• Tidak ada hasil yang ditemukan

d. Ekor tikus atau jarong (Stachytarpheta urticaefolia)

Semak ekor tikus (Stachytarpheta urticaefolia) tersebar di daerah padang rumput Ukra dan Kankania seluas 403 ha. Biji spesies tumbuhan ini mempunyai sifat tahan terhadap pembakaran, sehingga dapat berkecambah kembali pada awal musim penghujan di daerah padang rumput.

e. Spesies tumbuhan eksotik lainnya adalah tebu rawa (Hanguana sp.), selada air (Pistea sp.), salvinia (Salvinia sp.), sidagori (Sida acuta), saliara (Lantana camara), akasia (Acacia nilotica).

Keenam spesies tumbuhan tersebut berpotensi mengancam kelestarian spesies flora dan fauna endemik, disamping itu pengendalian untuk spesies tumbuhan tersebut belum banyak dilakukan.

2.3. Proses dan Mekanisme Invasi

Secara umum invasi dari suatu jenis tumbuhan terjadi karena adanya proses interaksi antar jenis tumbuhan terutama interaksi dalam bentuk kompetisi. Di alam dalam keadaan sumberdaya yang terbatas suatu jenis tumbuhan akan berkompetisi dengan jenis lainnya dalam mendapatkan sumberdaya sebanyak-banyaknya. Salah satu caranya adalah dengan tumbuh dan berkembang biak sebanyak dan secepat mungkin. Keadaan ini dapat memungkinkan punahnya jenis tumbuhan asli karena kalah bersaing dengan jenis tumbuhan pendatang dalam memperebutkan sumberdaya yang terbatas.

Beberapa hal yang memungkinkan suatu jenis tumbuhan untuk mampu menginvasi dan menguasai habitat adalah (a) Kemampuan bereproduksi secara vegetative maupun generatif, (b) kemampuan tumbuh dan berkembang dengan cepat, (c) kemampuan penyebaran (dispersal), (d) kemampuan menyesuaikan diri terhadap berbagai lingkungan, (e) toleransi terhadap berbagai cekaman (biotik dan abiotik), (f) kemampuan berasosiasi dengan kegiatan manusia. Penelaahan terhadap hasil-hasil penelitian karakter bio-ekologi jenis tumbuhan invasif yang berhubungan dengan kemampuannya dalam menginvasi suatu habitat telah dilakukan oleh Rejma’nek dan Pitcrain (2002), antara lain sebagai berikut:

(1) Tumbuhan invasif memiliki kemampuan individu dan populasi yang relative tinggi untuk menjaga kejaguran (fitness) pada berbagai kondisi lingkungan

(2) Memiliki umur atau siklus hidup yang pendek, masa vegetatif yang pendek, ukuran biji yang kecil, leaf area ratio yang tinggi dan laju pertumbuhan relatif yang tinggi.

(3) Mudah disebarkan (dispersal) oleh manusia dan hewan

(4) Memiliki kemampuan reproduksi secara vegetatif, suatu karakter penting khususnya untuk jenis akuatik.

(5) Tumbuhan invasif yang termasuk jenis pendatang (exotic) umumnya lebih invasif dinandinkan dengan tumbuhan asli (native). Hal ini diduga terkait dengan keberadaan musuh alami dari jenis tumbuhan tersebut.

(6) Tumbuhan invasif biasanya termasuk jenis tumbuhan yang tidak tergantung secara mutualistik dengan organisme lain di habitatnya seperti simbiosis akar, penyerbukan, penyebaran dan lainnya

28 (7) Tumbuhan yang tinggi seperti pohon cenderung menginvasi komunitas tumbuhan di

daerah yang lembab.

(8) Tumbuhan invasif biasanya memiliki simpanan seed bank yang persisten dengan dormansi yang bertingkat yang dapat berkecambah setiap saat sehingga jenis tersebut dapat tumbuh dan bertahan di suatu habitat.

Apa yang akan terjadi ketika suatu jenis tumbuhan diintroduksi ke dalam suatu ekosistem dimana jenis tumbuhan tersebut sebelumnya tidak terdapat secara alami, apakah jenis tersebut akan tumbuh dan bertahan? Sebagai pendatang, pada awalnya jenis tumbuhan introduksi harus mampu bertahan pada populasi rendah, sebelum menjadi invasif. Pada kondisi populasi yang rendah, jenis tersebut akan sulit untuk tumbuh, berkembang dan bertahan. Tjitrosoedirdjo dan Tjitrosoedirdjo (2013) mengemukakan bahwa proses invasi merupakan proses yang dinamis, yang biasanya diawali dengan datangnya jenis pendatang di suatu ekosistem yang mengalami perubahan (disturbance) besar. Beberapa contoh dari ekosistem yang mengalami perubahan tersebut adalah: hutan yang dibalak berlebihan dan tidak ditanami kembali, savana atau padang pengembalaan yang over-grazed, perkebunan atau hutan tanaman industri, dan wilayah perairan tawar seperti waduk, danau dan sungai. Selanjutnya dikemukakan bahwa proses invasi dapat dibagi menjadi 4 tahap sebagai berikut :

(1) Tahap introduksi. Tahap ini diawali dengan kedatangan jenis tumbuhan pendatang di suatu ekosistem. Frekuensi dan kelimpahan propagul dari jenis pendatang akan berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan invasi jenis pendatang. Bila berhasil, akan diikuti dengan proses kemapanan (established).

(2) Tahap kemapanan. Proses yang terjadi antara waktu introduksi sampai mulai mapan sangat bervariasi. Ada yang berpendapat bahwa propagul jenis pendatang akan beradaptasi terlebih dahulu dengan perubahan lingkungan sebelum tumbuh membentuk suatu populasi. Setelah mulai mapan, selanjutnya memasuki tahap penyebaran (dispersal)

(3) Tahap penyebaran. Pada tahap ini, propagul yang terbentuk dari populasi awal, akan disebarkan dan membentuk populasi baru. Keberhasilan dari tahap penyebaran ini akan sangat tergantung dari kemampuan jenis pendatang untuk penyebaran, serta kemampuan untuk berkompetisi dengan jenis local. Jenis pendatang invasif biasanya memiliki kemampuan kompetisi yang lebih tinggi yang mungkin terjadi karena tidak adanya musuh alaminya, dan umumnya mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi. (4) Tahap ekspansi dan invasi. Jenis pendatang invasif akan menyebar dan berkembang

tidak hanya pada lingkungan seperti pada awal datang di suatu ekosistem, tetapi akan menjelajah ke lingkungan baru sehingga akan menginvasi habitat-habitat dengan keragaman lingkungan yang tinggi.

29 2.4. Jalan Masuk dan Penyebaran

Dalam ekologi, invasi didefinisikan sebagai pergerakan suatu spesies dari suatu area dengan kondisi tertentu menuju ke area lain dengan kondisi yang berbeda kemudian secara perlahan spesies tersebut mengokupasi habitat barunya. Definisi lain menyatakan bahwa invasi merupakan proses masuknya propagula berbagai spesies organisme pioneer (invaders) baik itu berupa buah, biji, spora, telur, larva dan sebagainya dari suatu daerah ke daerah yang baru dan menetap di daerah baru tersebut. Pergerakan tersebut dapat terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja. Terutama untuk jenis tumbuhan yang tidak mampu bergerak dari suatu wilayah ke wilayah lain, umumnya perpindahan ke tempat yang relatif jauh terjadi melalui media atau perantara. Secara alami tumbuhan akan melakukan penyebaran melalui media manusia, hewan, air dan angin. Pergerakan secara alami seringkali terbatas karena ada hambatan alami.

Selama jutaan tahun, hambatan alam berupa lautan, pegunungan, sungai dan gurun menjadi isolasi alam yang berfungsi sebagai penghalang pergerakan alami sehingga keunikan berbagai spesies dan ekosistem tetap terjaga. Penghalang alam yang telah ada dalam ratusan tahun tersebut menjadi tidak efektif disebabkan berbagai perubahan global yang membuat suatu spesies dapat berpindah melintasi jarak yang jauh dan masuk ke suatu habitat baru dan menjadi spesies asing invasif.

Penghalang alami yang mampu menahan interaksi berbagai spesies selama jutaan tahun telah berakhir dengan meningkatnya pergerakan dan kegiatan manusia. Transportasi global, pertumbuhan volume perdagangan dan wisata serta ditambah adanya perdagangan bebas memberikan kesempatan yang lebih besar bagi suatu spesies untuk berpindah dari habitat aslinya. Penghalang pergerakan alami yang semula mampu mengisolasi pergerakan spesies-spesies asing ini dapat terjadi secara disengaja, melalui introduksi spesies-spesies komoditas, perdagangan dan kepariwisataan, atau tidak disengaja, melalui penempelan berbagai spesies makhluk hidup ini pada kapal, kontainer, mobil, benih, dan tanah.

Menurut CBD-UNEP jenis pendatang invasif atau Invasive Alien Species (IAS) merupakan jenis yang diintroduksi baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari luar habitat alaminya pada tingkat spesies, subspesies, varietas dan bangsa, meliputi organisme utuh, bagian-bagian tubuh, gamet, benih, telur maupun propagul yang mampu hidup dan bereproduksi pada habitat barunya yang kemudian menjadi ancaman bagi biodiversitas, ekosistem, pertanian, sosial ekonomi maupun kesehatan manusia, pada tingkat ekosistem, individu maupun genetik (spesies impor).

Jenis asli adalah spesies yang telah menjadi bagian suatu ekosistem secara alami dan mengalami proses adaptasi yang telah berlangsung lama. Sedangkan jenis pendatang/asing/alien adalah jenis yang dibawa atau terbawa masuk ke suatu ekosistem secara tidak alami. Jenis invasif merupakan jenis asli maupun pendatang yang dapat mempengaruhi habitat, dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, dan membahayakan manusia. Jenis asing tidak selalu invasif, spesies invasif belum tentu pendatang yang berasal dari luar atau asing. Sedangkan jenis pendatang invasif atau IAS merupakan jenis pendatang yang invasif.

Terdapat dugaan bahwa perdagangan dan perjalanan internasional merupakan jalur utama masuknya jenis pendatang invasif, tetapi belum ada data yang pasti dan akurat tentang hal tersebut. Fakta lain menunjukkan bahwa beberapa jenis pendatang yang diintroduksikan

30 selama puluhan tahun tidak menjadi invasive. Hal ini mengindikasikan bahwa laju pemapaman (establishment) jenis asing bervariasi. Beberapa hal yang mempengaruhi sifat invasif anatara lain adanya perubahan dalam spesies asing itu sendiri, perubahan jalur pengangkutan (waktu pengangkutan yang lebih pendek memberikan peluang hidup yang lebih baik bagi spesies tertentu), perubahan iklim, serta perubahan perilaku manusia pada wilayah introduksi, dan sebagainya. Fakta ini menunjukkan bahwa introduksi yang tidak disengaja juga masih merupakan faktor penting dalam perkembangan jenis pendatang invasif.

Sebagian besar jenis/spesies tanaman dan hewan diintroduksikan secara sengaja untuk berbagai keperluan misalnya sebagai tanaman hias, hewan sirkus atau kebun binatang, burung piaraan, dan ikan hias atau pemancingan. Sedangkan di sisi lain introduksi invertebrata (termasuk organisme laut) dan mikroba, umumnya terjadi secara tidak disengaja, menempel pada spesies lain yang sengaja diintroduksikan. Gulma juga seringkali terbawa sebagai kontaminan pada biji-bijian yang diimpor, sedangkan tanaman hias yang kemudian menjadi gulma awalnya diintroduksikan secara sengaja untuk hiasan. Pupuk, bahan ameliorasi tanah, kayu bakar, dan sebagainya, kadang terbawa secara tidak sengaja dalam program bantuan kemanusiaan ataupun perdagangan. Sebagai contoh 13 spesies gulma yang dinyatakan berbahaya di Polinesia Perancis, awalnya merupakan spesies-spesies yang sengaja diintroduksikan sebagai tanaman hias dan keperluan lainnya.

Di samping jalur tradisional seperti pintu-pintu masuk barang dagangan di pelabuhan, beberapa jalur perlu mendapat perhatian sebagai jalur masuk IAS. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada kesepakatan internasional mengenai hal-hal berikut ini (CBD Subsidiary Body on Scientific and Technological Advice, 2005):

1. Alat Angkut

Alat angkut dapat membawa IAS atau dapat menjadi tumpangannya. Alat pengangkutan seperti kapal laut, ferry, kayu gelondongan, perlatan mesin, dan sebagainya perlu diwaspadai.

2. Aquaculture/Mariculture

Introduksi hewan air eksotik dari wilayah lain dapat menjadi IAS di habitat yang baru atau menjadi pembawa IAS yang membahayakan spesies lokal.

3. Ballast Water

Ballast water adalah air yang dibawa dalam lambung kapal laut untuk membantu kestabilan kapal selama berlayar. Volume ballast water dapat mencapai puluhan ribu ton bergantung pada ukuran kapal. Potensi dari ballast water dalam membawa IAS patut diperhitungkan. Apalagi sampai saat ini belum ada peraturan internasional mengenai pengendalian dan pengelolaan ballast water untuk melindungi dan meminimalkan resiko masuknya IAS

4. Alat transportasi udara

Pesawat terbang sangat berpeluang untuk membawa IAS melalui barang-barang yang dibawa oleh para penumpang.

5. Bantuan militer

Bantuan militer dapat menjadi pembawa IAS dari suatu wilayah ke wilayah lainnya melalui peralatan, perlengkapan pasukan, dan sebagainya. Sampai saat ini tidak ada peraturan yang mengharuskan dilakukannya inspeksi terhadap peralatan militer, personil pasukan dan perlengkapan yang dibawanya.

31 6. Bantuan internasional

Bantuan kemanusiaan internasional sangat berpeluang membawa IAS melalui kendaraan, peralatan khusus (pertanian, kesehatan, dan sebagainya), dan makanan. Pengawasan IAS melalui jalur ini belum diatur.

7. Penelitian

Pertukaran materi penelitian untuk kegiatan ilmiah sangat memungkinkan terbawa IAS. Misalnya pertukaran materi genetik tanaman, spesimen biologi, koleksi klutur mikroba, alat laboratorium, dan pembungkusnya.

8. Pariwisata

Turis mancanegara dan domestik dapat menjadi pembawa IAS secara sengaja maupun tidak sengaja melalui barang-barang souvenir maupun sebagai kontaminan pada baju, sepatu, tas dan peralatan pribadi lainnya.

9. Hewan peliharaan dan tanaman hias

Perdagangan spesies hewan peliharaan dan tanaman hias dapat membawa IAS. 10. Agen hayati

Agen hayati yang diitroduksikan dari wilayah lain dapat menjadi pembawa IAS. Oleh karena itu sebelum digunakan secara massal, agen hayati harus melalui evaluasi

kelayakan terhadap keamanannya baik pada tanaman, serangga berguna, hewan, spesies berguna lokal lainnya, dan manusia.

11. Program penangkaran hewan secara ex-situ

Pertukaran spesies hewan untuk penangkaran, kebun bianatang dan sarana berburu dari luar negeri perlu diwaspadai kemungkinannya menjadi IAS atatupun membawa IAS. Beberapa contoh jalur invasi penting dari jenis tumbuhan dan hewan pendatang invasif adalah sebagai berikut:

Introduksi disengaja

• Dintroduksikan untuk tanaman pertanian, kehutanan dan tanaman untuk produksi biofuel • Dintroduksikan sebagai tanaman untuk perbaikan tanah atau untuk pengendalian erosi • Dintroduksikan untuk tanaman hias (hortikultura)

• Dintroduksikan atau dilepas sebagai burung atau hewan dengan tujuan untuk berburu • Dintroduksikan atau dilepas sebagai hewan sumber makanan (hewan ternak,perikanan budidaya air dan budidaya air laut)

• Penglepasan hewan dan ikan akuarium ke alam liar

•Penangkaran kebun binatang atau budidaya tanamandi kebun raya • Diintroduksikan sebagai pengendali hayati

Introduksi Tidak Sengaja

• Kontaminan dari hasil pertanian, benih atau jerami

• Kontaminan tanaman hortikultura, bunga potong, atau di tanah

• Organisme di dalam atau pada produk kayu / kayu, palet kayu yang digunakan dalam pengiriman

• Kendaraan, mesin untuk pembangunan jalan, peralatan konstruksi, kendaraan militer dan peralatan, pemadam kebakaran, bahan bangunan dan lainnya

• Pembuangan air ballast • Tanah Impor

• Turis beserta barang-barang dan peralatan mereka

= Patogen penyakit pada hewan yang diperdagangkan untuk tujuan pertanian dan lainnya • Kontaminan dalam atau pada bahan,kargo kemasan atau kargo pesawat

• Pada pejalan kaki dan nelayan pakaian atau sepatu, dalam kemasan atau tenda, alat tangkap dan lainnya

32 2.5. Pencegahan

Pencegahan jenis pendatang invasif (IAS) adalah pendekatan yang paling efektif, murah dan aman untuk melindungi keanekaragaman hayati dan wilayah hutan lindumg dari pengaruh nrgatif jenis pendatang invasif. Pencegahan ini lebih ditujukan untuk melindungi kawasan lindung atau mencegah wilayah tersebut dari masuknya jenis pendatang invasif. Hal ini dapat diterapkan pada skala yang kawasan lindung (atau lokasi tertentu dalam kawasan lindung), wilayah, negara, bangsa atau pada skala yang lebih besar yaitu benua dan internasional. Keberhasilan program pencegahan banyak tergantung pada kegiatan perdagangan dan impor serta peraturan pembatasan, kontrol perbatasan, inspeksi dan lainnya. Pada skala yang lebih besar program pencegahan sangat penting untuk mencegah pendatang baru di kawasan lindung. Program pencegahan dapat ditargetkan untuk menghentikan masuknya jenis pendatang invasif baik yang tidak disengaja ( transportasi) ataupun yang diintoduksi secara sengaja.

Pencegahan berhubungan erat dengan identifikasi jalur invasi dan media penyebaran jenis pendatang masuk ke lokasi baru. Meskipun mungkin ada ratusan atau ribuan jenis pendatang yang bisa menjadi invasif di wilayah baru, hanya relatif sedikit jalur dimana jenis pendatang bisa masuk dan menjadi mapan dalam kawasan lindung, daerah atau bahkan suatu negara (Mack 2003; Ruiz & Carlton 2003).

Gamba1 menunjukkan bahwa pola penyebaran jenis pendatang invasif terdiri dari 4 tahap: intoduksi, establishment, invasion dan spread. Pada skala proyek, , kebanyakan upaya pengelolaan jenis pendatang invasif biasanya banyak dilakukan untuk manajemen dan kontrol selama tahap lanjut dari kurva pertumbuhan ini. Hal ini dalam jangka panjang dan dalam skala besar sangat tidak efisien. Penggunaan sumber daya yang tersedia untuk mengatasi jenis pendatang invasif pada dua fase pertama (introduksi dan establihment), dan pada tahap deteksi dini dan tahap respon cepat terhadap pendatang baru (biasanya selama tahap kedua atau ketiga) akan lebih efisien dan efektif dalam melindungi keanekaragaman hayati dalam jangka panjang (Chornesky et al 2005;. FICMNEW 2003; Leung et al. 2002).

Seperti sudah dikemukakan jenis tumbuhan pendatang (IAS) diintroduksikan sengaja dan tidak sengaja. Sebagian besar yang tidak disengaja masuk menyebar melalui perdagangan makhluk hidup (tumbuhan dan hewan), sedangkan yang tidak disengaja terbawa dalam perdagangan, transportasi dan transportasi. Jenis tumbuhan pendatang dapat terbawa oleh alat transportasi, peralatan dan bahan kemasan, atau sebagai kontaminan pada kargo itu sendiri. Oleh karena itu, untuk menentukan strategi pencegahan, perlu memperhatikan jalur masuk dan penyebarannya.

Pendekatan yang biasanya dilakukan untuk pencegahan organisme invasif adalah untuk target jenis individu. Pendekatan yang lebih komprehensif adalah dilakukan dengan cara mengidentifikasi jalur masuk utama yang menyebabkan invasi berbahaya dan mengelola resiko yang menyertainya. Sekalipun perdagangan dan lalu lintas internasional diyakini sebagai penyebab masuknya jenis pendatang invasif yang berbahaya, namun tidak ada pengetahuan yang berbasiskan jalur masuk nyata, kecuali di sebagian kecil negara. Metoda identifikasi berdasarkan pathway lebih dari satu jenis individu diduga sebagai cara yang lebih efisien untuk memusatkan upaya dimana hama paling mungkin untuk memasuki perbatasan negara dan terhindar dari pemborosan sumberdaya di tempat lain.

33 Untuk memprediksi sifat invasif suatu jenis, metode yang lebih dapat dipercaya adalah meramalkan kemungkinan terjadinya invasi atas dasar laporan jenis invasif di tempat lain dengan kondisi yang sama. Suatu jenis yang diketahui invasif di suatu tempat harus dimasukkan sebagai prioritas utama dalam daftar hitam (black list) untuk pencegahan. Daftar lainnya yaitu daftar putih (white list) merupakan daftar yang memuat jenis-jenis yang sudah dibebaskan untuk diintroduksi dan dinyatakan aman. Seluruh jenis yang belum masuk list diperlakukan sebagai potensi ancaman terhadap biodiversity, ekosistem atau ekonomi. Introduksi tumbuhan yang disengaja untuk kepentingan tertentu harus dijamin keamanannya atas proses penilaian resiko sebelum diintroduksi. Catatan potensi suatu jenis eksotik bersifat invasif tetap perlu ditambahkan baik dalam white maupun black list. Hal lain yang perlu difahami adalah bahwa sifat invasif dari suatu jenis eksotik dapat berubah karena waktu, komposisi genetik populasi yang diintroduksi dan perubahan perilaku manusia (misalnya tata guna lahan). Oleh karena itu, jenis-jenis dalam white list haruslah dinilai kembali secara periodik. Beberapa metode yang diperlukan untuk dalam pencegahan jenis pendatang invasif adalah: (1)Undang-undang dan peraturan karantina; (2) Kemudahan informasi tentang organisme invasif; (3) Pendidikan untuk masyarakat tentang jenis pendatang invasif; (4) Inspeksi atau pemeriksaan yang teratur; dan (5) Pengembangan teknologi untuk pencegahan bio-invasi melalui berbagai jalur masuk.

Tindakan pencegahan dapat dilakukan terbatas terhadap suatu kawasan lindung atau lebih luas terhadap suatu negara, regional maupun internasional. Untuk suatu kawasan lindung, beberapa tindakan pencegahan sebagai berikut:

(1) Tindakan pembersihan semua peralatan utuk semua pengunjung termasuk peralatan untuk berkemah, kendaraan,sepatu, pakaian dan lainnya, sebelum masuk ke lokasi. (2) Hanya menggunakan tanah dan bahan penanaman yang bebas dari jenis pendatang

untuk keperluan restorasi, pengendalian erosi dan penanaman.

(3) Mencari jalan dan akses jalan yang jauh dari tempat yang diketahui terinfestasi jenis pendatang.

(4) Menggunakan sistem transportasi internal untuk mencegah kendaraan eksternal membawa organisme memasuki daerah hutan lindung.

(5) Melakukan pembersihan peralatan pemadam kebakaran pada saat dilakukan pemadaman kebakaran.

(6) Menutup jalan dan jalur yang mungkin berfungsi sebagai jalur invasi jenis pendatang. (7) Memberi pendidikan kepada masyarakat tentang sanitasi peralatan, tidak membuang

tanah atau tumbuhan atau hewan dari luar di lokasi hutan lindung.

Dokumen terkait