• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN AIR LIMBAH

Dalam dokumen Pedoman Rencana Induk SPAL (Halaman 112-128)

B.1. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah

Pemberdayaan masyarakat akan tercapai, jika terdapat beberapa syarat sebagai berikut :

1. Adanya situasi yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang;

2. Memberi motivasi untuk membangkitkan kesadaran akan potensi; 3. Memperkuat potensi masyarakat dalam prakarsa aktif serta peran

masyarakat dalam ruang lingkup penyelenggaraan pengembangan program pengolahan air limbah domestik.

Selain syarat tersebut, dibutuhkan upaya kuat dari berbagai pihak untuk menghilangkan kendala yang dapat melemahkan pemberdayaan masyarakat itu sendiri, seperti dengan :

1. Memperkuat komitmen dan kepedulian dari pemangku kepentingan untuk berpihak pada masyarakat yang rentan terhadap akses sanitasi/air limbah dan masyarakat berpenghasilan rendah;

2. Meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan terkait dengan persepsi tentang karakteristik masyarakat rentan terhadap akses sanitasi/air limbah dan masyarakat berpenghasilan rendah.

Salah satu Strategi pemberdayaan masyarakat adalah dengan melalui pendampingan dan pembelajaran kepada masyarakat berbentuk pendekatan kelompok. Oleh karena itu pembentukan, pendampingan dan pembinaan KSM dalam program Penyelenggaraan pengembangan Sistem Air Limbah sangat dibutuhkan untuk keberlanjutan operasional dan pemeliharaan infrastruktur terbangun nantinya.

Dalam pendekatan partisipasi, peran serta masyarakat mengacu pada perencanaan responsif gender tidak hanya terbatas dalam pengertian ikut serta secara fisik, tetapi keterlibatan yang memungkinkan mereka melaksanakan penilaian terhadap masalah maupun potensi yang terdapat dalam lingkungan sendiri, menentukan kegiatan yang mereka butuhkan hingga penyelenggaraan pengembangan SPAL. Secara umum tahapan kegiatan serta metode dalam penyelenggaran pengembangan SPAL dengan melibatkan pemberdayaan masyarakat berprespektif gender dapat di kelompokan sebagai berikut:

1. Sosialisasi dan Diseminasi, contoh : a. Sosialisasi tingkat Kabupaten/Kota;

Pelaksanaan kegiatan melibatkan satuan kerja pengembangan penyehatan lingkungan permukiman di provinsi serta dinas di kabupaten/kota selaku penagung jawab kegiatan dengan mengundang pemangku kepentingan di kabupaten/kota. Tujuan kegiatan sosialisasi tingkat Kabupaten/Kota adalah, menjelaskan detail konsep dan tahap pelaksanaan kegiatan penyelenggaran pengembangan SPAL, sosialisasi kebijakan dan strategi pemerintah pusat bidang penyehatan lingkungan permukiman, membahas permasalahan, penanganan serta pengenalan teknologi alternatif pengelolaan bidang air limbah di tiap-tiap kota/kabupaten.

b. Sosialisasi tingkat Desa/Kelurahan.

Sosialisasi tingkat desa/kelurahan dilaksanakan oleh dinas penangung jawab kegiatan kota/kabupaten bersama dengan TFL bertempat di dinas penangung jawab kegiatan. Undangan terdiri dari 3 – 5 orang wakil dari masing-masing stakeholder kampung yang masuk dalam shortlist (telah memenuhi syarat kelayakan).

Tujuan kegiatan adalah penjelasan tentang penyelenggaran pengembangan SPAL di lingkungan Desa/Kelurahan serta pengumpulan informasi awal tentang kondisi desa/kelurahan.

2. Rembuk Warga dan Focus Group Discussion (FGD), contoh :

a. Partisipasi penilaian secara cepat/Raid Participatory Assessment (RPA);

Kegiatan diselenggarakan oleh dinas penanggung jawab kegiatan di fasilitasi oleh fasilitator lapangan (TFL), dengan mengundang masing-masing dari calon lokasi yang ikut seleksi, meliputi : Lurah, ketua Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), tokoh masyarakat, perwakilan kelompok maupun organisasi masyarakat setempat.

Tujuan kegiatan mempetakan kondisi sanitasi suatu kampung secara cepat dan dilakukan secara partisipatif. sehingga teridentifikasi problem sanitasi dan kesiapan masyarakat untuk memecahkannya atas dasar kemampuan sendiri secara sistematis dan efektif. RPA diilakukan oleh masyarakat dengan difasilitasi oleh fasilitator terhadap kampung yang menyatakan minat

b. Pembentukan KSM;

Kegiatan diselenggarakan oleh dinas penanggung jawab kegiatan di fasilitasi oleh fasilitator lapangan (TFL) dan disaksikan oleh kelurahan, dengan mengundang pemangku kepentingan di tingkat desa/kelurahan dan lingkungan yang terpilih maupun lokasi calon penerima manfaat penyelenggaran pengembangan SPAL. Meliputi ketua Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), tokoh masyarakat, perwakilan kelompok maupun organisasi masyarakat setempat serta warga calon penerima manfaat maupun calon pengguna.

Tujuan kegiatan adalah sebagai tempat kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela, dibentuk secara swadaya karena adanya Visi, kepentingan dan kebutuhan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta kualitas lingkungan

c. Penyusunan rencana kegiatan masyarakat (RKM);

Penyusunan RKM dilakukan dengan pendekatan partisipatif, artinya semaksimal mungkin melibatkan masyarakat dalam semua kegiatan dan penyusunannya, baik manajemen maupun teknis. Pekerjaan yang membutuhkan keahlian teknis diserahkan kepada tenaga ahli/TFL, namun tetap melibatkan masyarakat. RKM yang telah tersusun serta di tanda tangani oleh Ketua KSM diajukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) untuk dimintakan pengesahan dan persetujuan dari TFL dan Kasatker/PPK PPLP Provinsi.

Tujuan penyusunan RKM adalah teridentifikasinya kebutuhan masyarakat (baik laki-laki dan perempuan, kelompok rentan sanitasi, maupun kelompok kaya-miskin) untuk memecahkan masalah sanitasi yang ada di lingkungan masyarakat berdasarkan kemampuan masyarakat itu sendiri

d. Penyusunan AD/ART Kelompok, pembagian peran, tanggung jawab, dan kontribusi.

Penyusunan AD/ART Kelompok, pembagian perran, tanggung jawab dan konstribusi dilakukan dengan pendekatan partisipatif, artinya semaksimal mungkin melibatkan masyarakat dalam semua penyusunannya dengan memasukkan nilai-nilai atau norma setempat serta perencanaan responsif gender.

e. Pemilihan teknologi sanitasi dan penyusunan detail engineering design (DED) beserta rencana anggaran biaya (RAB), dengan pendampingan oleh fasilitator, konsultan atau lembaga swadaya masyarakat yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang prasarana air limbah;

f. Pembentukan Tim swakelola (untuk kegiatan yang menggunakan bantuan sosial);

Berdasarkan peraturan tentang pengelolaan kegiatan yang menggunakan dana bantuan sosial, pelaksanaan swakelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat, maka sebelum pekerjaan dilaksanakan, dilakukan persiapan-persiapan, antara lain tentang pembentukan tim swakelola dengan ketentuan : Tim Swakelola diangkat oleh penangung jawab kelompok masyarakat sesuai dengan struktur orgasnisasi Swakelola. Tim swakelola masyarakat minimal terdiri dari tim perencana, tim pelaksana dan tim pengawas serta dapat ditambah dengan panitia/pejabat pengadaan.

g. Pembentukan Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) atau Kelompok Pengelola (KP);

Untuk kesinambungan prasarana dan sarana Penyehatan Lingkunngan Permukiman (PLP), perlu dibentuk kelompok Pemanfaat dan pemelihara atau Kelompok Pengelola yang bertujuan untuk keberlanjutan pelayanan dan pelestarian aset yang telah dibangun oleh masyarakat.

Keterlibatan perempuan dalam operasional dan pemeliharaan sangat penting karena perempuan adalah pengguna sehari–hari sarana Sanitasi.

3. Penyusunan masterplan, partisipasi masyarakat berperan pada sikap individu maupun kelompok pada pemahaman, kecendrungan pertimbangan dan perbuatan terhadap penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah. Hal ini terkait erat dengan tingkat sosial ekonomi, budaya, ekonomi dan pemahaman terhadap sanitasi di dalam keluarga maupun lingkungan.

4. Penyusunan studi kelayakan, partisipasi masyarakat berperan pada keterbukaan akan informasi, pertukaran informasi yang akuntabilitas, sikap individu maupun kelompok tentang kesediaan untuk menyambung, kesediaan untuk membayar serta partisipasi aktif masyarakat pada tahap-tahapan perencanaan penyelenggaraan SPAL. 5. Partisipasi fisik dan pengawasan, contoh : warga ikut sebagai tukang

atau mandor, pengawasan kontruksi, material serta keuangan;

6. Peningkatan kapasitas warga, contoh: Pelatihan KSM, On Jobs Training mandor dan tukang, pelatihan KPP serta pelatihan tentang prilaku hidup bersih dan sehat.

Dampak yang diharapkan dari program pengolahan air limbah melalui pemberdayaan masyarakat adalah :

1. Pembelajaran untuk program di masa mendatang, masyarakat dan pemerintah dapat menerapkan prinsip tanggap kebutuhan (demand responsif) dan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan secara partisipatif;

2. Jaminan sustainable infrastruktur yang telah dibangun secara berkelanjutan, guna meningkatkan kualitas hidup dan tingkat perekonomian masyarakat;

3. Tumbuhnya kemampuan masyarakat dalam pengelolaan sumber-sumber pembiayaan untuk pemanfaatan dan pemeliharaan;

4. Meningkatnya fungsi kelembagaan masyarakat di desa dan kecamatan dalam pengelolaan hasil kegiatan;

5. Tumbuhnya rasa memiliki terhadap hasil kegiatan yang telah dilaksanakan.

B.2. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Sistem Air Limbah Permukiman Setempat

Pemberdayaan masyarakat pada penyelenggaraan Sistem Air Limbah Permukiman Setempat akan tercapai jika terdapat beberapa syarat, sebagai berikut : menciptakan situasi yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang, memberi motivasi untuk membangkitkan kesadaran akan potensi, dan memperkuat potensi masyarakat dalam prakarsa aktif serta peran masyarakat dalam ruang lingkup penyelenggaraan pengembangan SPALP-S, yang mencakup :

1. Perencanaan;

2. Pelaksanaan konstruksi, monitoring dan supervisi; 3. Pengelolaan;

4. Pemeliharaan dan Rehabilitasi.

Selain syarat tercapainya pemberdayaan dibutuhkan pula upaya yang kuat dari berbagai pihak untuk menghilangkan kendala yang dapat melemahkan pemberdayaan masyarakat itu sendiri, seperti dengan :

1. Memperkuat komitmen (khususnya) aparat pemerintah untuk memihak dan membela masyarakat yang rentan terhadap akses sanitasi/air limbah.

2. Meningkatkan kepedulian dari pemangku kepentingan untuk memperhatikan masyarakat yang rentan terhadap akses sanitasi/air limbah.

3. Meningkatkan kemampuan pemangku kepentingan dalam memahami (kehidupan) masyarakat berpenghasilan rendah atau rentan sanitasi/air limbah, terutama yang terkait dengan persepi dan asumsi-asumsi tentang “karakteristik” masyarakat miskin (rentan) atau berpenghasilan rendah.

Salah satu strategi pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan melalui pendampingan dan pembelajaran kepada masyarakat dalam bentuk pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok digunakan dengan tujuan terjadinya proses saling belajar, membangun kebersamaan, saling peduli dan saling memahami di antara anggota.

B.3. Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL)

TFL merupakan tenaga pendamping, berperan membantu kelompok masyarakat guna memahami tujuan bersama mereka dan membantu dalam menyusun rencana hingga mencapai tujuan. Untuk itu dalam proses rekruitment dan penetapan tenaga TFL memerlukan proses yang selektif dan transparant sehingga TFL terpilih akan memiliki jenjang pendidikan, ketrampilan, kemampuan, kemauan sebagai pendamping masyarakat maupun pengalaman yang sesuai dengan syarat dan kebutuhan program. Secara fungsi TFL dapat dibagi menjadi dua : yaitu fasilitator teknis dan fasilitator pemberdayaan. Sedang menurut jenjang koordinasi fasilitator terbagi menjadi dua yaitu TFL dan Senior TFL. Tugas fasilitator Lapangan adalah sebagai berikut :

1. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan daftar lokasi yang sesuai kriteria program, dari dinas-dinas terkait; 2. Melakukan pengecekan lapangan sesuai persyaratan teknis minimal; 3. Mengundang, menyelenggarakan pertemuan maupun sosialisasi ke

Stakeholder masyarakat serta masyarakat;

4. Melakukan seleksi lokasi secara partisipatif dilokasi yang berminat untuk ikut program;

5. Memfasilitasi masyarakat dan pemangku kepetingan untuk menyusun surat penetapan penerima manfaat (khususnya untuk program yang menggunakan dana bantuan sosial);

6. Membuat Berita Acara seleksi kampung serta menyusun laporan berkala ke SKPD Kota/Kabupaten setempat serta Kepala Satker Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) Provinsi.

7. Memfasilitasi masyarakat untuk membentuk dan mengembangkan KSM;

8. Melakukan sosialisasi/kampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, sosialisasi/pendampingan kemasyarakat untuk menumbuhkan keinginan (kebutuhan) penggunaan MCK sehat maupun keinginan (kebutuhan) untuk melakukan penyambungan MCK pribadi ke IPAL Komunal (perpipaan);

9. Mendampingi dan memberdayakan masyarakat untuk berperan aktif maupun kontribusi dalam perencanaan, pelaksanaan, pembangunan, pengawasan dan operasional pemeliharaan infrastruktur air limbah terbangun;

10. Memfasilitasi dan mendampingi masyarakat KSM dalam menyusun analias teknis, DED, RAB, Kurva S, perencanaan aspek struktur, elektrikal dan arsitektural infrastruktur air limbah. Dengan didampingi konsultan atau lembaga swadaya masyarakat yang memiliki keahlian dan pengalaman bidang air limbah domestik; 11. Monitoring dan mendampingi KSM dan masyarakat penerima

program pada saat uji comisioning;

12. Memfasilitasi dan mengembangkan kemampuan KSM/masyarakat dalam menyusun pelaporan dan administrasi keuangan;

13. Mendampingi KSM dalam tiap tahap/proses kegiatan.

Sedangkan tugas senior fasilitator Lapangan (Senior– TFL) adalah sebagai berikut :

1. Membantu Satker PLP Provinsi dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur air limbah di provinsi masing-masing; 2. Terlibat langsung atau tidak langsung dalam setiap tahap dalam

penyelenggaraan pembangunan infrastruktur air limbah;

Dalam setiap tugas dan tanggungjawab pada tahap seleksi lokasi, TFL senior harus terlibat secara langsung maupun tidak langsung; 3. Melakukan koordinasi secara vertikal ke SKPD Kota/Kabupaten dan

Satker PPLP Provinsi;

5. Memantau secara rutin di lapangan pada setiap tahapan pelaksanaan kegiatan dan melaporkannya kepada Satker PLP secara berkala (progress), misal : setiap 2 (dua) mingguan dan ditembuskan ke Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Ditjen Cipta Karya melalui konsultan/lembaga swadaya masyarakat pendamping;

6. Memperbarui dan merekapitulasi data progress fisik dan keuangan per-Provinsi untuk dilaporkan kepada Satker PLP Provinsi, dan ditembuskan ke Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Ditjen Cipta karya melalui konsultan/lembaga swadaya masyarakat pendamping.

7. Mengindentifikasi permasalahan teknis, non-teknis, melapor ke Satker PLP Provinsi serta memberi rekomendasi maupun menindak lanjuti pemecahan masalah.

8. Melakukan koordinasi dengan pihak penyandang dana lain (swasta melalui CSR/LSM), jika ada;

9. Menciptakan lingkungan kondusif dalam penyelenggaraan Sanitasi Berbasis Masyarakat.

B.4. Pengertian dan Lingkup Kelompok Swadaya Masyarakat.

Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya Visi, kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama. Kelompok masyarakat yang baik lahir dari kebutuhan dan kesadaran masyarakat sendiri, dikelola dan dikembangkan dengan menggunakan terutama sumber daya yang ada di masyarakat tersebut. Maka kegiatan KSM pada penyelenggaraan Sistem Air Limbah Permukiman Setempat akan berjalan baik dan lancar jika penggurus dan anggotanya berasal dari pengguna dan pemanfaat system terbangun dari penyelenggaraan Sistem Air Limbah Permukiman Setempat.

B.5. Pembentukan KSM.

KSM tidak harus selalu dibentuk baru, namun dapat dikembangkan dari kelompok yang sudah ada dan mengakar di masyarakat. Bekerja dengan kelompok yang sudah ada di masyarakat membuat program lebih efisien,

penerimaan masyarakat terhadap program berlangsung relatif lebih cepat dan dukungan sumber daya lokal lebih mungkin digalang. Akan tetapi, kelompok yang sudah ada telah memiliki nilai-nilai dan aturan main yang belum tentu sejalan dengan nilai-nilai yang diusung oleh program Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pembuangan Air Limbah Permukiman Setempat. Untuk itu yang lebih utama adalah arah pendampingan tetap ditujukan kepada penguatan kapasitas kelompok sehingga KSM dapat membangun kultur kelompok yang terbuka, adil, bertanggungjawab dan mandiri.

Dalam proses pembentukan KSM baru dan penguatan KSM, dibutuhkan serangkaian pertemuan yang intens dengan di fasilitasi oleh tenaga pendamping atau fasilitator yang memiliki kemampuan dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya oleh program maupun proyek. Rangkaian pertemuan tersebut bertujuan antara lain :

1. Penyebaran informasi (aksesibilitas informasi) secara merata serta terselenggaranya unsur-unsur pemberdayaan lain;

2. Tersosialisasi visi, misi dan tujuan program maupun proyek; 3. Ketepatan lingkup kegiatan dan sasaran;

4. Penilaian kelayakan dan ketepatan lokasi sesuai persyaratan teknis; 5. Menjaga keterlibatan dan partisipasi masyarakat sasaran kegiatan,

menyangkut siapa yang dilibatkan dan bagaimana mereka terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan

6. Serta, keberlanjutan operasional pemeliharan sistem pembuangan air limbah yang akan terbangun.

KSM dibentuk setelah lokasi terseleksi terpilih. Dibentuk melalui musyawarah masyarakat secara terbuka/transparat dengan pendampingan fasilitator, warga memiliki kesamaan hak pilih untuk di pilih maupun memilih calon penggurus, waktu dan tempat pelaksanaan bersifat netral serta disepakati bersama, dan pengambilan keputusan seluruhnya di tangan warga selaku penerima manfaat program.

KSM bertanggung jawab terhadap proses persiapan, perencanaan, pembangunan atau konstruksi, pengawasan hingga uji coba bangunan. Bentuk dan susunan pengurus KSM sesuai permufakatan musyawarah, ditetapkan dalam peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan Daerah Kota/Kabupaten dan disahkan melalui surat keputusan (SK) kelurahan. KSM yang terbentuk merupakan mitra bagi pemangku kepentingan di daerah untuk mengalang kepedulian, pengawasan dan

pembangunan fasilitas pengolahan air limbah di daerah. Secara umum susunan organisasi KSM dapat dilihat pada gambar 1 dan 2 dibawah ini.

Gambar I.12. Contoh Struktur Organisasi KSM (pertama).

Gambar I.13. Contoh Struktur Organisasi KSM (kedua).

Kelompok masyarakat yang baik lahir dari kebutuhan dan kesadaran masyarakat sendiri, dikelola dan dikembangkan dengan menggunakan terutama sumber daya yang ada di masyarakat tersebut.

B.6. Dasar Perudang-Undangan dan Peraturan Pembentukan KSM.

Landasan peraturan yang perlu diperhatikan dalam proses pembentukan KSM, antara lain adalah :

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Jo. Udang-Undang No. 82 TA 2004 Tentang Pemerintah Daerah;

2. Permendagri No. 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat;

3. Permendagri No. 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan.

B.7. Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)

KSM dalam menjalankan peran dan taggung jawab mengacu pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang telah disusun dan ditetapkan melalui mekanisme rembug warga pasca pembentukan KSM.

Anggaran dasar adalah peraturan penting yang menjadi dasar peraturan lainnya bagi KSM. Sedangkan Anggaran rumah tangga adalah peraturan pelaksanaan anggaran dasar bagi KSM. Sehingga AD/ART merupakan ketentuan dasar dan ketentuan operasional bagi suatu KSM yang mencerminkan aspirasi, visi dan misinya.

Dalam menyusun AD/ART kelompok swadaya masyarakat (KSM) materi yang perlu diperhatikan dan dimasukkan dalam susunan AD/ART adalah sebagai berikut :

Anggaran Dasar.

1. Pembukaan, menjelaskan kondisi yang melatar belakangi pembentukan KSM. Serta pengertian-pengertian istilah umum yang dimasukkan dalam pembukaan. Pasal-pasal yang menyangkut dalam pembukaan, antara lain : Maksud dan Tujuan, menjelaskan maksud dan tujuan dari pembentukan KSM;

2. Nama, Waktu Pendirian dan tempat Kedudukan Kelompok Swadaya Masyarakat, menjelaskan nama, waktu dan domisili KSM;

3. Prinsip dan Nilai-nilai, menjelaskan unsur-unsur prinsip serta nilai-nilai yang dijunjung dan ditumbuh kembangkan oleh KSM;

4. Pendirian, Legalitas dan Kepemilikan, menjelaskan mekanisme pendirian, legalitas serta kepemilikan KSM tersebut;

5. Kedudukan, menjelaskan kedudukan KSM dalam kehidupan bermasyarakat atau sebagai wadah aspirasi, dan kegiatan;

6. Peran, Tugas Pokok dan Fungsi, menjelaskan peran, tugas dan fungsi KSM, KPP maupun KP dalam kehidupan di tengah masyarakat; 7. Keanggotaan dan Jumlah anggota, menjelaskan konsep penerimaan

keanggotaan, dimana calon anggota harus memiliki nilai-nilai yang sama dengan nilai-nilai yang dijunjung KSM. Serta memuat jumlah anggota KSM yang aktif;

8. Masa Bakti KSM dan KPP, memuat tentang waktu kepengurusan KSM, KPP atau KP, misal 3 tahun masa kepengurusan serta mekanisme pergantian pengurus;

9. Imbal jasa, menjelaskan imbal jasa/gaji (jika ada) maupun asas kerelaan;

10. Prinsip Pendirian KSM, Menjelaskan sistem dan/atau mekanisme pemilihan penggurus KSM, kriteria penggurus, tata cara pemilihan pengurus, syarat dan hak pemilih;

11. Tata Cara Pendirian KSM, menjelaskan mekanisme pendirian KSM serta pemilhan pengurus;

12. Perangkat KSM, menjelaskan unsur/perangkat pembantu pelaksana tugas dan tanggung jawab di dalam KSM;

13. Pengangkatan dan Pemberhentian unsur/perangkat KSM;

14. Hubungan Kelembagaan, menjelaskan hubungan antara KSM dengan lembaga-lembaga lain di tingkat desa/kelurahan. Seperti hubungan KSM dengan perangkat desa, serta lembaga/organisasi masyarakat desa/kelurahan lainnya;

15. Rapat atau rembug warga, menjelaskan mekanisme rapat KSM maupun KPP, kedudukan dan wewenang dari rembug masyarakat; 16. Pengambilan keputusan, menjelaskan tata cara pengambilan

keputusan;

17. Keuangan, terkait dengan sumber dana, pemanfaatan dana dan pengelolaan dana;

18. Prinsip-prinsip pengelolaan dana secara transparat dan akuntabilitas; 19. Perubahan anggaran dasar, menjelaskan tata cara dan mekanisme

perubahan anggaran dasar KSM;

20. Pembubaran, menjelaskan tata cara dan mekanisme pembubaran KSM;

21. Anggaran rumah tangga dan peraturan lainnya, menjelaskan hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar serta kedudukan surat keputusan KSM dalam operasional (perangkat kerja) KSM.

Anggaran Rumah Tangga.

1. Keanggotaan Kelompok Swadaya, mengatur sistem keangggotaan dan tujuan ikut keanggotaan;

2. Hak dan Kewajiban anggota, mengatur hak dan kewajiban yang melekat pada anggota khususnya serta masyarakat/partisipan tidak langsung umumnya;

3. Pemberhentian Anggota Kelompok Swadaya Masyarakat, mengatur tentang sebab-sebab di berhentikannya, hak dan kewajiban anggota saat pemberhentian menjadi anggota, serta tata cara pemberhentian; 4. Kepenggurusan KSM, mengatur tentang struktur dan jumlah

pengurus, mekanisme koordinasi internal – eksternal dan pelaporan; 5. Perangkat/Unit KSM, mengatur tentang perangkat/unit apa yang

masuk dalam struktur Kelompok Swadaya Masyarakat beserta peran, hak dan tanggung jawabnya;

6. Pertanggungjawaban dan Sanksi bagi Penggurus serta Perangkat/Unit, mengatur tentang pertanggung jawaban dalam menjalankan tugas serta sanksi bagi penggurus maupun perangkat/unit yang lalai atau membuat kesalahan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya; 7. Rapat-Rapat, mengatur tentang jenis, fungsi dan frekuensi waktu

penyelenggaraan rapat yang bersifat rutin dan wajib untuk menjalankan mekanisme kelompok swadaya masyarakat;

8. Pengelolaan Keuangan, mengatur tentang manajemen keuangan, kategori dan fungsi masing-masing dana/keuangan untuk menjalankan manajemen, operasional/pemanfaatan dan pemeliharaan; 9. Peraturan peralihan, mengatur tentang pasal-pasal atau aturan tentang

hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga; 10. Penutup.

B.8. Pelatihan (TFL, Pengelola Sarana Sanitasi, Tukang, Mandor, Operator, Pengguna)

B.8.1. Pelatihan TFL

Dalam program atau kegiatan berbasis pemberdayaan maka proses yang berjalan sistematis dari transformasi maupun peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan (capacity building) berperan penting pada capaian sasaran pemberdayaan.

Untuk itu TFL yang berperan memfasilitasi kelompok masyarakat sebelum menjalankan tugas terlebih dulu diberi pembekalan maupun

pelatihan yang diselenggarakan secara berjenjang serta kesinambungan oleh Kementerian Pekerjaan Umum Cq. Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Direktorat Jendral Cipta Karya, selaku penangung jawab kegiatan, beserta Satker PLP Provinsi selaku pelaksana kegiatan. Dalam melaksanakan pembekalan atau pelatihan Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman dapat dibantu oleh lembaga lainnya maupun tenaga ahli yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman di bidangnya sesuai kriteria yang disyaratkan serta bekerja secara profesional.

Tujuan pembekalan dan pelatihan adalah memberi pengetahuan tentang program, tahapan pelaksanaan program, sistem pelaporan, monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan serta meningkatkan kemampuan (capacity). Sehingga TFL dapat membantu masyarakat, Kementerian Pekerjaan umum maupun lembaga donor dalam mengidentifikasi masalah, merencanakan, melaksanakan, memutuskan dan mengelola kegiatan maupun menjaga kualitas keluaran program. Program air limbah yang berbasis masyarakat mencakup 70% kegiatan

Dalam dokumen Pedoman Rencana Induk SPAL (Halaman 112-128)