• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada saat sel dan jaringan sedang mengalami cedera, terjadi peristiwa perusakan sekaligus penyiapan sel yang bertahan hidup untuk melakukan replikasi. Berbagai rangsang yang menginduksi kematian beberapa sel dapat memicu pengaktifan jalur replikasi pada sel lainnya; sel radang yang direkrut tidak hanya membersihkan debris nekrotik, tetapi juga menghasilkan mediator yang merangsang sintesis matriks ekstraselular yang baru. Oleh karena itu, menurut Cotran dan Mitchell (2007a), pada proses peradangan, pemulihan dimulai sangat dini dan melibatkan dua proses yang sangat berbeda:

a. Regenerasi jaringan yang mengalami jejas oleh sel parenkim dari jenis yang sama.

b. Penggantian oleh jaringan ikat (fibrosis), yang menimbulkan suatu jaringan parut.

Pemulihan jaringan (penyembuhan) umumnya melibatkan kombinasi kedua proses. Regenerasi dan pembentukan jaringan parut juga melibatkan mekanisme yang serupa, yaitu migrasi, proliferasi, dan diferensiasi sel, serta sintesis matriks (Cotran dan Mitchell, 2007a). Oleh karena itu, walaupun keempat fase utama dalam mekanisme penyembuhan luka, yaitu

commit to user

fase hemostasis, inflamasi, proliferasi atau granulasi, dan fase remodeling

atau maturasi, dijelaskan secara terpisah pada pembahasan selanjutnya, kenyataannya keempat fase tersebut saling berkesinambungan dan tumpang-tindih antara satu fase ke fase lainnya.

1) Hemostasis

Segera setelah terjadinya luka, pembuluh darah yang putus mengalami konstriksi dan retraksi (spasme vaskuler) disertai reaksi hemostasis. Fase hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket (membentuk sumbat trombosit), dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah (Guyton dan Hall, 1997; Sherwood, 2001).

Pembentukan bekuan (koagulasi darah) memperkuat sumbat trombosit dan mengubah darah di sekitar tempat cedera menjadi suatu gel yang tidak mengalir. Sebagian besar faktor yang diperlukan untuk pembekuan darah selalu terdapat di dalam plasma dalam bentuk prekursor inaktif. Sewaktu pembuluh mengalami cedera, kolagen yang terpapar kemudian mengawali reaksi berjenjang yang melibatkan suksesif faktor-faktor pembekuan tersebut, yang akhirnya mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin, suatu molekul berbentuk benang yang tidak larut, ditebarkan membentuk jaringan bekuan; jaring ini kemudian menangkap sel-sel darah dan menyempurnakan pembentukan bekuan. Darah yang telah keluar ke dalam jaringan juga mengalami koagulasi setelah bertemu dengan tromboplastin jaringan,

commit to user

yang juga memungkinkan terjadinya proses pembekuan. Jika tidak lagi diperlukan, bekuan darah dilarutkan oleh plasmin, suatu faktor fibrinolitik yang juga diaktifkan apabila berkontak dengan kolagen (Sherwood, 2001).

Komponen hemostasis akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang meliputi faktor pertumbuhan epidermis (epiderma l growth fa ctor,

EGF), faktor pertumbuhan mirip insulin (insulin-like growth fa ctor, IGF), faktor pertumbuhan yang berasal dari trombosit (pla telet-derived

growth fa ctor, PDGF), dan faktor pertumbuhan β yang bertransformasi

(beta transforming growth fa ctor, TGF-β). yang berperan untuk

terjadinya kemotaksis neutrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas. Fibroblas ini nantinya akan membentuk jaringan parut dalam proses penyembuhan luka. Bersamaan dengan ini terjadi pula fase inflamasi. Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka hingga 4-5 hari (Guyton dan Hall, 1997; Sherwood, 2001).

2) Inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh

commit to user

darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi (Sjamsuhidajat dan de Jong, 1997).

Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor) (Sjamsuhidajat dan de Jong, 1997).

Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakkan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri ini (fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah (Sjamsuhidajat dan de Jong, 1997).

3) Proliferasi atau granulasi

Proliferasi sel secara umumnya dapat dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas, kematian sel, atau bahkan oleh deformasi mekanis jaringan. Sel yang sedang berproliferasi berkembang melalui serangkaian tempat dan fase yang sudah ditentukan yang disebut siklus

commit to user

sel. Siklus sel tersebut terdiri atas (secara berurutan) fase pertumbuhan prasintesis 1, atau G1; fase sintesis DNA, atau S; fase pertumbuhan pramitosis 2, atau G2; dan fase mitosis, atau M. Sel istirahat berada dalam keadaan fisiologis yang disebut G0 (Cotran dan Mitchell, 2007a).

Pemulihan jaringan yang cedera dilakukan dengan pemusnahan dan pembuangan jaringan yang rusak (melalui proses peradangan yang telah disebutkan di atas), regenerasi sel atau pembentukan jaringan granulasi. Siklus sel terdiri dari fase G1 (prasintesis), S (sintesis DNA), G2 (pramitosis), dan M (mitosis). Sel-sel inaktif yang berada dalam keadaan fisiologik disebut G0. Meskipun sebagian besar jaringan tersusun terutama dari sel-sel dalam G0 (yang secara berkala memasuki siklus sel), terdapat juga kombinasi sel yang selali membelah, sel-sel yang mengadakan diferensiasi akhir, dan sel-sel-sel-sel induk. Menurut Cotran dan Mitchell (2008), jaringan tubuh dibagi menjadi tiga kelompok menurut kemampuan proliferasinya:

1) Sel yang terus-menerus membelah (labil): sel-sel ini merupakan sel-sel yang beregenerasi dengan cepat dengan cara berproliferasi sepanjang hidupnya dan menggantikan sel-sel yang rusak (misalnya, sel-sel epitel permukaan dan sel-sel hematopoisis sumsum tulang). Sel ini mempunyai fase G0 (fase istirahat) yang singkat. Biasanya, sel-sel matur berasal dari sel-sel induk dengan kemampuan yang tidak terbatas untuk beregenerasi dan dengan

commit to user

kemampuan yang beragam untuk berdiferensiasi (Cotran dan Mitchell, 2008).

2) Sel inaktif (stabil): Sel-sel tersebut berada pada fase G0 pada waktu yang lama tetapi mempunyai kemampuan untuk masuk siklus mitosis sel di mana dibutuhkan. Sel-sel ini normalnya terlibat dalam proses replikasi tingkat rendah karena mempunyai kapasitas regenerasi terbatas, tetapi mampu melakukan pembelahan cepat ketika merespons rangsangan (misalnya, sel-sel hati, ginjal, fibroblast, otot polos, dan sel-sel endotel) (Cotran dan Mitchell, 2008).

3) Sel yang tidak membelah (permanen): sel-sel ini tidak dapat melakukan pembelahan dalam kehidupan pasca kelahiran (misalnya: sel-sel neuron, otot skeletal, dan otot jantung). Tidak terjadi regenerasi sehingga kerusakan sel permanen merupakan kelainan ireversibel dan bilamana luas akan mengakibatkan gangguan fungsional permanen (Cotran dan Mitchell, 2008).

Jejas jaringan berat atau menetap yang disertai kerusakan pada sel parenkim dan kerangka stroma menimbulkan suatu keadaan yang pemulihannya tidak dapat dilaksanakan melalui regenerasi parenkim saja. Dalam kondisi seperti ini, pemulihan terjadi melalui penggantian sel parenkim nonregeneratif oleh jaringan ikat. Terdapat tiga komponen umum proses ini (Cotran dan Mitchell, 2007b):

commit to user

b) Migrasi dan proliferasi fibroblas. c) Deposisi matriks ekstraselular.

Pemulihan dimulai dalam waktu 24 jam setelah jejas melalui emigrasi fibroblas dan induksi proliferasi fibroblas dan sel endotel. Rekrutmen dan stimulasi fibroblas dikendalikan oleh banyak faktor pertumbuhan, meliputi PDGF, faktor pertumbuhan fibroblas dasar

(ba sa l fibrobla st growth fa ctor, bFGF), dan TGF-β. Sumber dari

berbagai faktor ini antara lain: endotel teraktivasi dan sel radang terutama sel makrofag (Cotran dan Mitchell, 2007b).

Dalam tiga sampai lima hari, muncul jenis jaringan khusus yang mencirikan terjadinya penyembuhan, yang disebut jaringan granulasi. Gambaran makroskopisnya adalah berwarna merah muda, lembut, dan bergranula, seperti yang terlihat di bawah keropeng pada luka kulit. Gambaran histologisnya ditandai dengan proliferasi fibroblas dan kapiler baru yang halus dan berdinding tipis di dalam matriks ekstraselular yang longgar (Cotran dan Mitchell, 2007b). Pada awal penyembuhan, fibroblas mempunyai kemampuan kontraktil dan disebut miofibroblas, yang mengakibatkan tepi luka akan tertarik dan kemudian mendekat, sehingga kedua tepi luka akan melekat. Dengan berlangsungnya penyembuhan, maka fibroblas bertambah. Sel ini menghasilkan kolagen, sehingga jaringan granulasi yang kemudian akan mengumpulkan matriks jaringan ikat secara progresif, akhirnya akan menghasilkan fibrosis padat

commit to user

(pembentukan jaringan parut kolagen), yang dapat melakukan

remodeling lebih lanjut sesuai perjalanan waktu (Cotran dan

Mitchell, 2007b)

4) Remodeling atau maturasi

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir apabila semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Edema dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Pengerutan maksimal terlihat pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80 % kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira tiga sampai enam bulan setelah penyembuhan (Sjamsuhidajat dan de Jong, 1997).

4. Bioplacenton

Bioplacenton merupakan sebuah obat topikal berbentuk gel yang dikemas dalam tube. Bioplacenton memiliki kandungan neomisin sulfat 0,5% dan ekstrak plasenta 10%. Ekstrak plasenta yang terdapat

commit to user

pada bahan ini dapat menstimulasi terjadinya regenerasi sel, sedangkan neomisin sulfat dapat berperan sebagai bakteriosid. Indikasi digunakannya bioplacenton adalah luka bakar, ulkus kronis, luka yang lama sembuh dan terdapat granulasi, ulkus dekubistus, eksim pioderma, impetigo, furunkolosis dan infeksi kulit lainnya (Kalbe Farma, 2010).

commit to user B. Kerangka Pemikiran

commit to user

Keterangan :

1 : Mencegah infeksi

2 : Membantu pembentukan ikatan silang kolagen 3 : Merangsang rekrutman sel radang

4 : Pembentukan pembuluh darah baru 5 : Aktivasi fibroblas

6 : Memudahkan komponen peradangan sampai ke tempat jejas dan stimulasi peradangan lokal

7 : Mempercepat angiogenesis

C. Hipotesis

Pemberian topikal lendir bekicot (Acha tina fulica) menyebabkan efek yang berbeda pada penyembuhan luka bersih pada tikus putih jika dibandingkan dengan pemberian gel bioplacenton.

commit to user BAB III

Dokumen terkait