• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN

E. Proses Pelaksanaan Ganti Rugi Tanah di Areal bandara

insi yang dibentuk oleh Gubernur. (4) Pengadaan tanah yang terletak di dua wilayah provinsi atau lebih, dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah yang dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri yang terdiri atas unsur Pemerintah dan unsur Pemerintah Daerah terkait. (5) Susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) terdiri atas unsur perangkat daerah terkait dan unsur Badan Pertanahan Nasional.

borong

Proses musyawarah, pada umumnya proses musyawarah yang dilakukan oleh panitia pembebasan tanah yang dibentuk oleh pemerintah, harus mengikutsertakan

Sudaryono Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah. Sinar Grafika, Jakarta, 1994 Halaman 82

instansi terkait dengan masyarakat dimana musyawarah dilakukan dengan tranparan, musyawarah dalam pelepasan tanah tersebut dilakukan dengan acara adat batak toba, yaitu dengan pemberian “pago-pago” yang diikuti oleh semua pihak yang terlibat dalam pembebasan tanah. Keadaannya terlihat banyak menyatakan mereka diajak atau diundang sebelum tanah dibebaskan Pembangunan fasilitas-fasilitas umum memerlukan tanah sebagai wadahnya. Dalam hal persediaan tanah masih luas, pembangunan fasilitas umum tersebut tidak menemui masalah, tetapi persoalannya tanah merupakan sumberdaya alam yang sifatnya terbatas, dan tidak pernah bertambah luasnya. Tanah yang tersedia sudah banyak yang dilekati dengan hak dan tanah negara sudah sangat terbatas persediaannya.

Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit melakukan pembangunan untuk kepetingan umum di atas tanah negara, dan sebagai jalan keluar yang ditempuh adalah dengan mengambil tanah-tanah hak, kegiatan mengambil tanah (oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum) inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah (pasal 1 Keppres No. 55 tahun 1993). Dimana Undang-Undang Pokok Agraria sendiri melalui Pasal 16, memberikan landasan hukum bagi pengambilan tanah hak ini dengan menentukan : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang.

Inpres Nomor 9 Tahun 1973 beserta lampirannya memberikan pedoman- pedoman dalam pelaksanaan pencabutan hak dan benda-benda yang ada di atasnya,

juga memberikan arti kepentingan umum secara luas dengan menambah daftar bidang kegiatan yang mempunyai sifat kepentingan umum, namun masih membuka kemungkinan penafsiran lebih lanjut (Pasal 1 ayat 1 dan 2).

Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tidak memberikan batasan yang jelas tentang kepentingan umum, dan berdasarkan Permendagri Nomor 2 Tahun 1976 yang dikeluarkan kemudian, ketentuan mengenai acara pembebasan tanah untuk kepentingan pemerintah menurut Permendagri Nonor 15 Tahun 1975, diberlakukan juga untuk kepentingan swasta.

Keluarnya Keppres Nomor 55 Tahun 1993, membawa pengaturan yang jauh berbeda dengan yang diatur dalam peraturan-peraturan perundangan sebelunnya, baik tentang pengertian kepentingan umum, proses musyawarah maupun tentang bentuk dan cara penentuan besarnya ganti kerugian.

Lebih lanjut Keppres ini menentukan bahwa untuk kegiatan kepentingan umum yang memerlukan tanah kurang dari 1 (satu) Ha, pengadaan tanahnya dilakukan secara langsung (tanpa melalui Panitia Pengadaan Tanah) oleh instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pedagang hak atas tanah dengan jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak.82

Sesuai dengan maksud pembebasan tanah yang tersebut yang tersebut di atas Marmin M.Roosadiijo berpendapat bahwa pembebasan tanah atau mengambil tanah yang diperlukan oleh pemerintah dengan cara pembebasan banyak dipergunakan karena cara ini dianggap lebih cepat bisa terlaksana, juga dianggap tidak menimbulkan keresahan, sebab cara pembebasan tanah ini didasarkan adanya

82

keharusan tercapai kata sepakat.83

Dalam pembebasan tanah itu, yang berhak atas ganti rugi ialah mereka yang berhak atas tanah bangunan dan tanaman yang ada diatasnya, dengan berpedoman kepada hukum adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang Pokok Agraria dan kebijaksanaan Pemerintah. Hak-hak adat yang merasa memiliki atas tanah janganlah dipandang berbeda dengan hak lain, seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, untuk itu terlebih dahulu harus mengetahui status tanah dan riwayat tanah, apakah tanah adat yang berstatus hak milik.

Dalam kaitan diatas hak milik adat sudah dikesampingkan oleh pemerintah walaupun tanah yang mereka miliki sudah turun temurun dikuasai secara fisik dan terdapat bukti-bukti yang kuat adanya bangunan dan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Sajuti Thalib, Undang-undang Pokok Agraria Sebagai hukum Agraria Nasional telah menjamin bahwa semua warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak dan manfaat atas tanah. 84

Seiring dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan pembangunan di segala bidang demi kepentingan umum, maka kebutuhan akan tanah semakin meningkat. Kebutuhan akan tanah dalam rangka melaksanakan pembangunan itulah yang mendorong dilaksanakannya pengadaan tanah.

83

Marmin. M Roosadijo, Tinjauan Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang ada

Diatasnya, Chalia Indonesia, Jakarta, 1979, Halaman 38

84

Sajuti Thalib, Hubungan Tanah Adat dengan Hukum Agraria, Bina Aksara, Jakarta. 1985, Halaman 21

Pelaksanaan pengadaan tanah dapat dilakukan melalui 2 (dua ) cara, yaitu:

a. Secara, sukarela dari pemilik hak atas tanah, yang dilakukan secara musyawarah, melalui cara pelepasan/ penyerahan hak atas tanah, sebagaimana diatur Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum juncto Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor I Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan dari Keppres tersebut.

b. Secara paksa, melalui cara pencabutan hak atas tanah dan benda benda diatasnya, sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 1961 junctis Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pelaksanaan Undang Undang tersebut, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan Pencabutan Hak Hak Atas Tanah dan Benda Benda yang Ada di Atasnya. Isu utama dari pengadaan tanah tersebut yang dibahas dalam penulisan tesis ini adalah tentang konsep kepentingan umum dan ganti rugi yang layak. Karena pengadaan tanah untuk kepentingan umum tersebut sedapat mungkin dilakukan secara, musyawarah melalui pelepasan/ penyerahan hak atas tanah, dan apabila cara tersebut gagal, barulah dilaksanakan pencabutan hak atas tanah, maka pemahaman akan konsep kepentingan umum disini sangat diperlukan. Hal ini disebabkan, apabila terpaksa harus dilaksanakan pencabutan hak atas tanah, maka yang menjadi

permasalahan adalah apakah konsep kepentingan umum yang dijadikan dasar

rahan hak atas tanah dapat dijadikan dasar untuk melaksanakan pencabutan hak atas tanah, karena keduanya

ertimbangan dari kedua

untuk melakukan pelepasan/penyerahan hak atas tanah dapat pula diterapkan sebagai dasar dalam rangka pelaksanaan pencabutan hak atas tanah. Ternyata pembedaan tentang konsep kepentingan umum yang dimaksud dalam peraturan perundangan tentang pelepasan/ penyerahan hak atas tanah dengan konsep kepentingan umum yang diatur dalam peraturan perundangan tentang pencabutan hak atas tanah, hanya sebatas pada cara penyusunan dan pendekatan yang digunakan dalam merumuskannya, dan bukan menyangkut pada perbedaan substansinya. Dengan demikian, konsep kepentingan umum yang dimaksud dalam pelepasan/penye

memiliki nilai yang setara/parallel. Sedangkan untuk memenuhi kriteria ganti rugi yang layak, maka penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi itu harus didasarkan dan disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku, dengan tetap memperhatikan saran pendapat dan p

belah pihak sehingga sedapat mungkin ditetapkan ganti rugi yang mendekati pemenuhan rasa keadilan bagi kedua belah pihak85

85

Dokumen terkait