• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES IMOBILISASI LIMBAH TRANS-URANIUM PELARUT BEKAS DENGAN POLIMER

Dalam dokumen Produksi Dan Karakterisasi Enzim Selulas (Halaman 185-189)

Herlan Martono, Wat

PROSES IMOBILISASI LIMBAH TRANS-URANIUM PELARUT BEKAS DENGAN POLIMER

Polimer merupakan bahan yang cocok untuk imobilisasi limbah cair TRU pelarut bekas seperti yang telah dilakukan di PNC-Jepang dalam skala industri [2]. Perubahan fase cair dan pasta menjadi padat disebut curing atau pengeringan. Proses ini terjadi secara fisika karena adanya penguapan pelarut atau medium pendispersi dan dapat juga karena adanya perubahan kimia, misalnya polimerisasi pembentukan ikatan silang. Proses kimia tersebut menyebabkan reaksi antara molekul-molekul yang relatif kecil dengan fase cair atau pasta, membentuk jaringan molekul yang lebih besar, padat dan tidak mudah larut. Salah satu teknologi curing adalah menggunakan radiasi sinar gamma atau sinar beta. Partikel foton atau elektron mula-mula mempunyai energi kinetik yang tinggi. Jika partikel tersebut menumbuk molekul suatu bahan, maka akan terjadi ionisasi, eksitasi atau pemutusan ikatan atom dalam bahan. Radiasi berenergi tinggi mempunyai daya tembus yang lebih besar daripada radiasi berenergi rendah. Pada tingkat energi sama, sinar gamma mempunyai daya tembus yang lebih besar daripada sinar beta. Interaksi sinar gamma dengan molekul polimer menyebabkan terjadinya degradasi dengan membentuk radikal bebas. Radikal bebas kemudian bereaksi dengan ikatan silang membentuk spesi yang melakukan propagasi. Reaksi selanjutnya terjadi antara spesi yang melakukan propagasi dengan molekul dalam sistem yang membentuk jaringan ikatan silang sehingga terjadi proses curing. Proses curing

juga dapat terjadi karena panas yang dihasilkan pada reaksi polimerisasi yang bersifat reaksi eksotermis.

Imobilisasi limbah cair pemancar alfa pelarut bekas dari proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas dari reaktor tipe LWR dilakukan dengan polimer epoksi yang bersifat eksotermis.

180

Epoksi terbentuk dari reaksi antara epiklorohidrin dengan bisfenol propana (bisfenol A) dengan persamaan reaksi, yang ditunjukkan pada Gambar 2 sebagai berikut [9,10]:

Gambar 2. Reaksi antara epiklorohidrin dengan bisfenol A [9,10].

Pengeras (hardener) mempunyai fungsi sebagai katalisator reaksi berantai dalam pembentukan polimer, dengan pencampuran epoksi dan pengeras tersebut terbentuklah polimer epoksi. Polimer epoksi termasuk jenis resin termoset. Resin termoset mempunyai struktur tiga dimensi. Polimer tiga dimensi adalah polimer yang dapat membentuk struktur jaringan bila monomer yang bereaksi bersifat fungsional ganda, artinya mereka dapat menghubungkan tiga atau lebih molekul yang berdekatan [11]. Bila dalam pencampuran resin epoksi dan pengeras tersebut ditambahkan pula limbah radioaktif, maka konstituen limbah akan terkungkung dalam struktur kerangka tiga dimensi polimer tersebut sebagai filler.

PEMBAHASAN

Pada penggunaan gelas borosilikat untuk imobilisasi limbah pada Tabel 1, tidak dapat digunakan karena terjadi pemisahan fase PuO2. Gelas borosilikat dapat digunakan untuk imobilisasi limbah pada Tabel 2, karena kadar aktinidanya kecil sekali dan aktinida yang lain tidak terdeteksi. Hal ini mirip yang dilakukan oleh Republik Korea, yaitu gelas borosilikat untuk imobilisasi limbah aktivitas rendah [12]. Gelas borosilikat digunakan untuk imobilisasi limbah aktivitas rendah karena reduksi volumenya besar sehingga transportasi dan disposalnya murah, walaupun proses pembuatannya mahal. Proses ini belum ekonomis di Indonesia karena harga lahan yang murah.

Pada pembuatan keramik-limbah, molibdenum oksida menyublim pada 1115 ºC di bawah suhu sintering yang digunakan. Untuk menghindari sublimasi, Ca(OH)2 ditambahkan ke campuran keramik-limbah. Pada proses sintering, kehilangan MoO3 berkurang dari 5 % berat MoO3 yang ada [1]. Pada limbah TRU dari IRM, MoO3 dipisahkan untuk produksi radioisotop.

Rutenium oksida akan menyublim selama proses sintering. Selama proses pengeringan dan sintering, nitrat diuraikan dengan sempurna menjadi NOx yang terkandung dalam gas buang. Pada 1250 ºC terjadi aerosol SO3 yang merupakan dekomposisi CaSO4. Kandungan RuO2 yang tinggi dalam limbah pemancar alfa, maka jika limbah pemancar alfa tersebut diimobilisasi dengan bahan keramik perlu penyerapan gas rutenium dengan gel silika.

Pada pembuatan polimer-limbah, dapat dilakukan proses kalsinasi limbah cair pelarut bekas pada suhu 700 ºC, sehingga terjadi oksida. Oksida dicampur dengan polimer epoksi dan bahan pengeras (hardener) dengan perbandingan 2 : 1 dengan kandungan oksida limbah dalam polimer 20 % berat. Setelah didiamkan, terjadi curing membentuk polimer-limbah (epoksi-limbah). Selama proses kalsinasi, nitrat diuraikan dengan sempurna menjadi NOx sedangkan sulfat menjadi SOx yang terkandung dalam gas buang. Oleh karena reaksi polimerisasi eksotermik, maka MoO3 dan RuO2 tidak menguap, sehingga tidak perlu penyerapan gas MoO3 dan gas RuO2.

Berdasarkan perbandingan proses pembuatan tersebut di atas, maka pembuatan polimer-limbah lebih sederhana karena reaksi eksotermis dan waktu curing yang diperlukan hanya beberapa menit. Dalam pengelolaan limbah TRU pelarut bekas, jumlah jenis limbah ini tidak banyak dalam industri nuklir, sehingga tidak timbul masalah. Dalam pengelolaan limbah aspek keselamatan dan ekonomi harus dipertimbangkan. Pada pembuatan keramik-limbah perlu penekanan dan sintering pada suhu tinggi. Demikian pula pengolahan gas buang pada pembuatan

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

181 keramik-limbah lebih kompleks terutama adanya molibdenum dan rutenium. Penyerapan rutenium dalam gas buang dilakukan dengan gel silika pada suhu 65 ºC atau dengan campuran 6 N HCl dan etanol dengan perbandingan volume 99/1 pada 0 ºC [7,13].

Perbandingan karakteristik gelas-limbah, keramik-limbah dan polimer epoksi-limbah yang masing-masing mengandung 20 % berat limbah ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan karakteristik gelas-limbah, keramik-limbah dan polimer epoksi-limbah

yang masing-masing mengandung 20 % berat limbah [7,14,15].

Karakteristik Gelas-Limbah Keramik-Limbah Polimer Epoksi-Limbah

Berat Jenis (g/cm3) 2,75 2,00 1,13 Kuat Tekan (kN/cm2) - 12,00 16,00 Laju Pelindihan (g.cm-2.hari-1) 2,3 x 10 -5 (100 ºC, 1 atm, 24 jam) 2 x 10 -4

(200 ºC, 8 MPa) (100 ºC, 1 atm, 6 jam) nd Berdasarkan aspek penanganan gas buang, proses pembuatan keramik-limbah lebih kompleks karena suhu prosesnya lebih tinggi, sedangkan berdasarkan kuat tekan, maka keramik- limbah dan polimer epoksi-limbah memenuhi standar kuat tekan. Hal ini karena kuat tekan keramik-limbah dan polimer epoksi-limbah lebih tinggi dari pada kuat tekan standar keramik dan kuat tekan standar epoksi. Standar kuat tekan keramik adalah 10 kN/cm2 [5]. Standar kuat tekan untuk polimer adalah 14 kN/cm2 [14].

Dari segi laju pelindihan, maka laju pelindihan gelas-limbah dengan air bebas mineral (pada 100 ºC, 24 jam) adalah 2,3 x 10-5 g.cm-2.hari-1 sedangkan laju pelindihan keramik-limbah dengan air bebas mineral (pada 200 ºC, 8 MPa) adalah 2 x 10-4 g.cm-2.hari-1 dan polimer epoksi- limbah menunjukkan tidak terdeteksi adanya radionuklida yang terlindih. Gaya dorong laju pelindihan adalah beda konsentrasi suatu unsur di dalam gelas-limbah, keramik-limbah atau polimer epoksi-limbah dan kadar suatu unsur dalam air pelindih. Beda konsentrasi radionuklida pada uji pelindihan secara dinamik (air pelindih mengalir seperti pada alat soxhlet pada suhu 100 ºC, tekanan 1 atm) lebih besar dari pada secara statik. Hal ini karena pada uji pelindihan secara dinamik air destilat yang kontak dengan gelas-limbah, keramik-limbah atau polimer epoksi-limbah tidak mengandung unsur-unsur atau radionuklida yang ada dalam limbah dan unsur lainnya, sehingga beda konsentrasi suatu unsurnya besar. Pada uji pelindihan secara statik, dilakukan pada suhu kamar dan tekanan 1 atm, dengan air yang menggenang atau diam. Air pelindih mula- mula tidak mengandung unsur atau radionuklida dalam gelas-limbah, keramik-limbah atau polimer epoksi-limbah serta unsur yang lain. Adanya pelindihan radionuklida atau unsur dari dalam gelas- limbah, keramik-limbah atau polimer epoksi-limbah ke air pelindih akan menekan laju pelindihan radionuklida atau unsur lebih lanjut. Pengaruh suhu akan menaikkan laju pelindihan radionuklida atau unsur dari dalam gelas-limbah, keramik-limbah atau polimer epoksi-limbah ke lingkungan [15]. Pelindihan gelas-limbah, keramik-limbah, dan polimer epoksi-limbah dengan air bebas mineral pada suhu kamar dan tekanan 1 atm sangat kecil sekali. Laju pelindihan radionuklida atau unsur dari gelas-limbah selama 1 tahun pada suhu kamar dan tekanan 1 atm sama dengan selama 1 hari pada suhu 100 ºC, tekanan 1 atm [11,15].

Dari segi berat jenis hasil imobilisasi limbah, berat jenis polimer epoksi-limbah yang lebih kecil dibandingkan dengan berat jenis gelas-limbah maupun berat jenis keramik-limbah, akan memudahkan transportasi dan penyimpanannya.

Ketahanan radiasi gelas-limbah, keramik-limbah, dan polimer epoksi-limbah terhadap radiasi alfa dari radionuklida dalam limbah adalah terjadinya reaksi inti, sehingga terjadi perubahan komposisi. Terjadinya perubahan komposisi ini dapat ditentukan dari perubahan densitas dan kuat tekannya. Gela-limbah, keramik-limbah, dan polimer epoksi-limbah dengan kandungan limbah TRU 20 % berat, tahan terhadap radiasi alfa [1, 16].

Berdasarkan data dan pembahasan di atas, polimer epoksi dipilih untuk imobilisasi limbah TRU karena proses pembuatan dan penanganan gas buangnya lebih sederhana, lebih murah karena prosesnya pada suhu yang lebih rendah (kalsinasi limbah 700 ºC dan reaksi polimerisasinya eksotermis), dan karakteristiknya telah memenuhi standar. Polimer epoksi dapat digunakan untuk imobilisasi limbah TRU yang aktivitasnya lebih rendah dan kandungan jenis radionuklidanya lebih sedikit.

182

KESIMPULAN

Dari aspek penanganan gas buang proses pembuatan keramik-limbah lebih kompleks daripada vitrifikasi dan polimerisasi, karena suhu prosesnya lebih tinggi, sehingga RuO2 dan MoO3 menguap dan mengalir bersama gas buang. Kuat tekan dan laju pelindihan gelas-limbah, keramik- limbah dan polimer epoksi-limbah memenuhi syarat. Berat jenis polimer epoksi-limbah yang lebih kecil dari pada gelas-limbah dan keramik-limbah memudahkan dalam transportasi dan penyimpanannya. Gelas-limbah, keramik-limbah dan polimer epoksi-limbah dengan kandungan limbah TRU 20 % berat tahan terhadap radiasi alfa. Berdasarkan pertimbangan di atas dipilih polimer epoksi-limbah untuk imobilisasi limbah TRU pelarut bekas. Polimer epoksi dapat digunakan untuk imobilisasi limbah TRU pelarut bekas bahan bakar teriradiasi dari IRM.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. RIEGE U., et. Al, Ëvaluation of Ceramic Materials as A Matrix For Solidification of Alpha- Bearing Wastes”, Management of Alpha-Contaminated Waste, International Atomic Energy Agency, Vienna, 1981.

[2]. IAEA, “Spent Fuel Performance Assessment and Research”, IAEA-TECDOC 1343, International Atomic Energy Agency, Vienna, 2003.

[3]. PNC’s GUIDE BOOKS, “Status of High Level and Trans-Uranium Waste Management in PNC”, Tokyo-Japan, 1986.

[4]. MENDEL J.E., “The Fixation of High Level Wastes in Glasses”, Pacific Northwest Laboratory, Washington 99352, 1985.

[5]. LOIDA A., “Solidification of TRU-Waste By Embedding into An Aluminium Silicate Based Ceramic Matrix”, Institute fuer Nukleare Entsorgungstechnik (INE), D-7500 Karlsruhe 1, 1984.

[6]. MARTONO H., “Pengolahan Limbah Cair Hasil Samping Perngujian Bahan Bakar Pasca Irradiasi Dari Instalasi Radiometalurgi”, Prosiding Seminar Nasional XV, Kimia Dalam Industri dan Lingkungan, Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia, Yogyakarta, 2006.

[7]. MARTONO, H., “Characterization of Waste-Glass and Treatment of High Level Liquid Waste”, Report at Tokai Works, Power Reactor and Nuclear Fuel Development Corporation, PNC-Japan, 1988.

[8]. AISYAH, dkk., “Pengolahan Limbah Cair dari Instalasi Radiometalurgi Secara Penyerapan dan Kondisioning”, Prosiding Hasil Penelitian dan Kegiatan, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, Serpong, 2008.

[9]. TATA SURDIA M.S. and SHINROKU SAITO, “Pengetahuan Bahan Teknik”, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1992.

[10]. JOEL R. FRIED, “Polymer Science and Technology”, Prentice Hall Inc., USA, 1995. [11]. VAN VLACK, L.H., dan SRIATI DJAPRIE,”Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan

Bukan Logam)”, Erlangga, Jakarta, 1986.

[12]. MARTONO, H., “Report of Training on Radioactive Waste Treatment and Disposal at Korea Atomic Energy Research Institute”, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, Serpong, 1999.

[13]. HORIE, M.,”Advanced Technology of High Level Liquid Waste Management by Super High Temperature Method”, Waste Management Seminar, Tucson Arizona, USA, 2000. [14]. IAEA, “Immobilization of Low and Intermediate Level Radioactive Waste with Polymers”,

Technical Reports Series No. 289, IAEA, Vienna, 1988.

[15]. HLAVAC J., “The Technology of Glass and Ceramics”, Department of Silicate, Institute of Chemical Technology Prague, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam- Oxford-New York, 1983.

[16]. MARTONO, H., AISYAH, “Efek Radiasi Terhadap Gelas-Limbah Hasil Vitrifikasi”, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Iptek Nuklir, P3TM-BATAN, Yogyakarta, 2003.

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

183

BIOAKUMULASI

137

CS OLEH KEONG SAWAH

(P. AMPULLACEA) DENGAN MENGGUNAKAN METODA

Dalam dokumen Produksi Dan Karakterisasi Enzim Selulas (Halaman 185-189)