Kegiatan studi kinerja penyulingan dilakukan untuk mengamati proses penyulingan yang dilakukan di masyarakat. Studi kinerja dilakukan di tempat penyulingan minyak nilam skala IKM (Industri
Kecil Menengah) di desa Sumur Wiru, Cibeureum, Kuningan. Kegiatan studi kinerja juga meliputi :
1. Pengamatan kondisi proses dan disain alat penyulingan IKM secara keseluruhan. Hal ini ditinjau dari parameter tekanan proses penyulingan, waktu penyulingan, dan disain alat-alat penyulingan yang digunakan.
2. Pengambilan data selama proses penyulingan di IKM. Data yang diperlukan berupa bobot kayu bakar yang digunakan, bobot nilam yang disuling, suhu-suhu permukaan alat-alat penyulingan, dimensi alat, laju penyulingan/destilat, lama waktu penyulingan, jumlah minyak yang diperoleh, dan suhu destilat.
3. Pengamatan dan penghitungan kinerja serta efisiensi alat-alat penyulingan berdasarkan disain dan proses.
Persamaan-persamaan yang digunakan dalam menghitung kehilangan panas dan efisiensi alat-alat penyulingan sebagai berikut :
• Persamaan Energi yang Disuplai Kayu Bakar :
Qin (MJ) = massa kayu (K.a = 20 %) (kg) x nilai kalor kayu bakar (MJ/kg)
Keterangan :
Nilai kalor kayu bakar (K.a = 20 %) = 19,40 MJ/kg (Abdurahim, et al., 1989)
• Persamaan Energi Uap yang Dihasilkan (Zemansky, 1982): Qout = ma x cpa x (Td – Tin) + ma x La
Keterangan :
Qout = Energi uap yang dihasilkan (Joule)
ma = Massa air yang diuapkan (kg)
cpa = Kapasitas kalor jenis air (4.190 joule/kg K)
Tin = Suhu air awal (K)
Td = Suhu air berubah menjadi uap (K)
• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Boiler - Ketel (Zemansky, 1982) :
Q = (Tpa – Tu) x Apa x c((Tpa – Tu)/dpa)0,25
Keterangan :
Tpa = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju ke ketel (K)
Tu = Suhu udara (K)
Apa = Luas permukaan pipa menuju ke ketel (m²)
dpa = Rata-rata diameter pipa menuju ke ketel (m)
c = Koefisien konveksi alamiah udara pipa boiler-ketel (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di pipa menuju ketel (joule)
• Persamaan Kehilangan Panas di Tutup Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Tt - Tu) x At x a(Tt - Tu)0,25
Keterangan :
Tt = Suhu yang terukur di permukaan tutup ketel (K)
Tu = Suhu udara (K)
At = Luas permukaan tutup ketel (m²)
a = Koefisien konveksi alamiah udara pelat hadap atas (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di tutup ketel (joule)
• Persamaan Kehilangan Panas di Dinding Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Td – Tu) x Ad x b((Td – Tu)/dk)0,25
Keterangan :
Td = Suhu yang terukur di permukaan dinding ketel (K)
Tu = Suhu udara (K)
Ad = Luas permukaan dinding ketel (m²)
dk = Diameter ketel suling (m²)
b = Koefisien konveksi alamiah udara vertikal (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di dinding ketel (joule)
• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Ketel – Kondensor (Zemansky, 1982) :
Q = (Tpb – Tu) x Apb x e((Tpb – Tu)/dpb)0,25
Keterangan :
Tpb = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju kondensor (K)
Tu = Suhu udara (K)
Apb = Luas permukaan pipa menuju kondensor (m²)
dpb = Rata-rata diameter pipa menuju kondensor (m)
e = Koefisien konveksi alamiah udara pipa ketel-kondensor (kal/s m² K)
Q = Energi yang hilang di pipa menuju kondensor (joule)
• Persamaan Energi yang Diserap Air Pendingin (Ketaren, 1985): Q = U x A x ∆T
Keterangan :
Q = Energi yang diserap air pendingin (joule)
U = Overall heat transfer coefficient (817.653,39 joule/m² jam K) A = Luas permukaan pindah panas kondensor (m²)
∆T = Selisih suhu uap dengan suhu air pendingin (K)
• Persamaan Efisiensi Boiler :
ξ = Qout x 100 %
Qin
Keterangan :
Qout = Energi uap yang dihasilkan (MJ)
Qin = Energi yang disuplai kayu bakar (MJ)
• Persamaan Efisiensi Ketel :
ξ = Qout x 100 %
Qin
Di mana, Qin = Qb - QL
Keterangan :
Qb = Q dari boiler (MJ)
QL= Loss energi di pipa boiler-ketel (MJ)
Qk = Loss energi di keseluruhan ketel (MJ)
• Persamaan Efisiensi Kondensor :
ξ = Qout x 100 %
Qin
Di mana, Qin = Qok - Qkk
Qout = Q yang diserap air pendingin
Keterangan :
Qok = Q keluar ketel (MJ)
Qkk = Loss energi di pipa ketel-kondensor (MJ)
• Persamaan Total Efisiensi Proses Penyulingan : ξ = Qout x 100 %
Qin
Qout = Energi yang diserap air pendingin (MJ)
Qin = Energi yang disuplai kayu bakar (MJ)
b. Uji Kosong Prototipe Alat-alat Penyulingan
Uji kosong dilakukan dengan dua cara yaitu uji kosong tanpa bahan dan uji kosong dengan bahan (ampas). Masing-masing uji kosong tersebut memiliki tujuan tertentu. Uji kosong tanpa bahan dimaksudkan untuk memeriksa ada atau tidaknya kebocoran pada alat. Uji kosong dengan bahan (ampas) dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi penyulingan sesuai dengan yang diinginkan.
2. Penelitian Utama
Penelitian utama ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu tahapan analisa kadar air dan kadar minyak nilam, proses penyulingan, pembandingan efisiensi energi peralatan penyulingan skala IKM dengan
prototipe pemurnian minyak hasil penyulingan, dan analisa mutu minyak hasil penyulingan. Kegiatan penelitian utama secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Alur kegiatan penelitian utama
a. Analisa Kadar Air dan Kadar Minyak Nilam
Analisa kadar air digunakan untuk memeriksa kadar air nilam kering pada saat sebelum dan sesudah proses penyulingan. Pengujian kadar air digunakan untuk menentukan perhitungan kadar minyak nilam basis kering. Menurut Santoso (1990) kadar air nilam kering yang
Pengeringan
Perajangan (± 5 cm) Analisa kadar air
dan kadar minyak
Proses Penyulingan dengan P = 0,5 bar; 1 bar; 1,5 bar gauge
T = 6 jam
Pemurnian minyak dari air dengan Na-sulfat
anhidrat Analisa kadar air
dan kadar minyak
Analisa mutu minyak Nilam basah
Nilam kering
Minyak nilam Ampas nilam
diharapkan untuk proses penyulingan 12-15 % (wb). Bila kadar air nilam telah sesuai maka proses penyulingan dapat dilaksanakan. Gambar alat analisa kadar air nilam yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan perhitungan serta prosedur analisa kadar air nilam terdapat dalam Lampiran 4.
Analisa kadar minyak sebelum dan sesudah proses penyulingan ditujukan untuk mengetahui jumlah kandungan minyak yang terdapat dalam nilam. Gambar alat analisa kadar minyak nilam yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan perhitungan serta prosedur analisa kadar minyak nilam terdapat dalam Lampiran 4.
b. Proses Penyulingan Minyak Nilam
Proses penyulingan minyak nilam dalam penelitian ini dilakukan selama 6 jam. Pada saat proses penyulingan dilakukan tiga tahapan perlakuan yang berdasarkan tekanan dalam ketel suling yaitu :
1. Menit ke-0 sampai menit ke-60, tekanan dalam ketel suling 0,5 bar. 2. Menit ke-61 sampai menit ke-180, tekanan dalam ketel suling 1 bar. 3. Menit ke-181 sampai menit ke-360, tekanan dalam ketel suling 1,5
bar.
Selama proses penyulingan dilakukan pengamatan beberapa parameter seperti :
1. Pengamatan kinerja prototipe alat-alat penyulingan berdasarkan disain.
2. Pengamatan kinerja prototipe alat-alat penyulingan berdasarkan proses.
3. Pengambilan data proses penyulingan dengan perlatan prototipe per 30 menit. Data yang diperlukan berupa bobot kayu bakar yang digunakan, bobot nilam yang disuling, dimensi alat, suhu-suhu permukaan alat penyulingan, laju penyulingan atau destilat, suhu destilat, tekanan yang diterapkan, lama waktu penyulingan, dan jumlah minyak yang diperoleh.
Persamaan-persamaan yang digunakan dalam menghitung kehilangan panas dan efisiensi alat-alat penyulingan sebagai berikut :
• Persamaan Energi yang Disuplai Kayu Bakar :
Qin (MJ) = massa kayu (K.a = 20 %) (kg) x nilai kalor kayu bakar (MJ/kg)
Keterangan :
Nilai kalor kayu bakar (K.a = 20 %) = 19,40 MJ/kg (Abdurahim, et al., 1989)
• Persamaan Energi Uap yang Dihasilkan (Zemansky, 1982): Qout = ma x cpa x (Td – Tin) + ma x La + mu x cpu x (Tu – Td)
Keterangan :
Qout = Energi uap yang dihasilkan (Joule)
ma = Massa air yang diuapkan (kg)
mu = Massa uap (kg)
cpa = Kapasitas kalor jenis air (4.190 joule/kg K)
cpu = Kapasitsa kalor jenis uap (2.010 joule/kg K)
Tin = Suhu air awal (K)
Td = Suhu air berubah menjadi uap (K)
Tu = Suhu uap (K)
La = Panas laten air (2.256.000 joule/kg)
• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Boiler - Ketel (Zemansky, 1982) :
Q = (Tpa – Tu) x Apa x c((Tpa – Tu)/dpa)0,25
Keterangan :
Tpa = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju ke ketel (K)
Tu = Suhu udara (K)
Apa = Luas permukaan pipa menuju ke ketel (m²)
dpa = Rata-rata diameter pipa menuju ke ketel (m)
c = Koefisien konveksi alamiah udara pipa boiler-ketel (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di pipa menuju ketel (joule)
• Persamaan Kehilangan Panas di Tutup Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Tt - Tu) x At x a(Tt - Tu)0,25
Keterangan :
Tt = Suhu yang terukur di permukaan tutup ketel (K)
Tu = Suhu udara (K)
At = Luas permukaan tutup ketel (m²)
a = Koefisien konveksi alamiah udara pelat hadap atas (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di tutup ketel (joule)
• Persamaan Kehilangan Panas di Dinding Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Td – Tu) x Ad x b((Td – Tu)/dk)0,25
Keterangan :
Td = Suhu yang terukur di permukaan dinding ketel (K)
Tu = Suhu udara (K)
Ad = Luas permukaan dinding ketel (m²)
dk = Diameter ketel suling (m²)
b = Koefisien konveksi alamiah udara vertikal (kal/s m² K) Q = Energi yang hilang di dinding ketel (joule)
• Persamaan Kehilangan Panas di Glasswool (Zemansky, 1982) : Q = (Tg – Tu) x Ag x c((Tg – Tu)/dg)0,25
Keterangan :
Tg = Suhu yang terukur di permukaan glasswool (K)
Tu = Suhu udara (K)
Ag = Luas permukaan glasswool (m²)
dg = Diameter glasswool (m²)
c = Koefisien konveksi alamiah udara vertikal (kal/sm² °C) Q = Energi yang hilang di glasswool (joule)
• Persamaan Kehilangan Panas di Bodem Ketel (Zemansky, 1982) : Q = (Tm - Tu) x Am x e(Tm - Tu)0,25
Keterangan :
Tm = Suhu yang terukur di bodem (K)
Tu = Suhu udara (K)
Am = Luas permukaan bodem (m²)
e = Koefisien konveksi alamiah udara hadap bawah (kal/sm² ºC) Q = Energi yang hilang di bodem (joule)
• Persamaan Kehilangan Panas di Pipa Penghubung Ketel – Kondensor (Zemansky, 1982) :
Q = (Tpb – Tu) x Apb x e((Tpb – Tu)/dpb)0,25
Keterangan :
Tpb = Suhu yang terukur di permukaan pipa menuju kondensor (K)
Tu = Suhu udara (K)
Apb = Luas permukaan pipa menuju kondensor (m²)
dpb = Rata-rata diameter pipa menuju kondensor (m)
e = Koefisien konveksi alamiah udara pipa ketel-kondensor (kal/s m² K)
Q = Energi yang hilang di pipa menuju kondensor (joule)
• Persamaan Energi yang Diserap Air Pendingin (Ketaren, 1985): Q = U x A x ∆T
Keterangan :
Q = Energi yang diserap air pendingin (joule)
U = Overall heat transfer coefficient (817.653,39 joule/m² jam K) A = Luas permukaan pindah panas kondensor (m²)
∆T = Selisih suhu uap dengan suhu air pendingin (K)
• Persamaan Efisiensi Boiler :
ξ = Qout x 100 %
Qin
Keterangan :
Qin = Energi yang disuplai kayu bakar (MJ)
• Persamaan Efisiensi Ketel :
ξ = Qout x 100 % Qin Di mana, Qin = Qb - QL Qout = Qin - Qk Keterangan : Qb = Q dari boiler (MJ)
QL= Loss energi di pipa boiler-ketel (MJ)
Qk = Loss energi di keseluruhan ketel (MJ)
• Persamaan Efisiensi Kondensor :
ξ = Qout x 100 %
Qin
Di mana, Qin = Qok - Qkk
Qout = Q yang diserap air pendingin
Keterangan :
Qok = Q keluar ketel (MJ)
Qkk = Loss energi di pipa ketel-kondensor (MJ)
• Persamaan Total Efisiensi Proses Penyulingan : ξ = Qout x 100 %
Qin
Qout = Energi yang diserap air pendingin (MJ)
Qin = Energi yang disuplai kayu bakar (MJ)
c. Pembandingan Efisiensi Peralatan Penyulingan Skala IKM dengan Prototipe
Pembandingan efisiensi peralatan penyulingan skala IKM dapat dilakukan bila penghitungan masing-masing alat baik di IKM maupun prototipe telah diselesaikan. Dengan demikian, dapat diketahui sistem penyulingan yang lebih efisien baik dari segi disain maupun prosesnya.
d.Pemurnian Minyak Hasil Penyulingan
Minyak nilam yang diperoleh dari hasil penyulingan masih mengandung air. Oleh karena itu, sebelum dilakukan analisa mutu minyak nilam, maka diperlukan proses pemurnian minyak dari air. Pemurnian minyak ini ditujukan agar selama proses pengujian mutu minyak, minyak tidak rusak karena pengaruh hidrolisis air.
Pemurnian minyak nilam dari air menggunakan bahan kimia Na- sulfat anhidrat sebagai berikut :
Gambar 4. Skema pemurnian minyak nilam
Na-sulfat anhidrat ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam minyak nilam sambil dikocok. Minyak nilam yang telah murni dari air akan tampak jernih.
e. Analisa Mutu Minyak Hasil Penyulingan IKM dan Prototipe
Analisa mutu minyak hasil penyulingan dilakukan setelah minyak murni dari air. Hal tersebut ditandai dengan penampakan minyak yang jernih. Analisa mutu minyak yang dilakukan mengacu pada SNI 06- 2385-2006. Analisa mutu minyak hasil penyulingan meliputi pengujian warna, rendemen, kelarutan dalam alkohol 90 %, bilangan asam, bilangan ester, indeks bias, putaran optik, dan bobot jenis. Prosedur analisa mutu minyak hasil penyulingan ini terdapat pada Lampiran 4.
Minyak nilam (masih terdapat air) + Na-sulfat anhidrat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. STUDI KINERJA PENYULINGAN MNYAK NILAM IKM
1. Kondisi Proses dan Disain Alat Penyulingan IKM Secara Umum
Kondisi proses dan disain alat yang digunakan pada penyulingan skala IKM masih sederhana secara umum. Kesederhanaan tersebut menjadikan proses penyulingan kurang efisien. Peralatan penyulingan yang digunakan dalam sistem penyulingan skala IKM terdiri dari boiler, ketel suling, kondensor, dan separator. Selain itu, pada ketel suling IKM tidak terdapat bahan penyekat panas yang keluar dari ketel suling.
Proses penyulingan di skala IKM dilakukan selama 8 jam. Satu kali proses penyulingan rata-rata membutuhkan kayu bakar sebagai bahan bakar sebanyak 369,3 kg (wb). Kapasitas maksimal ketel suling skala IKM sedikit lebih kecil daripada prototipe yaitu sebesar 100 kg. Namun, pada pelaksanaan penyulingan pengisian daun dan ranting nilam sering melebihi kapasitas maksimal dari ketel suling. Suhu destilat yang dihasilkan lebih tinggi daripada prototipe sebesar 35,91 °C. Suhu destilat pada skala IKM tersebut masih diperbolehkan menurut Santoso (1990).
Pada boiler IKM tidak terdapat katup pengatur keluarnya uap air sehingga uap air yang terbentuk langsung mengalir ke ketel suling. Dengan demikian, tekanan uap air dalam boiler relatif rendah. Selain itu, pada pipa penghubung antara ketel suling dengan kondensor tidak terdapat katup pengatur keluarnya uap dari ketel suling sehingga laju destilat tidak dapat diatur dan fluktuatif. Rata-rata laju destilat pada penyulingan skala IKM sebesar 0,26 liter/kg jam. Menurut Suryani et al. (2007), laju destilat yang optimal untuk proses penyulingan sebesar 0,6 liter/kg jam.
2. Kinerja dan Efisiensi Disain Alat Penyulingan IKM
a. Boiler Skala IKM
Boiler pada sistem penyulingan minyak nilam skala IKM, digunakan sebagai sumber energi panas berupa steam dari air yang
berada dalam boiler. Tungku yang digunakan terbuat dari batu bata sedangkan boiler terbuat dari drum seng. Boiler yang digunakan berbentuk silinder berdiameter 80 cm dan panjangnya 130 cm. Pengisian
boiler sebelum penyulingan sebanyak 367,5 liter atau setara dengan 56,27 % dari 653,12 liter kapasitas maksimal boiler. Jumlah rata-rata air yang diuapkan di boiler selama proses penyulingan sebesar 446 liter. Sketsa disain boiler skala IKM dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Sketsa disain boiler skala IKM (tampak depan) : (a) Boiler, (b) Tungku, (c) Ruang pembakaran, (d) cerobong
Prinsip kerja boiler skala IKM yaitu, api hasil pembakaran dalam tungku memanaskan air dalam boiler yang berada tepat di atas tungku. Pemanasan tersebut menghasilkan uap air (Santoso, 1990).
a b c d 950 mm 300 mm 1100 mm 800 mm 1390 mm 1240 mm 800 mm 150 mm
Berdasarkan sketsa disain tampak depan tungku dan boiler skala IKM di atas, api dalam tungku hanya mengenai bagian bawah boiler. Rata-rata suhu tertinggi pada permukaan boiler sebesar 178,5 °C. Rata- rata suhu tertinggi pada permukaan tungku pembakarannya sebesar 59,94 °C. Pindah panas paling besar pada saat pemasakan air menjadi uap air, terjadi hanya di bagian bawah boiler. Api menghantarkan panas ke air dalam boiler melalui dinding bawah boiler secara konduksi. Perpindahan panas secara konduksi tersebut dikarenakan adanya penghantar berupa padatan yaitu dinding boiler (McCabe, 2005). Kemudian air bagian bawah boiler menghantarkan panas secara konveksi ke air bagian atas dalam boiler. Menurut Kulshresta (1989), perpindahan panas pada fluida terjadi secara konveksi. Fenomena ini akan diperjelas dalam Gambar 6.
Pada Gambar 6, luas permukaan pindah panas separuh bagian dari
boiler. Data-data luas permukaan pindah panas, jumlah air yang diuapkan, dan rata-rata penggunaan air setiap jam pada boiler dapat dilihat dalam Tabel 3.
Gambar 6. Fenomena pemasakan air dalam boiler IKM (tampak depan) : (a) air dalam boiler, (b) aliran panas api, (c) luas permukaan pindah panas boiler, (d) tungku, (e) ruang pembakaran di tungku a b c d
e
APITabel 3. Data luas permukaan pindah panas dan uap air yang dihasilkan penyulingan IKM
No. Keterangan Satuan
1. Luas permukaan pindah panas boiler 1,63 m² 2. Jumlah air yang diuapkan dalam proses 446 liter
3. Lama waktu penyulingan 8 jam
4. Uap air yang dihasilkan per jam 34,2 liter/m²
Luas permukaan pindah panas boiler sebesar 1,63 m² dapat menguapkan 446 liter air dalam waktu 8 jam. Oleh karena itu, dalam waktu satu jam rata-rata air yang dapat diuapkan dengan menggunakan
boiler IKM sebesar 34,2 liter untuk satu m². Namun demikian, uap air yang diuapkan berfluktuasi setiap jamnya. Hal ini dikarenakan jumlah panas dari api dalam tungku fluktuatif, tergantung dari kestabilan api.
Uap air yang dihasilkan bisa lebih besar dari 34,2 liter/m²/jam, bila nyala api sangat besar. Nyala api yang sangat besar dapat diperoleh saat jumlah kayu bakar dalam tungku masih banyak dan cukup kering. Kayu bakar yang digunakan memiliki kadar air rata-rata 62,4 % sedangkan rata-rata kadar air maksimal kayu bakar sebesar 85 % (Abdurahim, et al., 1989). Bila jumlah kayu dalam tungku pembakaran semakin sedikit, maka nyala api akan semakin mengecil. Bila api mengecil maka energi panasnya berkurang dan uap air yang dihasilkan bisa menurun, kurang dari 34,2 liter/m²/jam.
Kestabilan api dalam tungku terkait dengan sirkulasi oksigen di dalam tungku. Adanya oksigen dapat membantu pembakaran kayu sebagai bahan bakar dalam tungku skala IKM. Oksigen dalam tungku skala IKM diperoleh dari satu arah yaitu pintu pemasukan kayu. Sirkulasi oksigen dalam tungku dapat dilihat dalam Gambar 7.
Gambar 7. Sirkulasi oksigen dalam tungku skala IKM (tampak atas) : (a) ruang pembakaran, (b) pintu pemasukan kayu bakar (pintu tungku)
Sirkulasi oksigen dimulai dari pintu tungku, kemudian oksigen mengalir ke arah belakang ruang tungku (Gambar 7). Oksigen dapat mencapai bagian belakang tungku bila tidak terhalang kayu bakar yang diletakkan setelah pintu tungku. Bila aliran oksigen ke arah belakang tungku terhalang, maka api akan sulit menjalar ke kayu bakar yang diletakkan di bagian belakang. Penjalaran api akan semakin sulit jika kadar air dalam kayu cukup tinggi. Oleh karena itu, bagian belakang tungku terkadang terdapat sisa-sisa pembakaran berupa arang.
Ketidakstabilan nyala api dalam tungku tentunya akan mempengaruhi fluktuasi jumlah uap air yang terbentuk di dalam boiler. Kestabilan nyala api dalam tungku dapat dilihat dari fluktuasi suhu yang terukur pada dinding tungku di Lampiran 1.
Selain itu, ketidakstabilan nyala api yang berakibat terhadap fluktuasi jumlah uap air dapat dilihat berdasarkan fluktuasi jumlah destilat yang dihasilkan. Fluktuasi jumlah destilat tersebut dapat dilihat dalam Gambar 8 dan Lampiran 1.
A
34.07 55.84 51.97 43.79 16.88 31.91 52.27 29.16 0 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 5 6 7 8 Jam ke- Laju destilat (liter/jam)
Gambar 8. Fluktuasi jumlah destilat terhadap waktu
Jumlah destilat pada awal proses penyulingan yaitu jam pertama sebesar 34,07 liter, lebih kecil dari jumlah destilat pada jam kedua yaitu sebesar 55,84 liter. Hal ini dikarenakan panas yang digunakan dari api dalam tungku, belum dapat digunakan secara keseluruhan untuk memproduksi uap air. Panas dari api tungku pada jam pertama, selain digunakan untuk memproduksi uap air juga digunakan untuk memanaskan dinding boiler atau menaikkan suhu lingkungan di sekitar (dinding-dinding boiler).
Kestabilan nyala api dalam tungku tidak dijaga sehingga jumlah destilat setelah jam kedua menurun. Hal ini dikarenakan nyala api semakin mengecil. Penurunan signifikan jumlah destilat terjadi dari jam keempat menuju jam kelima. Hal tersebut dikarenakan adanya pengisian air ke dalam boiler. Dengan demikian suhu dalam boiler menurun dan produksi steam ikut menurun. Hal tersebut dapat dilihat dalam Lampiran 1, di mana suhu bagian atas tungku juga menurun secara signifikan pada menit ke-270.
b. Ketel Suling Skala IKM
Ketel suling yang digunakan pada skala IKM memiliki model yang hampir sama dengan prototipe ketel suling. Ketel suling skala IKM
memiliki diameter 98 cm, tinggi keseluruhan 153 cm, dan tinggi saringan dari bibir ketel 133 cm. Perbandingan diameter dengan tinggi ketel suling dari atas saringan yaitu 1 : 1,36. Kapasitas maksimal ketel suling tersebut 1.002,7 liter. Baut pengunci tutup ketel sebanyak 10 baut. Pada tutup ketel tidak terdapat penyekat dan tidak terdapat glasswool atau penahan panas lainnya di dinding ketel suling. Namun pada bagian bawah ketel dipendam dalam lapisan semen. Hal tersebut tentunya dapat mengurangi energi panas yang hilang dari bagian bodem (bawah) ketel. Sketsa ketel suling skala IKM dapat dilihat pada Gambar 9.
Prinsip kerja dari ketel suling ini yaitu uap air yang berasal dari
boiler masuk ke dalam ketel melalui pipa di bawah saringan (Santoso, 1990). Pipa di bawah saringan yang digunakan untuk memasukkan uap airberbentuk melingkar agar uap air yang dialirkan dapat merata (Rusli, 2003). Uap air tersebut berpenetrasi ke dalam nilam kering dan membantu keluarnya minyak dari kantung-kantung minyak pada jaringan terna nilam. Minyak yang keluar berbentuk campuran uap air dengan minyak (Ketaren, 1987).
Gambar 9. Ketel suling skala IKM : (a) tutup ketel, (b) dinding ketel, (c) bagian bawah ketel yang tertanam dalam lapisan semen.
150 mm 980 mm 1330 mm 200 mm 1280 mm a b c
Berdasarkan disain ketel suling skala IKM di atas, kinerja ketel dari segi disain dapat diukur dari kemampuan disain ketel tersebut mempertahankan panas dan mempenetrasikan uap di dalam ketel. Kemampuan disain ketel suling skala IKM dalam mempertahankan panas masih cukup rendah. Hal ini dikarenakan adanya kebocoran pada disain ketel suling tersebut (Fatahna, 2005). Kebocoran terjadi di sela-sela tutup ketel dengan bibir ketel. Selain itu, tidak adanya penggunaan penahan panas pada dinding ketel, tentunya akan memperbesar kehilangan energi panas dari ketel suling.
Kehilangan panas dalam ketel dapat mengakibatkan uap di dalam ketel lebih cepat terkondensasi, sehingga kemungkinan terjadinya kehilangan uap air semakin besar. Indikator kehilangan panas dapat diukur dari fluktuasi suhu yang terukur di permukaan bagian luar ketel. Hal tersebut dapat dilihat dalam Lampiran 1. Semakin besar suhu yang terukur, maka kehilangan panas pada permukaan bagian tersebut semakin besar. Hal ini disebabkan panas berpindah dari suhu yang tinggi ke suhu yang lebih rendah (McCabe, 2005). Namun demikian, jumlah kehilangan panas pada suatu bagian ketel tidak hanya ditentukan oleh suhu yang terukur saja, tetapi juga luas permukaan pindah panas bagian ketel tersebut (Zemansky, 1982). Hal ini akan diperjelas dengan Tabel 4. Tabel 4. Keterkaitan luas permukaan pindah panas dengan kehilangan
panas ketel
No. Keterangan Tutup Ketel Dinding ketel
1. Luas permukaan pindah panas
ketel 1,05 m² 4,71 m²
2. Total kehilangan panas selama 8
jam 10,23 MJ 48,79 MJ
3. Rata-rata kehilangan panas/jam 1,28 MJ 6,10 MJ
Tabel 4 menunjukkan bahwa luas permukaan pindah panas dinding ketel lebih besar 4,49 kali dari luas permukaan pindah panas
5.39 6.36 6.40 6.25 6.11 5.84 6.36 6.07 6.29 7.76 7.80 7.65 7.43 6.85 7.77 7.46 1.40 1.33 1.39 0.90 1.41 1.01 1.41 1.39 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 Jam ke- Kehilangan panas (MJ/jam) Tutup Dinding Tutup dan Dinding tutup ketel. Begitu pula dengan perbedaan total kehilangan panas di dinding ketel lebih besar 4,77 kali dari tutup ketel yaitu sebesar 48,79 MJ. Kehilangan panas per 30 menit dapat lihat dalam Gambar 10 serta