• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Jambu Biji ( Psidium guajava L.)

2.3.1 Proses pembuatan selai

Proses pembuatan selai meliputi tiga tahap utama yaitu persiapan bahan, pemasakan dan pengisian serta pasteurisasi (Suryani et al. 2004). Sortasi bahan baku akan menentukan hasil akhir karena sortasi yang baik akan memperoleh bahan baku selai dengan kualitas yang diinginkan. Sortasi dilakukan berdasarkan penampakan fisik buah, ukuran buah, dan tingkat kematangan. Pengaruh panas dan penambahan bahan tambahan selama proses pemasakan akan mempengaruhi kualitas selai yang dihasilkan. Pemasakan diperlukan untuk mencampur rata hancuran buah dan bahan tambahan serta menguapkan sebagian air sehingga diperoleh struktur gel. Suhu pemasakan pada proses pembuatan selai biasanya 103-105 oC. Pemasakan yang terlalu lama akan menghasilkan selai yang keras dan kental, sedangkan pemasakan yang kurang lama akan menghasilkan selai yang encer. Proses pengisian produk ke dalam kemasan merupakan faktor penting untuk menunjang keawetan produk. Pengisian hendaknya dilakukan dalam kondisi higienis. Hal ini dilakukan ntuk menghindari terjadinya kontaminasi produk yang dapat menyebabkan produk jadi mudah berjamur. Proses penutupan wadah yang benar juga bertujuan untuk menghindari kontaminasi produk (Suryani

et al. 2004).

Jumlah mikroorganisme dari selai dan produk serupa dipengaruhi oleh sejumlah faktor (Buckel et al. 1987) yaitu kandungan gula yang tinggi biasanya 65-73%, keasaman yang tinggi (pH 3,1-3,5), nilai aw sekitar 0,75-0,83, suhu tinggi

saat pemanasan (105-106oC) dan tekanan gas oksigen yang rendah selama penyimpanan. Menurut (Suryani et al. 2004) selai yang bermutu baik mempunyai

tanda spesifik yaitu konsistensi, warna cemerlang, distribusi buah merata, tekstur lembut, flavor buah alami dan tidak mengalami sineresis serta kristalisasi selama penyimpanan.

Buah yang akan dijadikan selai dipilih yang bermutu baik. Buah yang terlalu muda akan terasa masam, sedangkan buah yang terlalu matang, maka warna, aroma, pektin dan rasa asam pada buah berkurang. Agar diperoleh selai dengan aroma yang harum dan konsistensi (kekentalan) sesuai standard sebaiknya digunakan campuran buah setengah matang dan buah yang matang penuh. Buah setengah matang akan memberi pektin dan asam yang cukup, sedangkan buah yang matang penuh akan memberikan aroma yang baik (Fachruddin 2008).

Selai buah adalah produk makanan semi basah yang dapat dioleskan yang dibuat dari pengolahan buah-buahan, gula dengan atau tanpa panambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (BSN 2008). Syarat mutu selai buah menurut SNI 3746 : 2008 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Syarat mutu selai buah menurut SNI 3746 : 2008

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan : - Aroma - Rasa - Warna - - - Normal Normal Normal

2 Serat buah - Positif

3 Padatan terlarut % fraksi massa Min. 65

4 Cemaran logam :

Timah (Sn)*

mg/kg Maks. 250,0*

5 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 1,0

6 Cemaran mikroba - ALT - Bakteri coliform - Staphyloccoccus aureus - Clostridium sp. - Kapang/khamir. koloni/g APM/g koloni/g koloni/g koloni/g Maks 1,0 x 103 <3 Maks 2,0x101 <10 Maks. 5,0x101 *dikemas dalam kaleng

Menurut Buckle et al. (1987) kerusakan utama yang sering terjadi pada selai adalah :

1) Terbentuknya kristal-kristal karena banyaknya bahan terlarut, gula tidak cukup melarut hingga terbentuk kristal.

2) Gel besar dan kaku, disebabkan oleh kadar gula yang rendah.

3) Gel yang kurang padat dan menyerupai sirup karena kadar gula yang tinggi dan tidak seimbang dengan kandungan padatan

4) Pengeluaran air dari gel (sineresis) karena terlalu banyak asam

Keadaan buah yang digunakan sangat menentukan dalam pembuatan selai. Proses pembuatan selai secara umum dapat dilihat pada Gambar 5.

Cara II Cara I

Gambar 5 Skema pembuatan selai secara umum (Fachruddin 2008). Buah

Dikupas

Pemisahan

Biji Daging buah

Pengirisan (Penambahan air) Penghancuran

Pemasakan

Penambahan gula, asam dan gum 

Botol

Cuci dengan sabun Rebus, 100 OC, 30 menit

ditiriskan (sterilisasi) Mendidih

Terbentuk Gel

Pengisian Selai dalam Botol Kukus, 82oC, 30 menit

(pasteurisasi) Bahan Pengawet

Selain faktor kematangan buah, hal lain yang perlu diperhatikan adalah jenis gula serta jumlah penambahan gula pada selai, karena turut mempengaruhi sifat gel dari produk. Selama ini gula yang digunakan dalam pembuatan selai adalah sukrosa. Gula merupakan senyawa kimia yang termasuk karbohidrat dengan rasa manis dan sering digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa yang diperoleh dari bit atau gula tebu. Gula dipakai dalam pengawetan bahan pangan karena dengan daya larut yang tinggi akan mampu mengurangi keseimbangan kelembaban relatif dan berfungsi untuk mengikat air (Buckle et al. 1987).

Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan. Hal ini disebabkan gula akan memerangkap air. Kadar gula yang tinggi (minimum 40%) bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air dalam bahan pangan akan terperangkap sehingga yang tersedia untuk dipergunakan oleh mikroba atau aw menjadi rendah (Shin et al.

2002).

Gula terdapat dalam berbagai bentuk, yakni sukrosa, glukosa, fruktosa, dan dekstrosa. Dalam pembuatan selai, gula yang digunakan adalah sukrosa yang sehari-hari dikenal sebagai gula pasir. Tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai adalah untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal. Selain itu, gula dapat pula berfungsi sebagai pengawet. Pada konsistensi tinggi (minimal 40% padatan terlarut), larutan gula dapat mencegah pertumbuhan bakteri, ragi, dan kapang. Mekanismenya, gula menyebabkan dehidrasi sel mikroba sehingga sel mengalami plasmolisis dan terhambat siklus perkembangbiakannya. Dalam pembuatan selai, proses pengawetan yang terjadi merupakan kombinasi antara tingkat keasaman yang rendah, pasteurisasi, dan penambahan bahan kimia seperti asam benzoat (Fachruddin 2008).

Gula pasir atau sukrosa terdapat dalam jumlah besar di dalam banyak tumbuhan dan secara niaga diperoleh dari tebu (Saccarum officinarum) atau bit gula (Beta vulgaris). Sukrosa sangat mudah larut pada rentang suhu yang lebar, sifat ini menjadikan sukrosa bahan yang sangat baik untuk sirup dan makanan lain yang mengandung gula (deMan 1997).

Dokumen terkait