• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pemilihan dan Penebangan Kayu

BAB III SEJARAH SARUNE PAKPAK &

3.2 Pandangan Masyarakat Pakpak Terhadap Sarune Pakpak

3.3.1 Proses Pemilihan dan Penebangan Kayu

Menurut cerita rakyat Pakpak (tori-torien) dari narasumber penulis, pada jaman dahulu ketika manusia masih bisa dihitung jumlahnya di bumi ini, antara manusia dan mahluk hidup yang lain, seperti hewan dan tumbuhan mampu saling berkomunikasi antara yang satu dengan yang lain. Namun karena manusia mulai serakah, Batara Guru (Maha pencipta) mulai murka terhadap manusia. Kepada manusia keamudian dijatuhkan hukuman, yaitu tidak dapat lagi berkomunikasi dengan benda-benda hidup atau mahluk hidup lainnya termasuk kepada pohon. Jika pun ingin berkomunikasi dengan mahluk hidup lain, haruslah melalui

perantaraan guru (dukun) atau juga dengan sesajian melalui bahasa mantra (tabas) yang secara khusus hanya digunakan pada upacara-upacara yang bersifat religius.

Tuhan Batara Guru tidak hanya menjatuhkan hukuman kepada manusia, tetapi Ia juga menjatuhkan hukuman kepada binatang, yaitu haarus tunduk kepada manusia, dan harus mau dijadikan sebagai sesajian untuk kepentingan manusia, dan juga harus siap menderita jika sewaktu-waktu manusia membutuhkannya.

Salah satu mahluk hidup yang tidak mendapatkan hukuman dari Batara

Guru adalah tumbuh-tumbuhan. Hal ini dikarenakan jaman dahulu hanya tumbuh-

tumbuhanlah yang selalu berbicara kebenaran tanpa sedikitpun kebohongan.

Berdesarkan cereeda inilah masyarakat Pakpak saat itu memilih kayu

junjung bukit sebagai bahan utama pembuatan sarune Pakpak. Kayu junjung bukit

(sejenis kayu meranti) adalah kayu yang terbaik diantara semua kayu yang ada di hutan pada saat itu, kayu ini biasanya tumbuh di hutan yang lebat di puncak- puncak gunung. Dari segi bentuk dan penampilan, kayu junjung bukit memiliki sesuatu yang menonjol dibanding dengan pohon ata kayu yang lain, yakni secara periodik, kulit kayu yang sudah berlumut akan terkelupas dan berganti secara sendirinya dan akan terus berlangsung seperti ini selama kayu tersebut masih hidup.

Pada jaman dahulu, selain mempercayai Batara Guru, orang Pakpak juga mempercayai bahwa hutan dan alam masing-masing memiliki kekuatan yang besar, sehingga manusia perlu meminta izin kepada alam dan penjaga hutan tersebut jikalau ingin mengambil sesuatu dari mereka, misalnya saat hendak menebang kayu yang dianggap berkeramat atau suci. Maka oleh sebab itulah,

untuk mengambil kayu junjung bukit dari tengah hutan untuk dijadikan sebagai bahan utama pembuatan sarune Pakpak, bukanlah hal yang mudah, melainkan orang yang ingin menebangnya pun harus menjalankan beberapa syarat yang bertujuan sebagai permintaan ijin kepada penjaga hutan dan ke alam semesta karena kayu junjung bukit tersebut merupakan salah satu jenis kayu yang suci.

Berikut adalah beberapa persyaratan yang harus dilaksanakan seseorang jika ingin menebang kayu junjung bukit. Penebang harus menyediakan :

1. Gatap penter, yaitu sehelai daun sirih yang masih segar atau baru diambil

dari pohonnya. Gatap penter tersebut haruslah dengan ruas-ruas yang saling bertemu.

2. Gatap i krimpit, yaitu beberapa helai (biasanya 7 helai) daun sirih yang

masih segar kemudian dipincuk18

3. Beras banu, yaitu beras ketan (beras pulut) yang dicampur dengan air

kunyit kental (tidak terlalu cair) lalu dikepal hingga beberapa kepal sehingga kelihatan warna beras tersebut menjadi kuning. Beras banu ini selanjutnya harus diletakkan di atas daun pisang.

menjadi 7 pincukan yang masing-masing

pincuk sudah diisi dengan: Kapur sirih, pinang yang sudah dibelah kecil- kecil, kemiri (gambiri), dan sebiji lada hitam.

4. Baja minak, yaitu :

a. Minyak Kayu Baja, jenis kayu ini biasanya tumbuh di pinggiran hutan. Batangnya tidak terlalu besar namun sangat keras dan tidak

18

Dibentuk sedemikian rupa untuk dapat dipergunakan. Misalnya daun sirih yang telah diberi kapur, kemiri, dan lada hitam harus dibentuk sedemikian rupa agar mempermudah untuk dimakan.

mudah patah. Minyak kayu baja diperoleh dengan cara membakar batang kayu baja yang tidak terlalu kering yang nantinya akan mengeluarkan lendir minyak berwarna hitam. Minyak ini kembali diambil dengan serpihan kayu baja kecil lainnya yang diteruskan dengan menggoreskannya di pipi bagian atas atau di lekukan mata bagian bawah orang yang akan menebang pohon kayu Siraja

Junujung Bukit itu.

b. Serpihan Kayu Baja lainnya atau sisa serpihan kayu baja akan digoreskan ke permukaan gigi bagian bawah paling depan. Kemudian serpihan kayu baja yang digoreskan di lekukan mata bagian bawah dan di gigi bagian bawah tadi diambil kembali dan diletakkan di atas beras banu.

Setelah seluruh persyaratan ini tersedia, maka sipenebang berangkat ke hutan untuk mencari dan memilih kayu Siraja junjung bukit yang dibutuhkan. Sesampainya di hutan, semua persyaratan yang telah dibawa diletakkan di atas tanah didekat kayu yang akan ditebang, setelah tanah itu dibersihkan terlebih dahulu.

Sebelum kayu ditebang, sipenebang harus permisi terlebih dahulu kepada penjaga hutan dan ke alam semesta dengan maksud agar kayu yang ditebang nantinya hasilnya baik, caranya ialah memukul tanah dengan telapak tangan kanan satu kali, kemudian sipenebang mengatakan:

...Ooo ale mpung.. Ko Sinangga jehe… Beras pati ni tanoh. Ko Sinangga Julu.. ulang ko tergerrek.. ulang ko terkuncol, ulang ko tersengget.. kudilo

pe ko, en mo berreenku bamu : Beras banu, baja minak, napuren mpenter, napuren kinirimpit. En mo kubereken bamu asa ulang ko terenggek,ulang ko terkuncol,ulang ko tersengget. Naing kutabah ko kayu SIRAJA JUNJUNG BUKIT, asa mengampuni mo ko, asa mengerjetken mo ko, mengurupi mo ko mendahiken kami; kupakke kami ko. Ooo mpung Debatara guru.. susur mo ko miterruh. Ko beras pati ni tanoh.. Ko debata tengah.. kundul mo ko ke sisada arih.. asa mendengkoh katangken; kutabah pe kayu siraja junjung bukit en asa mengerasaken mo ko menjunjungi kami.

Terjemahan Indonesia:

Wahai eyang.. penghuni hilir, beras pati ni tanoh. Engkau penghuni hulu, jangan engkau terbangun.. jangan engkau terkejut, jangan engkau tersentak.. walau pun engkau ku panggil, ini lah yang ingin kuberikan padamu : beras ketan, minyak kayu baja, sirih bersirip lurus, sirih yang telah dibentuk, ini lah yang akan kuberikan kepadamu agar kamu tidak terbangun, agar kamu tidak terkejut, agar kamu tidak tersentak. Saya ingin menebang kayu siraja Junjung bukit, biar engkau mengampuni, agar engkau memberi berkah, agar engkau membantu bagi kami ; engkau kami pakai. Ooo eyang maha dewata.. turunlah engkau ke bawah,. Engkau beraspati ni tanoh.. engkau dewata tengah.. duduklah engkau yang sehati semufakat, agar engkau mendengarkan permintaan ku ini; ku tebang pun kayu siraja junjung bukit ini, agar engkau merasakan juga menjunjung kami.

Demikianlah bunyi kalimat permintaan yang disampaikan oleh sipenebang kayu kepada seluruh penjaga-penjaga alam semesta sebagaimana mereka percayai bahwa alam ini sangat gaib dan memilki kekuatan yang besar. Oleh karena itu mereka perlu menjaga hubungan yang baik antara alam dengan insan manusia, dengan melakukan syarat seperti di atas, mereka telah menjaga hubungan yang dimaksud sehingga sipenebang dapat menebang kayu Siraja Junjung bukit dan dan selanjutnya dibawa ke kampung untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan

Sarune. Namun, jika syarat ini tidak dilakukan untuk menebang kayu, maka

diyakini sipenebang tidak akan selamat dalam menggunakannya, dan kayu tersebut juga tidak akan pernah baik untuk dijadikan sebagai alat musik yang dapat membawa tuah terhadap pemakainya.

3.3.2 Proses pembuatan sarune Pakpak masa sekarang.

Dokumen terkait