• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari dua macam campuran atau lebih, berdasarkan perbedaan titik uapnya. Proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air (Ketaren, 1985). Menurut Santoso (1990), penyulingan adalah salah satu cara untuk mendapatkan minyak atsiri dengan cara mendidihkan bahan baku yang dimasukkan ke dalam ketel hingga terdapat uap yang diperlukan. Atau dengan

cara mengalirkan uap jenuh (saturated or supersaturated) dari ketel pendidih air ke dalam ketel penyulingan.

Jumlah minyak yang menguap bersama-sama dengan uap air selama penyulingan ditentukan oleh tiga faktor yaitu :

• Besarnya tekanan uap yang digunakan

• Berat molekul masing-masing komponen dalam minyak • Kecepatan minyak yang keluar dari bahan (Ketaren, 1985)

Berdasarkan hasil penelitian Racharto (1992), air merupakan sumber uap panas pada metode penyulingan dengan uap langsung. Uap panas yang dihasilkan terdapat di dalam ketel uap (boiler) yang letaknya terpisah dari ketel suling. Uap yang dihasilkan adalah uap jenuh atau uap lewat panas (superheated steam) pada tekanan lebih dari 101,304 kPa. Uap dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori, terletak di bawah bahan dan uap bergerak ke atas melewati bahan yang diletakkan di atas saringan. Pada penyulingan uap, diameter ketel suling lebih kecil dari tingginya. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak bahan dengan uap sehingga akan mempercepat proses penyulingan.

Proses penyulingan minyak atsiri dapat dipercepat dengan menaikkan suhu dan tekanan atau dengan menggunakan superheated steam. Namun demikian, hal ini hanya dapat dilakukan terhadap minyak atsiri yang sukar mengalami dekomposisi pada suhu yang lebih tinggi. Minyak atsiri dengan mutu tinggi akan diperoleh dengan proses penyulingan pada suhu rendah atau suhu tinggi dengan waktu yang singkat (Ketaren, 1985). Metode penyulingan yang tepat dan proses yang sesuai diharapkan dapat menghasilkan minyak atsiri yang bermutu tinggi dan rendemen yang tinggi pula.

Menurut Guenther dalam Racharto (1992), faktor penting pada proses penyulingan adalah pengaruh suhu (panas). Tekanan pada penyulingan dapat diatasi, akan tetapi suhu uap atau campuran yang menerobos bahan dalam ketel suling dapat berfluktuasi. Pada umumnya minyak atsiri bersifat labil pada suhu tinggi. Minyak bermutu tinggi dapat diperoleh dengan cara penyulingan pada suhu rendah, kemudian perlahan-lahan suhu ditingkatkan.

Menurut Guenther dalam Racharto (1992), penyulingan dengan uap langsung sebaiknya dimulai dari tekanan uap yang rendah (sekitar 1 atm), kemudian secara bertahap dinaikkan menjadi kurang lebih 3 atm. Jika permulaan penyulingan dilakukan pada tekanan tinggi, maka komponen kimia dalam minyak akan mengalami dekomposisi. Apabila minyak dalam bahan diperkirakan telah habis tersuling, maka tekanan uap ditingkatkan lagi. Peningkatan tekanan uap tersebut dimaksudkan untuk menyuling komponen minyak yang bertitik didih lebih tinggi.

Menurut Dowthwaite dan Rajani (2007), penyulingan terdiri atas : penyulingan air, penyulingan air dan uap, dan penyulingan uap. Penyulingan air yaitu proses penyulingan di mana bahan yang mengandung minyak atsiri mengalami kontak langsung dengan air selama proses penyulingan. Penyulingan air dan uap yaitu proses penyulingan dimana bahan yang mengandung minyak atsiri tidak kontak langsung dengan air selama proses penyulingan. Penyulingan uap yaitu proses penyulingan di mana bahan yang mengandung minyak atsiri tidak kontak langsung dengan air dan uap yang dihasilkan tidak berada satu tempat dengan bahan.

Laju penyulingan adalah nilai perbandingan antara jumlah air suling yang dihasilkan dengan waktu (kg destilat/m2 jam). Laju penyulingan harus diatur sesuai dengan diameter ketel dan volume antar ruang bahan. Jika laju penyulingan terlalu rendah, maka uap akan terhenti pada bagian bahan yang padat, sehingga proses ekstraksi minyak tidak dapat berlangsung sempurna. Jika laju penyulingan terlalu cepat maka uap dalam ketel akan keluar melalui bahan dengan membentuk jalur uap (rathole), serta mengangkut partikel bahan ke dalam kondensor. Laju penyulingan dapat diukur dengan menampung dan menimbang kondensat yang dihasilkan per satuan waktu (Ketaren, 1985).

1. Sifat Termal Uap

Menurut Kulshrestha (1989), uap merupakan bagian cairan yang diuapkan dan terdiri dari gas sejati yang masih mengandung partikel- partikel cairan di dalamnya. Partikel-partikel cairan akan teruapkan dengan pemanasan. Uap super panas atau uap panas lanjutan (superheated steam)

memiliki sifat-sifat seperti suatu gas di bawah suhu kritisnya. Beberapa metode pemanasan dan ekspansi dari uap adalah sebagai berikut :

a. Volume konstan.

b. Tekanan dan suhu konstan. c. pv konstan atau hiperbolik. d. pvn konstan.

e. Entropi konstan. f. Ekspansi bebas.

2. Pindah Panas

Energi dikenal dalam berbagai bentuk, beberapa diantaranya yang dijumpai dalam bidang teknik kimia adalah : energi dalam, energi kinetik, energi potensial, energi mekanis, dan panas. Pengetahuan tentang mekanisme perpindahan panas mutlak diperlukan untuk dapat memahami peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam pemanasan, pendinginan, pendidihan, pengeringan, distilasi, evaporasi, kondensasi, dan lainnya (Utomo, 1984).

Menurut Utomo (1984), ada tiga cara perpindahan panas yaitu : • Secara molekular, disebut konduksi.

• Secara aliran, disebut konveksi. • Secara gelombang, disebut radiasi.

Zat yang tidak bergerak, contohnya padatan, panas pindah hanya secara konduksi. Panas berpindah karena getaran molekul dari satu molekul ke molekul lainnya. Pada fluida terjadi juga konduksi panas, akan tetapi di samping itu panas lebih banyak dipindahkan secara konveksi. Panas di dalam fluida berpindah karena terbawa massa fluida yang bergerak sebagai aliran. Berdasarkan gerakan fluida ada dua cara konveksi, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Konveksi alami pada fluida disebabkan oleh adanya perbedaan densitas antara beberapa tempat, terkait dengan adanya selisih temperatur antara tempat-tempat itu. Konveksi paksa disebabkan adanya usaha dari luar terhadap fluida, contohnya oleh pompa atau kompresor (Utomo, 1984).

Menurut McCabe (2005), perpindahan kalor terjadi apabila dua benda yang memiliki suhu berbeda mengalami kontak, maka kalor akan mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Aliran kalor tersebut akan selalu mengarah kepada penurunan suhu. Pengaliran kalor tersebut dapat dibedakan menjadi tiga mekanisme yaitu : konduksi, konveksi, dan radiasi.

Perhitungan perpindahan kalor didasarkan atas luas penukaran pemanasan. Bila fluida dipanaskan atau didinginkan, suhu fluida di dalam penampang arus itu akan berbeda-beda. Jika fluida itu sedang mengalami pemanasan, suhu maksimum terdapat pada dinding permukaan pemanas, dan berangsur-angsur ke arah pusat arus. Oleh karena itu diperlukan suhu rata-rata (McCabe, 2005).

Perpindahan kalor ke zat cair mendidih merupakan suatu langkah yang perlu dilakukan dalam satuan operasi evaporasi (penguapan) dan distilasi (penyulingan). Kondensasi (pengembunan) uap di atas permukaan tabung yang lebih dingin dari suhu kondensasi uap sangat penting dalam pengolahan uap seperti air, hidrokarbon, atau zat atsiri (mudah menguap) lainnya (McCabe, 2005).

Dokumen terkait