• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klausul 8.5.3. Tindakan Preventif

2.5. Proses Hirarki Analitik

Pengamatan mendasar tentang sifat manusia, pemikiran analitik, dan pengukuran membawa pada pengembangan suatu model yang berguna untuk memecahkan persoalan secara kuantitatif. Proses hirarki analitik (PHA) merupakan suatu model yang luwes yang mampu memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Proses ini memungkinkan orang menguji kepekaan hasilnya terhadap perubahan informasi. PHA memasukkan pertimbangan secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah pada logika, intuisi, dan pengalaman untuk memberikan pertimbangan. Satu segi lain dari PHA adalah proses ini memberi suatu kerangka bagi partisipasi kelompok dalam pengambilan keputusan atau pemecahan persoalan. Cara menangani realitas yang tak terstruktur adalah melalui partisipasi, tawar-menawar dan kompromi.

Konseptualisasi setiap persoalan dengan PHA menuntut orang untuk menganggap gagasan, pertimbangan serta fakta yang diterima oleh orang lain sebagai aspek esensial dari masalah itu. Partisipasi

kelompok dapat berkontribusi pada validitas hasil keseluruhan (Ma’arif dan Tanjung, 2005).

Menurut Saaty (1993), tahapan dari kerangka kerja PHA yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan. Fokus dari analisis ini adalah identifikasi permasalahan mutu perusahaan dan kinerja setiap bagian yang ada diperusahaan.

Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan cara wawancara kepada responden. Setelah ditentukan fokus analisis, selanjutnya ditentukan komponen-komponen dan pendefinisian masing-masing komponen.

2. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Setelah komponen-komponen dari fokus analisis diketahui, lalu dilakukan pembuatan struktur hirarki. Hirarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. Pembuatan hirarki bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan analisis. Penyusunan hirarki ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan seperangkat peubah, yaitu unsur manajemen mutu. Pada fokus identifikasi permasalahan tersusun beberapa tingkatan seperti tingkat 1 adalah fokus sasaran atau cita-cita utama, tingkat 2 adalah faktor atau kriteria masalah, tingkat 3 adalah aktor atau pelaku, tingkat 4 merupakan obyektif atau tujuan yang ingin dicapai yaitu sesuai dengan sasaran pada tingkat 1 adalah penyebab permasalahan dalam penerapan ISO 9001:2000 di Telkom Bogor dan tingkat 5 adalah skenario atau alternatif kegiatan atau tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan dalam penerapan ISO 9001:2000 di Telkom Bogor. Contoh strukur hirarki dari identifikasi permasalahan mutu dapat dilihat pada Gambar 2.

Tingkat 1

Fokus/Ultimate Goal

Tingkat 2

Faktor/Kriteria Masalah

Tingkat 3 Aktor/Pelaku

Tingkat 4

Tujuan/ Penyebab Masalah

Tingkat 5 Skenario

Gambar 2. Struktur hirarki identifikasi permasalahan (Saaty, 1993) 3. Menyusun matriks gabungan.

Identifikasi Masalah (UG)

F1 F2 F3 F4

A1 A2 A3 A4

T2 T3

T1 T4

S1 S2 S3 S4

Matriks gabungan berpasangan adalah matriks yang membandingkan bobot unsur dalam suatu hirarki dengan unsur-unsur dalam hirarki atasnya. Matriks ini disusun sesuai dengan tujuan penelitian dan struktur hirarki analisa. Matriks ini dimulai dari puncak hirarki untuk fokus identifikasi permasalahan sebagai dasar untuk melakukan pembandingan berpasangan antar peubah yang terkait dengan di bawahnya.

4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang dilakukan dari hasil perbandingan yang diperoleh pada langkah 3.

Setelah matriks pembandingan berpasangan antar elemen dibuat, selanjutnya dilakukan pembandingan berpasangan antara setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada baris ke-j, yang berhubungan dengan fokus identifikasi permasalahan. Pembandingan berpasangan antar elemen-elemen tersebut dilakukan dengan pertanyaan : “seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi, dipengaruhi, dipenuhi atau diuntungkan oleh fokus permasalahan, dibandingkan dengan kolom ke-j ?” jika elemen-elemen yang diperbandingkan merupakan suatu peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah :

“seberapa lebih mungkin suatu elemen baris ke-i dibandingkan dengan elemen kolom ke-j, sehubungan dengan fokus ?”.

Menurut Saaty (1993), Untuk mengisi matrik banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 2. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri atas ke kanan bawah.

Tabel 2. Nilai skala banding berpasangan

Nilai Skala Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama

pentingnya

Dua elemen

mempengaruhi sama kuat pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari yang

Pengalaman atau pertimbangan sedikit

lainnya menyokong satu

Nilai Skala Definisi Penjelasan

7 Satu elemen sangat jelas lebih penting dibanding

9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen yang lainnya

Sokongan elemen yang satu atas yang lainnya terbukti memiliki

Bila nilai-nilai diatas dianggap membandingkan antara elemen A dan B, maka nilai-nilai kebalikan (1/2, 1/3, …, 1/9) digunakan untuk membandingkan kepentingan B terhadap A.

Sumber : Saaty, 1993.

5. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama.

Angka 1 - 9 digunakan bila F1 lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat G dibandingkan dengan F2, sedangkan F1 kurang mendominasi atau mempengaruhi identifikasi masalah dibandingkan F2, maka

digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya.

6. Melaksanakan langkah 3, 4, dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut.

Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang terbatas pada hirarki, berkenaan dengan kriteria elemen di atasnya. Matriks pembandingan dalam model PHA dibedakan menjadi : (1) Matriks pendapat individu (MPI), (2) Matriks pendapat gabungan (MPG). Matriks Pendapat Individu (MPI) adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan oleh individu. MPI memiliki elemen yang disimbolkan dengan aij, yaitu elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j (Gambar 3).

G A1 A2 A3 … An

A1 a11 a12 a13 … a1n

A2 a21 a22 a23 … a2n

A3 a31 a32 a33 … a3n

… … …

An an1 an2 an3 … amn

Gambar 3. Matriks pendapat individu (Saaty , 1993)

Matriks Pendapat Gabungan (MPG) adalah susunan matriks baru yang elemennya (gij) berasal dari rataan geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10%

dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik (Gambar 4).

G G1 G2 G3 … Gn

G1 g11 g12 g13 … g1n

G2 g21 g22 g23 … g2n

G3 g31 g32 g33 … g3n

… … …

Gn gn1 gn2 gn3 … gmn

Gambar 4. Matriks pendapat gabungan (Saaty, 1993)

Rataan geometrik dapat diperoleh dengan mengggunakan rumus berikut :

7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas.

Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap yaitu : (1) pengolahan horizontal dan (2) pengolahan vertikal. Kedua

jenis pengolahan tersebut dapat dilakukan untuk MPI maupun MPG.

Pengolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan MPG diolah secara horizontal, dimana MPI atau MPG harus memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi.

Pengolahan horizontal dapat dilakukan setelah MPI atau MPG yang akan diolah telah siap dan lengkap dengan elemennya. Pengolahan horizontal terdiri dari tiga bagian, yaitu (1) penentuan vektor eigen atau vektor prioritas, (2) uji konsistensi dan (3) revisi pendapat MPI atau MPG yang memiliki rasio inkonsitensi yang tinggi.

Pengolahan vertikal dilakukan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Hasil akhir dari pengolahan vertikal ini merupakan bobot prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat keputusan paling bawah terhadap sasaran utama.

8. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki.

Langkah terakhir adalah mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki dengan mengalikan setiap indek konsistensi dengan prioritas utama kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks inkonsistensi acak yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks.

Dengan cara yang sama, pada setiap indeks inkonsistensi acak dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi hirarki harus bernilai kurang dari atau sama dengan 10%.

Dokumen terkait