka.

Penelitian ini menggunakan metode GIS untuk menganalisis manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bogor ditinjau dari ekosistemnya. Metode GIS yang dimaksud adalah menggunakan data spasial yang berupa citra satelit Quickbird tahun 2006 dan data atribut berupa curah hujan, kelembaban, topografi, tataguna lahan, jenis tanah, kualitas udara, hidrologi, dll. Proses analisis GIS dibantu oleh perangkat lunak ArcView 3.2 serta ekstensi CITYgreen 5.4, Xtool, Image Analyst, Spatial Analyst. Hasil dari analisis GIS untuk Kota Bogor menghasilkan peta RTH dan distribusi penutupan lahan serta tingkat pelayanan RTH yang dihitung berdasarkan kualitas udara, kapasitas penyimpanan karbon, dan daya serap karbon

(13)

Kota Bogor pada tahun 2006 dalam menyerap polutan diudara yang terdiri dari gas NO2 sebesar 14,587 ton/tahun, SO2 sebesar 14,599 ton/tahun, CO sebesar 0,620

ton/tahun, O3 sebesar 90,463 ton/tahun dan materi partikel yang kurang dari 10

mikron (Pb dan debu) sebesar 72,438 ton/tahun. Total polutan yang dapat diserap pertahun sebesar 213,949 ton atau setara dengan Rp. 11.255.040.000,-. Pada tahun yang sama kemampuan RTH Kota Bogor dalam menyerap karbon (gas CO2) sebesar

758 ton/tahun dan kapasitas penyimpanan karbon sebesar 267.220 ton.

Data dari Master Plan RTH Kota Bogor tahun 2007, Kota Bogor menghasilkan polutan udara gas NO2 sebesar 52,377 ton/tahun, SO2 sebesar 14,599

ton/tahun, CO dan CO2 sebesar 477 ton/tahun, O3 sebesar 7,11 ton/tahun dan materi

partikel yang kurang dari 10 mikron (Pb dan debu) sebesar 102,51 ton/tahun (pengukuran dilakukan tahun 2005). Jika dibandingkan dengan hasil analisis GIS secara keseluruhan keberadaan RTH Kota Bogor yang ada masih bisa menjaga kualitas udara di Kota Bogor, namum ada beberapa ambien yang melebihi kapasitas penyerapan oleh RTH Kota Bogor yaitu ambien NO2 dan materi partikel yang kurang

dari 10 mikron (Pb dan debu) sehingga penambahan luasan RTH dan pemilihan pohon yang memiliki daya serap polutan yang tinggi sangat diperlukan sekali untuk menjaga dan meningkatkan kualitas ekosistem Kota Bogor .

(14)

©Hak Cipta Milik Ariev Budiman, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya

(15)

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK

MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS

Skripsi sebagai salah satu syarat

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ARIEV BUDIMAN

A34203009

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk

Meningkatkan Kualitas Ekosistem Kota Bogor dengan

Menggunakan Metode GIS

Nama Mahasiswa : Ariev Budiman

NRP : A34203009

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr.

NIP : 19601022-198601-1-001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr.

NIP : 19571222-198203-1-002

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 16 Maret 1985, merupakan anak

pertama dari empat bersaudara dalam keluarga Zainal Arifin dan Eniyarti.

Pendidikan dasar diselesaikan di SD Negeri 14 Marunggi, Kota Pariaman

pada tahun 1997. Pendidikan menengah diselesaikan di SLTP Negeri 1 Kota

Pariaman pada tahun 2000 dan SMU Negeri 1 Kota Pariaman pada tahun 2003.

Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur

USMI pada tahun 2003 pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian.

Selama masa perkuliahan penulis aktif di lembaga keprofesian di Studio Pro

Arsitektur Lanskap dan bersama teman-teman angkatan 40 serta kakak kelas

angkatan 39, 38, 37, 36 membentuk suatu wadah keprofesian ditingkat mahasiswa

Departemen Arsitektur Lanskap yang bernama Himpunan Mahasiswa Arsitektur

Lanskap (HIMASKAP) serta pernah mengikuti kongres pertama pembentukan

Perhimpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap Indonesia (PERHIMALI) di Bogor.

Penulis juga aktif di Lembaga Dakwah Kampus diantaranya Lembaga Studi Islam

Faperta (eL-SIFA) dan Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM), serta pernah

menjadi ketua panitia pada acara Islamic Civilization Exhibition di koridor utama

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Pada pertengahan

tahun 2007 penulis sudah mulai merintis karir dari surveyor pada pekerjaan

Penyusunan Database Pohon untuk DKI Jakarta, beberapa bulan kemudian

menjadi surveyor utama untuk pengerjaan Master Plan Kawasan Peternakan Sapi

untuk Dinas Peternakan Kabupaten Tanah Grogot, Kalimantan Timur.

Pada awal tahun 2008, penulis mendapat pekerjaan desain, pelaksanaan

dan pemeliharaan di perusahaan PT. Rajawali Nusantara Indonesia PG Subang

sebagai pimpinan proyek. Pertengahan April 2008, penulis dilibatkan dalam

pengerjaan Master Plan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu sebagai

pembantu tenaga ahli. Penulis dapat kepercayaan kembali sebagai surveyor utama

pada pengerjaan Master Plan PKK Sampoerna tahap II dari PT HM Sampoerna

Pandaan, Jawa Timur bekerja sama dengan PT. Primakelola IPB dan pengerjaan

Master Plan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kabupaten Halmahera Barat. Pada

(18)

diterima bekerja di perusahaan nasional yang bergerak dibidang pariwisata alam

dan alhamdulillah sekarang menjadi salah satu manajer diperusahaan tersebut.

Di bidang akademik penulis pernah menjadi asisten untuk mata kuliah

Rekayasa Lanskap pada TA 2007-2008 dan 2008-2009 serta ditunjuk kembali

untuk TA 2009-2010. Selain itu, pada saat ini penulis juga sedang menyusun buku

panduan pratikum lapang untuk mata kuliah Rekayasa Lanskap bersama Dr. Ir.

(19)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT atas rahmat

dan karunia-Nya, sehingga pelaksanaan dan penyusunan tulisan skripsi dengan

judul : Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Meningkatkan

Kualitas Ekosistem Kota Bogor dengan Menggunakan Metode GIS dapat terlaksana dengan baik.

Tulisan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Pelaksanaan dan penulisan dilakukan melalui kegiatan Penelitian di Kota Bogor

dari bulan Oktober 2009 sampai bulan Desember 2009.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibunda Hj. Eniyarti dan Ayahanda Zainal Arifin yang telah memberikan

kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

2. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr. yang telah membimbing saya dalam

menyelesaikan penelitian ini.

3. Dr. Ir. Nurhayati HSA, MSc. sebagai pembimbing akademik selama

kuliah.

4. Ir. Indung Siti Fatimah, MSi. dan Ir. Qodarian Pramukanto, MSi. yang

telah bersedia menjadi dosen penguji.

5. Dosen – dosen lanskap lainnya yang telah memberikan ilmunya kepada

penulis.

6. Teman – teman lanskap angkatan 40 yang telah menjadi teman baik

penulis selama ini serta kakak kelas angkatan 39, 38, 37, 36, 35, 34.

Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi berbagai pihak

yang memerlukan. Dan semoga kita selalu dalam limpahan rahmat Allah SWT.

Bogor, Januari 2010

(20)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... ... viii

DAFTAR TABEL... ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... ... 2

1.4 Batasan Penelitian ... ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Ruang Terbuka Hijau ... 4

2.2.1 Definisi ... 4

2.2.2 Tujuan, Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau ... 6

2.2.3 Luas dan Jenis Ruang Terbuka Hijau ... 22

2.2 Ekosistem Kota Bogor ... 25

2.3 Proses Fisiologis RTH Kota Bogor ... 27

2.3.1 Proses Fotosintesis ... 27

2.3.2 Proses Respirasi ... 35

2.3.3 Proses Translokasi ... 37

2.3.4 Rumah Tangga Air ... 39

2.3.5 Proses Transpirasi ... 41

2.3.6 Interaksi Lingkungan dan Persyaratan Fisiologis ... 43

2.4 Geographic Information System ... 45

2.5 Kapasitas Penyimpanan dan Daya Serap Karbon serta Kualitas Udara ... 46

BAB III METODOLOGI ... 48

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.2 Bahan dan Alat ... 49

(21)

3.4 Metode Penelitian ... 50

3.4.1 Metode Geographic Information System ... 51

BAB IV KEADAAN UMUM KOTA BOGOR ... 54

4.1 Fisik Dasar ... 54

4.1.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi ... 54

4.1.2 Klimatologi ... 54

4.1.8.2 Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Fungsinya ... 68

4.1.8.3 Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kepemilikannya . 71 4.2 Kependudukan Kota Bogor ... 71

4.3 Perekonomian Kota Bogor ... 72

4.3.1 Struktur Perekonomian Kota Bogor ... 72

4.3.2. Pertumbuhan Ekonomi ... 73

4.3.3. Daya Beli Masyarakat dan Pendapatan Perkapita ... 74

4.3.4. Sektor Informal ... 76

4.3.5. Pola Investasi ... 76

4.3.6. Identifikasi Sektor-sektor Unggulan Kota Bogor ... 77

(22)

5.2.3.1 Kapasitas Penyimpanan Karbon dan Daya Serap Karbon 89

5.2.3.2 Daya Serap RTH terhadap Polutan di Udara ... 91

5.2.3.3 Manfaat Tambahan dari RTH Kota Bogor ... 93

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 95 6.1 Kesimpulan ... 95

6.2 Saran ... 96

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis dan Sumber Data ... 50 2. Kemiringan Lereng berdasarkan Luas Lahan Kota Bogor Tahun 2004 ... 55 3. Kepadatan penduduk Kota Bogor menurut Kecamatan Tahun 2006 ... 72 4. Produk Domestik Regional Bruto Kota Bogor menurut

Lapangan Usaha atas Dasar Harga berlaku Tahun 2000-2005 ... 73 5. PDRB Kota Bogor berdasarkan Harga Konstan dan Laju Pertumbuhan

Ekonomi 2002-2006 (juta rupiah) ... 74 6. PDRB Kota Bogor berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 - 2004 ... 74 7. Purchasing Power Parity (PPP) per Kecamatan di Kota Bogor

Tahun 2000-2006 (dalam ribu rupiah) ... 75 8. Perkembangan Industri, Tenaga Kerja, dan Investasi di Kota Bogor

Tahun 1997-2003 ... 76 9. Rekapitulasi Perkembangan Perdagangan, Tenaga Kerja, Investasi

(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pembagian Ruang Wilayah Kota ... 22

2. Lokasi Penelitian ... 48

3. Kerangka Pikir Penelitian ... 49

4. Tipologi RTH ... 68

5. Report Asli dari analisis CITYgreen 5.4 pada Kota Bogor ... 84

(25)

1.1Latar Belakang

Bogor sebagai salah satu kota besar di Indonesia sedang mengalami

pertumbuhan pembangunan yang signifikan. Korelasi dari pertumbuhan tersebut

ada yang berdampak positif dan ada juga yang berdampak negatif. Dampak

positif dari pertumbuhan pembangunan antara lain meningkatnya pendapatan

asli daerah, munculnya sentra-sentra ekonomi, kesejahteraan masyarakat

meningkat, indeks kualitas pendidikan meningkat. Pada sisi yang lain dari

pertumbuhan pembangunan juga berdampak negatif diantaranya beban kota

makin berat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang mengalami

peningkatan, kualitas lingkungan perkotaan makin rendah, ruang terbuka publik

semakin berkurang akibat pesatnya perkembangan kawasan perumahan dan

kawasan industri.

Pesatnya pemanfaatan ruang di Kota Bogor sehingga mereduksi luasan

Ruang Terbuka Hijau (RTH). Menurut penelitian Suryadi 2008 luas hutan yang

menjadi komponen RTH di Kota Bogor tahun 1972 sekitar 2.972,54 ha, tahun

1983 sekitar 2.677,87 ha, tahun 1990 sekitar 1.107,36 ha, tahun 2000 hanya

sekitar 422,30 ha. Dari data ini dapat terlihat terjadi penurunan luas RTH yang

cukup signifikan. Pada penelitian ini akan dikaji sejauh mana manfaat RTH

untuk meningkatkan ekosistem di Kota Bogor melalui pendekatan kuantitatif

terhadap kualitas udara, penyimpanan karbon, dan daya serap karbon.

Penelitian ini pada prinsipnya ingin menyampaikan bahwa RTH

memberikan pelayanan ekosistem pada Kota Bogor yang dapat diukur, sehingga

dapat memberikan gambaran kepada pemerintah Kota Bogor bahwa betapa

pentingnya menjaga serta meningkatkan luasan RTH yang dimiliki sebagai

sebuah aset berharga. Di samping itu juga memberikan pemahaman kepada

masyarakat umum untuk menjaga dan melestarikan RTH yang berada pada

disekitar lingkungan mereka.

Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 26 tahun 2007 dan

Permendagri No. 1 tahun 2007 bahwa suatu kota harus memiliki proporsi luasan

(26)

peraturan yang ada, pada penelitian ini juga diharapkan ada satu sisi lain

pengkajian pentingnya keberadaan RTH melalui pengkajian secara kuantitatif.

Paradigma saat ini yang selalu mengkaitkan sesuatu dengan ekonomi diharapkan

mempermudah pemahaman tentang tujuan akhir dari penelitian ini.

1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menghitung luasan RTH yang ada pada saat ini di Kota Bogor.

2. Mengkalkulasi kekayaan Kota Bogor melalui pendekatan keberadaan

RTH.

3. Memberikan pemahaman pentingnya keberadaan RTH sama

pentingnya dengan keberadaan sektor ekonomi dan jasa karena RTH

dapat diukur tingkat pelayanannya yang dikonversi ke dalam nilai

rupiah.

1.3Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi alternatif pemikiran baik bagi

pemerintah daerah, masyarakat untuk memahami pentingnya keberadaan RTH

bagi kemakmuran dan keseimbangan ekologis kota dan masyarakat karena

pendekatan yang dilakukan melalui pendekatan ekonomi yang setiap orang bisa

menghitungnya dan menafsirkan ke arah yang lebih baik.

1.4Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada jangkauan analisis dan jenis data yang

digunakan. Penelitian ini mengunakan data sekunder dan pengklasifikasian data

pada citra satelit terdiri dari data canopy dan non canopy. Data canopy didapat

dari digitasi citra satelit yang menampilkan tampak atas pohon-pohon yang

memiliki diameter tajuk lebih dari empat meter. Data non canopy terdiri dari

badan air, bangunan, lahan terbuka. Untuk batas areal kerja dinamakan study

site, pada penelitian ini study site yang digunakan adalah Kota Bogor. Aspek yang dikaji pada penelitian ini hanya terbatas kepada kapasitas RTH menyimpan

(27)

SO2, CO, partikel kurang dari 10 mikron) yang dikonversi ke nilai ekonomi.

Standar yang digunakan pada penelitian ini (User Manual CITYgreen

5.4):

1. Setiap pohon yang didigitasi memiliki standar kualifikasi pohon dengan

diameter tajuk minimal empat meter (diatas batas resolusi minimum per

pixel pada Citra Satelit Quickbird yaitu 3 m x 3 m/pixel) dikelompokkan

ke thema canopy.

2. Setiap semak, ladang/ lahan pertanian, sawah, padang rumput, dan lahan

terbuka didigitasi dan dikelompokkan ke thema non canopy.

3. Setiap bangunan, jalan didigitasi dan dikelompokkan ke thema non

canopy.

4. Setiap badan air (sungai, waduk, danau) didigitasi dan dikelompokkan ke

(28)

2.1 Ruang Terbuka Hijau

2.1.1 Definisi

Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan bagian ruang terbuka (open

spaces). Betapa luasnya cakupan ruang terbuka ini, maka yang akan dibahas adalah ruang terbuka di kawasan perkotaan. Berbagai referensi menyatakan

bahwa ruang terbuka adalah daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan

(Gunadi, 1995). Ruang terbuka berbeda dengan istilah ruang luar (exterior

space), yang ada di sekitar bangunan dan merupakan kebalikan ruang dalam (interior space) di dalam bangunan.

Perbedaannya adalah bahwa ruang luar adalah ruang terbuka yang sengaja

dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu, dan digunakan secara intensif,

seperti halaman sekolah, lapangan olahraga, termasuk plasa (plazza) atau square.

Sedangkan ruang terbuka merupakan zona hijau yang bisa berbentuk jalur (path),

seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau, bantaran sungai, bantaran rel

kereta api, saluran/ jejaring listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes), berupa ruang taman rumah, taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman,

lahan pertanian kota dan seterusnya.

Ruang terbuka yang disebut Taman Kota (park), yang berada di luar atau

diantara beberapa bangunan di lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan pula

sebagai halaman atau ruang luar, yang kemudian berkembang menjadi istilah

Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, karena umumnya berupa ruang terbuka yang

sengaja ditanami pepohonan maupun tanaman, sebagai penutup permukaan tanah.

Tanaman produktif berupa pohon berbuah dan tanaman sayuran pun kini hadir

sebagai bagian dari RTH berupa lahan pertanian kota atau lahan perhutanan kota

yang amat penting bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota. Ruang

terbuka harus ditanami tetumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tetumbuhan,

namun mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun.

Dalam Master Plan RTH Kota Bogor (2007), definisi lain mengatakan

(29)

ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open space) suatu wilayah

perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun

introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural

yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya.

Ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved)

maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun

areal-areal yang diperuntukkan khusus sebagai area genangan (retensi/ retention

basin). Selain itu menurut Purnomohadi (1995) bahwa (1) RTH adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari

penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) Sebentang

lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas

geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat

tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan

pepohonan sebagai tumbuhan penciri terutama dan tumbuhan lainnya (perdu,

semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan

pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang

fungsi RTH yang bersangkutan.

RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu

wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik,

introduksi) guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang

dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,

kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Secara fisik RTH dapat

dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung

dan taman-taman nasional, maupun RTH non-alami atau binaan yang seperti

taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga.

Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat merupakan

konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengan konfigurasi

ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti, kawasan lindung,

perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir, dan sebagainya. RTH

dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti

(30)

RTH kota maupun taman-taman regional/ nasional.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Ruang

Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, memilki beberapa definisi terkait RTH yakni:

a. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang Iebih

luas baik dalam bentuk area/ kawasan maupun dalam bentuk area

memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka

yang pada dasarnya tanpa bangunan.

b. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat

RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang

diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi,

sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

Pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, didefinisikan bahwa ruang

terbuka hijau adalah area memanjang/ jalur atau mengelompok, yang

penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh

secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

2.1.2 Tujuan, Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007, tujuan dialokasikannya RTH

Kawasan Perkotaan adalah:

• Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan;

• Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan

buatan di perkotaan; dan

• Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.

Sedangkan fungsinya antara lain:

• Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;

• Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;

• Tempat perlindungan plasma nutfah dan keaneka-ragaman hayati;

• Pengendali tata air; dan

• Sarana estetika kota.

Serta Manfaat RTH antara lain:

(31)

• Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan;

• Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial;

• Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan;

• Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;

• Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula;

• Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat;

• Memperbaiki iklim mikro; dan

• Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

Secara umum fungsi yang dimiliki RTH dapat dikelompokan menjadi

empat fungsi besar, yakni fungsi ekologis, fungsi sosial, fungsi estetis/

arsitektural, dan fungsi ekonomi. Secara ekologis RTH dapat meningkatkan

kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan

suhu kota tropis yang panas terik. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi

ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur

sempadan sungai dan lain-lain. Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat

memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai

identitas (landmark) kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi

sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU, dan

sebagainya.

Secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan

kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan

jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu RTH juga dapat memiliki fungsi

ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-lahan kosong

menjadi lahan pertanian/ perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan

sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan.

Adapun secara rinci keempat fungsi RTH tersebut dijelaskan seperti berikut ini :

1. Fungsi Ekologis, merupakan fungsi ruang terbuka hijau yang memberikan

perlindungan terhadap manusia dan lingkungannya dalam Eckbo (1964),

terdiri dari;

• Fungsi orologis. Memberikan manfaat orologis yang penting untuk mengurangi tingkat kerusakan tanah, terutama longsor, dan

(32)

• Fungsi hidrologis. Fungsi ini berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk menyerap kelebihan air.

• Fungsi klimatologis. Menekankan bahwa fungsi ruang terbuka hijau dapat

mempengaruhi faktor-faktor iklim.

• Fungsi edhapis. Fungsi lebih mengarah pada penyediaan habitat

satwa perkotaan.

• Fungsi hygienis. RTH mampu memberikan lingkungan yang lebih sehat bagi

manusia.

• Fungsi kesehatan individu. Fungsi kesehatan masih berhubungan erat

dengan manfaat hygienis, dimana manfaat ini merupakan manfaat lanjutan

yang ditimbulkannya.

2. Fungsi Sosial, merupakan fungsi ruang terbuka hijau sebagai sarana interaksi

sosial masyarakat dengan lingkungan sosial sekitarnya, yang terdiri dari:

• Fungsi edukatif. Komponen RTH dapat memberikan pendidikan

dan pengenalan terhadap mahkluk hidup disekitarnya.

• Fungsi interaksi masyarakat. Komponen RTH dapat menjadi tempat berinteraksi antara masyarakat sehingga menambah jalinan sosial

diantaranya.

• Fungsi protektif. Komponen RTH dapat memberikan perlindungan kepada

manusia.

• Fungsi spiritual. Fungsi spiritual yang dimaksud lebih ditekankan kepada

fungsi suatu kawasan ruang terbuka hijau yang dimanfaatkan

untuk kegiatan-kegiatan spiritual atau keagamaan atau dapat juga

berupa tempat yang dikeramatkan.

3. Fungsi Estetis, merupakan fungsi ruang terbuka hijau sebagai komponen

keindahan kota atau lingkungan hidup manusia. Fungsi ini terdiri dari;

• Fungsi visual/vista. Fungsi visual lebih menekankan kepada visualitas,

estetis ruang terbuka.

• Fungsi tabir/screening. Fungsi ini terkait dengan kemampuan ruang

terbuka hijau untuk menyaring partikel-partikel yang dapat mengganggu

kehidupan manusia, seperti partikel debu, bau, angin yang terlalu kencang,

(33)

• Fungsi identitas kota. Suatu taman kota, atau ruang terbuka hijau mampu

menjadi identitas (landmark) suatu kota/ wilayah.

4. Fungsi Ekonomi, keberadaan ruang terbuka hijau tidak selalu memiliki nilai

ekonomi yang selalu rendah, namun keberadaan RTH juga mampu

meningkatkan nilai lahan karena suasana lingkungan yang tercipta akibat

keberadaannya yaitu 1) meningkatkan harga lahan, 2) mengurangi biaya

penanganan bencana, 3) mampu menjadi ruang untuk mata pencaharian kota.

Manfaat dari tumbuhan yang merupakan komponen utama Ruang Terbuka

Hijau dalam Simond (1983) adalah:

• Produsen utama dalam rantai makanan karena tumbuhan melalui proses

fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari bisa merubah CO2 dan air ke

karbohidrat dan O2;

• Melalui proses transpirasi tumbuhan melakukan menyejukkan udara

dengan dikeluarkannya uap air melalui daun-daun;

• Menjaga iklim mikro khususnya suhu dan kelembaban udara kawasan

perkotaan;

• Menjaga peyimpanan air tanah, mengurangi aliran permukaan, dan

mencegah erosi;

• Menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki struktur hara tanah.

Manfaat RTH kota dapat dirasakan secara langsung maupun tidak

langsung, sebagian besar dihasilkan dari adanya fungsi ekologis, atau kondisi

alami ini dapat dipertimbangkan sebagai pembentuk berbagai faktor.

Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara

seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi.

Selanjutnya dalam Hakim (2006), manfaat RTH tersebut diatas diuraikan

secara rinci, sebagai berikut:

1. Pelestarian Plasma Nutfah

Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di

masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri.

Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di

masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan

(34)

dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar di

seluruh wilayah tanah air kita. Kawasan RTH dapat dipandang sebagai areal

pelestarian di luar kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan

flora dan fauna.

2. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara

Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan

oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya RTH, partikel

padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh

tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini

jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang

melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada

permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan

yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada

juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang, dan ranting.

Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun bunga matahari

(Helianthus annuus L.) dan kersen (Muntingia calabura L.) mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai

permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith, 1981). Manfaat dari adanya

tajuk RTH ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika

dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari RTH.

3. Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal.

Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari

udara di daerah perkotaan (Goldmisth dan Hexter, 1967). Diperkirakan sekitar

60-70% dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor

(Krishnayya dan Bedi, 1986).

Dahlan (1989); Fakuara, Dahlan, Husin, Ekarelawan, Danur, Pringgodigdo

dan Sigit (1990) menyatakan damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia

mahagoni), jamuju (Dacrycarpus imbricatus) dan pala (Mirystica fragrans), asam

landi (Pithecellobium dulce), johar (Cassia siamea), mempunyai kemampuan

yang tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara. Untuk beberapa

tanaman berikut ini: glodogan (Polyalthea longifolia), keben (Barringtonia

(35)

terhadap timbal rendah, namun tanaman tersebut tidak peka terhadap pencemar

udara. Sedangkan untuk tanaman daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan

kesumba (Bixa orellana) mempunyai kemampuan yang sangat rendah dan sangat

tidak tahan terhadap pencemar yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.

4. Penyerap dan Penjerap Debu Semen

Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan,

karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen

yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya. Studi ketahanan dan

kemampuan dari 11 jenis pohon yaitu: mahoni (Swietenia mahagoni), bisbul

(Diospyros discolor), tanjung (Mimusops elengi), kenari (Canarium commune),

meranti merah (Shorea leprosula), kiara payung (Filicium decipiens), kayu hitam

(Diospyros elebica), duwet (Eugenia cuminii), medang lilin (Litsca roxburghii)

dan sempur (Dillenia ovata) telah diteliti oleh Irawati tahun 1990.

Tanaman tersebut dipergunakan dalam program pengembangan RTH

dikawasan pabrik semen, karena memiliki ketahanan yang tinggi terhadap

pencemaran debu semen dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi)

dan menyerap (absorpsi) debu semen adalah mahoni, bisbul, tanjung, kenari,

meranti merah, kiara payung dan kayu hitam. Sedangkan duwet, medang lilin dan

sempur kurang baik digunakan sebagai tanaman untuk penghijauan di kawasan

industri pabrik semen. Ketiga jenis tanaman ini selain agak peka terhadap debu

semen, juga mempunyai kemampuan yang rendah dalam menjerap dan menyerap

partikel semen (Irawati, 1990).

5. Peredam Kebisingan

Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara

oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam

suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang (Grey

dan Deneke, 1978). Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai

strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya

dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. Menurut Grey dan Deneke

(1978), dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%.

6. Mengurangi Bahaya Hujan Asam

(36)

negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses dan

translokasi. Proses translokasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya

ialah: Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula (Smith, 1984).

Menurut Henderson et al., (1977) bahan anorganik yang diturunkan ke

lantai RTH dari tajuk melalui proses troughfall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum.

Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan

daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka

asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk

garam CaSO4 yang bersitat netral. Dengan demikian adanya proses translokasi

dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH,

sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. Hasil

penelitian dari Hoffman et al. (1980) menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah

melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang

tidak melewati tajuk pohon.

7. Penyerap Karbon Monoksida

Bidwell dan Fraser dalam Smith (1981) mengemukakan, kacang merah

(Phascolus vulgaris) dapat menyerap gas ini sebesar 12-120 kg/km2/hari. Mikroorganisme serta tanah pada lantai RTH mempunyai peranan yang baik

dalam menyerap gas ini (Bennet dan Hill, 1975). Smith (1981) mengemukakan,

tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang semula

konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 µg/m3) menjadi hampir mendekati

nol hanya dalam waktu 3 jam saja.

8. Penyerap Karbon dioksida dan Penghasil Oksigen

RTH merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari

fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudra. Dengan berkurangnya

kemampuan RTH dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan

RTH akibat peladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun RTH

untuk membantu mengatasi penurunan fungsi RTH tersebut.

Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik RTH kota,

RTH alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang

(37)

Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat

menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan

hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini

menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.

Widyastama (1991) mengemukakan, tanaman yang baik sebagai penyerap

gas CO2 dan penghasil oksigen adalah : damar (Agathis alba), daun kupu-kupu

(Bauhinia purpurca), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia

auriculiformis) dan beringin (Ficus benjamina).

9. Penyerap dan Penapis Bau

Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau

permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat digunakan untuk

mengurangi bau. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman

akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau (Grey dan Deneke,

1978). Akan lebih baik lagi hasilnya, jika tanaman yang ditanam dapat

mengeluarkan bau harum yang dapat menetralisir bau busuk dan menggantinya

dengan bau harum. Tanaman yang dapat menghasilkan bau harum antara lain:

cempaka (Michelia campaka) dan tanjung (Mimusops elengi).

10. Mengatasi Penggenangan

Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis

tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis

tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah

daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula.

Menurut Manan (1976) tanaman penguap air yang tinggi diantaranya

adalah : nangka (Artocarpus integra), sengon (Paraserianthes falcataria), akasia

(Acacia auriculiformis), sonokeling (Dalbergia latifolia), mahoni (Swietenia

mahagoni), jati (Tectona grandis), kihujan (Samanea saman) dan lamtoro (Leucaena glauca).

11. Ameliorasi Iklim.

Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan

adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di

perkotaan. RTH dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada

(38)

bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antena pemancar radio,

televisi, dan lain-lain, sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk

pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Grey dan Deneke,

1978 dan Robinette, 1983).

Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi surya

suatu RTH sangat dipengaruhi oleh: panjang gelombang, jenis tanaman, umur

tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu

udara pada daerah mempunyai RTH lebih nyaman dari pada daerah tidak

ditumbuhi oleh tanaman. Wenda (1991) telah melakukan pengukuran suhu dan

kelembaban udara pada lahan yang bervegetasi dengan berbagai kerapatan, tinggi

dan luasan dari RTH kota di Bogor yang dibandingkan dengan lahan pemukiman

yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal, diperoleh hasil bahwa:

• Pada areal bervegetasi (komponen utama RTH), suhu hanya berkisar

25,5-31,0°C dengan kelembaban 66-92%.

• Pada areal yang kurang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan

aspal suhu yang terjadi 27,7-33,1°C dengan kelembaban 62-78%.

• Areal padang rumput mempunyai suhu 27,3-32,1°C dengan kelembaban

62-78%.

Koto (1991) juga telah melakukan penelitian di beberapa tipe vegetasi di

sekitar Gedung Manggala Wanabakti. Dari penelitian ini dapat dinyatakan, daerah

disekitar pohon memiliki suhu udara yang paling rendah, jika dibandingkan

dengan suhu udara di taman parkir, padang rumput dan beton.

12. Pengelolaan Sampah

RTH dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah dalam hal : (1) sebagai

penyerap bau, (2) sebagai pelindung tanah hasil bentukan dekomposisi dari

sampah, (3) sebagai penyerap zat yang berbahaya yang mungkin terkandung

dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta bahan beracun dan berbahaya

lainnya.

13. Pelestarian Air Tanah

Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan

memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan

(39)

RTH akan meningkat.

Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya

ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Di

samping itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah,

sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan

hanya sedikit yang menjadi air limpasan.

Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke

lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan

demikian RTH yang dibangun pada daerah resapan air dari kota yang

bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang

baik.

Menurut Manan (1976) tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi

yang rendah antara lain : cemara laut (Casuarina equisetifolia), beringin (Ficus elastica), karet (Hevea brasiliensis), manggis (Garcinia mangostana), bungur (Lagerstromia speciosa), trembesi (Fragraea fragrans), dan kelapa (Coccos nucifera).

14. Penapis Cahaya Silau

Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan

cahaya seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang

halus dari benda-benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat

menyilaukan dari arah depan, akan mengurangi daya pandang pengendara. Oleh

sebab itu, cahaya silau tersebut perlu untuk dikurangi. Keefektifan pohon dalam

meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan

kerapatannya. Pohon dapat dipilih berdasarkan ketinggian maupun kerimbunan

tajuknya.

15. Meningkatkan Keindahan

Manusia dalam hidupnya tidak saja membutuhkan tersedianya makanan,

minuman, namun juga membutuhkan keindahan. Keindahan merupakan

pelengkap kebutuhan rohani. Benda-benda di sekeliling manusia dapat ditata

dengan indah memuat garis, bentuk, warna, ukuran dan teksturnya (Grey dan

Deneke, 1978), sehingga dapat diperoleh suatu bentuk komposisi yang menarik.

(40)

tekstur yang sudah dirancang sedemikian rupa tetap masih mempunyai

kekurangan yaitu tidak alami, sehingga boleh jadi tidak segar tampaknya di depan

mata. Akan tetapi dengan menghadirkan pohon ke dalam sistem tersebut, maka

keindahan yang telah ada akan lebih sempurna, karena lebih bersifat alami yang

sangat disukai oleh setiap manusia.Tanaman dalam bentuk, warna dan tekstur

tertentu dapat dipadu dengan benda-benda buatan seperti gedung, jalan dan

sebagainya untuk mendapatkan komposisi yang baik. Peletakan dan pemilihan

jenis tanaman harus dipilih sedemikian rupa, sehingga pada saat pohon tersebut

telah dewasa akan sesuai dengan kondisi yang ada. Warna daun, bunga atau buah

dapat dipilih sebagai komponen yang kontras atau untuk memenuhi rancangan

yang harmonis (bergradasi lembut).

Komposisi tanaman dapat diatur dan diletakkan sedemikian rupa, sehingga

pemandangan yang kurang enak dilihat seperti: tempat pembuangan sampah,

pemukiman kumuh, rumah susun dengan jemuran yang beraneka bentuk dan

warna, pabrik dengan kesan yang kaku dapat sedikit ditingkatkan citranya menjadi

lebih indah, sopan, manusiawi dan akrab dengan hadirnya RTH sebagai tabir

penyekat di sana.

16. Sebagai Habitat Burung

Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to nature).

Desiran angin, kicauan burung dan atraksi satwa lainnya di kota diharapkan dapat

menghalau kejenuhan dan stress yang banyak dialami oleh penduduk perkotaan.

Menurut Hernowo dan Prasetyo (1989) salah satu satwa liar yang dapat

dikembangkan di perkotaan adalah burung. Burung perlu dilestarikan, mengingat

mempunyai manfaat yang tidak kecil artinya bagi masyarakat, antara lain:

• Membantu mengendalikan serangga hama,

• Membantu proses penyerbukan bunga,

• Mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi,

• Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan suasana yang

menyenangkan,

• Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi rekreasi,

• Sebagai sumber plasma nutfah,

(41)

Beberapa jenis burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat

mencari makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Pohon kaliandra

(Calliandra calothyrsus) di antaranya disenangi burung pengisap madu. Pohon jenis lain disenangi oleh burung, karena berulat yang dapat dimakan oleh jenis

burung lainnya. Menurut Ballen, beberapa jenis tumbuhan yang banyak didatangi

burung antara lain:

Ficus benjamina, Ficus variegata, dan Ficus glabarima buahnya banyak

dimakan oleh burung seperti punai (Tecron sp.).

• Dadap (Erythrina variegata). Bunganya menghasilkan nektar. Beberapa

jenis burung yang banyak dijumpai pada tanaman dadap yang tengah

berbunga antara lain: betet (Psittacula alexandri), serindit (Loriculus

pusillus), jalak (Sturnidae) dan beberapa jenis burung madu.

• Dangdeur (Gossatnpinus taphylla). Bunganya yang berwarna merah

menarik burung ungkut-ungkut dan srigunting.

• Aren (Arenga pinnata). Ijuk dari batangnya sering dimanfaatkan oleh

burung sebagai bahan untuk pembuatan sarangnya.

• Bambu (Bambusa spp.). Burung blekok (Ardeola speciosa) dan manyar

(Plocous sp.) bersarang di pucuk bambu. Sedangkan jenis burung lainnya

seperti: burung cacing (Cyornis bamtunas), ceguk (Otus bakkamoena),

sikatan (Rhipiditra javanica), kepala tebal bakau ( Pachycephala cinerea)

dan perenjak kuning (Abroscopus supereiliaris) bertelur pada pangkal

cabangnya, di antara dedaunan dan di dalam batangnya.

17. Mengurangi Stress

Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktivitas, mobilitas dan

persaingan yang tinggi. Namun di lain pihak lingkungan hidup kota mempunyai

kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor

maupun industri. Oleh sebab itu gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan

ugal-ugalan sangat mudah ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan

berusaha di kota atau mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi kepergiannya

saja di kota.

Program pembangunan dari pengembangan RTH dapat membantu

(42)

diberikannya akan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal,

CO, SOx, NOx dan lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan lantai RTH. Kicauan

dan tarian burung akan menghilangkan kejemuan. RTH juga dapat mengurangi

kekakuan dan monotonitas.

18. Meningkatkan Industri Pariwisata

Bunga bangkai (Amorphophallus titanuni) di Kebun Raya Bogor yang

berbunga setiap 2-3 tahun dan tingginya dapat mencapai 1,6 m dan bunga Raflesia

Arnoldi di Bengkulu merupakan salah satu daya tarik bagi turis domestik maupun

mancanegara. Tamu asing pun akan mempunyai kesan tersendiri, jika berkunjung

atau singgah pada suatu kota yang dilengkapi dengan RTH yang unik, indah dan

menawan.

19. Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang

Monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kehidupan di kota besar perlu

diimbangi oleh kegiatan lain yang bersifat rekreatif, akan dapat menghilangkan

monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kerja. Keberadaan RTH penting dalam

mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Pengendalian

pembangunan wilayah perkotaan harus dilakukan secara proporsional dan berada

dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-fungsi lingkungan.

Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan

ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah rencana dan

rancangannya. Tanpa ruang terbuka, apalagi RTH, maka lingkungan kota akan

menjadi hutan beton yang gersang, kota menjadi sebuah pulau panas (heat island)

yang tidak sehat, tidak nyaman, tidak manusiawi, sebab tak layak huni.

Pemanfaatan RTH pada kawasan perkotaan (Dep. PU, 2008) antara lain:

1. RTH pekarangan terdiri dari:

• Pekarangan rumah besar dengan kategori: rumah dengan luasan lahan di

atas 500 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling

dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat dan

jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 (tiga) pohon

pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau

rumput.

(43)

antara 200 m2 – 500 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan

lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah

setempat dan jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2

(dua) pohon pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta

penutup tanah dan atau rumput.

• Pekarangan rumah kecil dengan kategori: rumah dengan luasan lahan di

bawah 200 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling

dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat, dan

jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon

pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan

atau rumput.

• Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha dengan kategori:

umumnya berupa jalur trotoar dan area parkir terbuka, beberapa lokasi

persyaratan pada RTH pekarangan rumah, ditanam pada area diluar KDB

yang telah ditentukan.

• Taman atap bangunan dengan kategori: Kavling dengan KDB di atas 90%

seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau pada kawasan-kawasan

dengan kepadatan tinggi dengan lahan yang sangat terbatas dibuat taman

atap bangunan.

2. Taman lingkungan dan taman kota yang terdiri dari taman RT, taman RW,

taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota.

3. Hutan kota dengan kategori :

• Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas vegetasi

terkonsentrasi pada satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon

dengan jarak tanam rapat tidak beraturan.

• Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan

(44)

terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil.

• Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti

bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya.

• Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 meter.

4. RTH pada jalur hijau jalan antara lain: pada jalur tepi jalan, pada median

jalan, pada jalur pejalan kaki, pada jalur dibawah jalan layang.

5. RTH sempadan jalur kereta api dengan kategori: jarak maksimal dari

sumbu rel adalah 50 m dan pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang

akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi

pekerjaan.

6. RTH jaringan listrik tegangan tinggi dengan kategori:

• Jenis tanaman yang ditanam memiliki dahan yang kuat;

• Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang;

• Akarnya menghunjam masuk ke dalam tanah;

• Memiliki kerapatan yang cukup (50-60%);

• Pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai

gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi pekerjaan.

7. RTH sempadan sungai dengan kategori:

• Jalur hijau sungai meliputi sempadan sungai selebar 50 m pada kiri kanan

sungai besar dan sungai kecil (anak sungai);

• Sampel jalur hijau sungai berupa petak-petak berukuran 20 m x 20 m

diambil secara sistematis dengan intensitas sampling 10% dari panjang

sungai;

• Sebelum di lapangan, penempatan petak sampel dilakukan secara awalan

acak (random start) pada peta. Sampel jalur hijau sungai berupa jalur memanjang dari garis sungai ke arah darat dengan lebar 20 m sampai

pohon terjauh;

• Sekurang-kurangnya 100 m dari kiri kanan sungai besar dan 50 m di kiri

kanan anak sungai yang berada diluar pemukiman;

• Untuk sungai di kawasan pemukiman berupa sempadan sungai yang

diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 m;

(45)

• Pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi pekerjaan.

8. Sabuk Hijau dengan kategori:

• RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan lahan

tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau

pemisah

• Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya

(eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan

keberadaannya

9. RTH Pemakaman

10.RTH sempadan pantai dengan kategori:

• RTH sempadan pantai memiliki fungsi utama sebagai pembatas

pertumbuhan pemukiman atau aktivitas lainnya agar tidak menggangu

kelestarian pantainya.

• Lebar RTH sempadan pantai minimal 100 meter dari batas air pasang

tertinggi ke arah darat.

• Tidak bertentangan dengan Keppres No.32 tahun 1990 tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung

• Tidak menyebabkan gangguan terhadap kelestarian ekosistem pantai,

termasuk gangguan terhadap kualitas visual.

• Pola tanam vegetasi bertujuan untuk mencegah terjadinya abrasi, erosi,

melindungi dari ancaman gelombang pasang, wildlife habitat dan meredam

angin kencang.

• Pemilihan vegetasi mengutamakan vegetasi yang berasal dari daerah

setempat.

• Khusus untuk kawasan pantai berhutan bakau harus dipertahankan sesuai

ketentuan dalam Keppres No. 32 Tahun 1990.

11.RTH pengamanan sumber air baku atau mata air terdiri dari:

• RTH danau atau waduk dengan kategori minimal sempadan 50 meter dari

titik muka air tertinggi.

• RTH mata air dengan kategori minimal sempadan 200 meter dari titik

Gambar

Gambar 01 Pembagian Ruang Wilayah Kota
Gambar 02 Lokasi Penelitian
Tabel 01. Jenis dan Sumber serta Fungsi Data
Tabel 02. Kemiringan Lereng Berdasarkan Luas Lahan Kota Bogor Tahun 2004.
+7

Referensi

Dokumen terkait

174.999.500,00 (seratus tujuh puluh empat juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) dengan ini diumumkan sebagai Penyedia Jasa adalah :.. Nama Penyedia

Cinta, welas asih dan turut berbahagia terus mengalir dari batin dan bertindak pada dunia, namun karena terjaga oleh keseimbangan batin, mereka tidak menggantungkan diri

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut (1) Kehandalan berpengaruh positif dan signifikan sebesar 16 % terhadap kepuasan mahasiswa, ini sejalan dengan

Hasil analisis didapatkan rata-rata jumlah koloni bakteri di mulut post intervensi paling banyak pada kelompok chlorhexidine 0.2% yaitu dengan rata-rata 1.536.000

[r]

Berita yang disajikan oleh media, sesungguhnya teks atau cerita tentang fenom- ena atau peristiwa atas realita pertama (dalam kasus kita ialah ambruknya jembatan Kutai

Begitu juga dengan Penelitian [18] pada pemerintahan kota Banda Aceh menjelaskan bahwa pemahaman akuntansi, pemanfaatan sistem informasi akuntansi keuangan daerah

dan pengaruh perlakuan tanaman Arachis pintoi terhadap pertumbuhan gulma. Gulma yang terdapat pada setiap unit sampel eksperimen ditimbang. menggunakan timbangan