• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan

2. Proses Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan

Sekolah perlu meningkatkan mutu pendidikan melalui pengembangan program pendidikan dan pengajaran dengan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar siswa. Untuk melaksanakan hal tersebut, maka pengelolaan sarana dan prasarana perlu dikelola dengan sebaik-baiknya. Hal yang perlu diperhatikan adalah masalah pemeliharaan dan pengawasan tentang sarana dan prasarana tersebut. Bilamana hal-hal di atas dilakukan dengan baik, maka sarana dan prasarana dapat dipakai dan digunakan dengan perasaan yang menyenangkan oleh para pemakainya.

Ibrahim Bafadal (2004: 7) menyatakan bahwa kegiatan manajemen sarana dan prasarana pendidikan itu meliputi: pengadaan, pendistribusian, pemakaian dan pemeliharaan, inventarisasi dan penghapusan.

a. Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan

Aktifitas pertama dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah pengadaan sarana dan prasarana. Kegiatan ini biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan pendidikan di sekolah,

36

menggantikan barang-barang yang rusak, hilang, dihapuskan atau sebab-sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga memerlukan pergantian, dan untuk menjaga tingkat persediaan barang setiap tahun anggaran mendatang. Berkenaan dengan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah ada beberapa hal yang perlu difahami, di antaranya yakni:

1) Perencanaan Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan

Suatu kegiatan administrasi/manajemen/pengelolaan yang baik dan tidak gegabah tentu diawali dengan suatu perencanaan (planning/programming) yang matang dan baik dilaksanakan demi menghindari terjadinya kesalahan dan kegagalan yang tidak diinginkan.

Dua orang teoritisi administrasi lain yang menjelaskan tentang prosedur perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan di sekolah adalah Emery Stoops dan Russel E. Johnson (1969). Pasangan penulis tersebut menegaskan bahwa prosedur perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan di sekolah adalah:

1. Pembentukan panitia pengadaan barang atau perlengkapan 2. Penetapan kebutuhan perlengkapan

3. Penetapan spesifikasi

4. Penetapan harga satuan perlengkapan 5. Pengujian segala kemungkinan 6. Rekomendasi

7. Penilaian kembali

Ketika melaksanakan kegiatan pembentukan panitia perencanaan pengadaan barang, kepala sekolah juga menunjuk komite sekolah sebagai anggota panitia. Komite sekolah merupakan wadah atau organisasi kerjasama orangtua/wali siswa dan tokoh masyarakat yang peduli pendidikan dengan kepala sekolah beserta seluruh guru yang ada di sekolah masing-masing (Sukirno, 2006: 1).

37

Selanjutnya menurut Tim Pengembangan Dewan Pendidikan Komite Sekolah Depdiknas RI (2007: 6), komite sekolah memiliki peran sebagai berikut. 1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan

kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.

2. Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud financial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. 3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas

penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.

Berdasarkan uraian tentang prosedur perencanaan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah sebagaimana dikemukakan di atas, dapat ditegaskan bahwa proses perencanaan pengadaan sarana dan prasarana di sekolah tidak mudah. Perencanaan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan bukanlah sekadar sebagai upaya pencarian ilham, melainkan upaya memikirkan perlengkapan yang diperlukan di masa yang akan datang dan bagaimana pengadaannya secara sistematis, rinci dan teliti berdasarkan informasi yang realistis tentang kondisi sekolah (Ibrahim Bafadal, 2004: 27).

2). Pengadaan Sarana Dan Prasarana Pendidikan

Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan pada dasarnya merupakan upaya merealisasikan rencana pengadaan sarana dan prasarana yang telah disusun sebelumnya. Seringkali sekolah mendapatkan bantuan sarana dan prasarana pendidikan dari pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Nasional Provinsi, dan Dinas Pendidikan Nasional Kota/Kabupaten. Namun bantuan tersebut dalam jumlah terbatas dan tidak selalu ada, sehingga sekolah dituntut untuk selalu berusaha juga melakukan pengadaan perlengkapan dengan cara lain.

38

Ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh pengelola perlengkapan sekolah untuk mendapatkan perlengkapan yang dibutuhkan sekolah, antara lain dengan cara:

a) Pembelian, untuk membeli sarana dan prasarana di sekolah dapat ditempuh dengan cara membeli di pabrik, membeli di toko dan memesan. b) Hadiah atau sumbangan, selain dengan cara membeli, perlengkapan

sekolah juga bisa diperoleh dari hadiah atau sumbangan perorangan maupun organisasi, badan-badan atau lembaga-lembaga tertentu.

c) Tukar menukar, untuk memperoleh tambahan sarana dan prasarana, pengelola sarana dan prasarana sekolah bisa mengadakan hubungan kerjasama dengan pengelola sarana dan prasarana sekolah lainnya. Hubungan kerjasama tersebut berupa saling menukar perlengkapan sekolah.

d) Meminjam, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah bisa dilakukan dengan cara meminjam kepada pihak-pihak tertentu. Pihak-pihak yang dapat dipinjam adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru-guru ataupun orang tua murid (Ibrahim Bafadal, 2003: 32).

b. Pendistribusian Sarana dan Prasarana Sekolah

Barang-barang perlengkapan sekolah (sarana dan prasarana) yang telah diadakan dapat didistribusikan. Pendistribusian atau penyaluran perlengkapan merupakan kegiatan pemindahan barang dan tanggungjawab dari seorang penanggungjawab penyimpanan kepada unit-unit atau orang-orang yang membutuhkan barang itu. Terdapat tiga langkah yang sebaiknya ditempuh oleh bagian penanggungjawab penyimpanan atau penyaluran, yaitu: (1) penyusunan alokasi barang; (2) pengiriman barang; (3) penyerahan barang (Ibrahim Bafadal, 2004: 32).

Pendistribusian peralatan dan perlengkapan pengajaran ini harus berada dalam tanggung jawab salah seorang anggota staf yang ditunjuk. Karena pelaksanaan tanggungjawab ini hanya bersifat ketatausahaan maka kurang tepat jika kepala atau guru sendiri yang langsung melaksanakannya yang paling tepat

39

adalah pegawai tata usaha. Kebijaksanaan pendistribusian ini hendaklah ditekankan kepada efisien dan fleksibilitas, maksudnya bila diperlukan sewaktu-waktu segera dapat disediakan (Daryanto, 2001: 52).

c. Penggunaan dan Pemeliharaan Sarana Dan Prasarana Pendidikan 1) Penggunaan/Pemakaian Sarana dan Prasarana Pendidikan

Begitu barang-barang yang telah diadakan itu didistribusikan kepada bagian-bagian kelas, perpustakaan, laboratorium, tata usaha atau personel sekolah berarti barang-barang tersebut sudah berada dalam tanggungjawab bagian-bagian atau personel sekolah tersebut. Atas pelimpahan itu pula pihak-pihak tersebut berhak memakainya utnuk kepentingan proses pendidikan di sekolahnya. Pada kaitannya dengan pemakaian perlengkapan pendidikan itu, ada dua prinsip yang harus selalu diperhatikan yaitu prinsip efektifitas dan prinsip efisiensi. Dengan prinsip efektifitas berarti semua pemakaian sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus digunakan semata-mata dalam rangka memperlancar pencapaian tujuan pendidikan sekolah, baik secara langsng maupun tidak langsung. Sedangkan dengan prinsip efisisiensi berarti pemakaian semua sarana dan prasarana pendidikan di sekolah secara hemat dan dengan hati-hati sehingga semua perlengkapan yang ada tidak mudah habis, rusak atau hilang (Ibrahim Bafadal, 2004: 42).

Selain itu menurut Eka Prihatin (2011: 61), yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sarana dan prasarana adalah:

1. Menyusun jadwal penggunaan harus dihindari benturan dengan kelompok lainnya.

2. Hendaklah kegiatan-kegiatan pokok sekolah yang merupakan prioritas pertama.

40

3. Waktu/jadwal penggunaan hendaknya daijukan pada waktu awal tahun ajaran.

4. Penugasan/penunjukkan personil sesuai dengan keahlian pada bidangnya. 5. Penugasan/penunjukkan personil sesuai dengan keahllian pada

bidangnya, misalnya: petugas laboratorium, perpustakaan, operator komputer, dan sebagainya.

6. Penjadwalan dalam penggunaan sarana dan prasarana sekolah. 2) Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan

J. Mamusung (Eka Prihatin, 2011: 60) pemeliharaan adalah suatu kegiatan dengan pengadaan biaya yang termasuk dalam keseluruhan anggaran persekolahan dan diperuntukan bagi kelangsungan “building” dan “equipment” serta “furniture” termasuk penyediaan biaya bagi kepentingan perbaikan dan pemugaran serta penggantian. Agar setiap barang yang kita miliki senantiasa dapat berfungsi dan digunakan dengan lancar tanpa banyak menimbulkan gangguan/hambatan maka barang-barang tersebut perlu dirawat secara baik dan kontinu untuk menghindari adanya unsur-unsur pengganggu/perusaknya. Dengan demikian kegiatan rutin untuk mengusahakan agar barang tetap dalam keadaan baik dan berfungsi baik pula (running well) disebut pemeliharaan atau perawatan (service).

Kegiatan pemeliharaan dapat dilakukan menurut ukuran waktu dan menurut ukuran keadaan barang. Pemeliharaan menurut ukuran waktu dapat dilakukan setiap hari (setiap akan/sesudah memakai) dan secara berkala atau dalam jangka waktu tertentu sesuai petunjuk penggunaan (manual), misalnya 2 atau 3 bulan sekali (seperti mesin tulis) atau jam pakai tertentu (mesin statis). Pemeliharaan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh penanggungjawabnya, atau memanggil tukang/ahli servis untuk melakukannya, atau membawanya ke bengkel servis.

41

Pada prinsipnya kegiatan pemeliharaan dilakukan agar setiap sarana dan prasarana itu senantiasa siap pakai dalam proses/kegiatan belajar mengajar. Aktifitas, kreatifitas serta rasa tanggung jawab adalah kunci dari keberhasilan kegiatan pemeliharaan demi optimalisasi daya pakai dan daya guna setiap barang kita (Ari H. Gunawan, 1996: 146).

d. Inventarisasi Sarana dan Prasarana Sekolah

Salah satu aktifitas dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah adalah mencatat semua perlengkapan yang dimiliki oleh sekolah. Pada umumnya, kegiatan pencatatan semua perlengkapan itu disebut dengan istilah inventarisasi perlengkapan pendidikan. Kegiatan tersebut merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Inventarisasi adalah pencatatan dan penyusunan daftar barang milik Negara secara sistematis, tertib dan teratur berdasarkan ketentan-ketentuan atau pedoman-pedoman yang berlaku.

Melalui inventarisasi perlengkapan pendidikan diharapkan akan tercipta ketertiban administrasi barang, penghematan keuangan, mempermudah dalam pemeliharaan dan pengawasan. Lebih lanjut, inventarisasi mampu menyediakan data dan informasi untuk perencanaan. Kegiatan inventarisasi perlengkapan pendidikan meliputi dua kegiatan, yaitu:

1) Kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan dan pembuatan kode barang perlengkapan.

Barang-barang perlengkapan di sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu barang inventaris dan barang bukan inventaris. Barang inventaris adalah keseluruhan perlengkapan sekolah yang dapat digunakan secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama, seperti meja, bangku, papan tulis, buku

42

perpustakaan sekolah dan perabot-perabot lainnya. Sedangkan barang-barang bukan inventaris adalah semua barang habis pakai, seperti kapur tulis, karbon, kertas, pita mesin tulis dan barang-barang yang statusnya tidak jelas.

Baik barang inventaris maupun barang bukan inventaris yang diterima sekolah harus dicatat di dalam buku penerimaan. Setelah itu, khusus barang-barang inventaris dicatat di dalam buku induk inventaris dan buku golongan inventaris. Sedangkan khusus barang-barang bukan inventaris dicatat di dalam buku induk bukan inventaris dan kartu (bisa berupa buku) stok barang (Ibrahim Bafadal. 2004: 57).

Kegiatan lainnya yang berkaitan dengan inventaris perlengkapan pendidikan di sekolah adalah membuat kode barang dan menuliskannya pada badan perlengkapan pendidikan di sekolah, terutama yang tergolong sebagai barang inventaris. Kode barang adalah sebuah tanda yang menunjukkan kepemilikan barang. Kode tersebut ditulis pada barang yang sekiranya mudah dilihat dan dibaca. Tujuan pembuatan dan penulisan kode adalah untuk memudahkan semua pihak dalam mengenal kembali semua perlengkapan pendidikan di sekolah, baik ditinjau dari kepemilikan, penanggungjawab maupun jenis dan golongannya.

Biasanya kode barang itu berbentuk angka atau numerik. Ukurannya disesuaikan dengan besar kecilnya barang perlengkapan yang akan diberi kode, dengan warna yang berbeda dari warna dasar barang sehingga mudah dibaca. Biasanya warna kode tersebut adalah putih atau hitam (Ibrahim Bafadal, 2004: 59).

43

2. Kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan laporan.

Semua perlengkapan pendidikan di sekolah atau barang inventaris sekolah harus dilaporkan, termasuk perlengkapan baru kepada pemerintah, yaitu departemennya.Sekolah-sekolah swasta wajib melaporkannya kepada yayasannya. Laporan tersebut seringkali disebut dengan istilah laporan mutasi barang. Pelaporan tersebut dilakukan sekali dalam setiap triwulan, misalnya pada setiap bulan Juli, Oktober, Januari dan April tahun berikutnya.

Biasanya di sekolah itu ada barang rutin dan barang proyek. Bilamana demikian halnya, maka pelaporannya pun harus dibedakan. Dengan demikian, ada laporan barang rutin dan laporan barang proyek (Ibrahim Bafadal, 2004: 61). e. Penghapusan Sarana dan Prasarana Pendidikan

Yang dimaksud dengan penghapusan adalah kegiatan yang mempunyai tujuan untuk menghapuskan barang-barang milik Negara dari daftar inventaris Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penghapusan sebagai salah satu fungsi dari pengelolaan perlengkapan mempunyai arti sebagai berikut.

1) Mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi kerugian yang lebih besar, yang disebabkan oleh:

a) Pengeluaran yang semakin besar untuk pemeliharaan/perbaikan barang-barang yang kondisinya semakin buruk.

b) Pemborosan biaya untuk pengamanan barang kelebihan atau barang-barang lain yang karena beberapa sebab tidak dipergunakan lagi.

44

3) Membebaskan barang dari tanggung jawab satuan organisasi yang mengurusnya menurut peraturan dan ketentuan yang berlaku (Piet A. Sahertian, 1994: 198). Barang-barang yang dapat dihapuskan dari daftar inventaris harus memenuhi salah satu atau lebih dari syarat-syarat di bawah ini:

1. Keadan rusak berat sehingga tidak dapat diperbaiki atau dipergunakan lagi 2. Perbaikan akan menelan biaya yang besar sekali sehingga merupakan

pemborosan uang Negara.

3. Secara teknis dan ekonomis kegunaan tidak seimbang dengan biaya pemeliharaan.

4. Penyusutannya berada di luar kekuasaan pengurus barang (misalnya bahan-bahan kimia).

5. Barang kelebihan yang jika disimpan lebih lama, akan rusak dan tidak dapat dipakai lagi.

6. Ada penurunan efektifitas kerja, misalnya dengan mesin tulis baru sebuah konsep dapat diselesaikan dalam waktu lima hari, tetapi dengan mesin tulis yang hampir rusak harus diselesaikan dalam waktu 10 hari.

7. Dicuri, terbakar, diselewengkan, musnah akibat bencana alam, dan sebagainya.

Sebagaimana disampaikan oleh Ary H. Gunawan (1996: 151), dalam pelaksanaan penghapusan dikenal dua jenis cara, yaitu:

1. Menghapus dengan menjual barang-barang melalui kantor lelang Negara prosedurnya adalah sebagai berikut:

a. Pembentukan Panitia Penjualan oleh Pimpinan Unit Utama (Rektor, Kopertis, dsb) yang bersangkutan.

b. Melaksanakan sesuai prosedur lelang. c. Mengikuti cara pelanggan yang berlaku.

d. Pembuatan “risalah lelang” oleh kantor lelang, yang menyebutkan banyaknya nama barang, keadaan barang yang dilelang serta nama dan alamat pelelang serta harga jualnya.

e. Pembayaran uang lelang yang disetorkan pada kas Negara, selambat-lambatnya tiga hari kerja setelah hari lelang.

f. Biaya lelang dan biaya lainnya (dana sosial, MPO, dsb) yang dibebankan pada pembeli/pemenang lelang.

45 2. Pemusnahan

Menurut Ari H. Gunawan (1996:151), pemusnahan terhadap barang barang yang diusulkan untuk dihapus harus sesuai surat keputusan untuk dimusnahkan, maka pemusnahannya dilakukan unit kerja yang bersangkutan dengan disaksikan oleh pejabat pemerintah daerah setempat (minimal Lurah/Kades) dan atau kepolisian Negara, serta mengikuti segala tata cara pemusnahan yang berlaku (dibakar, dikubur, dsb).

D. Kepala Sekolah dalam Pengelolaan Sarana dan Prasarana

Dokumen terkait